Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

The management of the acute setting of pelvic fracture urethral


injury (realignment vs. suprapubic cystostomy alone)

Pembimbing:
dr. Harris Mustafa Banadji, SpU

Oleh:
Haniyyah 1710221004

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING
The management of the acute setting of pelvic fracture urethral injury
(realignment vs. suprapubic cystostomy alone)

Disusun Oleh:
Haniyyah 1710221004

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal April 2019

Mengetahui,

Pembimbing Kepala SMF Bedah

dr. Harris Mustafa Banadji, SpU dr. R. Siddhi Andika, SpU

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan journal
reading ini. Journal reading ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan klinik bagian ilmu bedah Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
di RSUD Pasar Minggu Jakarta periode 4 Maret – 11 Mei 2019.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Harris Mustafa Banadji,
SpU selaku pembimbing journal reading ini, dan kepada seluruh dokter yang telah
membimbing selama kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan journal reading ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun agar journal reading ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga journal reading ini dapat
memberikan manfaat bagi pihak yang terkait dan kepada seluruh pembaca.

Jakarta, 11 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

JURNAL ................................................................................................................ 1
TRANSLASI JURNAL ......................................................................................... 7
CRITICAL APPRAISAL .................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

iii
MANAJEMEN AKUT PADA TRAUMA URETRA AKIBAT FRAKTUR
PELVIS (REALIGNMENT VS. SISTOSTOMI SUPRAPUBIK)

Jonathan N. Warner, Richard A. Santucci

Abstrak

Latar Belakang: Terdapat dua opsi manajemen untuk pasien dengan trauma uretra
akibat fraktur pelvis: Pertama, menyambung uretra kembali yaitu early primary
realignment dengan kateter, dan kedua, untuk memasang suprapubic tube dan
penundaan uretroplasti dengan risiko striktur yang sangat mungkin terjadi.
Metode: Kami meninjau beberapa laporan sebelumnya dari tahun 1990 sampai
sekarang, membandingkan early endoscopic realignment, early open realignment,
dan pemasangan suprapubic tube, untuk menentukan tingkat komplikasi seperti
inkontinensia, disfungsi ereksi, dan pembentukan striktur.
Hasil: Dua puluh sembilan artikel diidentifikasi. Tingkat disfungsi ereksi,
inkontinensia, dan pembentukan striktur, berturut-turut, adalah: untuk early
endoscopic realignment, 20.5%, 5.8%, dan 43.8%; untuk open realignment dengan
kateter, 16.7%, 4.7%, dan 48.9%; dan untuk pemasangan suprapubic tube dan
penundaan uretroplasti adalah 13.7%, 5.0%, dan 89.0%. Uji one-way anova
menunjukan tidak ada perbedaan rerata pada disfungsi ereksi (P = 0.53) atau
inkontinensia (P = 0.73), dan hanya pembentukan striktur yang berbeda secara
signifikan (P < 0.1).
Kesimpulan: Tingkat inkontinensia dan disfungsi ereksi serupa antar kelompok.
Hanya tingkat pembentukan striktur saja yang lebih tinggi pada kelompok
pemasangan suprapubic tube dengan penundaan uretroplasti.

Kata kunci: fraktur pelvis, trauma uretra, urethral realignment

Singkatan: PFUI, pelvic fracture urethral injury; STDU, suprapubic tube with
delayed urethroplasty; ED, erectile dysfunction; EPR, early non-endoscopic
realignment.

7
Pendahuluan

Pada pasien dengan trauma uretra akibat fraktur pelvis (PFUI), terdapat dua
opsi manajemen. Pertama adalah dengan early primary realignment dengan kateter,
dan kedua adalah pemasangan suprapubic tube dan penundaan uretroplasti (STDU)
dengan risiko striktur yang mungkin terjadi. Disini kami mengevaluasi
perkembangan sejarah dari tatalaksana PFUI dan mengulas laporan terbaru tentang
risiko dan manfaat dari tiap terapi, dengan menggunakan uji one-way anova untuk
membandingkan tingkat rerata dari komplikasi-komplikasinya.

