Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM ENDOKRIN

DM (DIABETES MELITUS)

Disusun Oleh :
Kelompok 3
No Nama NIM
1 Azmi Nuraeni E.0105.20.008
2 Moh Padilah Amin P E.0105.20.025
3 Nirmala Sholawatu Z E.0105.20.029
4 Nita Nadila Febriyanti E.0105.20.030
5 Nofita E.0105.20.031
6 Siti Maryam E.0105.20.042
7 Yuda Abdul Rohman E.0105.20.047

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2022
A. DEFINISI
Diabetes militus adalah penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikkan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak, dan proein
awal terjadinya hiperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah). (Tarwoto, 2012).
Diabetes Militus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan hormon insulin secara
absolut atau relatif (Dr. Sunita Almatsier, 2006).
Diabetes Mellitus tipe II adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya. Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah (Hermayudi dan Ariani,2017)
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) atau disebut sebagai Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe DM akibat dari insensitivitas
sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang
menyebabkan hiperglikemia (American Diabetes Association, 2017).
B. ETIOLOGI
1. Diabets tipe I
Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM tipe I ini adalah : (Brunner dan
Suddarth, 2002).
a. Faktor-faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri. Tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM Tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertenty, yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun, respon ini
merupakan respon abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai benda asing.
c. Faktor-faktor Lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor eksternal
yang dapat memicu destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum di ketahui.
Selain itu terdapat pula faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II faktor ini adalah :
a. Usia Insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
Menurut Black (2009) Penyebab penyakit Diabetes Mellitus belum di ketahui secara
lengkap dan kemungkinan faktor penyebab dan faktor penyakit diabetes militus
diantaranya:
1. Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya dengan DM tipe I diturunkan
sebagai sifat heterogen, mutigenik. Kembar identik mempunyai resiko 25% -
50%, sementara saudara kandung berisiko 6 % dan anak berisiko 5 %.
2. Lingkungan seperti virus (cytomegalivirus, mumps, rubella) yang dapat memicu
terjadinya autoimun dan dapat menghancurkan sel-sel beta pankreas, obat-obatan
dan zat kimia seperti aloxan, stereptozotocin, pentamidine.
3. Usia diatas 45 tahun
4. Obesitas, berat badan lebih dari atau sama dengan 20 % berat badan ideal.
5. Etnik, banyak terjadi pada orang amerika keturunan afrika, Asia.
6. Hipertensi tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg.
7. HDR kolestrol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl, atau trigesirida lebih dari
250 mg/dl.
8. Riwayat gesttasional DM
9. Kebiasaan diet
10. Kurang olah raga
11. Wanita dengan hirtutisme atau penyakit policistik ovari.
C. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin. Pada diabetes mellitus tipe II jumlah insulin kurang (Defisiensi Insulin) dan
jumlah reseptor insulin dipermukaan sel berkurang. Sehingga jumlah glukosa yang
masuk ke dalam sel berkurang (Resistensi insulin). Keadaan ini menyebabkan sebagian
besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Ginjal
tidak dapat menahan keadaan hiperglikemi ini, karena ambang batas reabsorpsi ginjal
untuk gula darah adalah 180 mg/dL bila melebihi ambang batas ini, ginjal tidak bisa
menyaring dan mereabsorpsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehingga kelebihan
glukosa dalam tubuh dikeluarkan bersama dengan urin yang disebut dengan glukosuria.
Glukosuria menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Poliuria pada pasien DM mengakibatkan
terjadinya dehidrasi intraseluler. Hal ini merangsang pusat haus sehingga pasien akan
merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan banyak minum (Polidipsia).
Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya
glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang
menyebabkan pasien DM banyak makan (Polifagia) sebagai kompensasi terhadap
kebutuhan energi, pasien akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada
kompensasi terhadap kebutuhan energi.
Menurunnya transport glukosa ke sel menyebabkan terjadinya Katabolisme
glikogen, lemak dan protein yang menyebabkan pasien DM sering mengalami
kelelahan dan kelemahan otot, terlalu banyak pemecahan lemak dapat meningkatkan
produksi keton yang menyebabkan peningkatan keasaman darah (Asidosis). Defisiensi
insulin mempengaruhi sintesis protein menyebabkan penurunan anabolisme protein
sehingga menurunkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko infeksi pada
pasien dengan diabetes melitus. Keadaan hiperglikemia dapat juga menyebabkan
peningkatan viskositas darah dan angiopati diabetik sehingga suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan akan berkurang menyebabkan terjadinya komplikasi kronik diabetik,
mikroangiopati dan makroangiopati. Terjadinya komplikasi pada pasien diabetes
melitus dipengaruhi oleh dua hal, ketidaktahuan pasien dalam pencegahan maupun
perawatan dan ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang diberikan oleh
tenaga kesehatan, seperti diit, latihan fisik, pengobatan dan monitoring kadar glukosa
darah (Anggit, 2017), (Brunner & Suddart, 2015), dan (Rohmawardani, 2018).
Mk. Resiko cedera

D. PATHWAY
Sorbitol Fruktosa

Kompensasi protein pecah


DM TIPE 2
(Idiopatik, Usia, Genetik)
Mekanisme energy ↓

Tidak adekuat sekresi insulin


Glukosa sel ↓
secara kuantitatif

Metabolisme
Difisiensi insulin Meningkatkan gula
Protein Menurun
darah

Merangsang Tidak mampu mengubah glukosa


hipotalamus dalam darah menjadi glukogen
Gula darah ↑

Perut lapar dan Mk. Ketidakstabilan kadar


haus glukosa dalam darah Gula darah kronik ↑

Polydipsia dan
polipagi Liposis ↑ Gangguan Fungsi
Imun

Mk. Defisit BB ↓
Nutrisi Tidak terjadi
penyembuhan luka
Mk. Defisit
Nutrisi
Penurunan Nekrosis
pemakaian glukosa

Hiperglikemia Pembedahan/
Hiperglikemia Amputasi

Fleksibilitas darah
Gliyosuria merah Mk. Intoleransi
Aktivitas
Osmotic Diuresis
Pelepasan O2

Poliuria Hipoksia Perifer


Ketidakmampuan
ejakulasi
Dehidrasi Mk. Perfusi Jaringan
Perifer tidak Efektif
Mk. Disfungsi
Seksual
Mk.
Hipovolemia
E. MANISFESTASI KLINIK
Menurut Tarwoto (2012) tanda dan gejala meliputi :
1. Sering kencing/miksi atau menigkatnya frekuensi buang air kecil (poliauria)
Adanya hiperglekimia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal
bersama urine karna keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan
reabsorps dari tubulus ginja. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka
diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi meningkat.
2. Meningkatnya rasa haus (polidipsia)
Banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini
merangsang pusat haus, yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.
3. Minangkatkan rasa lapar (polipagia)
Meningkatkan untuk matabolisme, pemecahan glikoge untuk energi menyebabkan
cadangan energi berkurang keadaan ini menstimulasi pusat lapar.
4. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilngan cairan, glikogen
dan cadangan triglesirida serta massa otot.
5. Kelainan pada mata, mata kabur
Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi
lambat, sirkulasi ke vaskuler menjadi tidak lancar, termasuk pada mata yang
merusak retinaserta kekeruhan pada lensa.
6. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina peningkatan glukosa
darah mengakibatkan penumpukan gula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur
dan bakteri mudah menyerang kulit
7. Ketonuria
Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka digunakan asam lemak
untuk energi, asam lemak akan di pecah menjadi keton yang kemudian berada
dalam darah dan dikeluarakan melalui ginjal.
8. Kelemahan dan keletihan
Kurangnya cadangan energi, adnya kelaparan sel, kehilangan potassium menjadi
akibat pasien menjadi mudah lemah dan letih.
9. Terkadang tanpa kejala.Pada keadaan tertentu, tubuh mudah beradaptasi dengan
peningkatan glukosa darah
Menurut pendapat lain tanda dan gejala DM Tipe II antara lain:
1. Poliuri (Peningkatan pengeluaran urin)
Peningkatan pengeluaran urine mengakibatkan glikosuria karena glukosa darah
sudah mencapai kadar “ambang ginjal”, yaitu 180 mg/dL pada ginjal yang normal.
Dengan kadar glukosa darah 180 mg/dL, ginjal sudah tidak bisa mereabsobsi
glukosa dari filtrat glomerulus sehingga timbul glikosuria. Karena glukosa menarik
air, osmotik diuresis akan terjadi mengakibatkan poliuria (Anggit, 2017).
2. Polidipsia (Peningkatan rasa haus)
Peningkatan pengeluaran urine yang sangat besar dapat menyebabkan dehidrasi
ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (Antidiuretic
Hormone) dan menimbulkan rasa haus (Anggit, 2017).
3. Polifagia (Peningkatan rasa lapar)
Sel tubuh mengalami kekurangan bahan bakar sehingga pasien merasa sering lapar
dan lemas, hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis
sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2015).
4. Rasa lelah dan kelemahan otot
Rasa lelah dan kelemahan otot terjadi karena katabolisme protein diotot dan
ketidakmampuan organ tubuh untuk menggunakan glukosa sebagai
energysehingga hal ini membuat pasien dengan diabetes mellitus sering merasa
lelah (Anggit, 2017).
5. Berat badan turun
Turunnya berat badan pada pasien dengan diabetes melitus disebabkan karena
tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak dan protein sebagai energi
(Anggit, 2017)
F. KLASIFIKASI
Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi beberapa jenis antara lain (Tandra, 2017) :
1. DM Tipe 1
DM tipe 1 atau disebut juga sebagai Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
merupakan keadaan dimana penderita DM sangat bergantung pada insulin. Pada
DM tipe 1 pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin yang diproduksi
kurang, hal tersebut mengakibatkan penderita memerlukan suntikan insulin dari
luar. DM tipe 1 merupakan penyakit autoimun, yaitu penyakit yang disebabkan
oleh gangguan sistem imun atau kekebalan tubuh pasien sehingga mengakibatkan
rusaknya sel – sel dalam pankreas yang merupakan tempat memproduksi insulin
(Tandra, 2017).
2. DM Tipe 2
DM tipe 2 adalah kondisi dimana pankreas masih bisa memproduksi insulin, tetapi
kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
memasukkan gula ke dalam sel. Akibatnya, gula dalam darah meningkat.
Kemungkinan lain timbulnya diabetes adalah sel- sel jaringan tubuh dan otot tidak
peka atau resisten terhadap insulin (resistensi insulin) sehingga gula tidak dapat
masuk ke dalam sel dan akhirnya tertimbun dalam perdedaran darah. Sekitar 90-
95% penderita diabetes adalah diabetes tipe 2. DM ini bisa dicegah dengan upaya
preventif, yaitu mengendalikan faktor-faktor risiko penyebab DM (Tandra,2017).
3. Diabetes gestational
Gestational Diabetes Mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama
kehamilan dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas
normal). Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko
komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes
tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (Tandra, 2017)
4. DM Tipe lainnya
DM tipe lain atau diabetes sekunder adalah diabetes sebagai akibat dari penyakit
lain. Diabetes sekunder muncul setelah adanya suatu penyakit yang mengganggu
produksi insulin atau memengaruhi kerja insulin (Tandra,2017). Faktor risiko
timbulnya DM adalah hal- hal yang bisa menimbulkan risiko terjadinya DM, antara
lain keturunan, ras, obesitas, dan sindrom metabolik (Tandra,2017). Dari faktor-
faktor tersebut, obesitas dan sindroma metabolik merupakan faktor yang dapat
dikendalikan.
G. PENATALAKSANAAN
Lima pilar penanganan DM meliputi :
1. EDUKASI
Edukasi dalam penanganan DM meliputi pemahaman pasien DM tentang :
a. Penyakit DM
b. Perlunya pengendalian dan pemantauan penyakit DM
c. Pengobatan secara secara farmakologis (dengan obat-obatan) dan non
farmakologis (tanpa obat-obatan)
d. Tanda-tanda hipoglikemia (kadar gula darah terlalu rendah) dan cara
pencegahan hipoglikemia.
e. Perawatan kaki pada pasien diabetes dan pencegahan timbulnya kaki diabetes
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka pada kaki
penderita DM, yaitu : penderita harus selalu menjaga kebersihan kakinya,
mengetahui sedini mungkin jika ada luka, bengkak, atau perdarahan pada kaki,
sesering mungkin menggunakan menggunakan alas kaki , meskipun didalam
rumah, untuk mencegah trauma pada kaki, tidak menggunakan alas kaki yang
terlalu sempit, menjaga agar kaki tidak lembab, dan segera ke dokter jika
terdapat luka pada kaki atau kaki menjadi kurang terasa.
2. DIET NUTRISI (PERENCANAAN MAKANAN)
Untuk pencernaan makan atau diet nutrisi, diperlukan keterlibatan secara
menyeluruh dari dokter, ahli gizi, dan pasien itu sendiri serta keluarga pasien itu
sendiri. Perencanaan harus disesuaikan menurut kebutuhan masing-masing
individu. Pada prinsipnya, pada pasien DM diperlukan makanan yang seimbang
(karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin dan mineral) dan sesuai dengan
kebutuhan kalori pasien. Petunjuk umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
a. Hindari biscuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu makan
b. Minum air dalam jumlah banyak, susu krim dan minuman berkalori rendah
lainya pada waktu makan.
c. Makanlah dengan waktu yang teratur
d. Hindari makan makanan yang manis dan gorengan
e. Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan
f. Jadikan nasi, rotim kentang atau sereal sebagai menu utama setiap makan
g. Minum air atau minum bebas gula setiap anda haus
h. Makanlah daging atau telur dengan posisi lebih kecil
i. Makan kacang- kacangan dengan porsi lebih kecil
1. Bahan Makanan Yang Dianjurkan
Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes mellitus adalah sebagai
berikut :
a. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi
dan sagu
b. Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim,
tempe, tahu dan kacang-kacangan.
c. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah
dicerna.
2. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan
Bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi, atau dihindari untuk diet
diabetes mellitus adalah :
a. Mengandung banyak gula sederhana, seperti : gula pasir, gula jawa, sirop,
jam, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis,
minuman botol ringan, dan es krim, kue-kue manis, dodol, cakel dan tarcis
b. Mengandung banyak natrium, seperti : ikan asin, telur asin, makanan yang
diawetkan.
c. Menurut konsensus perkumpulan endokrinologi Indonesia (Perkemi) tahun
1998, diagnosis diabetes mellitus umumnya akan mulai terpikirkan bila
ditemukan adanya gejala khas DM berupa polifogia, polidipsia, polivria,
kesemutan, dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya.
Diagnosis diabetes dipastikan bila kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/
diatau lebih ditambah gejala khas diabetes dan gula darah puasa > 126 mg/
dl pada dua kali pemeriksaan pada saat yang berbeda.
1. AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA)
Pada dasarnya, pasien DM disarankan untuk mengurangi aktivitas sedenter atau
kurang gerak dan bermalas-malasan (seperti : menonton televisi, bermain
computer) dan memperbanyak olahraga. Hal ini selain dimaksudkan untuk
menjaga kebugaran tubuh, juga menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga dapat memperbaiki kadar gula dalam darah.
Pasien DM disarankan untuk berolahraga minimal 3 kali seminggu selama paling
sedikit 30 menit. Olahraga yang disarankan adalah olahraga aerobic, seperti : jalan
kaki, bersepeda, jogging, dan berenang. Olahraga disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani individu. Untuk pasien DM yang masih sehat, intensitas
olahraga dapat ditingkatkan, namun untuk pasien yang telah mengalami
komplikasi, olahraga dapat dikurangi.
2. OBAT – OBATAN
Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan
aktivitas fisik, pasien DM akan memberikan obat penurun gula darah. Obat –
obatan tersebut harus di konsumsi secara teratur, sesuai anjuran dokter. Selain itu,
obat- obatan tersebut juga harus diminum seimbang dengan jumlah makanan yang
dikonsumsi. Setiap pasien DM harus meminumnya dengan teratur sesuai anjuran
dokter dan tidak boleh berhentikan sendiri oleh pasien DM.
 Nama obat-obat yang ada di Indonesia (Mansjoer arif, 2001)
Dosis
Nama Generik Dosis Aawal Lama Kerja Frekuensi
Maksimal
Sulfonilurea 500 50 - -
Clorpopamid 15-20 2,5 6-12 1 kali
Gifisia 240 80 12-24 1-2
Glikasit 120 30 10-20 1-2
Glikuidon 20 5 10-20 1-2
Glimefiria - - - 1
Biguania
Metformin 2500 500 1-3
Inhibator A
Avarfose 300 50 1-3
 Insulin

Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes


Militus

adalah
1) Diabetes melitus dengan berat badan menurun cepat

2) Keto asidosis, asidosis laktat dan komahiperosmolar

3) Dibetes melitus mengalami stres berat

4) Diabetes melitus dengan kehamilan

5) Diabetes melitus yang tidak berhasil dikelola dengan obat oral dosis
maksimal
3. MONITOR KADAR GULA DARAH
Pasien DM harus di pantau secara menyeluruh dan teratur. Pemeriksaan pada
dasarnya untuk memantau apakah dosis pengobatan sudah cukup dan apakah target
pengobatan yang di berikan sudah tercapai. Pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan HbA1C, dan beberapa pemeriksaan
lain.
H. KOMPLIKASI
1. Makroangiopati

a. Mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah.

b. Jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otok.

2. Mikroangiopati

Mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, diabetik, netropati diabetik.

3. Neuropati Diabetik

4. Rentan infeksi

Seperti tuberculosis paru, ginggivitis dan infeksi saluran kemih.

5. Kaki diabetik (Mansjoer, 2007)

Menurut Tarwoto (2012). Pasien dengan DM berisiko terjadi komplikasi baik


bersifat akut maupun kronis diantaranya:

1. Komplikasi akut

a. Koma hiperglikemia disebabkan kadar gula sangat tinggi biasanya terjadi


pada NIDDM

b. Ketoasidosis atau keracunan zat keton sebagai hasil


metabolisme lemak dan protein terutama terjdi pada NIDDM
c. Koma hipoglikemia akibat terapi insulin yang berlebihan atau tidak
terkontrol.

2. Komplikasi kronis

a. Mikroangiopati (kerusakan pada saraf-saraf prifer) pada


organ-organ yang mempunyai pembuluh darah kecil seperti
pada:
1) Retinopati deabetika (kerusakan saraf retina mata) sehingga menjadi
kebutaan

2) Neuropati deabitika (kerusakan saraf-saraf perifer) mengakibatkan


baal/gangguan sensoris pada tubuh.
3) Nefropati deabetika (kelainan/kerusakan pada ginjal) mengakibatkan
gagal ginjal
3. Makroangiopati

a. Penyakit vaskuler perifer

b. Kelainan pada jantung dan pembuluh darah

c. Gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke

4. Gangguan diabetika karna adanya neoropati dan terjadi luka yang tidak sembuh-
sembuh.
5. Difungsi erektil deabetika angka kematian dan kesakitan dari deabetes terjadi
akibat komplikasi seperti karena:
a. Hiperglikemia atau hipoglikemia

b. Meningkatnya resiko infeksi

c. Komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati

d. Komplikasi neurofatik

e. Komplikasi makrovaskuler seprti penyakit jantung koroner, stoke. (Subekti,


2005).
I. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Penderita DM timbul gejala yaitu poliuria, polidipsia, polifagia,berat badan
menurun, lemah, kesemutan, gatal visus menurun, bisul/luka, keputihan (Rendy
dan Margareth 2015)
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pasien diabetes tipe I, mengalami pliuria, polidipsia, penurunan berat badan,
dan ketoasidosis. Semuanya terjadi akibat gangguan metabolic. Pasien DM tipe II
juga dapat memperlihatkan gejala poliuria dan polidipsia, tetapi umumnya
asimtomatik.
 P (presipitasi) : Faktor apa yang diketahui pasien/keluarga yang
memungkinkan menjadi penyebab nyeri?

 Q (Kualitas,kuantitas) : Berapa skala nyeri pada luka


ulkus/ganggren yang klien rasakan?

 R (regio) : Bagian ekstermitas bawah

 S (skala) : Berapa skala nyeri luka ulkus diabetikum/ganggren?

 T (waktu) :Berapa lama keluhan awal mulai terjadi? Apakah


bersifat akut atau mendadak? Durasi dan kecepatan gejala awal mulai
terjadi?

3. Riwayat Kesehatan yang Lalu

Adanya riwayat penyakit DM, kegemukan, penyakit pangkreas, hormonal,


konsumsi obat- obatan (aloxan, streptozokin : sitotoksin terhadap sel-sel beta,
derivate thiazide) yang dapat menurunkan sekresi insulin, malnutrisi.
4. Pemeriksaan Fisik Persistem
a. Aktivitas dan istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi,
kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun, disritmia, krekels,
kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar,
kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada
diare.
e. Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
f. Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan
penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori,
refleks tendon menurun, kejang.
g. Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
h. Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum.
Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
i. Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
j. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas, wajah meringis
pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
k. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
l. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulku
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Darah Pemeriksaan gula darah terkait DM Tipe II menurut Black &
Jane (2014) adalah sebagai berikut:
a. Kadar Glukosa Darah Puasa
Sampel kadar glukosa darah puasa diambil saat klien tidak makan-makanan
selain minum air paling tidak 8 jam. Sampel darah ini secara umum
mencerminkan kadar glukosa dari produksi hati. Jika klien mendapatkan
cairan dektrosa intravena (IV), hasil pemeriksaan darah harus di analisis
dengan hati-hati. Pada klien yang diketahui memiliki DM Tipe II, makanan
dan insulin tidak diberikan sampai sampel diperoleh. Nilai normal antara
110-125 mg/d1 mengindikasikan intoleransi glukosa puasa, pengukuran
kadar glukosa darah puasa memberikan indikasi paling baik dari keseluruhan
homoestatis glukosa dan metode terpilih.
b. Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Klien mungkin juga juga didiagnosis DM Tipe II berdasarkan manifestasi
klinis dan kadar glukosa darah sewaktu >200mg/d1. Sampel glukosa darah
sewaktu-waktu tanpa puasa, peningkatan kadar glukosa darah mungkin
terjadi setelah makan, situasi penuh stress, dan dalam sampel yang diambil
dari lokasi IV atau dalam kasus DM.
c. Kadar Glukosa Darah Setelah Puasa
Kadar glukosa darah setelah makan dapat juga diambil dan digunakan untuk
mendiagnosis DM Tipe II. Kadar glukosa darah setelah makan diambil
setelah 2 jam makan standar dan mencerminkan efisiensi glukosa yang
diperantarai insulin oleh jaringan perifer. Secara normal, kadar glukosa darah
seharusnya kembali ke kadar puasa setelah 2 jam. Kadar glukosa darah 2
jam setelah makan >200mg/d1 selama tes toleransi glukosa oral (OGTT)
memperkuat diagnosis DM.
1. Pemeriksaan Laboratorium Terkait DM
a. Kadar Hemoglobin Glikosilase
Glukosa secara normal melekat dengan sendirinya pada molekul hemoglobin
dalam sel darah merah. Sekali melekat, glukosa ini tidak dapat dipisahkan,
oleh karena itu lebih tinggi kadar glukosa darah, kadar hemoglobin
glikosilase juga lebih tinggi rendah palsu. Kadar Albumin Glikosilase.
Glukosa juga melekat pada protein, albumin seraca primer. Konsentrasi
albumin glikosilase (fruktosamin) mencerminkan kadar glukosa darah rata-
rata lebih dari 7-10 hari sebelumnya. Pengukuran ini bermanfaat ketika
penentuan glukosa darah rata-rata jangka pendek diperlukan.
b. Kadar Connecting Peptide (C-Peptide)
Ketika proinsulin diproduksi oleh sel beta pankreas sebagian dipecah oleh
enzim, 2 produk terbentuk, insulin dan C-peptide. Oleh karena itu C-peptide
dan insulin dibentuk dalam jumlah yang sama, pemerikaan ini
mengindentifikasikan jumlah produksi insulin endogen. Klien dengan DM
tipe 1 biasanya memiliki konsentrasi C-peptide rendah atau tidak ada, klien
dengan DM tipe 2 cenderaung memiliki kadar normal atau peningkatan C-
peptide.
c. Ketonuria
Kadar keton urine dapat dites dengan tablet atau dipstrip oleh klien. Adanya
keton dalam urine disebut ketonuria. Mengidentifikasi bahwa tubuh memakai
lemak sebagai cadangan utama energi, yang mungkin menyebabkan
ketoasidosis. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan perubahan warna,
mengindikasi adanya keton. Semua klien dengan DM seharusnya
memeriksakan keton selama sakit atau stress, ketika kadar glukosa darah naik
>20mg/d1, dan ketika hamil atau memiliki bukti ketoasidosis misalnya mual,
muntah, atau nyeri perut.
d. Proteinuria
Mikroalbuminuria mengukur jumlah protein di dalam urine (proteinuria)
secara mikroskopis. Adanya protein (mikroalbuminuria) dalam urine adalah
gejala awal dari penyakit ginjal. Pemeriksaan urine untuk albuminuria
menunjukkan nefropati awal, lama sebelum hal ini akan terbukti pada
pemeriksaan urine rutin.
e. Pemeriksaan Gula Darah Sendiri (PGDS)
Kunci manajemen DM adalah menjaga kadar glukosa darah sedekat mungkin
ke normal atau dengan jarak target yang disepakati oleh klien dan penyedia
pelayanan kesehatan. Pemantauan glukosa darah sendiri memberikan umpan
balik segera dan data pada kadar glukosa darah. PGDS direkomendasikan
untuk semua klien DM, tanpa memperhatikan apakah klien dengan DM tipe
1, tipe 2, dan DM gestasional. PGDS sebuah cara untuk mengetahui
bagaimana tubuh berespon terhadap makanan, insulin, aktivitas, dan stress.
Bagi kebanyakan DM tipe 1 dan perempuan hamil yang mendapat insulin,
PGDS direkomendasikan >3 hari sekali. Tes seharusnya dilakukan sebelum
tidur dan sebelum makan dan mungkin pada pertengahan malam (jam 3 pagi).
Bagi DM tipe 2, fekuensi dan waktu PGDS disepakati bersama antara klien
dan penyedia pelayanan kesehatan. Jika klien dengan DM tipe 2 mendapat
obat-obatan oral, PGDS tidak dimonitor sesering klien DM tipe 1 yang
mendapat insulin. Waktu ekstra untuk PGDS seharusnya ketika memulai
obat baru atau insulin, ketika memulai obat yang mempengaruhi kadar
glukosa darah (steroid), ketika sakit atau dibawah stress, tekanan, ketika
menduga bahwa kadar glukosa terlalu tinggi/sebaliknya, ketika kehilangan
atau penambahan berat badan, ketika ada perubahan dosis obat, rencana diet,
rencana aktivitas fisik.
Menurut Smeltzer, 2001 adapun pemeriksaan penunjang pada penyakit Diabetes
Melitus, yaitu sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Darah
- Glukosa Darah Puasa (GDP) : Diatas 120 mg / dl Glukosa
- Darah 2 Jam PP : Diatas 200 mg / dl
- Glukosa Darah Acak : Diatas 200 mg / dl
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan reduksi biasanya 3 x sehari dilakukan 30 menit sebelum
makan, dapat juga 4 x sehari, tapi lebih lazim dilakukan 3 x sehari. Urine
reduksi normal umumnya biru bila terdapat glukosa dalam urine
- Warna hijau ( + )
- Warna kuning ( ++ )
- Warna merah bata ( +++ )
- Warna coklat ( ++++ )
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan fehling benedict
dan ansipatik ( paper strip )
6. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DATA MAYOR Tidak adekuat sekresi Ketidakstabilan


DS : insulin secara kuantitatif kadar glukosa
Hipoglikomia darah
1. Mengantuk
Efisiensi insulin
2. Pusing
Hiperglikomia
1. Lelah atau lesu Tidak mampu mengubah

Do : glukoda dalam darah

Hipoglikomia menjadi glukogen

1. Ganggaun koordinasi
2. Kadar glukosa dalam Ketidakstabilan kadar
darah/urine rendah glukosa dalam darah
Hiperglikomia
1. Kadar glukosa dalam darah
tinggi

DATA MINOR
DS :
Hiperglokomia
1. Palpitasi
2. Mengeluh lapar
Hipoglikomia
1. Mulut kering
2. Haus meningkat
DO :
Hipoglokemia
1. Gemetar
2. Berkeringat
Hiperglikomia
1. Jumlah urine meningkat
DS : Efisiensi insulin Defisit nutrisi
 Cepat kenyang setelah
makan
Liposis Meningkat
 Kram\nyeri abdomen

 Nafsu makan menurun


Penurunan BB
Berat badan menurun
minimal 10% di
Defisit nutrisi
bawah rentang ideal
DO:

 Bising usus hiperaktif

 Otot pengunyah lemah

 Otot menelan lrmah

 Membran mukosa pucat

 Sariawan

 Serum albunium turun

 Rambut rontok berlebihan

 Diare
3. Data Mayor Difisiensi insulin Hipovolemia
DS :
1. -
DO : Penurunan pemakaian

1. Turgor kulit menurun glukosa

2. Membran mukosa kering


3. Volume urin menurun
Hiperglikemia

Data minor
DS : Gliyosuria

1. Merasa lemah
DO : Osmotic diuresis
1. Status mental berubah
2. Berat badan turun tiba-tiba

Poliurea

Dehidrasi

Hipovolemia
4. Data Mayor Difisiensi insulin Intoleransi Aktivitas
DS :
1. Mengeluh lelah
Meningkatnya gula darah
DO :
1. Frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat Peningkatan gula darah
kronik

DATA MINOR
DS : Gangguan fungsi imun
1. Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas
Tidak terjadi
2. Merasa lemah
penyembuhan luka
DO :
1. Tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat Nekrosis
2. Sianosis

Pembedahan/amputasi

Intoleransi aktivitas
5. DS: Difisiensi urin Perfusi perifer tidak
- Nyeri ekstermitas efektif
(klaudikasi intermiten)
Hiperglikemia
- Parastesia
DO:
 Pengisian kapiler >3 detik Fleksibilitas darah merah

