Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS PADA NY. R


DI RUANG MENUR
RSUD dr. R. GOETHENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

DISUSUN OLEH:

NAMA : DUROTUN NAFISAH


NIM : P1337420219062

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DIEBETES MELITUS

A. DEFINISI
Diabetes Melitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah Penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Tingkat kadar glukosa darah
menentukan apakah seseorang menderita Diabetes Melitus atau tidak (Hasdianah,
2012).
Penyakit Diabetes Melitus dapat diartiakan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes Melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2011). adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2011). Menurut Riyadi ,S., dan
Sukarmin 2011. Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks
yang melibatkan kelainan metabolism, lemak, karbohidrat, protein dan berkembangnya
kompilkasi makrovaskuler dan neurologis.
Kesimpulan dari Diabetes Melitus adalah kondisi dimana kadar Gula darah dalam
tubuh melebihi batas normal ,yang dapat disebabkan Oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut salah satunya karena kerusakan pada organ pankreas yang tidak dapat
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.Tingkat kadar glukosa darah
menentukan seseorang menderita diabetes melitus atau tidak
(Anggraeni, 2017)

B. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan Insulin
karena sel sel beta pankreas telah dihancurkan oleh prosesautoimun. Hiperglikemia
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak simpan dalam hati meskipun tetap berada dalam adarah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Ketika glukosa berlebihan
disekresikan ke dalam urin,ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan. Keadaan ini disebut deuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan ,pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme dan lemak yang menyebakan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelemahan dan
kelelahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenesis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogenesis (pemebentukan glukosa dari asam – asam
amino serta substansi yang lain ).Namun pada penderita defisiensi insulin. Proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu, akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam - basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan ( Corwin Elizabeth, 2011).
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khususnya pada permukaan sel.
Sebagai akibat dari terikat insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intersel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi Pengambilan glukosa oleh jaringan.Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri - ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat
insulin yang adekuat untuk pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian,diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah
akut lainnya yang dianamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketik (HHNK).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun- tahun ) dan
progresif,maka awitan diabetes (Corwin Elizabeth J, 2011 ).
PATHWAY

Penyakit Obesitas, Gaya


Autoimun Hidup, Usia,
(genetik) Riwayat Keluarga
DM, Pola Makan
Insufisiensi Insulin
Resistensi insulin

DM Tipe I DM Tipe II

Glukosa Penggunaan Glukosa


Otot & Hati ↓ Pankreas berhenti
Intrasel ↓ Glukoneogenesis memproduksi insulin

Produksi Glukosa Hati ↑
Pembentukan Peningkatan
metabolisme Hiperglikemi
ATP Terganggu
protein dan lemak Keseimbangan a
Glukosuria Komplikasi
kalori
Mikrovaskuler
Lemah
Cadangan Diuresis
Lemak & Polifagi osmotik↑ Retinopati Nefropati Neoropat
Protein ↓ Resiko ketidakstabilan i
Intoleransi kadar glukosa darah Polidipsi Poliuri
Aktivitas BB Menurun Parastesia, Sesibilitas
Nyeri, Suhu Menurun
Dehidrasi
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Gangguan
DariKebutuhan Risiko Kekurangan Pola Tidur Resiko Infeksi
Volume Cairan
C. ETIOLOGI
Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan produksi insulin oleh sel - sel beta
pulau Langerhans. Jenis juvenilis ( usia muda ) disebabakan oleh predisposisi herediter
terhadap perkembangan antibodi yang merusak sel - sel beta atau degenerasi sel - sel
beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenerasi sel - sel beta akibat
penuaan dan akibat kegemukan / obesitas.Tipe ini jelas disebabkan oleh degenerasi sel
- sel beta sebagai akibat penuaan yang cepat pada orang yang rentan dan obesitas
mempredisposisi terhadap obesitas ini karena diperlukan insulin dalam jumlah
besaruntuk pengolahan metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang
normal (Riyadi, S. dan Sukarmin, 2011 ). Penyebab resistensi insulin pada diabetes
sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang berperan antara lain :
1. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini
terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan pada
gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.

2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara Dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan
beresiko pada penurunan fungsi endoktrin Pankreas untuk memproduksi insulin.

3. Gaya Hidup stress


Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet,lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh terhadap kerja pankreas. Stres juga
akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi
yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas
mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.

4. Pola makan yang salah


Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama – sama meningkatkan Risiko terkena
diabetes. Malnutrisi juga dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas
meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak
teratur dan cenderung lambat juga akan berperan pada ketidakstabilan kerja
pancreas.
5. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel – sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pancreas disebabkan
karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk
mencukupi energin sel yang terlalu banyak. (Anggraeni, 2017)

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Smelzer dan Bare, pemeriksaan penunjang untuk penderita diabetes
melitus antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya (menurun
atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).
2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah-pecah , pucat, kering yang tidak
normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa juga teraba lembek.
b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda asing,
osteomelietus.
2) Pemeriksaan Laboratorium
c. Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP (Gula
Darah Puasa)
d. emeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan glukosa
pada urine tersebut. (Permata, 2014)

E. PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksanaan Keperawatan Menurut PERKENI 2015 komponen dalam
penatalaksan DM yaitu:
a. Diet Syarat diet hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita Prinsip diet
DM,adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/ tidak Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari
hendaknya diikuti pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis,jangan dikurangi atau ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi penderita,penetuan
gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of relative body weight( BPR=berat
badan normal) dengan rumus: BPR= BB(kg) X 100% TB(cm) -100
Keterangan :
1) Kurus (underweight) :BPR110%35 4) Obesitas apabila :BPR> 120%
a) Obesitas ringan :BPR 120% -130%
b) Obesitas sedang :BPR 130% - 140%
c) Obesitas berat :BPR 140 – 200%
d) Morbid :BPR > 200%
b. Olahraga Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik
c. Edukasi/penyuluhan Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada dokter,
mencari artikel mengenai diabetes.
d. Pemberian obat-obatan. Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan
dengan cara (edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan.
e. Pemantauan gula darah Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin
,bertujuan untuk mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan
melakukan lima pilar diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.
f. Melakukan perawatan luka
a) Pengertian Melakukan tindakan perawatan menganti balutan, membersihkan luka
pada luka kotor
b) Tujuan
 Mencegah infeksi
 Membantu penyembuhan luka
c) Peralatan
 Bak Instrumen yang berisi : Pinset Anatomi, Pinset Chirurgis, Gunting
Debridemand, Kasa Steril, Kom: 3 buah
Peralatan lain terdiri dari:Sarung tangan, Gunting Plester. Plester atau perekat37,
Alkohol 70%/ wash bensin, Desinfektant o NaCl 0,9% o Bengkok: 2 buah,1 buah
berisi larutan desinfektan, Verband, Obat luka sesuai kebutuhan
d) Prosedur Pelaksanaan
 Tahap pra interaksi
1. Melakukan Verifikasi program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
 Tahap orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
 Tahap kerja o
1. Menjaga Privacy
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
3. Membuka peralatan
4. Memakai sarung tangan
5. Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka dengan
menggunakan pinset
6. Membuka balutan lapis terluar
7. Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
8. Membuka balutan lapis dalam
9. Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
10. Melakukan debridement
11. Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl
12. Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa o Memasang plester
atau verband
13. Merapikan pasien
 Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan
6. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
7. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
8. Mengelola pemberian obat sesuai program
B. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi dengan Insulin Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatric
tidak berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari
monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol
glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka
pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan
insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi
lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat
menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan
untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik
insulin premixed atau predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin. Lama
kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada
tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan
secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja
sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi
hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk
mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin
regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai dengan
keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan
tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian,
terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan
penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
b. Obat Antidiabetik Oral
1. Sulfonilurea Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD
generasi kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena
adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat
berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia 40 lebih rendah.
Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena
metabolitnya tidak aktif sedangkan metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan
gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak
aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru
sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta
pankreas juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.
2. Golongan Biguanid Metformi pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan
hipoglekimia jika digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-
hati pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan
berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu.
Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang rendah pada
orangtua.
3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose Obat ini merupakan obat oral yang
menghambat alfaglukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang
mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi
absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan peningkatan glukosa
postprandial.Walaupun kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain,
obat tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami
diabetes ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi
juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan
terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah klinis.
4. Thiazolidinediones Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang
baik dan dapat meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha
reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia
dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien
dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relative. (Permata,
2014)
F. KOMPLIKASI
Menurut (Laurentia, 2015) komplikasi yang timbul pada diabetus melitus adalah: a.
Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit jantung, stroke,
aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi.
b. Kerusakan saraf atau neuropati. Kadar gula darah yang berlebihan dapat merusak
saraf dan pembuluh darah halus. Kondisi ini bisa menyebabkan munculnya sensasi
kesemutan atau perih yang biasa berawal dari ujung jari tangan19 dan kaki, lalu
menyebar ke bagian tubuh lain. Neuropati pada sistem pencernaan dapat memicu mual,
muntah, diare, atau konstipasi.
c. Kerusakan mata, salah satunya dibagian retina. Retinopati muncul saat terjadi
masalah pada pembuluh darah di retina yang dapat mengakibatkan kebutaan jika
dibiarkan. Glaukoma dan katarak juga termasuk komplikasi yang mungkin terjadi pada
penderita diabetes.
d. Gangren Sulistriani (2013) menyatakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
gangrene pada penderita DM diantaranya adalah neuropati, tidak terkontrol gula darah
(hiperglikemi yang berkepanjangan akan menginisiasi terjadinya hiperglisolia (keadaan
dimana sel kebanjiran masuknya glukosa akibat hiperglikemia kronik), hiperglisolia
kronik akan mengubah homeostasis biokimiawi sel yang kemudian berpotensi untuk
terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi DM. Gangren adalah rusak dan
membusuknya jaringan, daerah yang terkena gangren biasanya bagian ujung-ujung
kaki atau tangan. Gangren kaki diabetik luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman
dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang atau besar
ditungkai, luka gangren merupakan salah satu komplikasi kronik DM (Anggraeni,
2017)
G. MANIFESTASI KLINIS
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali
tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa
seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek
peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai
nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung
gula (glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan
mungkin tidak menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang
ditunjukan meliputi:
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi) Pada diabetes,karena insulin
bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energi yang
dibentuk pun kurang itu sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh
berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga
timbulah perasaan selalu ingin makan
b) Sering merasa haus(polidipsi) Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan
kekurangan air atau dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga
orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis akan sangat
merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
c) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri) Jika kadar gula melebihi nilai normal ,
maka gula darah akan keluar bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang
mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke
dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak
diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI,
2015) .
2) Gejala kronik penyekit DM Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM
(PERKENI, 2015) adalah:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c) Rasa tebal dikulit
d) Kram
e) Mudah mengantuk
f) Mata kabur
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg (Anggraeni, 2017)

H. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan pengumpulan data, pengaturan, validasi, dan


dokumentasi yang sistematis dan berkesinambungan. Pengakajian asma bronkhial
pada klien (Permata, 2014)

