Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS TIPE 1

A. Pengertian
Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes
yang bergantung pada insulin), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe
ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita
diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai
dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya
normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
B. Etiologi
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human
leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel
pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.
C. Klasifikasi
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan fenomena ini.
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita
yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto
disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini
berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.
D. Patofisiologi
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang
dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu
respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik
yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus,
seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang
bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang

disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan


dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya
kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan
gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai
pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan
gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air
dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa),
terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari
asam amino , laktat , dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon,
epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida ,
asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis
namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi
menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar
glukosa lebih dari 180mg/dl ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus
sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan
menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama
natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air
(polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan
peningkatan asupan makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang
juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia
lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu
gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam
sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua
stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan
peningkatan kadar glukosa darah.(Tandra,2007)

E. Pathway

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering
ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f. Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh
berbeda.
1. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Elektrolit :
a. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
c. Fosfor : lebih sering menurun
6. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM)
dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
7. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi
;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
10. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
11. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/

gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat


berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
H. Penatalaksanaan
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan
pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin
berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja
pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
a. Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin
b. Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.
c. Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni
1) Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2) Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3) Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4) Mixed Insulin
5) Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6) Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
2. Pengaturan makan/diet
a. Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
b. Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 1015% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
c. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan
kecil sebagai berikut :
20% berupa makan pagi.
10% berupa makanan kecil.
25% berupa makan siang.
10% berupa makanan kecil.
25% berupa makan malam.
10% berupa makanan kecil.
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30
menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive
Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging,
lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat hipoglikemik oral (OHO)

Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur,
tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat
berhasiat hipoglikemik.
a. Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan
untuk pasien gemuk.
c. Inhibitor glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
d. Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya,
memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
6. Pemantauan mandiri/ home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan
penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya
pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan
secara tidak langsung (urin).
I. Komplikasi
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan
hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami
syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia
jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat
lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin,
akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori
tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya
ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin,
mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh
pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan
menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan
pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.

b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki


tahun ke 5)
1. Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik
diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer
(neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa
mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi
perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika
hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi
ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur
poliol (glukosasorbitolfruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan
sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf
terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer,
syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan
vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan
insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren
pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat
mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium. Komplikasi diabetik
diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan
metabolisme glukosa secara keseluruhan.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau
memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg mungkin timbul :
Klien mengeluh sering kesemutan.
Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
Klien mengeluh sering merasa haus
Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
Klien mengeluh merasa lemah
Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :

c.

d.

e.

f.
g.

Klien tampak lemas.


Terjadi penurunan berat badan
Tonus otot menurun
Terjadi atropi otot
Kulit dan membrane mukosa tampak kering
Tampak adanya luka ganggren
Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan:
1) Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi,
dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD
yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
2) Pulse rate
3) Respiratory rate
4) Suhu
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
1) Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot,
adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya
retinopati, kekaburan pandangan.
2) Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
3) Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
Pemeriksaan penunjang
Riwayat kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2) Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Hal hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus:
1) Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3) Integritas Ego
Stress, ansietas
4) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
6) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
7) Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9) Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Diagnosa Keperawatan
1) PK: Ketoasidosis
2) Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes
melitus
3) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai
dengan sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin)
ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan
adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS
>200 mg/dl
5) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketunadayaan
fisik ditandai dengan gangguan pertumbuhan fisik , keterlambatan dalam melakukan
keterampilan umum kelompok usia.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan
fungsi limfosit).
7) Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
3. Rencana Keperawatan

N
o
1.

Diagnosa
Keperawatan
Kekurangan
volume cairan

Tujuan dan criteria hasil


(NOC)
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional Status :
Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan urine
output sesuai dengan
usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas
normal
3. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan

2.

Gangguan
nutrisi kurang
dari kebutuhan

a. Nutritional Status : food


and Fluid Intake
b. Nutritional Status :
nutrient Intake
Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan
2. Beratbadan ideal sesuai
dengan tinggi badan
3. Mampumengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidk ada tanda tanda
malnutrisi

Intervensi (NIC)
Fluid management
1. Timbang popok/pembalut jika
diperlukan
2. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
3. Monitor status hidrasi
( kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake kalori
harian
6. Kolaborasikan pemberian cairan
IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )
13. kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
5. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

5. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

3.

Resiko injury

Outcome : tingkat glukosa


darah
Kriteria :
1. Keton urin
2. Glukosa urin

4.

Resiko infeksi

a. Immune Status
b. Knowledge : Infection
control
c. Risk control
Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
2. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
3. Jumlah leukosit dalam
batas normal
4. Menunjukkan perilaku
hidup sehat

6. Berikan makanan yang terpilih


( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
7. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
8. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
9. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
10. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
1. Monitor glukosa darah
2. Monitor keton urin sebagai
indikasi
3. Monitor status cairan
4. Bantu pemasukan intake cairan
5. Identifikasikemungkinan
penyebab hyperglikemia
6. Instruksiakn pemeriksan keton
urin, jika diperlukan
7. Antisipasi situasi peningkatan
kebutuhan insulin
8. Kaji pasien terhadap tingkat
kenaikan glukosa darah
9. Membatasi aktivitas klien ketika
glukosa darah >250 mg/dl,
terutama ketika ditemukan keton
urin
infection Control (Kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikanpadapengunjung
untuk mencuci tangan
5. Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line

central dan dressing sesuai


dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing

DAFTAR PUSTAKA
Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 . Jakarta :
EGC.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi6 Volume2.
Santosa, Budi. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. 2006. Prima Medika: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai