Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi

Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Arif Mansjoer,
1999).
Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan
kadar glukosa dalam darah (Baughmann, 2000).
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolik yang dikarakteristikkan oleh
hiperglikemia dan diakibatkan dari kerusakan produksi insulin
(Sandra M. Nettira , 2001).
I.2 Etiologi
1.2.1 Genetik

DM adalah penyakit yang dapat diturunkan melalui garis keturunan dalam


resistensi terhadap insulin. Hal ini tentu saja didukung sangat kuat dengan
life style yang dianut oleh seorang individu, kebiasaan makan makanan yang
banyak mengandung glukosa, smoking, alkohol abuse, obesitas serta
olahraga yang tidak teratur dapat dijadikan sebagai pemicu dari diabetes
melitus.
1.2.2 Kerusakan pulau-pulau langerhans di pankreas.
Khususnya pada sel β yang berfungsi untuk memproduksi insulin. Hal ini
dapat disebabkan karena adanya inflamasi, karsinoma pada pankreas juga
karena adanya pembedahan. Ataupun karena adanya autoimun yang
ditimbulkan pada kasus penyakit tertentu seperti : mumps dan rubela.

1.2.3 Infeksi
1.3 Klasifikasi
WHO mengklasifikasikan diabetes melitus sebagai berikut :

1.3.1 Tipe I (IDDM) Insulin Dependent Diabetes Melitus

Pada DM tipe ini, penderita memiliki ketergantungan dengan


insulin untuk mentransportkan glukosa ke dalam sel. Pada kasus ini
disebabkan karena rusaknya sel β pada pulau langerhans di pankreas
karena autoimun yang muncul pada kasus tertentu seperti mumps dan
rubela. Keadaan hiperglikemi pada DM tipe I terjadi lebih cepat, namun
keberhasilan pengobatan sangat bergantung pada pemberian insulin.
Apabila pengobatan yang diberikan lambat maka akan menjadi diabetes
ketoasidosis dengan mual muntah, ketidakseimbangan elektrolit,
kehilangan berat badan dan lemah otot.
1.3.2 Tipe II (NIDDM) Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
Pada DM tipe ini, penderita tidak bergantung pada pemberian insulin,
karena insulin didalam tubuh penderita tetap diproduksi walaupun
jumlahnya sedikit. Pada kasus ini terjadi desenstisasi atau terbatasnya
respon sel β terhadap keadaan hiperglikemia. Ada penderita yang tidak
bermasalah terrhadap produksi insulin, namun terjadi penurunan respon
jaringan terhadap insulin karena adanya kerusakan pada reseptor maupun
post reseptor pada jaringan sehingga glukosa tetap menumpuk didalam
darah dan tidak dapat diterima oleh sel. Ataupun terlalu banyaknya glukosa
yang diproduksi oleh hepar.
1.3.3 Diabetes Gestasional
1.3.4 Gangguan Toleransi Glukosa
1.4 Patofisiologi
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang memiliki kumpulan sel yang
berbentuk seperti pulau yang disebut dengan pulau-pulau langerhans. Didalam
pulau-pulau tersebut berisi sel alfa (sel yang memproduksi glukagon yang kerja
zat tersebut berlawanan dengan insulin), sel beta (sel yang memproduksi insulin
yang bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel) dan sel delta (sel yang
memproduksi somastostatin). Pada DM tipe I ditandai dengan penghancuran sel-
sel beta pankreas yang diakibatkan oleh faktor genetik, imunologi dan mungkin
pula lingkungan (infeksi virus). Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta
diibaratkan sebagai anak kunci yang yang dapat membuka pintu masuk agar
glukosa dapat masuk kedalam sel dan dimetabolisme menjadi tenaga. Bila
insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk kedalam sel dan tetap berada
di pembuluh darah.
Pada DM tipe II, mekanisme yang tepat yang menyebabkan gangguan sekresi
insulin, tetapi terdapat faktor-faktor risiko yang mempengaruhi hal tersebut yaitu
faktor usia (> 60th), obesitas, riwayat keluarga dan kelompok etnik tertentu.
Proses terjadinya DM tipe II, yaitu bila jumlah insulin normal tetapi reseptor
insulin yang diibaratkan sebagai lubang kunci pada permukaan sel berkurang,
maka glukosa yang masuk kedalam sel sedikit sehingga glukosa tetap berada di
pembuluh darah.
Pada diabetes gestasional terdapat faktor-faktor risiko yang mempengaruhinya,
yaitu usia tua, kelompok etnik tertentu, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga
dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Diabetes gestasional ini terjadi
selama kehamilann karena peningkatan sekresi berbagai hormon yang
mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa.
Pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa menunjukkan kelainan pada tes
toleransi glukosan dan biasanya asimtomatis. Pasien yang mengalami hal
tersebut tidak digolongkan sebagai penderita diabetes melitus, tetapi dianggap
berisiko lebih tinggi menderita diabetes dibandingkan masyarakat umum.
Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat akan
menimbulkan hiperglikemia (peningkatan glukosa dalam darah). Jika
hiperglikemianya berat dan ginjal tidak mampu menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, maka akan timbul glikosuria. Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan kedalam urin, maka ekskresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan yang dinamakan diuresis
osmotik. Dari hal tersebut akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan
sebagai kompensasi tubuh akan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa
hilang bersama urin, maka sel dalam tubuh kekurangan zat nutrisi sehingga
berat badan berkurang dan menimbulkan rasa lapar (polifagia). Akibat
kehilangan zat nutrisi yang akan diubah menjadi energi mengakibatkan rasa
lelah, lemah dan mengantuk. Dari kekurangan zat nutrisi dalam sel dan
hiperglikemia juga dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka berjalan
lambat sehingga dapat terjadi ganggren dan penghilatan kabur.
Selain itu, didalam tubuh terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi sampingnya, yaitu badan keton. Badan keton ini
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa dalam tubuh jika
jumlahnya berlebihan. Hal inilah dinamakan ketoasidosis diabetik yang
menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, nafas
berbau aseton, pernafasan kusmaul, perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
Pathoflow :