Pengumpulan data yang akurat akan membantu dalam menentukan status


kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan
klien yang dapat diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesa
a) Identitas klien : meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk RS dan diagnosa medis.
b) Keluhan utama : kaji adanya kesemutan pada esktremitas,luka yang sukar
sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung
c) Riwayat kesehatan sekarang : kaji kesemutan pada esktremitas,luka yang
sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung
d) Riwayat kesehatan dahulu : pasien belum pernah mengalami penyakit serius
sebelumnya.
e) Riwayat kesehatan keluarga : tidak terdapat anggota keluarga yang
mengalami penyakit serupa
f) Riwayat psikososial : meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan
emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit klien.
2) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum : meliputi keadaan klien, kesadaran, suara bicara,
tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.
b) Kepala dan leher : kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran
, lidah terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, penglihatan kabur, lensa mata keruh.
c) Sistem integument : turgor kulit normal, tidak ada luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan suhu kulit normal.
d) Sistem pernapasan : kaji adanya sesak, batuk, sputum, nyeri dada.
e) Sistem kardiovaskuler : kaji adanya perfusi jaringan menurun, nadi perifer
lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
f) Sistem gastroinsitenal : Pengkajian abdomen, kesimetrisan, karakteristik
umbilikus, auskultasi bising usus pada empat kuadran, ada/tidaknya distensi,
tenderness, hepatomegaly/splenomegaly. Kaji turgor kulit, dan mual muntah.
Kebiasaan buang air besar, konsistensi tinja, frekuensi, warna dan bau.
Pemeriksaan rektal.
g) Sistem urinaria : Fungsi perkemihan dan ginjal lakukan pemeriksaan nyeri
daerah pinggang atau suprapubis, dysuria, edema, scrotal, periorbital, perifer.
Frekuensi perkemihan, menangis saat berkemih, inkontinensia, karakteristik
urin, bau, warna, status hidrasi, turgor kulit, dan berat jenis urin.
h) Genetelia lihat edema perhatikan iritasi, lesi, kesimetrisan skrotum dan testis,
meatus uretra (kemerahan).
i) Sistem muskuloskeletal : penyebaran lemak, penyebaran masa otot,
perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstremitas.
j) Sistem neurologis : tidak terjadi penurunan sensoris, parasthesia, letargi,
mengantuk, reflex lambat, kacau mental. (Anggraeni, 2017)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah (00179) berhubungan dengan


pemantauan glukosa darah tidak adekuat

b. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera biologis

c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan


dengan asupan diet kurang (Nuruarif, 2016)
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam, diharapkan Manajemen Hiperglikemia
I. kadar glukosa darah pada pasien dapat menurun dengan
kriteria hasil : 1. Monitor kadar glukosa darah, sesuai 1. Agar kadar glukosa darah dapat
indikasi terpantau
Indikator Awal Tujuan 2. Monitor tanda dan gejala 2. Agar pasien mendapatkan terapi yang
hiperglikemia : plyuria, polidipsi, sesuai dengan keadaan
Malaise
polifagi, kelemahan letargi, malaise,
2 5
pandangan kabur, atau sakit kepala
3. Berikan insulin, sesuai resep 3. Agar kadar glukosa pasien dapat
Kelelahan
2 5 terpenuhi sesuai kebutuhan serta dapat
mengeluarkan energi yang dapat
Peningkatan dibutuhkan pasien
glukosa 2 5 4. Dorong pemantauan sendiri kadar 4. Agar pasien dapat memantau sendiri
glukosa darah kadar glukosa dalam darah sehingga
darah dapat langsung ditangani jika terjadi
Peningkatan hal yang tidak diinginkan
AIC 5. Instruksikan pada pasien dan 5. Agar pasien dan keluarga bersama-
mengenai menejemen diabetes sama memahami apa saja yang
(glycated 2 5 selama periode sakit, termasuk dilakukan dalam terapi sehingga
hemoglobin penggunan insuli dan/ obat oral, keluarga pasien juga dapat
monitor asupan cairan, penggantian mengingatkan pasien serta membantu
) karbohidrat, dan kapan mencari dalam pemberian obat
bantuan peugas kesehatan sesuai
Keterangan: kebutuhan
1. Berat
2. Besar
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

II. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen nyeri


2x24 jam, diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dengan
kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Agar pasien dapat menerima obat
yang sesuai dengan keluhan
secara komprehensif(lokasi,
Indikator Awal Tujuan nyerinya.
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Nyeri yang
5 dan faktor presipitasi)
dilaporkan
2. Gunakan strategi komunikasi 2. Agar pasien mampu memahami apa
Panjangnya yang disampaikan perawat
terpeutik untuk mengetahui
episoe nyeri
pengalaman nyeri dan sampaikan
Ekspresi penerimaan pasien terhadap nyeri
5
nyeri wajah 3. Pilih dan implementasikan 3. Agar skala nyeri pada pasien dapat
berkurang dengan melakukan
Kehilangan tindakan yang beragam (misalnya,
latihan napas dalam
nafsu 5 farmakologi, nonfarmakologi,
makan interpersonal)
4. Agar pasien tidak mengeluh sakit
Skala : lagi
4. Berikan individu penurun
1. Berat
nyeri yang optimal dengan peresepan
2. Cukup Berat
analgesik
5. Agar pasien merasa nyaman
3. Sedang
4. Ringan 5. Dukung istirahat/tidur yang

5. Tidak ada adekuat untuk membantu penurunan


nyeri
III. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam, diharapkan Manajemen Nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil
: 1. Tentukan status gizi pasien dan 1. Agar memahami apa yang
kemampuan (pasien) untuk diperlukan pasien
Indikator Awal Tujuan memenuhi kebutuhan gizi
Asupan
2. Identifikasi (adanya) alergi atau 2. Agar tidak salah dalam pmeberian
5
gizi intoleransi makanan yang dimiliki makanan kepada pasien
pasien
Asupan
5 3. Instruksikan pasien mengenai 3. Agar mengetahui makanan yang
makanan kebutuhan nutrisi (yaitu : membahas menjadi pantangan bagi pasien
Asupan diet dan piramida makanan)
5 4. Tentukan jumlah kalori dan jenis 4. Agar kebutuhan pasien dapat sesuai
cairan
nutrisi yang dibutuhkan untuk dengan apa yang diperlukan
Energi 5 memenuhi persyaratan gizi
5. Posisikan diet mencakup makanan 5. Agar mempermudah pasien dalam
Keterangan: tinggi kandungan serat untuk melakukan BAB
1. Sangat menyimpang dari rentang normal mencegah konstipasi
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
6. Monitor kalori dan asupan makanan 6. Agar memantau status
3. Cukup menyimpang dari rentang normal perkembangan pasien
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
IV. IMPLEMENTASI

Penatalaksanaan keperawatan/ implementasi merupakan tahap proses


keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi tindakan keperawatan
yg telah direncanakan dan mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik,
perlindungan pasien, teknik komunikasi, dan prosedur tindakan.

V. EVALUASI

Catat hasil perkembangan selama pasien menjalani perawatan 2 x 24 jam


(Nurarif, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, V. 2017. Asuhan Kperawatan pada Paien Ny. S dengan Diabetes


Melitus di Ruang Anak RSUD dr. R. Achmad Mochtar bukuttinggi Tahun
2017. KTI. Fakultas Keperawatan, STIKES Perintis Padang, Padang.

Nanda Internasional, 2018. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2018-


2020 Edisi 11. Jakarta : EGC

Nurarif, A & Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus Jilid I, Jogjakarta :
Mediaction

Permata, A. 2014. “Asuhan Keperawatan Diabtes Melitus“. KTI. Fakultas Ilmu


Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto.
Arifuddin, A., Salmawati, L., & Prasetyo, A. 2017. Faktor Resiko Kejadian
Apendisitis di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
Jurnal Preventif, 8(April), 26–33.

Nanda Internasional, 2018. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2018-


2020 Edisi 11. Jakarta : EGC

Nurarif, A & Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus Jilid I, Jogjakarta :
Mediaction

Ningrum, Nuke.Y. 2019. “Laporan Pendahuluan Pasien dengan Apendicitic Acute


dengan Laparatomi di Ruang Shofa Rumah Sakit Muhammadiyah
Lamongan. KTI. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Malang, Malang.

Windy, C. S., & Sabir, M. (2016). Perbandingan Anara Suhu Tubuh, Kadar
leukosit, dan Pletelet Distribution Width (PDW) pada Apendisitis Akut dan
Apendisitis Perforasu di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2014
Healthy Tadulako Journal (Windy,S., M.Sabir : 24-32 ) Pendahulu. Jurnal
Kesehatan Tadulako, 2(2), 24–32

Anda mungkin juga menyukai