Ulasan sejarah

Young(1) pada tahun 1929 merupakan orang pertama yang melaporkan


perbaikan segera dengan operasi terbuka pada PFUI melalui perineum. Kemudian,
ditetapkan bahwa posisi litotomi yang berkaitan dengan pendekatan perineum tidak
menguntungkan dengan adanya fraktur pelvis; pendekatan perineum ditinggalkan
untuk pendekatan retropubik(2,3). Sementara pendekatan retropubik mungkin lebih
aman untuk pasien dengan fraktur, perbaikannya memerlukan eksplorasi dan
diseksi pada area yang sudah trauma(4). Yang terpenting, laporan lebih lanjut
menunjukkan resiko disfungsi ereksi yang lebih besar terkait dengan pendekatan
retropubik daripada dengan STDU (0% vs 33%), hal ini mungkin karena adanya
kerusakan pada bundel neurovaskular di sekitarnya(5). Terdapat juga kekhawatiran
bahwa operasi terbuka pada daerah retropubik dapat mengubah ruptur uretra parsial
menjadi ruptur utetra total(6). Dengan kasus ini, perbaikan segera operasi terbuka
pada daerah retropubik ini tidak disukai.
Sementara itu, ahli urologi juga berusaha pada teknik realignment, untuk
menyatukan uretra melalui kateter, tanpa diseksi retropubik. Realignment pertama
dilaporkan pada tahun 1934(7). Traksi kemudian ditambahkan pada kateter yang
dimasukkan melalui uretra, dengan menggunakan beban, untuk membantu
memperkirakan ujung dari uretra(8). Beberapa penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa masih terdapat jaringan fibrosa yang menjembatani celahnya, dan bukan
mukosa, bahkan dengan menggunakan bantuan beban(2,9). Selain itu, penggunaan

8
beban ditinggalkan karena terbukti menyebabkan inkontinensia yang lebih buruk
akibat kerusakan pada leher kandung kemih dan nekrosis uretra distal(10).
Pada tahun 1953, Johanson(11) adalah orang pertama yang mempertanyaan
apakah STDU lebih unggul daripada strategi realignment. Sementara striktur tidak
dapat dihindari, STDU menjamin bahwa derajat disfungsi ereksi disebabkan oleh
cedera awal dan bukan karena manipulasi early non-endoscopic realignment(12).
Sistostomi suprapubik menjadi terapi yang disukai selama 30 tahun ke depan(4).
Pada awal tahun 1990-an, teknik baru untuk teknik minimal invasif, radiologis, dan
teknik endoskopi diperkenalkan yang menantang teknik standar yaitu sistostomi
suprapubik(13-16). Sejak itu, terdapat banyak laporan yang memperdebatkan kedua
metode terapi tersebut.

Komplikasi

Tujuan dari manajemen trauma uretra adalah untuk menyatukan kembali


uretra sekaligus meminimalisasi resiko disfungsi ereksi, inkontinensia, dan striktur
uretra4; Tabel 1(13-41) dan Gambar 1 merangkum temuan komplikasi di atas pada
early endoscopic realignment (EER), early open primary realignment, dan STDU
dalam studi dari tahun 1990 hingga saat ini. Yang terpenting, dalam studi ini,
banyak pasien yang tidak menjalani primary realignment karena ketidakstabilan
hemodinamik pasien, atau kegagalan primary realignment, yang mungkin terkait
dengan cedera awal yang lebih parah.

Disfungsi ereksi
Perhatian utama EPR adalah kerusakan lebih lanjut pada bundel
neurovaskular. Sememntara operasi retropubik terbuka mungkin mempengaruhi
bundel neurovaskular(5), meningkatkan resiko disfungsi ereksi(4,42), ada bukti yang
mengatakan bahwa ini tidak lagi terjadi pada teknik EER yang saat ini
digunakan(4,32,35). Dhabuwala dkk (43)
adalah orang pertama yang mengatakan
bahwa cedera awal, bukan terapinya, yang menyebabkan disfungsi ereksi. Kotkin
dan Koch (35) melaporkan pengalaman mereka dengan EPR vs pemasangan kateter
sederhana (dengan ruptur parsial), dan tidak menemukan perbedaan yang
menunjukkan bahwa EPR membuat disfungsi ereksi lebih parah. Studi MRI (44) dan

9
(45)
MRI dengan ultrasonografi dupleks menunjukkan bahwa pasien dengan
disfungsi ereksi memiliki kerusakan yang signifikan lebih besar daripada pasien
yang tidak memiliki disfungsi ereksi, semua pada kelompok pasien yang telah
dirawat hanya dengan STDU. Tabel 1 merangkum temuan bahwa tingkat disfungsi
ereksi adalah sama antara EER (P = 0.53), EPR dan STDU, yaitu 20.5%, 16.7%,
dan 13.7%, secara berturut-turut.