 Nadi perifer
menurun\tidak teraba Pelepasann O2

 Akral dingin

 Warna kulit pucat Hipoksia Perifer

 Tugor kulit menurun

 Edema menurun Perfusi perifer tidak


efektif
 Penyembuhan luka lambat

 Indeks ankie-brachial
<0,90

 Bruit femoral
6. FAKTOR RESIKO Defisiensi insulin Resiko Cedera
Eksternal
1. Terpapar agen nosokomial
Glukosa sel turun
2. Terpapar zat kimia toksik
3. Terpapar agen nosokomial
4. Ketidaknyamanan transportasi Konpensasi protein
pecah

Internal
1. Ketidaknormalan profil darah Sorbitol Fruktosa
2. Hipoksia jaringan
3. Kegagalan mekanisme
Resiko cedera
pertahanan tubuh
4. Perubahan fungsi psikomotor
5. Disfungsi autoimun
6. Perubahan orientasi afektif
7. DATA MAYOR Difisiensi insulin Disfungsi Seksual
DS :
1. Mengungkapkan peran seksual
Meningkatnya gula darah
berubah
2. Mengungkapkan fungsi seksual
berubah Peningkatan gula darah

DO : kronik

1. -

Gangguan fungsi imun


DATA MINOR
DS :
Tidak terjadi
1. Mengeluh hubungan seks
penyembuhan luka
terbatas
DO :
1. - Nekrosis

Pembedahan/amputasi

Ketidakmampuan
ejakulasi

Disfungsi Seksual

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS


1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d Tidak mampu mengubah glukosa dalam
darah menjadi glukogen d.d Mengantuk, Pusing, Lelah atau lesu, Ganggaun
koordinasi, Kadar glukosa dalam darah/urine rendah, Kadar glukosa dalam darah
tinggi
2. Defisit nutrisi b.d liposis meningkat, penurunan BB d.d berat badan menurun
minimal 10% dibawah rentang ideal, bising usus hiperaktif, otot pengunyah
lemah, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan, serum albumin
turun, rambut rontok berlebihan, diare
3. Hipovolemia b.d penurunan pemakaian glukosa, gliyosuria, dehidrasi d.d merasa
lemah, Turgor kulit menurun, Membran mukosa kering, Volume urin menurun,
berat badan turun tiba-tiba
4. Intolerasnsi Aktivitas b.d meningkatnya gula darah, gangguan fungsi imun,
nekrosis d.d Mengeluh lelah, Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas Merasa
lemah, Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat, Tekanan darah
berubah >20% dari kondisi istirahat, Sianosis.
5. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia, fleksibilitas darah rendah,
pelepasan O2 d.d pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak bisa
diraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun, edema,
penyembuhan luka lambat, indeks ankle- brachial <0,90, bruit fermoral
6. Resiko cedera d.d Terpapar agen nosokomial, terpapar zat kimia toksik, Terpapar
agen nosokomial, Ketidaknyamanan transportasi, Hipoksia jaringan, Kegagalan
mekanisme pertahanan tubuh, Perubahan fungsi psikomotor, Disfungsi autoimun,
Perubahan orientasi afektif
7. Disfungsi sosial b.d nekrosis, ketidakmampaun ejakulasi d.d Mengeluh hubungan
seks terbatas
K. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Kriteria/hasil Intervensi Rasional
Ketidakstabilan kadar Setelah Dilakukan Tindakan Intervensi utama Intervensi utama
glukosa darah b.d Tidak Keperawatan 2X24 jam Manajemen hiperglikemia Manajemen hiperglikemia
mampu mengubah Kestabilan Kadar Glukosa Darah
Observasi Observasi
glukosa dalam darah meningkat dengan kriteria hasil:
menjadi glukogen d.d 1. Koordinasi Meningkat  Identifikasi  agar meminimalisirka n

Mengantuk, Pusing, 2. Mengantuk Menurun kemungkinan penyebab hiperglikemia

Lelah atau lesu, penyebab  agar gula darah dapat


3. Pusing Menurun
Ganggaun koordinasi, 4. Lelah/Lesu Menurun hiperglikemia terkontrol
 monitor kadar glukosa  untuk mengetahui intake
Kadar glukosa dalam 5. Keluhan Lapar Menurun
darah/urine rendah, darah, jika perlu dan output
6. Mulut kering Menurun
 monitor intake dan
Kadar glukosa dalam 7. Rasa Haus Menurun
darah tinggi output cairan
8. Kesulitan Bicara Menurun
Terapeutik Terapeutik
9. Kadar glukosa Dalam darah
Membaik  berikan asupan cairan  Untuk mendapatkan
10. Kadar glukosa Dalam urine oral asupan cairan oralUntuk
membaik  fasilitasi ambulasi jika mendapatkan fasilitas
ada hipotensi ortostatik ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
Edukasi Edukasi
 anjurkan monitor kadar  Untuk memonitor kadar

glukosa darah secara glukosa darah


 mandirianjurkan secara mandiri
kepatuhan terhadap  Patuh terhadap diet dan
diet dan olahraga olahraga

Kolaborasi
Kolaborasi
 Mendapatkan insulin
 kolaborasi pemberian  Mendapatkan cairan IV
insulin jika perlu jika perlu
 kolaborasi pemberian  Mendapatkan kalium jika
cairan IV jika perlu perlu
 kolaborasi pemberian
kallum jika perlu

Intervensi Pendukung Intervensi Pendukung


Edukasi diet Edukasi diet

Observasi Observasi
 Identifikasi kemampuan  Untuk mengetahui
pasien dan keluarga kemampuan pasien dan
menerima informasi
 Identifikasi kebiasaan pola keluarga dalam menerima
makan saat ini dan masa informasi
lalu  Untuk mengetahui kebiasaan
 Identifikasi persepsi pasien makan di masa lalu
dan keluarga tentang diet  Untuk menegtahui pandangan
yang diprogramkan diet menurut pasien dan
Identifikasi keterbatasan keluarga
finansial untuk meyediakan
makanan

Terapeutik Terapeutik
 Jadwalkan waktu yang tepat  Agar pasien dan keluarga
untuk memberikan mengetahui tentang progra diet
pendidikan kesehatan
 Agar keluarga pasien bisa
 Berikan kesempatan pasien menanyakan menhenai hal
dan keluarga bertanya yang tidak di ketahui

Edukasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan kepatuhan
 Agar pasien bisa menjaga
diet terhadap kesehatan
kesehatannya
 Informasikan makanan yang
 Untuk mencegah agar penyakit
diperbolehkan dan di larang tidak kambuh
 Anjurkan melakukan  Agar kesehsatan pasien tetap
olahraga sesuai Toleransi terjaga
Defisit nutrisi b.d liposis Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama Intervensi Utama
meningkat, penurunan keperawatan selama 2 x 24 jam Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
BB d.d berat badan diharapkan kestabilan kadar Observasi
Observasi
menurun minimal 10% glukosa darah meningkat dengan  Identifikasi status nutrisi  Untuk mengetahui status
dibawah rentang ideal, kriteria hasil:  Identifikasi alergi dan nutrisi pasien
bising usus hiperaktif,  Koordinasi meningkat intoleransi makanan  Agar mengetahui makanan
otot pengunyah lemah,  Kesadaran meningkat  Identifikasi makanan yang yang tidak di perbolehkan
otot menelan lemah,  Mengantuk menurun disukai  Agar asupan nutrisi pasien bisa
membrane mukosa  Pusing menurun  Identifikasi kebutuhan kalori terpenuhi
pucat, sariawan, serum  Lelah/ lesu menurun
dan jenis nutrien  Untuk mengetahui kebutuhan
albumin turun, rambut  Gemetar menurun
 Monitor asupan makanan dan jenis nutrisi
rontok berlebihan, diare  Berkeringat menurun
 Monitor berat badan  Agar asupan nutrisi terpantau
 Mulut kering menurun
 Monitor hasil pemeriksaan  Agar berat badan pasien tetap
 Rasa haus menurun
laboratorium terpantau
 Perilaku aneh menurun
 Untuk mengetahui status
 Kesulitan bicara menurun
kesehaan pasien
 Kadar glukosa dalam
darah membaik
 Kadar glukosa dalam urin Terapeutik Terapeutik
 Agar mulut pasien bersih, dan
membaik.  Lakukan oral hygiene sebelum
 Palpitasi membaik asupan makanan lebih banyak
makan, jika perlu
 Agar makanan yang
 Perilaku membaik  Fasilitasi menentukan pedoman
 Jumlah urine membaik dikonsumsi pasien dapat
diet (mis. piramida makanan)
terkoordinasi
Edukasi
Edukasi
 Agar pasien bisa melakukan
 Anjurkan posisi duduk, jika
ambulasi
mampu)
 Ajarkan diet yang diprogramkan  Agar pasien memiliki program
diet

Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi Kolaborasi

untuk menentukan jumlah kalori  Agar program diet yang telah

dan jenis nutrien yang ditentukan bisa berjalan

dibutuhkan dengan lancar,dan pemasukan


nutrisi pasien bisa terpenuhi
dan terpantau
Intervensi pendukung Intervensi pendukung
Terapi menelan Terapi menelan
Observasi Observasi
 Monitor tanda dan gejala  Untuk mengetahui
aspirasi sistem pernafasan
 Monitor gerakan lidah saat pasien
makan  Untuk mengetahui
 Monitor tanda kelehan fungsi lidah pasien
saat makan, minum dan  Untuk mengetahui
menelan kekuatan otot
mengunyah pasien
Terapeutik Terapeutik
 Berikan lingkungan yang
 Agar pasien cepat
nyaman
sembuh
 Jaga privacy pasien
 Supaya pasien tetap
 Hindari penggunaan
nyaman
sedotan
 Supaya nyamannya pasien
 Posisikan duduk
saat diberikan tindakan
 Fasilitasi meletakan
 Agar pasien mudah dalam
makanan di belakang
menelan makanan
mulut
Edukasi Edukasi
 Informasikan manfaat
 Agar pasien dan
terapi menelan kepada
keluarga mengetahui
pasien dan keluarga
manfaat terapi menelan
 Anjurkan membuka dan
 Agar makanan yang masuk
menutup mulut saat
ke dalam mulut tidak
memberikan makan
keluar lagi
 Anjurkan tidak bicara saat
 Agar pasien tidak tersedak
makan

Kolaborasi
 Kolaborasi dengan tenaga Kolaborasi
kesehatan lain dalam  Agar terap yang sednag
memberikan terapi (mis. dijalankan bisa terlaksana
Terapi okupasi, ahli dengan baik
patologi bicara, dan ahli
gizi) dalam mengatur
program rehabilitasi pasien
Hipovolemia b.d Setelah dilakukan Tindakan Intervensi Utama Intervensi Utama
penurunan pemakaian Keperawatan 2X24 jam Status Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
glukosa, gliyosuria, cairan Membaik dengan kriteria Observasi Observasi
dehidrasi d.d merasa hasil :  Periksa tanda dan gejala  Untuk mengetahui ada
lemah, Turgor kulit 1. Kekuatan nadi menurun hipovolemia (mis. frekuensi tidaknya gejala yang
menurun, Membran 2. Turgor kulit menurun nadi meningkat, nadi teraba menunjukan hipovolemia dan
mukosa kering, Volume 3. Ortopnea menurun lemah, tekanan darah menurun, untuk mengetahui keadaan
urin menurun, berat 4. Dipsne Menurun tekanan nadi menyempit, turgor pasien
badan turun tiba-tiba 5. Edema anasarka menurun kulit menurun, membran  Agar pengeluaran dan
6. Edema Perifer menurun mukosa kering, volume urin pemasukan cairan pasin dapat
7. Perasaan lemah menurun menurun, hematokrit meningkat, termonitor
8. Keluhan Haus menurun haus, lemah )
9. Konsentrasi Urine menurun  Monitor intake dan output
10. Berat badan membaik Oliguria cairan
Membaik
Terapeutik Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan  Agar kebutuhan cairan pasien
 Berikan asupan cairan oral terpenuhi
 Agar pasien tidak mengalami
haus
Edukasi Edukasi
 Anjurkan memperbanyak  Agar bibir tidak kering dan
asupan cairan oral untuk mencegah penyakit lain
 Anjurkan menghindari  Agar pasien tidak mengalami
perubahan posisi mendadak kaget

Kolaborasi Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV  Untuk memenuhi kebutuhn
isotonis (mis. NaCl, RL) cairan pasien
 Kolaborasi pemberian cairan IV  Untuk memenuhi cairan pada
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, tubuh pasien
NaCLl 0,4% )  Agar pasien tidak mengalami
 Kolaborasi pemberian cairan syok
koloid (mis. albumin,
pamlasmanate )
Intervensi Pendukung Intervensi pendukung
Dukungan kepatuhan porogram Dukungan kepatuhan porogram
pengobatan pengobatan
Observasi Observasi
 Indentifikasi kepatuhan  Untuk mengetahui hasil dari
menjalani program pengobatan. program pengobatan

Terapeutik Terapeutik
 Buat komitmen menjalani  Agar perawatan pasien bisa
program pengobatan dengan terlaksana dengan baik
baik  Agar pasien tidak merasakan
 Buat jadwal pendampingan kesepian
keluarga untuk bergantian  Agar keluarga pasien
menemani pasien selama mengetahui mengenai program
menjalani program pengobatan, yang sedang dilaksanakan oleh
jika perlu pasien
 Libatkan keluarga untuk
mendukung program
pengobatan yang dijalani
Edukasi Edukasi
 Informasikan program  Agar pasien mempersiapkan
pengobatan yang harus dijalani segala kebutuhan untuk
 Anjurkan pasien dan keluarga pengobatan
melakukan konsultasi ke  Agar pasien bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan terdekat, pelayanan sesuai
jika perlu kebutuhannya
Intolerasnsi Aktivitas Setelah Dilakukan Tindakan Intervensi Utama Intervensi Utama
b.d meningkatnya gula Keperawatan selama 2X24 Manajemen Energi Manajemen Energi
darah, gangguan fungsi toleransi Aktivitas Meningkat Observasi Observasi
imun, nekrosis d.d dengan kriteria hasil :  Indentifikasi gangguan fungsi  Untuk mengetahui bagia tubuh
Mengeluh lelah, Merasa 1. Frekuensi nadi menurun tubuh yang mengakibatkan yang mengalami kelelahan
tidak nyaman setelah 2. Saturasi Oksigen kelelahan  Agar fisik dan emosional fisik
beraktivitas Merasa meningkatkan  Monitor kelelahan fisik dan dapat di pantau
lemah, Frekuensi 3. Keluhan lelah menurun emosional  Agar pasien bisa beristirahat
jantung meningkat 4. Dipsnea saat aktivitas menurun  Monitor pola dan jam tidur dengan cukup
>20% dari kondisi 5. Dipsnea setelah Aktivitas  Monitor lokasi dan  Untuk mengetahui lokasi tidak
istirahat, Tekanan darah menurun ketidaknyamanan selama nyaman saat melakukan
berubah >20% dari 6. Perasaan lemah menurun melakukan aktivitas aktivitas
kondisi istirahat, 7. Sianosis menurun
Sianosis. 8. Warna kulit membaik
9. Frekuensi Nafas Membaik Terapeutik Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman  Agar pasien merasa nyaman
dan rendah stimulus (mis.  Agar pasien merasa tidak ada
cahaya, suara, kunjungan) faktor yang mendistraksi
 Berikan aktivitas distraksi aktivitas
yang menenangkan

Edukasi Edukasi
 Anjurkan tirah baring  Agar pasien lebih merasa
 Anjurkan melakukan aktifitas nyaman
secara bertahap  Agar tubuh pasien tidak
 Anjurkan strategi koping untuk mengalami syok
mengurangi kelelahan  Agar pasien tidak mengalami
kelelahan
Kolaborasi Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi  Agar asupan gizi yang
tentang cara meningkatkan diberikan kepada pasien dapat
asupan makanan seimbang
Intervensi Pendukung Intervensi Pendukung
Dukungan Ambulasi Dukungan ambulasi
Observasi Observasi
 Indentifikasi adanya nyeri atau  Untuk mengetshui pasien
keluhan fisik lainnya apakah mengalami nyeri atau
 Indentifikasi toleransi fisik tidak
melakukan ambulasi  Agar pasien tidak mengalami
 Monitor frekuensi jantung dan kelelahan yang berlebih
tekanan darah sebelum  Untuk mengetahui ada
memulai ambulasi tidaknya peningkatan
frekuensi jantung pasien
Terapeutik Terapuetik
 Fasilitasi aktivitas ambulansi  Untuk membantu pasien dalam
dengan alat bantu (mis. tongkat, melakukan pergerakan
kruk)  Agar keluarga pasien dapat
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien untuk
membantu pasien dalam mrlakukan ambulasi
meningkatkan ambulansi
Edukasi Edukasi
 Anjurkan melakukan ambulansi  Agar peredaran darah pasien
dini lancar, dan juga pernafasan
 Ajarkan ambulasi sederhana pasien lebh baik
yang harus dilakukan (mis.  Agar tonus otot pasien lancar,
berjalan dari tempat tidur ke dan lanvcar dalam melakukan
kursi roda, berjalan dari tempat eliminasi urine
tidur ke kamar mandi berjalan
sesuai toleransi)
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama Intervensi utama
efektif b.d keperawatan selama 3x24 jam Perawatan Sirkulasi Perawatan Sirkulasi
hiperglikemia, di harapkan perfusi perifer Obeservasi Observasi
fleksibilitas darah meningkat dengan kriteria  Periksa sirkulasi perifer  Untuk mengetahui
rendah, pelepasan O2 d.d hasil :  Identifikasi faktor resiko keadaan umum pasien
pengisian kapiler >3  Denyut nadi perifer gangguan sirkulasi  Untuk Mengidentifikasi
Kelancarandarah dalam
detik, nadi perifer meningkat  Monitor panas, kemerahan,
tubuh
menurun atau tidak bisa  Penyembuhan luka nyeri atau bengkak pada
 Untuk Mengidentifikasi
diraba, akral teraba meningkatSensasi ekstermitas
meningkat adanya perubahan suhu,
dingin, warna kulit
 Warna kulit pucat kulit kemerahan, atau
pucat, turgor kulit
menurun bengkak pada pasien
menurun, edema,
penyembuhan luka  Edema perifer menurun Terapeutik Terapeutik
 Hindari pemasangan  Untuk mencegah
lambat, indeks ankle-  Kelemahan otot menurun
infus\pengambilan darah parahnya perpusi jaringan
brachial <0,90, bruit  Pengisian kapiler cukup
di area keterbatasan pada vena
fermoral membaik
perfusi  Agar tidak
 Tekanan darah sistolik
 Hindari pengukuran memperburuk keadaan
cukup membaik
tekanan darah pada  Supaya tidak rusaknya
 Tekanan darah diastolic
ekstermitas dengan jaringan pada area
cukup membaik
keterbatasan perfusi tertentu
Tekanan arteri rata-rata cukup
 Hindari penekanan dan  Agar tidak
membaik
pemasangan torniquet menyebabkan terjadinya
pada area yang cedera kematian
 Lakukan pencegahan  Supaya tercegahnya
infeksi infeksi dan jamur
 Lakukan perawatan kaki  Supaya stabilnya tubuh
dan kuku kita dan
 Lakukan hidrasi terhindar dari
ketidakefektipan nya
perpusi jaringan
Edukasi Edukasi
 Supaya tidak
 Anjurkan berhenti
memperburukny a
merokok
ketidakefektipan nya
 Anjurkan berolahraga
perpusi jaringan
rutin
 Supaya jaringan jaringan
 Anjurkan mengecek air
yang ada didalam tubuh
mandi untuk
kita jadi kuat
menghindari kulit
 Supaya tidak
terbakar
menyebabkan terjadinya
 Anjurkan mengguakan
perpusi jarinngan
obat penurun tekanan
 Supaya tidak terjadinya
darah,antikoagulan,da n
adanya konflikasi
penurunan kolesterol, jika
penyakit lain
perlu
 Untuk menstabilkan
 Anjurkan minum obat
tekanan darah kita
pengontrol tekanan darah
 agar tidak
secara teratur Anjurkan
terhambatnya pembuluh
menghindari penggunaan
darah
obat penyekat beta
 untuk mengoktimalkan
 Anjurkan melakukan
kulit
perawatan kulit yang tepat
 Anjurkan program  untuk memulihkan
rehabilitasi vaskuler gangguan pembuluh darah
 Ajarkan program diet supaya menjaga
untuk memperbaiki Kesehatan tubuh
sirkulasi secara menyeluruh
 Informasikan tanda dan  untuk mengetahui
gejala drurat yang harus seberapa daruratnya
dilaporkan penyakit yang kita alami

Intervensi pendukung Intervensi pendukung


Pemantauan hasil labolatorium Pemantauan hasil labolatorium
Observasi Observasi
 Identifikasi pemeriksaan  untuk mengetahui
labolatorium yang di pemeriksaan labolatorium
perlukan yang di perlukan
 Monitor hasil  untuk mengetahui hasil
labolatorium ynag labolatorium ynag
diperlukan diperlukan
 Periksa hasil  untuk mengetahui
labolatorium dengan hasil labolatorium
penampilan klinis klien dengan penampilan
klinis klien
Terapeutik Terapeutik
 Ambil sampel  Untuk pemeriksaan lab
darah/sputum olatorium
/pus/jaringan atau lainnya  Untuk men
sesuai protokol getahui hasil
pemeriksaan labolatorium
 Interpretasikan hasil
pemeriksaan labolatorium

Kolaborasi
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
 Kolaborasi dengan dokter
dokter jika hasil
jika hasil pemeriksaan
pemeriksaan lab
labolatorium memerlukan
olatorium memerlukan
intervensi media
intervensi media
Resiko cedera d.d Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama Intervensi Utama
Terpapar agen keperawatan 3x24 jam Pencegahan cedera Pencegahan cedera
nosokomial, terpapar zat tingkat sederhana menurun Obervasi Obsevasi
kimia toksik, Terpapar dengan kriteria hasil :  Identifikasi area  Agar terhindarnya
agen nosokomial, Lingkungan yang terjadinya cedera
 Toleransi aktivitas
Ketidaknyamanan berpotensi menyebabkan  Agar tidak terjadinya
meningkat
transportasi, Hipoksia cedera parahnya yang
 Nafsu makan meningkat
jaringan, Kegagalan  Identifikasi obat yan menyebabkan cederaAgar
mekanisme pertahanan  Kejadian cedera menurun  berpotensi menyebabkan tidak terjadinya cedera
tubuh, Perubahan fungsi Luka/lecet menurun cederaIdentifikasi pada bagian ekstermitas
psikomotor, Disfungsi  Fraktur menurun kesesuaian alas kaki atau bawah
autoimun, Perubahan  Perdarahan menurun stoking elastis pada
orientasi afektif  Ekspresi wajah kesakitan ekstermitas bawah
menurun Terapeutik
Terapeutik
 Tekanan darah membaik
 untuk menciptakan
 Sediakan pencahayaan
 Frekuensi nadi membaik
ketenangan pasien
 Frekuensi nafas membaik yang memadai
 untuk menambah
 Gunakan lampu tidur
kenyamanan pasien
selama jam tidur
 supaya pasien dan
 Sosialisaskan pasien dan
keluraga nyaman
keluarga dengan
saat berada diruangan
lingkngan ruang rawat
 agar pasien
 Gunakan alas lantai jika
tidak mudah terjatuh dan
beresiko mengalami
tidak mengalami cedera
cedera
lagi
 Sediakan alas kaki
 supaya pasien tidak mudah
antiselip
tergelincir
 Sedakan pispot atau urinal
 memudahkan pasien
untk eliminasi ditempat
untuk buang air kecil
tidur, jika perlu
 Pastikan bel panggilan  memudahkan pasien
atau telpon mudah untuk manggil perawat
dijangkau memudahkan pasien untuk
mengambil barang
 Pastika barang-barang pribadiyang dia inginkan
pribadi mudah dijangkau  untuk menciptakan
 Pertahankan posisi tempat kenyamanan pasien
tidur diposisi terendah  supaya memudahkan
saat digunakan pasien untuk pindah
 Pastikan roda tempat tidur  supaya pasien tidak
dan kursi roda dalam terjatuh
kondsi terkunci  supaya tidak
 Gunakan pengaman menggangu pasien saat
tempat tidur sesuai tidur
kebijakan fasilitas  supaya pasien cepat untuk
pelayanan kesehatan sembuh
 Pertimbangkan  memudahkan pasien
penggunaan alarm untuk melaksanakan
elektronik ribadi atau terapi
alarm sensor pada tempat  untuk memberikan sport
tidur atau kursi kepada pasien
 Diskusika mengenai  untuk mengetahui
perkembangan pasien
latihan dan terapi fisik
yang diperlukan
 Diskusikan mengenai alat
bantu mobilitas yang
sesuai
 Diskusikan bersama
anggota yang dapat
mendapingi pasien
 Tingktkanfrekuensi
observasi dan pengawasan
pasien,sesuai kebutuhan

Edukasi Edukasi

 Jelaskan alasan  supaya pasien dan


intervensi pencegahan keluarga tidak kebingunggan
jatuh ke pasien dan saat diberi
keluarga  Tindakan supaya mata
 Anjurkan beranti posisi  Pasien tidak berkunang
secara perlahan dan duduk kunang dan menyebabkan
selama beberapa meit pasien cedera
sebelum berdiri
Intervensi Pendukung Intervensi Pendukung
Pemberian obat Pemberian obat
Observasi Observasi
 identifikasi kemungkinan  Untuk mengetahui
alergi, interaksi, dan kemungkinan alergi,
kontraindikasi obat interaksi, dan kontraindikasi
 periksa tanggal obat
kadaluarsa obatmonitor  Untuk mengetahui tanggal
efek samping, toksisitas, kadaluarsa obat monitor efek
dan interaksi obat samping, toksisitas, dan
interaksi obay
Terapeutik
Terapeutik
 perhatikan prosedur
 Untuk mengetahui prosedur
pemberian obat yang aman
pemberian obat yang aman dan
dan akurat
akurat
 lakukan prinsip enam
 Untuk mengetahui prinsip
benar (pasien, obat, dosis,
enam benar (pasien, obat,
rute, waktu, dokumentasi)
dosis, rute, waktu,
 perhatikan jadwal
 Dokumentasi) perhatikan
pemberian obat
jadwal pemberian obat
Edukasi Edukasi
 Jelaskan jenis obat, alasan  Untuk mengetahui jenis obat,
pemberian, tindakan yang di alasan pemberian, tindakan
harapkan, dan efek samping yang di harapkan, dan efek
sebelum pemberian samping sebelum pemberian
 Jelaskan faktor yang dapat  Jelaskan faktor yang dapat
meningkatkan dan meningkatkan dan menurunkan
menurunkan efektivitas obat efektivitas obat
Disfungsi seksual b.d Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama Intervensi Utama
nekrosis, keperawatan 2x24 jam fungsi Edukasi seksualitas Edukasi Seksualitas
ketidakmampaun seksual membaik dengan kriteria Observasi Observasi
ejakulasi d.d Mengeluh hasil :  Indentifikasi kesiapan dan  Agar dapat menerima informasi
hubungan seks terbatas 1. Kepuasan hubungan seksual kemampuan menerima dengan mudah
meningkat informasi
2. Verbalisasi aktivitas seksual Terapeutik
berubah menurun Terapeutik  Agar pasien dapat dengan
3. Verbalisasi eksitasi seksual  Sediakan materi dan media mudah menerima pendidikan
berubah menurun pendidikan kesehatan kesehatan
4. Verbalisasi peran seksual  Berikan kesempatatan untuk  Agar pasien bisa menanyakan
berubah menurun bertanya yang belum dipahami
5. Verbalisasi nyeri saat
berhubungan seksual Edukasi Edukasi
(dispareunia) menurun  Jelaskan perkembangan  Agar pasien mengetahui
6. Hasrat seksual membaik seksualitas sepanjang siklus mengenai kebutuhan seksualitas
7. Orientasi seksual Membaik kehidupan  Agar pasien bisa menolak dari
8. Ketertarikan pada Pasangan  Ajarkan keterampilan tekanan teman sebaya
membaik komunikasi aserif untuk
menolak tekanan teman sebaya
dan sosial dalam aktivitas
seksual

Intervensi Pendukung Intervensi Pendukung


Pemberian obat Pemberian obat
Observasi Observasi
 Identifikasi kemungkinan  Untuk mengetahui
alergi, interaksi, dan kemungkinan alergi,
kontraindikasi obat interaksi, dan kontraindikasi
 Periksa tanggal kadaluarsa obat
obatmonitor efek samping,  Untuk mengetahui tanggal
toksisitas, dan interaksi obat kadaluarsa obat
 Monitor efek samping,
toksisitas, dan interaksi obat
Terapeutik Terapeutik
 Perhatikan prosedur  Untuk mengetahui prosedur
pemberian obat yang aman pemberian obat yang aman
dan akurat dan akurat
 Lakukan prinsip enam benar  Untuk mengetahui prinsip
(pasien, obat, dosis, rute, enam benar (pasien, obat,
waktu, dokumentasi) dosis, rute, waktu,
 Perhatikan jadwal pemberian Dokumentasi) perhatikan
obat jadwal pemberian obat

Edukasi Edukasi
 Jelaskan jenis obat, alasan  Untuk mengetahui jenis obat,
pemberian, tindakan yang di alasan pemberian, tindakan
harapkan, dan efek samping yang di harapkan, dan efek
sebelum pemberian jelaskan samping sebelum pemberian
faktor yang dapat  Jelaskan faktor yang dapat
meningkatkan dan meningkatkan dan
menurunkan efektivitas obat menurunkan Efektivitas obat
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?q=pathway+dm&safe=strict&client=firefox-b-
d&sxsrf=ALeKk02jwBPF6qlak9toSMBseuI1DYlNPA:1595425476918&tbm=isch
&source=iu&ictx=1&fir
=Rr3955NB3Sr0MM%252CesLIQy0zEtyMbM%252C_&vet=1&usg=
AI4_-
kTt0JaXviKo14nhm6_ScHSQefv99Q&sa=X&ved=2ahUKEwj9w8SG_
-
DqAhXlILcAHWAsDKYQ9QEwAHoECAoQEw&biw=1366&bih=654#i
mgrc=-UoVyKV-SsoCNM

https://www.academia.edu/10801917/LP_DM_ASLIII

standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) edisi I cetakan II 2018

standar diagnosisi keperawatan indonesia (SDKI) edisi I

cetakan III (revisi) 2017 standar luaran keperawatan

indonesia (SLKI) edisi I cetakan II 2019

Anda mungkin juga menyukai