Defisiensi insulin

glukagon ↑ penurunan pemakaian


glukosa oleh sel
glukoneogenesis hiperglikemi

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN ↑ osmotik diuresis

Kekurangan
volume cairan
ketonemia nitrogen urin ↑ dehidrasi

mual muntah ↓pH hemokonsentrasi

Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan

Kelelahan

asidosis trombosis

 Koma aterosklerosis
 kematian
makrovaskuler mikrovaskuler

jantung serebral ekstremitas retina ginjal

miokard infark stroke ganggren retinopati diabetik nefropati

ggn. penglihatan gagal ginjal

Resti infeksi

1.5 Tanda dan Gejala


1.5.1 Poliuri.
1.5.2 Polidisi
1.5.3 Polifagia
1.5.4 Kesemutan
1.5.5 Gatal di seluruh badan
1.5.6 Mata kabur
1.5.7 Impotensi pada pria
1.5.8 Pripuritus vulva pada wanita
1.5.9 Penurunan berat badan, seringkali hanya pada DM tipe II
1.6 Komplikasi
1.6.1 Kronik
a. Makrovaskular : hipertensi, penyakit arteri koroner dan penyakit
cerebrovaskuler.
b. Mikrovaskuler : diabetik retinopati, neuropati dan nefropati.

c. Rentan infeksi : TB paru, ginggivitis dan ISK.

d. Kaki diabetik.

1.6.2 Akut
a. Koma hipoglikemik.
b. Ketoasidosis diabetik
c. Koma hyperosmolar nonketotik
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1.7.1 TTG (tes toleransi glukosa) : memanjang lebih dari 200 mg/dl.
1.7.2 Pemeriksaan GDS (gula darah sewaktu) : lebih dari 70-110 mg/dl.
1.7.3 Gula darah puasa : lebih dari 120 mg/dl per 2 jam.
1.7.4 Gula darah post porandial : meningkat lebih dari 125 mg/dl per 24 jam.
1.7.5 Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
1.7.6 AGD (analisa gas darah) : penurunan HCO3 dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
1.7.7 Asam plasma : positif secara mencolok.
1.7.8 Osmolaritas serum : meningkat lebih dari 330 mOsm/L.
1.7.9 Insulin darah : menurun sampai tidak ada (tipe I).
1.7.10 Amilase darah : mungkin meningkat.
1.7.11 Trombosit darah, hematokrit, mungkin meningkat ( dehidrasi), lekositosis,
hemokonsentrasi

1.7.12 Elektrolit : natrium meningkat selanjutnya menurun, fosfor lebih sering menurun.
1.7.13 Ureum dan kreatinin : mungkin meningkat/normal.
1.7.14 Pemeriksaan keton darah : pemeriksaan keton darah lebih disukai daripada
pemeriksaan keton urin untuk diagnosis dan pemantauan ketoasidosis diabetikum
(American Diabetic Association 2004).
1.7.15 Kultur dan sensitifitas : adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
1.7.16 Pemeriksaan EKG.