10
Inkontinensia
Inkontinensia setelah trauma uretra akibat fraktur pelvis jarang terjadi, dan
ketika ada diyakini bahwa cedera awal bertanggungjawab atas derajat inkontinensia
tersebut(4). Beberapa artikel tidak mendukung open suture realignment karena
peningkatan resiko inkontinensia(4,42). Namun, efek merugikan ini terlihat pada
primary suture realignment, dengan tingkat inkontinensia sebesar 21% setelah open
suture realignment, dibandingkan dengan 4% untuk STDU, dan 5% untuk EPR (4).
Hasil dalam artikel ini didasarkan pada seri yang kecil, dan variasi dari teknik
terbuka. Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat inkontinensia serupa antara EER,
EPR, dan STDU, pada 5.8%, 4.7%, dan 5.0%, secara berturut-turut (P = 0.73). Ini
mungkin sebagian karena manipulasi minimal dengan teknik realignment secara
terbuka maupun endoskopi saat ini.

Striktur
Johanson(11) adalah orang pertama yang menerima bahwa early suprapubic
tube menyebabkan pembentukan striktur yang tidak terelakkan. Ini tetap benar
sampai era modern. Keuntungan potensial dari STDU benar-benar untuk
menghindari resiko inkontinensia dan disfungsi ereksi dengan teknik EPR. Seperti
diperlihatkan di atas, peluang ini sama antara EER dan EPR. Namun, tingkat
striktur tetap sangat tinggi untuk STDU dibandingkan dengan EER dan EPR, pada
89.0%, 43.8% dan 48.9%, secara berturut-turut (P < 0.01).
Keuntungan lain dari EPR vs STDU adalah lebih cepat untuk kembali
berkemih secara spontan(26). Selain itu, Kulkarni dkk(46) melaporkan pengalaman
mereka, di negara berkembang vs negara maju, tentang manajemen akut PFUI.
Mereka melaporkan tingkat pemasangan suprapubic tube yang lebih tinggi pada
pasien di India dibandingkan di Italia (80% vs 50%, secara berturut-turut) dan
tingkat yang lebih tinggi untuk striktur kompleks pada pasien di India dibandingkan
dengan Italia (85% vs 32%, secara berturut-turut), dan terakhir manajemen untuk
striktur tersebut lebih mudah pada populasi di Italia, dengan 28% diobati dengan
sukses dengan teknik endoskopi, dibandingkan dengan 1% pada populasi India(46).
Penulis mendukung evaluasi urologis awal dan EPR sebagai kontributor yang
mungkin terhadap penurunan tingkat striktur kompleks.

11
Beberapa penulis juga telah menunjukkan bahwa striktur setelah EPR sering
dapat berhasil diobati dengan dilatasi dan uretrotomi internal visual langsung vs
operasi terbuka(21,26,32,36). Koraitim(47), baru-baru ini menunjukkan bahwa mereka
dengan primary realignment ditemukan lebih sedikit memerlukan perbaikan
abdomino-perineal dibandingkan dengan mereka yang hanya menggunakan
suprapubic tube (24% vs 42%), dan juga memiliki defek yang lebih pendek.

Komplikasi lain
Komplikasi langsung dari realignment telah dilaporkan pada sedikit pasien.
Abses pelvis terjadi pada satu dari 43 (3%) pasien di suatu studi(48), dan terdapat
dua laporan abses perineal pada satu dari enam(41) dan satu dari empat pasien(33).
Fistula uretra terdeteksi pada satu dari 14 pasien di studi lain(14). Septikemia
merupakan komplikasi pada 15% pasien dengan delayed realignment, dengan
rerata waktu pemasangan yaitu 10 hari(27).

Teknik
Primary endoscopic realignment
Setelah PFUI didiagnosis, sebagian besar penulis masih mencoba
pemasangan kateter tunggal yang lembut di bedside atau di ruang operasi, oleh
seorang ahli urologi(24,38,39). Jika gagal, maka ada berbagai teknik endoskopi yang
tersedia. Banyak penulis lebih memilih sistoskopi retrograde yang fleksibel(20,24,26)
setelah gagal memasang kateter. Selanjutnya, baik sistoskopi yang rigid maupun
fleksibel dapat dilakukan secara simultan melalui sistostomi dan melalui
uretra(15,20,24) sementara dua operator bergerak menuju satu sama lain sampai satu
sistoskop melewati defek sehingga sebuah kawat dapat dimasukkan untuk
memasukkan kateter tip secara retrograde (Gambar 2)(50).

