Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK

DENGAN DIABETES MELLITUS (DM JUVENILE)

KELOMPOK 6 :

1. RIZKY ODI PRAMONO


2. TRI WININGSIH
3. WIWIEN WIDIARTI

AKADEMI KEPERAWATAN DRG SUHERMAN

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR DIABETES MELLITUS


1. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes Melllitus adalah
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun
relatif
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi
kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati.

2. ETIOLOGI
a. DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh :
1) Factor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe 1. Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses
imun lainnya.
2) Factor imunologi (autoimun). Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya
suatu respons autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jarigan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Otoantibodi terhadap sel- sel pulau langerhans dan insulin endogen (internal)
terdeteksi ada saat dia gnosis
dibuat dan ahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis
diabetes tipe 1.
3) Factor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang
menimbulkan destruksi sel
beta. b. DM tipe 2
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Factor genetic
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko
:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat
keluarga

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk
mengontrol kadar glukosa darah.
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme dan
penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah dan hal
ini bisa terjadi karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak
sehat.
c. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes
melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu
kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan
selama kehamilan dan dap at meningkatkan atau menghilang setelah
persalinan. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes
gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar
20%–50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-
waktu dapat menjadi penderita.
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau Pankreas tetap menghasilkan
sama insulin,
sekali tidak menghasilkan insulin kadang kadarnya lebih tinggi dari normal.
Tetapi tubuh membentuk kekebalan
terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
anak-
tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
anak dan remaja.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor Faktor resiko untuk diabetes tipe 2
lingkungan adalah
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada obesitas dimana sekitar 80-90%
masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan penderita mengalami obesitas.
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) Diabetes Mellitus tipe 2 juga
mengalami cenderung
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan diturunkan secara genetik dalam keluarga
insulin yang berat dan penderita harus
mendapatkan suntikan insulin secara teratur

4. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO 2 dan air, 10% menjadi glikogen
dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut
terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet
dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar
glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak
dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah
180mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa
kel sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak
dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran
dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak
makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan
terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga
tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine
dan napas penderita berbau aseton dan bau buah- buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetic.
PATHWAY

Reaksi Autoimun Obesitas, Usia, Genetik

DM Tipe I DM Tipe II

Sel Beta Pancreas hancur Sel Beta Pancreas hancur


Defisiensi Insulin

Anabolisme Protein  Katabolisme protein  Lipolisis Meningkat  Penurunan


pemakaian
glukosa
Kerusakan pada antibody Merangsang Gliserol Asam
Hipotalamus Lemak Bebas  Hiperglikemia
Kekebalan tubuh 
Pusat lapar dan
Aterosklerosis Ketogenesis Glycosuria Viskositas
haus
darah 
Resiko Neuropat
Ketonuria Osmotic
Infeksi Sensori Perifer Polidipsi dan
Diuresis Aliran darah
Polifagi Ketoasidosis melambat
Klien merasa tidak Poliurea
 Nyeri Abdomen
sakit saat luka Ischemic
 Mual, Muntah Dehidrasi
Jaringan
Ketidakseimbangan Nutrisi:  Hiperventilasi
Kurang dari Kebutuhan  Nafas bau
Tubuh keton Ketidake
 Coma fektifan
Perfusi
Makro Vaskuler Mikro Vaskuler Kekurangan Jaringan
volume perifer
cairan
Jantung Serebral Retina Ginjal

Miocard Infark Penyumbatan Retina Diabetik Neuropat


pada otak
Nyeri Akut Gangguan Gagal Ginjal
Stoke Penglihatan

Resiko cedera

Nekrosis Luka
Ganggren Kerusakan Integritas Jaringan
5. GEJALA KLINIS
Seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua
dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan Trias : poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum),
polifagia
(banyak makan)
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl
Keluhan lainnya yang sering terjadi adalah : berat badan menurun,
lemah, kesemutan, gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan. Gejala-gejala
akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaucoma
c.
Retinopati
d. Gatal seluruh
badan e. Pruritus
vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di
kulit h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati
visceral k.
Amiotropi
l. Ulkus
neurotropik m.
Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah
perifer o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah
otak q. Hipertensi
Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relative sekarang menjadi absolute
dan
timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi,
kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Pada
pasien dengan
kebingungan dan koma, merupakan gangguan metabolisme serebral yang tampak
lebih
jelas. Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain :
a. Grade 0 : tidak ada luka
b. Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
c. Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d. Grade III : terjadi abses
e. Grade IV : gangren pada kaki bagian distal
f. Grade V : gangrene pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal

6. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu


- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200

Kadar glukosa darah


puasa
<110 110-120 >126
- Plasma vena
<90 90-110 >110
- Darah kapiler

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi
75gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat
:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
7) Menarik dan mudah diberikan

b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1
1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pemba
karan asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluha
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.

d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Anti
Diabetes) Mekanisme kerja
sulfanilurea
- Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
- Kerja OAD tingkat reseptor
2) Insulin
Beberapa cara pemberian
insulin a) Suntikan insulin
subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan
subkutan, kecepatan absorbsi ditempat suntikan tergantung pada beberapa
faktor antara lain :
(1) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut,
lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah
dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari,
agar tidak memberi perubahan kecepatan absorbsi setiap hari.
(2) Pengaruh latihan pada absorbsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30
menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang
berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(3) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorbsi insulin.
(4) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau
pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
e. Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik
atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien,
termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien
harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.Setiap 3 bulan
memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi
yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau

Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan DM tipe 1

Target Metabolik Baik sekali Baik Sedang Kurang

Preparndial <120 mg/dl <140 mg/dl <180 mg/dl >180 mg/dl

Post prandial <140 mg/dl <200 mg/dl <240 mg/dl >240 mg/dl

Urin reduksi - - +- >+

HbA1c <7% 7-7,9% 8-9% >10%


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti
klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak,
apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Pola kebutuhan dasar
1)
Aktifitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram otot, tonus
otot menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktifitas, letargi atau disorieantasi, koma.

2)
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut, klaudikasi,
kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun atau tak ada, disritmia, krekels, kulit panas,
kering, kemerahan, bola mata cekung.

3) Integritas
ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan

dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsangan
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih ( infeksi ), ISK baru / berulang,
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi
oliguri/anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau
busuk infeksi ), abdomen keras, adanya ansietas, bising usus
lemah dan menurun, hiperaktif ( diare ).

5) Makanan / cairan
Gejala : Hilang napsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari / minggu, haus, penggunaan diuretik
( tiazid ).
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen,
muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah ), bau halitosis/manis, bau buah ( napas
aseton)

6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,kebas kelemahan pada
otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap lanjut ),
gangguan
memori , reflek tendon menurun,
kejang.

7) Nyeri / keamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri ( sedang/berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.

8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(
tergantung adanya infeksi/tidak
).
Tanda : Lapar udara, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( infeksi ),
frekuensi pernapasan.

9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk
otot-otot pernapasan ( jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam
).

2. DIAGNOSA
a. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(diuresis osmotic)
b. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan faktor biologis
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes
mellitus, kurang pengetahuan tentang proses penyakit diabetes melitus
d. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis
e. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi, defisit
cairan f. Resiko Tinggi Infeksi
g. Resiko Cedera

3. RENCANA TINDAKAN dan RASIONALISASI

1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif


(diuresis osmotic)

Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam homeostasis dapat
dipertahankan kriteria evaluasi :
- Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
- Nadi perifer dapat diraba
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
- Haluaran urine tepat secara individu
- Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Pantau tanda vital, catat Hipotensi postural merupakan bagian
perubahan hivolemia
tekanan darah pada perubahan akibat kekurangan hormone aldosteron dan
posisi, kekuatan nadi perifer penurunan curah jantung sebagai akibat dari
penurunan kortisol. Nadi mungkin meemah yang
dengan mudah dapat hilang.
Pantau pola nafas seperti Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
adanya melalui
pernafasan kusmaul atau pernafasan pernafasan yang menghasilkan kompensasi
yang berbau keton alkalosis respiratorid terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernafasan yang berbau aseton
berhubungan dengan pemecahan aseto-asetat dan
harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi,
turgor atau
kulit dan membrane mukosa volume sirkulasi yang adekuat
Pantau masukan dan pengeluaran, Memberikan perkiraan kebutuhan akan
catat cairan
berat jenis urine pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan
dari terapi yang diberikan
NURSING TREATMENT
Dapatkan riwayat dari pasien atau Membantu memperkirakan penurunan
orang volume
terdekat yang berhubungan dengan total cairan
lama dan intensitas dari gejala yang
muncul seperti contoh: muntah,
pengeluaran urine yang berebihan
Pertahankan untuk memberikan Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
cairan
paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi
pemasukan cairan melalui oral
sudah
dapat diberikan
EDUKASI
Anjurkan pasien untuk Menghindari pemanasan yang
menggunakan berlebihan
selimut tipis terhadap pasien lebih lanjut akan
dapat menimbulkan kehilangan cairan
COLABORATION
Berikan terapi cairan sesuai Tipe dan jumlah cairan tergantung pada
indikasi derajat
(normal salin atau dengan tanpa dekstrosa) kekurangan cairan dan respons pasien
secara individual

2. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan


dengan factor biologis

Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam nutrisi kembali seimbang sesuai
dengan kebutuhan tubuh
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
- Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah rentang biasanya
atau yang diinginkan dengan nilai laboratorium dengan batas normal.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Timbang berat badan setiap hari Mengkaji pemasukan makanan yang
atau adekuat
sesuai dengan indikasi. (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
Auskultasi bising usus, catat adanya Hiperglikemia dan gangguan
nyeri keseimbangan
abdomen / perut kembung, cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/
mual, muntahan makanan yang belum
dicerna, pertahankan keadaan puasa yang akan memperngaruhi intervensi
sesuai
dengan indikasi.
Observasi tanda-tanda Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi
hipoglikemia ,
seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit gula darah akan berkurang, dan sementara tetap
lembab/dingin, denyut nadi cepat, diberikan insulin maka hipoglikemia aka
lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala. dapat terjadi. Jika pasien dalam mkeadaan koma
hipoglikemia mi\ungkin terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran. Ini
secara potensial dapat mengancam
kehidupan yang harus dikaji dan ditangani
secara cepat melaliu protocol yang
Pantau masukan dan pengeluaran, Memberikan
direncanakan. perkiraan kebutuhan akan
catat cairan
berat jenis urine pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan
dari terapi yang diberikan
NURSING TREATMENT
Tentukan program diet dan pola Mengidentifikasi kekuarangan dan
makan penyimpangan
pasien dan bandingkan dengan dari kebutuhan terapeutik.
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih baik
mengandung jika
zat makanan (nutrien) dan pasien secara sadar dan fungsi
elektrolit dengan segera jika pasien sudah gastrointestinalnya baik
dapat mentoleransinya melalui oral.

EDUKASI
Libatkan keluarga pasien pada Meningkatkan rasa keterlibatannya;
pencernaan memberikan
makan ini sesuai dengan indikasi. informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi pasien
COLABORATION
Kolaborasi melakukan pemeriksaan Analisa di tempat tidur terhadap gula darah
gula lebih
darah dengan menggunakan “finger stick” akurat daripada memantau gula darah
dalam
urine yang tidak cukup akurat untuk mediteksi
fluktuasi kadar gula darahdan dapat
dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien secara
individual atau adanya retensi urin/gagal ginjal.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. Insulin regular memiliki awitan cepat
dan
karenanya dengan cepat dapat
membantu memindahkan glikosa ke dalam sel.
Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam memperhitungkan
dan
penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien.dan dapat pula membatu
pasien dan orang terdekat untuk
mengembangkan perencanaan makan.

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes


mellitus,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit diabetes mellitus
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam perfusi jaringan perifer kembali
Efektif
Kriteria evaluasi :
- Mendemostrasikan perfusi adekuat secara individual:
- Kulit hangat dan kering
- Ada nadi perifer/kuat
- TTV dalam batas normal
- Pasien sadar atau berorientasi
- Keseimbangan pemasukan/pengeluaran
- Tidak tampak edema
- Bebas dari rasa nyeri atau ketidaknyamanan.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Kaji pucat, sianosis, belang, Vasokontriksi sistemik diakibatkan
kulit oleh
dingin/lembab. Catat kekuatan nadi penurunan curah jantung yang mungkin
perifer
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan
penurunan nadi.
Kaji tanda Homan (nyeri pada Indikator thrombosis vena dalam
betis
dengan posisi dorsifleksi), eritema,
edema.
Pantau pemasukan dan catat Penurunan pemasukan/mual terus menerus
perubahan dapat
haluan urine mengakibatkan penerunanvolume sirkulasi, yang
berdampak negative pada perfusi dan
fungsi organ. Berat jenis mengukur status
hidrasi dan fungsi ginjal.
Kaji fungsi gastrointestinal, Penurunan aliran darah kemesenteri
catat dapat
anoreksia, penurunan/tidak ada mengakibatkan disfungsi gastrointestinal, contoh
bising usus, mual/muntah, distensi kehilangan peristaltic. Masalah potensial/actual
abdomen, konstipasi karena penggunaan analgesic,
penurunan aktivitas, dan perubahan diet.
NURSING TREATMENT
Selidiki perubahan tiba-tiba atau Perfusi serebral secara langsung
gangguan sehubung
mental kontinu. Contoh: cemas, dengan curah jantung dan juga dipengeruhi oleh
bingung, letargi, pingsan elektrolit/variasi asam-basa, hipoksia,
atau emboli sistemik
EDUKASI
Anjurkan pasien Membatasi statis vena, memperbaiki aliran
dalam balik
melakukan/melepas kaus venadan menurunkan risiko tromboflibitis
kaki antiembolikbila digunakan pada pasien yang terbatas aktivitasnya.
COLABORATION
Kolaborasi: Indikator perfusi/ fungsi organ