1.8. Penatalaksanaan Medik


1.8.1. Diet
Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia (Perkeni) standar yang
dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbonhidrat
(60-70%), protein (10-15) lemak (20-25%) dan jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, stress akut dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi.

Tujuan diet DM :

a. Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal.


b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
c. Mencegah komplikasi akut dan kronis.
d. Meningkatkan kualitas hidup.
1.8.2. Pengaturan aktivitas dan olahraga.
Aktivitas dan olahraga pada pasien DM memiliki beberapa tujuan yaitu,
menimbulkan perubahan metabolik, menurunkan kadar glukosa dalam darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin, menurunkan BB, mengurangi stress dan mempertahankan
kesegaran tubuh. Macam – macam latihan jasmani meliputi aerobik, jalan,
joging, berenang dan bersepeda. Prinsip latihan jaasmani yaitu frekuensi
(secara teratur 3-5x seminggu), intensitas (ringan – sedang) dan durasi
(30-60 menit).

1.8.3. Monitor gula darah secara rutin.


1.8.4. Edukasi
a. Menjelaskan DM secara mendasar.
b. Penjelasan mengenai insulin.
c. Kapan harus meminta bantuan medis.
d. Pemeriksaan gula darah secara rutin.
e. Menggunakan jarum suntik insulin.
f. Komplikasi dari DM.
g. Follow up.
1.8.5. Pengobatan : insulin terapi.
II. Asuhan Keperawatan
2.1. Pengkajian
2.1.1 Aktivitas/istirahat.
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, gangguan tidur/istirahat, takikardi
dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, penurunan
kekuatan otot.

2.1.2 Sirkulasi.
Riwayat hipertensi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki, penyembuhan yang lama, takikardia, hipertensi dan disritmia.

2.1.3 Integritas Ego.


Stress, ansietas dan peka rangsang.

2.1.4 Eliminasi.
Perubahan pola kemih, nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih,
ISK baru/berulang dan nyeri abdomen.

2.1.5 Makanan/cairan.
Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, kulit kering/bersisik,
kekakuan distensi abdomen.

2.1.6 Neurosensori.
Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot dan
gangguan penglihatan.

2.1.7 Nyeri/kenyamanan.
Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat) dan wajah meringis

2.1.8 Pernafasan.
Merasa kekurangan O2, batuk dengan/tanpa sputum purulen.

2.1.9 Keamanan.
Kulit kering, gatal, demam, diaforesis dan menurunnya kekuatan umum.

2.1.10 Seksualitas.
Rabas vagina, masalah impoten pada pria dan kesulitan orgasme pada
wanita.

2.1.11 Penyuluhan//pembelajaran.
Faktor resiko keluarga : DM, penyakit jantung, stroke dan hipertensi.

2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastric yang berlebihan (diare, muntah), masukan yang dibatasi
(mual, kacau mental).
2.2.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral (anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran), status
hipermetabolisme (pelepasan hormone stress, proses infeksi).
2.2.3 Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic,
perubahan kimia darah (insufisiensi insulin), peningkatan kebutuhan
energy (status hipermetabolik/infeksi).
2.2.4 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada
sebelumnya atau ISK .
2.3 Rencana Keperawatan
2.3.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastric yang berlebihan (diare, muntah), masukan yang dibatasi
(mual, kacau mental).
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi.

Kriteria Hasil :

a. Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda-


tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat.
b. Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :

● Pantau TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik.


Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi
dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat
dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10
mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.

● Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau


pernafasan berbau keton.
Rasional : paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui
pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang
berbau aseton berhubungan pemecahan asam aseto-asetat dan
harus berkurang bila ketosis terkoreksi.

● Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan dan penggunaan otot


bantu nafas, adanya apnea dan munculnya sianosis.
Rasional : koreksi hiperglikemi dan asidosis akan
menyebabkan pola dan frekuensi pernafasan mendekati normal.
Peningkatan kerja pernafasan merupakan indikasi dari
kelelahan pernafasan dan/atau mungkin pasien kehilangan
kemampuan untuk kompensasi pada asidosis.

● Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran


mukosa.
Rasional : merupakan indicator dari tingkat dehidrasi atau
volume sirkulasi yang adekuat.

● Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.


Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.

● Ukur berat badan setiap hari.


Rasional : memberikan informasi dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.

● Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500


ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.

Rasional : mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi.

● Observasi mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung.


Rasional : kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas
lambung yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara
potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit.

● Observasi adanya kelelahan yang meningkat, udem,


peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada
vaskuler.
Rasional : pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat
mungkin sangat berpotensi menimbulkan kelebihan beban
cairan dan gagal ginjal kronik.
● Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan
normal salin dengan atau tanpa dextrosa, albumin, plasma atau
dekstran.
Rasional : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respons pasien secara individual. Plasma
ekspander (pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan
tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak
dapat kembali normal dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah
dilakukan.

● Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan laboratorium (Ht,


BUN/kreatinin, Na dan K).
Rasional : hematokrit (mengkaji tingkat hidrasi dan seringkali
meningkat akibat hemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis
osmotik). BUN/kreatinin (peningkatan nilai dapat
mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda
awitan kegagalan ginjal). Natrium (mungkin menurun yang
dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis
osmotic), kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan
cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons
terhadap sekresi aldosteron). Kalium ( awalnya akan terjadi
hiperkalemia dalam berespons pada asidosis, namun
selanjutnya kalium ini akan hilang melalui urine, kadar kalium
absolute dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan
asidosis teratasi, kekurangan kalium serum justru akan terlihat.

2.3.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral (anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran), status
hipermetabolisme (pelepasan hormone stress, proses infeksi).
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.

Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat.
b. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya/yang
diinginkan dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi :

● Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.


Rasional : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

● Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan


dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan


kebutuhan terupetik.

● Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut


kembung, mual, muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai
indikasi.
Rasional : hiperglikemia dan gangguan kesimbangan cairan &
elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung.

 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien)

dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat


mentoleransinya melalui oral.

Rasional : pemberian makanan melalui oral lebih baik jika


pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

● Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai


dengan indikasi.
Rasional : memberiksn informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi pasien.

● Observasi tanda-tanda hipoglikemi seperti perubahan tingkat


kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas dan sakit kepala.
Rasional : metabolisme karbonhidrat mulai terjadi (gula darah
akan berkurang dan sementara tetap diberikan insulin maka
hipoglikemi dapat terjadi).

● Kolaborasi dengan dokter utuk pemeriksaan gula darah.


Rasional : pemeriksaan gula darah lebih akurat daripada
memantau gula dalam urin untuk mendeteksi fluktuasi kadar
gula darah .

● Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi insulin.


Rasional : pemberian insulin dapat menurunkan gula darah.
Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan
cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam
sel. Pemberian melalui iv merupakan rute pilihan utama karena
absorpsi dari jaringan subkutan mungkin tidak menentu/lambat.

● Kolaborasi dengan ahli diet.


Rasional : bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

2.3.3 Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic,


perubahan kimia darah (insufisiensi insulin), peningkatan kebutuhan
energy (status hipermetabolik/infeksi).
Tujuan : mengungkapkan peningkatan tingkat energy.

Kriteria Hasil : menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi


dalam aktivitas yang diinginkan.

Intervensi :

● Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat


jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas
yang menimbulkan kelelahan.
Rasional : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin
sangat lemah.
● Berikan aktivitas alternative dengan periode istirahat yang
cukup/tanpa diganggu.
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan.

● Pantau TTV sebelum/sesudah aktivitas.


Rasional : mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi secara fisiologis.

● Diskusikan cara menghemat kalori selama aktivitas.


Rasional : pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan
dengan penurunan kebutuhan akan energy pada setiap kegiatan.

● Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas


sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri yang positif sesuai
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

2.3.4 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan


leukosit, perubahan pola sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada sebelumnya
atau ISK.
Tujuan : meminimalkan ataupun menghilangkan resiko terjadinya infeksi.

Kriteria Hasil : tidak adanya atau sembuhnya luka ganggren beserta


penyebarannya.