12
Tingkat keberhasilan dari endoscopic realignment sangat tinggi, yaitu 72-
100%(26,29,30,32). Lebih banyak pengalaman akan meningkatkan keberhasilan, dan
suatu kelompok pada awalnya melaporkan keberhasilan 80% (49) kemudian tingkat
keberhasilan menjadi 93% (27) dengan lebih banyak pengalaman.
Teknik lain termasuk kateter magnetik(16), interlocking sounds(39),
memasang kawat(14) atau feeding tube(32,40), atau kateter antegrade dimasukan
melalui saluran suprapubik(38) melintasi defek. Teknik radiografi juga telah
dijelaskan(36).

Waktu pemasangan kateter


Sebagian besar penulis merekomendasikan untuk mencoba memasang
kateter sesegera mungkin. Beberapa penulis menyarankan bahwa jika upaya awal
tidak berhasil, maka cukup tinggalkan suprapubic tube dan coba lagi setelah 2-3
hari(24). Pemasangan yang tertunda telah berhasil hingga 10-19 hari setelah
cedera(27-40).

Waktu melepas kateter


Penulis tidak sepakat mengenai durasi kateterisasi setelah early primary
realignment, dan nilainya berkisar antara 3 sampai 8 minggu(39,40,48). Pendekatan
yang masuk akal mungkin untuk dilakukannya peri-kateter uretrogram retrograde
atau uretrogram retrograde langsung pada saat pelepasan kateter, setelah setidaknya
3 minggu pemasangan kateter untuk ruptur parsial, dan 6 minggu untuk ruptur
total(29). Dengan adanya ekstravasasi, kateter dibiarkan terpasang atau diganti dan
dicek ulang setiap minggunya sampai tidak ada ekstravasasi.

STDU
Suprapubic tube pada awalnya dapat dipasang melalui sistostomi selama
laparotomi, atau trocar ke kandung kemih yang distensi, atau jarum yang
dimasukkan ke kandung kemih, kemudian kawat yang melewati jarum, dan dilatasi
serial dengan kawat sampai kateter suprapubik dapat dimasukkan. Sebagian besar
penulis mendukung periode penyembuhan 3-6 bulan sebelum upaya uretroplasti.

13
Di tangan yang berpengalaman, tingkat keberhasilan jangka panjang sebesar 90-
98%(52-57).

Kesimpulan
Sementara tingkat disfungsi ereksi dan inkontinensia adalah sama antara
EPR, EER, dan STDU, peningkatan striktur, dan striktur yang lebih kompleks,
dengan STDU mengarahkan kami untuk menyarankan EPR atau EER sebagai
pendekatan awal untuk terapi segera pada PFUI. Mengingat kemudahan dan
keberhasilan EER, kami lebih memilih teknik ini dibandingkan teknik realignment
lainnya. Namun, seperti terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 1, keberhasilan EPR
adalah sama di tangan yang berpengalaman. Terakhir, tidak semua pasien dapat
menjalani early realignment. STDU mungkin diperlukan pada pasien yang tidak
stabil, pada cedera yang kompleks, dan ketika upaya early realignment gagal.
Untungnya, uretroplasti anastomosis dapat dilakukan dengan peluang keberhasilan
yang tinggi di pusat unggul.

14
CRITICAL APPRAISAL

Validity
Did the review explicitly address a focused clinical question? Yes
Was the search for relevant studies detailed and exhaustive? No
Was the selection of primary studies reproducible and free from No
bias?
Was the quality of included studies assessed, and were they of a No
high standard?
Were all the important outcomes considered? Yes
Are the individual studies adequately described? No
Were the results of primary studies combined appropriately? Yes
How are the results presented and is this appropriate to the data? Yes
Were the results similar from study to study? Yes
Has a sensitivity analysis been performed? No
Clinical Importancy
Are the outcomes clinically relevant? Yes
How precise was the estimate of treatment effect? Not listed.
Are the benefits worth the costs and potential toxicities? Yes
Is a Relative Risk, Absolute Risk Reduction or Number Needed to No
Treat (harm) given?
Applicability
Are the results discussed in relation to existing knowledge? Yes
Does this paper answer your clinical question? Yes
How similar were the patients in the included trials to your patient Yes
or population?
Is treatment feasible and available in your clinical setting? Yes

15
DAFTAR PUSTAKA

Warner & Santucci. The management of the acute setting of pelvic fracture urethral
injury (realignment vs. suprapubic cystostomy alone). Arab J Urol. 2015 Mar;
13(1): 7-12.
Faculty of Medicine, Dentistry and Health Sciences. Systematic reviews critical
appraisal guide. The University of Western Australia Medical and Dental
Library.
Department of General Practice. Critical appraisal checklist for a systematic
review. University of Glasgow.

16

Anda mungkin juga menyukai