Pantau data laboratorium, contoh


GDA, BUN, Kreatinin, Elektrolit
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis

Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan nyeri pasien
berkurang
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Pantau atau catat karakteristik nyeri, Variasi penampilan dan prilaku pasien
catat karena
laporan verbal, peyunjuk non nyeri terjadi sebagai temuan
verbal, repon hemodinamik (meringis, pengakajian. Riwayat verbal dan penyelidikan
menangis, gelisah, berkeringat, lebih dalam terhadap faktor pencetus harus
mengcengkram dada, nafas cepat, TD/ ditunda sampai nyeri hilang. Pernapasan
frekwensi jantung berubah) mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan
berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya
stress menimbulkan katolekamin akan
meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
Pantau tanda-tanda vital sebelum Hipotensi /depresi pernapasan dapat
dan terjadi
sesudah obat narkotik sebagai akibat pemberian narkotik.
NURSING TREATMENT
Ambil Gambaran lengkap terhadap Nyri sebagai pengalaman subjektif dan
nyeri harus
dari pasien termasuk lokasi, intensitas digambarkan oleh pasien.
(0-
10), lamanya, kualitas
(dangkal/menyebar)
Bantu melakukan teknik Membantu dalam penurunan persepsi/
relaksasi, respon
misalkan: napas dalam, nyeri. Memberikan control situasi,
bimbingan imajinasi. meningkatkan prilaku positif.
Berikan lingkungan yang tenang , Menurunkan rangsangan eksternal
aktivitas dimana
perlahan, dan tindakan nyaman. ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan
Pendekatan pasien dengan tenang dan kemampuan koping dan keputusan
dengan percaya. terhadap situasi saat ini
COLABORATION
Kolaborasi pemberian obat Suntikan narkotik lain dapat dipakai pada
fase
Analgesik, contoh: morfin, meperidin akut atau nyeri dada berulang yang tak hilang
dengan nitrogliserin untuk nenurunkan
nyeri hebat, mengurangi sedasi dan mengurangi
kerja miokard.

5. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi,


defisit
Cairan
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan gangguan
integritas
kulit/jaringan dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria evaluasi :
- Kondisi luka menunjukka n adanya perbaikan jaringan
- Kondisi luka tidak terinfeksi

Intervensi Rasional
OBSERVASI
Kaji luka, adanya epitelisasi, Untuk mengetahui luka, adanya
perubahan epitelisas,
warna, edema, dan discharge, perubahan warna, edema, discharge dan
frekuensi ganti balut. frekuensi ganti balut.
Kaji tanda vital (TD, Nadi, Tanda-tanda vital normal terutama
Suhu, TD,
Respirasi) menunjukkan tidak adanyanya nyeri
yang
diakinatkan dari kerusakan
intrgritas kulit/jaringan
NURSING TREATMENT
Lakukan perawatan luka Perawatan luka yang baik dan steril,
akan
membatu menambahkan rasa nyaman.