Intervensi :

● Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam,


kemerahan, pus pada luka, urin keruh atau berkabut ataupun
sputum yang purulent.
Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya
telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami
infeksi nosokomial.
● Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi
nosokomial).

● Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasive.


Rasional : kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi
media terbaik bagi pertumbuhan kuman.

● Pasang kateter/lakukan perawatan perineal dengan baik.


Rasional : mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.

● Berikan perawatan pada kulit, jaga kulit tetap kering, linen


kering dan tetap kencang (tidak berkerut).
Rasional : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan
pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada
akulit/iritasi kulit dan infeksi.

● Lakukan perubahan posisi terutama bagi klien yang


immobilisasi.
Rasional : mencegah dekubitus.

● Bantu klien untuk menjaga oral hygiene.


Rasional : menurunkan risiko terjadinya penyakit mulut/gusi.

● Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik sesuai


indikasi.
Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnya sepsis.

2.3.5 Kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : klien dan keluarga mampu memahami penyakit dan cara
pengelolaan pasien diabetes.
Kriteria Hasil : klien dan keluarga mengungkapkan dan menerapkan
pemahaman mengenai penyakit dan cara pengelolaan pasien diabetes.

Intervensi :

● Menciptakan trust pada pasien dan keluarga, mendengarkan


setiap keluhan yang diucapkan.
Rasional : menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan
sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses
belajar.

● Diskusikan topik-topik utama mengenai diabetes melitus.


Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.

● Demonstrasikan cara pengecekan gula darah dan pemberian


insulin.
Rasional : melakukan pemeriksaan gula darah sendiri 4 kali
atau lebih dalam setiap harinya memungkinkan fleksibilitas
dalam perawatan diri, meningkatkan control kadar gula darah
lebih ketat.

● Diskusikan tentang rencana diet.


Rasional : kesadaran tentang pentingnya control diet akan
membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati
program.

● Demonstrasikan tehnik penanganan stress, seperti latihan nafas


dalam, bimbingan imajinasi, mengalihkan perhatian.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhadap
respons stress yang dapat membantu untuk membatasi
peristiwa ketidakseimbangan glukosa/insulin.
III. Pendidikan Kesehatan

3.1 Diet dengan benar dengan mengkosumsi rendah gula

3.2 Minum obat teratur

3.3 Kontrol gula darah teratur

3.4 Olahraga (jalan kaki, senam, sepeda santai)

3.5 Mencegah kulit terluka : pakai alas kaki, lingkungan rumah tidak licin)

3.6 Cegah kegemukan


DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lynda Juall. ( 1999). Nursing Care Plans and Dokumentasi : Nursing Diagnosis
and Collaboration Problems. ( Monica Ester, Penerjemah). Eight Edition. Philadelphia
: Lippincott-Raven Publisher. (sumber asli diterbitkan 1995).

Doengoes, M.E.et.all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : EGC.

Lyer, Patricia W.(2004). Nursing Documentation : A Nursing approach ( Sari K, Penerjemah)


Third Edition. Flemington : Mosby inc. ( sumber asli diterbitkan 1999).

Potter, Patricia A.(2005).Fundamentals of Nursing : Concept, processand Practise (Yasmin


Asih, Penerjemah) Volume I Fourth Edition. Saint Louis : Mosby Year Book inc.
(sumber asli diterbitkan 1997).

Price, Sylvia A.(2005). Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processeses (dr.


Brahm U, Penerjemah) Sixth Edition. Memphis : Mosby inc. (sumber asli diterbitkan
2002).

Smeltzer, Suzanne C.(2001). Brunner &Suddarth Textbook of Medical Surgical Nursing. (dr.
H.Y. Kuncara, Penerjemah)Volume II Eight Edition.Philadelphia : Lippincott-Raven
Publisher.(sumber asli diterbitkan 1996).

Sudoyo, aru W.(2006).Buku ajar IPD Jilid III Edisi IV. Dalam A Slamet S,B Reno G, C
Suharko S (Eds). Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI.

Tambayong, Jan.(2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tim Depkes RI.(1994). Pedoman Penerapan Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Cetakan
ke-4. Jakarta : PPNI.

Tucker, Susan M.(1998). Patient Care Standards : Nursing Process, Diagnosis and Outcome
(Yasmin A, Penerjemah) Volume II Fifth Edition. California : Mosby Year Book, inc.
(sumber asli diterbitkan 1992).

Anda mungkin juga menyukai