COLABORATION
Kolaborasi pemberian antibiotik Untuk mengurangi neuropati perifer
sesuai
indikasi

6. Resiko tinggi cedera: jatuh berhubungan dengan penurunan sensori


(tidak
mampu melihat)
Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan pasien
memperlihatkan
upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera (jatuh) tidak terjadi,
Kriteria evaluasi :
Klien mampu :
- Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan cidera
- Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu
- Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
Intervensi Rasional
OBSERVASI
Kaji ulang adanya faktor-faktor Mengetahui faktor-faktor resiko jatuh
resiko yang
jatuh pada klien. dimiliki pasien
NURSING TREATMENT
Lakukan modifikasi lingkungan agar Mengurengi resiko tinggi jatuh
lebih
aman (memasang pinggiran tempat
tidur, dll) sesuai hasil pengkajian
pada poin 1

Tulis dan laporkan adanya faktor- Dokumentasi faktor-faktor resiko jatuh


faktor
resiko
EDUKASI
Ajarkan klien tentang upaya Klien dapat terlibat dalam tindakan
pencegahan keperawatan
cidera (menggunakan pencahayaan dan dalam upaya melatih kemadirian klien
yang baik, memasang penghalang tempat
tidur, menempatkan benda berbahaya
ditempat yang aman)
COLABORATION
Kolaborasi dengan dokter Penetalaksanaan medis dalam
untuk penananganan
penatalaksanaan glaukoma dan gangguan pasien
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk
pemantauan secara berkala.

7. Resiko Tinggi Infeksi

Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan tidak terdapat
resiko
infeksi
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat mencegah atau menurunkan risiko infeksi.

Intervensi Rasional
OBSERVASI
Observasi tanda-tanda infeksi Pasien mungkin masuk dengan infeksi
dan yang
peradangan. biasanya telah mencetuskan keadaan
ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
NURSING TREATMENT
Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
dengan
mencuci tangan bagi semua orang
yang
berhubungan dengan pasien,
meskipun pasien itu sendiri.
Pertahankan teknik aseptik Kadar glukosa tinggi akan menjadi media
prosedur terbaik
invasif. bagi pertumbuhan kuman.
Berikan perawatan kulit dengan Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering
teratur dan
dan sungguh-sugguh, massage kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang
daerah yang tertekan. menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
Bantu pasien melakukan oral hygiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.

EDUKASI
Anjurkan untuk makan dan Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi
minum
adekuat.
COLABORATION
Kolaborasi tentang pemberian Penanganan awal dapat membantu
antibiotik mencegah
yang sesuai timbulnya sepsis.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelum
ke
pasien

5. EVALUASI
Diagnosa 1 Evaluasi
Kekurangan Volume Cairan  S:-
berhubungan
 O : tanda vital stabil, turgor
dengan kehilangan cairan aktif
kulit elastis baik, haluaran urine
(diuresis osmotic)
tepat, kadar elektrolit dalam batas
normal
 A : Masalah teratasi.
 P : Hentikan intervensi.

Diagnosa 2 Evaluasi
Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang  S:-
Dari
 O : berat badan stabil atau
Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
penambahan kearah rentang biasanya
factor biologis
atau yang diinginkan, nilai
laboratorium dengan batas normal.
 A : Masalah teratasi.
 P : Hentikan intervensi.

Diagnosa 3 Evaluasi
Ketidakefektifan perfusi jaringan  S:-
perifer
 O : Kulit hangat dan kering, ada
berhubungan dengan diabetes mellitus,
nadi perifer/kuat, TTV dalam
kurang pengetahuan tentang proses
batas normal, pasien sadar atau
penyakit diabetes melitus
berorientasi, keseimbangan
pemasukan/pengeluaran, tidak
tampak edema
 A : Masalah teratasi.
 P : Hentikan intervensi.

Diagnosa 4 Evaluasi
Nyeri Akut berhubungan dengan agen  S:-
cedera
 O : Menunjukkan
biologis
menurunnya tegangan, rileks, mudah
bergerak
 A : Masalah teratasi.
 P : Hentikan intervensi.
Diagnosa 5 Evaluasi
Nyeri Akut berhubungan dengan agen  S:-
cedera
 O : Kondisi luka menunjukkan
biologis
adanya perbaikan jaringan, luka
tidak terinfeksi
 A : Masalah teratasi.
 P : Hentikan intervensi.

Diagnosa 6 Evaluasi
Resiko tinggi cedera: jatuh  S:-
berhubungan
 O : Pasien tidak cedera
dengan penurunan sensori (tidak
 A : Masalah teratasi.
mampu melihat)
 P : Hentikan intervensi.

Diagnosa 7 Evaluasi
Resiko Tinggi Infeksi  S:-
 O : Tidak ada tanda-tanda infeksi
 A : Masalah teratasi.
 P : Hentikan intervensi.
DAFTAR
PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, 1999.. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, Jakarta : EGC,

Margareth,dkk. 2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.


Yogyakarta: Nuha Medika

NANDA-Nic Noc. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis


dan
NANDA jilid 1. Yogyakarta:Med Actiont

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta:N uha Medika

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai