Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN SELEDRI TERHADAP

PENURUNAN KADAR ASAM URAT PADA LANSIA

DI KELURAHAN PLAJU ULU


KOTA PALEMBANG
TAHUN 2018

Disusun Oleh
Mitta Alvinayanti PO.71.20.1.17.046
Wahyu Kusuma Wardani PO.71.20.1.17.073

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyusun proposal penelitian ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai pengaruh pemberian air
rebusan seledri terhadap penurunan kadar asam urat pada lansia di Kelurahan Plaju Ulu kota
Palembang tahun 2018
Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
Metodelogi Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Keperawatan. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan baik isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan di masa yang akan
datang.
Dalam menyelesaikan Proposal penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, saran, keterangan dan data-data. Maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Ibu Sherly Shobur, SKM, MKM selaku dosen pembimbing Mata kuliah Metodelogi
penelitian.
2. Ibu Hanna DL Damanik, SKM. MKM selaku dosen pembimbing Mata kuliah
Metodelogi penelitian.
3. Ibu Dr. Maksuk, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing Mata kuliah Metodelogi
penelitian.
4. Bapak Dr. Pitri Noviadi, M.Kes selaku dosen pembimbing Mata kuliah Metodelogi
penelitian.
Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dalam menambah pengetahuan atau wawasan .

Palembang, Juni 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................ 3

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................................................ 4

1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................................................... 5

1.6 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 7

2.1 Konsep Asam Urat.......................................................................................................................... 7

2.2 Konsep Lansia .............................................................................................................................. 13

2.3 Konsep Seledri .............................................................................................................................. 20

BAB III ............................................................................................................................................... 23

KERANGKA KONSEPTUAL........................................................................................................... 23

3.1 Kerangka Konsep ......................................................................................................................... 23

3.2 Definisi Operasional ..................................................................................................................... 23

3.3 Hipotesis Penelitian ...................................................................................................................... 24

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................................... 25

4.1 Desain Penelitian .......................................................................................................................... 25

4.2 Populasi dan Sampel ..................................................................................................................... 25

4.3 Metode pemberian air rebusan seledri .......................................................................................... 27

4.4 Teknik Sampling........................................................................................................................... 27

4.5 Instrumen Penelitian ..................................................................................................................... 27

ii
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................................................ 27

4.7 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................................................................ 28

4.8 Pengolahan dan Analisa Data ....................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam Urat merupakan masalah yang sering dialami oleh kebanyakan
masyarakat. Sebenarnya asam urat merupakan senyawa yang ada di dalam tubuh
manusia. Dalam kondisi normal asam urat tidak akan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit asam urat
menyebabkan penyakit ini menjadi penyakit akut hingga kronik (Mumpuni,
2016).
Seseorang memiliki pola makan dan gaya hidup yang sehat, pada lanjut
umur terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang menimbulkan
berbagai macam penyakit seperti peningkatan kadar asam urat
(Hiperurisemia). Hal tersebut diakibatkan oleh menurunnya fungsi kerja ginjal,
sehingga mengakibatkan penurunan ekskresi asam urat dalam tubulus ginjal
dalam bentuk urin, selain itu penurunan produksi enzim urikinase
mengakibatkan pembuangan asam urat jadi terhambat. Hiperurisemia
didefinisikan sebagai kadar asam urat serum lebih dari 7 mg/dL pada laki-
laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita . Apabila zat purin berlebihan
didalam tubuh, sedangkan ginjal tidak mampu mengeluarkan zat purin
tersebut lama kelamaan akan mengkristal dan menumpuk dipersendian.
Akibatnya sendi akan terasa bengkak, meradang, nyeri, dan ngilu, ibu jari
kaki terasa kaku kemudian menyebar hingga meliputi jari kaki dan tangan,
pergelangan tangan, pergelangan kaki, tumit, lutut, siku, pinggang, pinggul,
punggung, hingga pundak, penderita sering merasakan kesemutan. Apabila
penyakit asam urat menyerang daerah ginjal, penderita akan mengalami kencing
batu sehingga kesulitan buang air kecil (Mumpuni, 2016).
Menurut WHO (World Health Organization) 2004 memperkirakan
sekitar 335 juta orang di dunia mengidap penyakit asam urat (Bobaya,
2016). Berdasarkan data asam urat darah terus meningkat pada tahun 2005
jumlah penderita asam urat bertambah banyak dari tahun 2004 dan menyerang
pada usia pertengahan 40-59 tahun. Penderita asam urat pada tahun 2012
diperkirakan mencapai 230 juta prevalensi asam urat didunia sangat bervariasi dan

4
penelitian epidemologi menunjukkan peningkatan kejadian asam urat, terutama
dinegara maju seperti USA diperkirakan 13,6% dari 100.000 penduduk, karena
dinegara maju mereka mengkonsumsi makanan yang berlemak dan mengandung
kadar purin yang tinggi (Achmad, 2008). Sedangkan Prevalensi penyakit sendi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan, diIndonesia 11,9%. (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan Pusat Data BPS Provinsi Sumatera Selatan asam urat merupakan
salah satu penyakit terbanyak yang diderita lansia yaitu pada tahun 2007
sebanyak 28% dari 4.209.817 lansia menderita asam urat (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan survey awal didapatkan dari Puskesmas Jaya dikelurahan
Plaju Ulu mengalami peningkatan dari tahun 2015 dengan total 6 lanjut usia
yang menderita asam urat. Untuk tahun 2016 dengan total 63 lanjut usia yang
menderita asam urat. Berdasarkan tahun 2017 dengan total 79 lanjut usia yang
menderita asam urat (Puskesmas Jaya, 2017).
Seledri yang sangat mudah ditemukan dan harganya juga sangat
terjangkau oleh masyarakat serta lingkungan yang tinggal masyarakat yang rata-
rata mengembangbiakkan tanaman seledri di area pekarangan rumah sangat
disayangkan jika tidak dimanfaatkan secara optimal. Saat ini belum ada penelitian
yang menjelaskan tentang efek samping berbahaya dari mengkonsumsi air
rebusan seledri yang sangat baik sebagai terapi penurunan kadar asam urat
(Kertia, 2009). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan kadar
asam urat pada lansia.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada pengaruh pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan
kadar asam urat pada lansia di Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang tahun 2018?

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Adakah pengaruh pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan kadar
asam urat pada lansia di Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang tahun 2018?

1.4 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum

5
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian
air rebusan seledri terhadap penurunan kadar asam urat pada lansia di
Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang tahun 2018
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis penurunan kadar asam urat sebelum dilakukan tindakan
pemberian air rebusan seledri di Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang
tahun 2018.
b. Menganalisis penurunan kadar asam urat sesudah dilakukan tindakan
pemberian air rebusan seledri di Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang
tahun 2018.
c. Menganalisis pengaruh pemberian air rebusan seledri terhadap
penurunan kadar asam urat pada lansia di Kelurahan Plaju Ulu kota
Palembang tahun 2018.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
kemajuan dibidang ilmu keperawatan terutama tentang pengaruh
pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan kadar asam urat pada
lansia di Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang .
2. Manfaat Praktis
a) Manfaat Bagi Lansia
Memberikan informasi kepada lansia penderita asam urat, mengenai
pengaruh pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan kadar
asam urat di dalam tubuh. Informasi tersebut diharapkan dapat
membantu lansia yang menderita asam urat agar lebih teratur dalam
melakukan terapi air rebusan seledri.
b) Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan bagi institusi pendidikan bidang kesehatan sebagai
wadah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan dikenal
masyarakat serta mahasiswa selanjutnya dapat mengembangkan
penelitian atau dapat digunakan sebagai acuan penelitian.

c) Manfaat Bagi Peneliti

6
Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang pengaruh pemberian air
rebusan seledri terhadap penurunan kadar asam urat pada lansia.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Berdasarkan latar belakang, ruang lingkup pada penelitian ini ialah
menganalisa penurunan kadar asam urat sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
pemberian air rebusan seledri pada lansia di Kelurahan Plaju Ulu kota
Palembang. Populasi penelitian ini ialah lansia 79 yang menderita asam urat
sesuai data dari kunjungan pasien di puskesmas Jaya di Kelurahan Plaju Ulu kota
Palembang. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagian lansia
penderita asam urat di Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2017 - Agustus 2018 di Kelurahan Plaju Ulu
kota Palembang. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel dilakukan
dengan probability sampling dengan tekhnik Simple Random Sampling atau
pengambilan sampel secara acak sederhana.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asam Urat


2.1.1 Definisi Asam Urat
Asam urat adalah nama senyawa turunan dari purin atau produk akhir dari
pemecahan purin. Sekitar 85% asam urat dapat diproduksi sendiri oleh tubuh
melalui metabolisme nukleotida purin endogen, guanic acid (GMP), isotonic acid
(IMP), dan adenic acid (AMP) (Tim Bumi Medika, 2017).
Asam urat merupakan zat hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh yang
dibuang melalui urin. Peningkatan kadar asam urat dalam darah melewati batas
normal disebut hiperurisemia yang jika berkepanjangan dapat berkembang
menjadi penyakit gout. Menurut (Dalimartha, 2014) dikatakan hiperurisemia jika
kadar asam urat lebih dari 7,0 mg/dl untuk laki-laki sedangkan untuk perempuan
lebih dari 6,0 mg/dl. Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan
metabolisme asam urat, penurunan pengeluaran asam urat urin, atau gabungan.
Asam urat merupakan manifestasi dari metabolisme zat purin yang
terbentuk seperti kristal-kristal. Kita dapat menemukan zat purin tersebut di dalam
makanan yang kita makan, baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Jika
kita mengonsumsi makanan yang mengandung zat purin, maka zat purin inilah
yang nantinya berpindah ke dalam tubuh. Kalau zat purin di dalam tubuh sudah
berlebihan, ginjal tidak mampu lagi mengeluarkannya dan inilah yang memicu
penumpukan zat purin dalam tubuh yang kemudian berubah menjadi asam urat.
(Mumpuni, 2016).

2.1.2 Faktor Resiko


Selain karena kondisi metabolisme dalam tubuh tidak normal yang
menyebabkan asam urat naik, penyakit ini juga dapat dipicu oleh faktor, sebagai
berikut.
1. Makanan yang mengandung purin tinggi
Beberapa makanan dengan kandungan purin tinggi yang perlu
dihindari antara lain otak, hati, jantung, jeroan, ekstrak daging/kaldu,
daging merah, bebek, ikan sarden, makarel, ikan teri, remis, kerang,

8
kepiting, serta beberapa buah seperti durian dan alpukat. Selain makanan
tinggi purin yang harus dihindari, beberapa makanan dengan kandungan
purin sedang juga harus dibatasi antara lain daging sapi, ikan, ayam,
udang, asparagus, bayam, daun singkong, kangkung, daun biji melinjo,
makanan yang mengandung ragi, serta kacang dan hasil olahannya seperti
tahu dan tempe. Untuk konsumsi daging, ikan, dan unggas tidak lebih dari
50- 75 gram atau 1½ potong dalam sehari, sedangkan untuk sayuran tidak
lebih dari 1 mangkuk atau 100 gram dalam sehari.
2. Minuman beralkohol
Alkohol juga diketahui menjadi salah satu faktor resiko terjadinya
penyakit asam urat. Alkohol memiliki kandungan purin di dalamnya dan
dapat memicu pengeluaran cairan. Selain itu, alkohol juga diketahui
meningkatkan kadar asam urat karena dapat memicu enzim tertentu dalam
liver untuk memecah protein dan menghasilkan lebih banyak asam urat.
3. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan diketahui dapat meningkatkan kadar asam urat
dalam darah (hiperurisemia), seperti obat diuretik thiazide, cyclosporine,
asam asetilsalisilat atau aspirin dosis rendah, dan obat kemoterapi, maka
dari itu penggunaan obat-obatan tersebut harus sesuai dengan anjuran
dokter.
4. Kondisi medis
Kondisi medis tertentu dapat mengurangi pengeluaran asam urat,
biasanya terjadi pada penderita kelainan fungsi ginjal. Selain itu, penyakit
asam urat juga rentan terjadi pada orang yang mengalami obesitas,
diabetes, hipertensi.

2.1.3 Faktor Resiko Lain


Menurut Tim Bumi Medika (2017), beberapa faktor resiko lain yang dapat
memicu penyakit asam urat diuraikan sebagai berikut.
1. Keturunan (Genetik)
2. Jenis Kelamin
3. Usia
4. Obesitas

9
2.1.4 Penyebab Asam Urat
Menurut Mumpuni 2016 Pada dasarnya penyebab asam urat ada dua
macam, yang menyebabkan penyakit asam urat primer dan penyakit asam urat
sekunder. Penyebab penyakit asam urat primer adalah dari dalam tubuh manusia
sendiri, sedangkan penyebab penyakit asam urat sekunder adalah dari luar tubuh
manusia.
1. Penyebab Asam Urat Primer
Penyebab asam urat primer berkaitan dengan metabolisme tubuh, tetapi
belum dapat diketahui dengan pasti secara umum, asam urat primer diduga
disebabkan oleh faktor genetika, ketidakseimbangan hormon sehingga
terjadi gangguan metabolisme termasuk pengeluaran asam urat oleh ginjal,
atau terjadi gangguan dalam ginjal yang menyebabkan semua proses
penyaringan dan pengeluaran zat-zat yang tidak diperlukan tubuh menjadi
bermasalah, sehingga terjadi penumpukan purin yang menyebabkan
terjadinya asam urat.

2. Penyebab Asam Urat Sekunder


Penyebab asam urat sekunder yang paling sering terjadi adalah akibat
mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat purin, seperti
jeroan, seafood, durian, kacang berlemak, dan lain-lain. Dengan demikian,
jumlah purin dalam tubuh meningkat drastis dan tidak lagi dapat
dikeluarkan oleh ginjal, apalagi kalau sebelumnya ada riwayat dengan
kesehatan ginjal maka asam urat bisa semakin parah.
2.1.5 Penyakit / Masalah yang Berhubungan dengan Asam Urat
Tingginya kadar asam urat dalam darah atau kondisi hiperurisemia
memiliki keterkaitan dengan beberapa penyakit. Tidak hanya menyebabkan
penyakit asam urat, kadar asam urat yang tinggi dalam darah dapat memicu atau
memperparah beberapa penyakit, seperti penyakit ginjal, hipertensi, penyakit
jantung, stroke, diabetes, dan gangguan penglihatan.

1. Penyakit Ginjal
Penyakit ginjal merupakan penyakit yang paling umum terjadi akibat
asam urat. Asam urat dan penyakit ginjal memiliki hubungan sebab-akibat.
Terganggunya fungsi ginjal juga dapat mengganggu pengeluaran asam

10
urat. Kadar asam urat yang tinggi dapat berubah menjadi batu asam urat
yang menyerang ginjal atau biasa disebut dengan batu ginjal. Asam urat
yang merupakan hasil metabolisme purin yang seharusnya dibuang melalui
urin yang diproses di ginjal. Jika kadar asam urat terlalu tinggi maka akan
terjadi penumpukan asam urat atau pengkristalan asam urat pada area
tersebut, dan jadilah batu ginjal.
2. Penyakit Jantung-Stroke
Jantung merupakan salah satu fungsi organ vital dalam tubuh manusia
karena berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Tingginya kadar asam
urat dalam darah (hiperurisemia) berkaitan dengan penyakit jantung dan
stroke.
3. Penyakit Hipertensi
Penyakit asam urat juga berkaitan dengan penyakit tekanan darah
tinggi atau hipertensi. Penyakit asam urat adalah penyakit radang sendi
akibat penumpukan asam urat dalam darah sehingga membentuk kristal-
kristal diarea sendi dan pembuluh darah kapiler. Akibatnya, persendian
akan terasa nyeri jika digerakkan. Ketika terjadi pergerakan, kristal asam
urat akan tertekan dan menusuk dinding pembuluh darah kapiler sehingga
menimbulkan nyeri. Hal tersebut juga dapat menghambat aliran darah dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
4. Penyakit Diabetes
Kadar asam urat yang tinggi berkaitan dengan adanya sindrom
metabolik. Salah satu dari kumpulan gangguan yang ada dalam sindrom
metabolik adalah peningkatan kadar gula darah. Jika gula darah tidak
terkontrol akibat asupan ataupun gangguan insulin maka akan
menyebabkan diabetes.
5. Penyakit Gangguan Penglihatan
Penyakit asam urat juga diketahui berkaitan dengan gangguan
penglihatan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kadar asam urat
yang tinggi (hiperurisemia) dalam waktu lama dapat menyebabkan
pengendapan monosodium urat (MSU) atau kristal asam urat di beberapa
bagian tubuh. Tidak hanya di persendian, penumpukan ini juga dapat
terjadi di mata sehingga menyebabkan gangguan penglihatan.

11
2.1.6 Pencegahan Asam Urat
Belum ditemukan cara yang efektif, tapi usaha pencegahan asam urat pada
umumnya adalah menghindari segala sesuatu yang dapat menjadi pencetus
serangan, misalnya latihan fisik berlebihan, stress, dan makanan yang
mengandung purin berlebihan seperti daging, jeroan (ginjal, hati), bahkan ikan
asin. Meskipun serangan berulang dapat dicegah dengan pemberian obat, tetapi
mengurangi konsumsi makanan berlemak dan alkohol dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya serangan asam urat (Mumpuni, 2016).
2.1.7 Konsep Terapi Farmakologis dan Non Farmakologis
Menurut Noormindhawati 2014, konsep terapi farmakologis dan non
farmakologis yaitu :
1. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis untuk asam urat memang tidak mampu
menyembuhkan penyakit asam urat, melainkan memiliki spesifikasi
sebagai berikut:
a. Mengurangi rasa sakit
b. Mencegah peradangan
c. Mencegah serangan berikutnya
d. Mencegah komplikasi, misalnya pembentukan tofi, kerusakan sendi, dan batu
ginjal.
Jenis obat-obatan untuk mengatasi penyakit asam urat sebagai
antara lain sebagai berikut : Analgesik, antiinflamasi non steroid,
Colchine, Diuretik, Allupurinol, Kortikosteroid, Obat-obatan yang
berfungsi menurunkan pembentukan asam urat, misalnya fenofibrate dan
losarton.
2. Terapi Non Farmakologis
a. Sirsak
Sirsak merupakan buah yang cukup banyak membantu mengobati
berbagai penyakit, juga dengan penyakit asam urat. Pengobatan asam
urat dengan daun sirsak adalah dengan meminum air rebusannya.
Pengobatan asam urat dengan buah sirsak bisa dengan cara
mengonsumsinya secara langsung atau dalam bentuk jus.
b. Daun Salam

12
Untuk pengobatan penyakit asam urat, bagian yang digunakan
adalah daunnya karena daun salam mengandung flavonoid, tanin dan
minyak atsiri yang berkhasiat untuk mengatasi asam urat. Untuk
mengobati penyakit ini adalah dengan meminum air rebusannya.
c. Labu Siam
Labu siam mengandung senyawa penting, seperti alkaloid, tanin,
flavonoid, dan saponin. Senyawa tersebut sangat berkhasiat untuk
mengatasi asam urat. Saponin dalam labu siam bersifat sebagai
antibakteri. Labu siam berfungsi sebagai diuretik. Efek diuretik ini
akan memperlancar proses pembuangan kadar asam urat yang
berlebihan melalui urin. Untuk pengobatan asam urat bisa dengan
mengonsumsi labu siam secara langsung, dengan direbus terlebih
dahulu atau dikukus.
d. Cuka apel/apel
Cuka apel memiliki khasiat yang bagus untuk penyakit asam urat.
Rasa asam pada cuka apel bersifat membersihkan sehingga bisa
digunakan antiseptik. Manfaat cuka apel ini bagi penderita asam urat
adalah sebagai berikut : menghancurkan kristal asam urat, sebagai
antioksi dan sebagai analgesik, sebagai kompres, sebagai tonik
e. Kentang
Kandungan vitamin B dan potasium dalam kentang berfungsi
sebagai antiinflomasi sehingga mampu mengurangi peradangan akibat
asam urat. Pengobatan asam urat dengan kentang adalah dalam bentuk
jus.
f. Tanaman sidaguri
Tanaman sidaguri merupakan tanaman semak yang tumbuh liar di
daerah tropis dan banyak di temui di tepi sungai, tanah berumput,
sawah, selokan, maupun di bawah pohon besar. Seluruh bagiannya
dapat di manfaatkan untuk pengobatan dan pengobatannya dapat di
lakukan dengan meminum air rebusannya (Noormindhawati, 2014).

13
Tabel 2.3 Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan Terapi Farmakologis dan
Terapi Non Farmakologis

Item Penilaian Terapi Non Farmakologis. Terapi Farmakologis


Efek Samping Tidak ada selama dikonsumsi Menimbulkan efek
sesuai petunjuk. samping
Harga Lebih murah. Lebih mahal.
Efek Penyembuhan Bertahap, membutuhkan Reaksi lebih cepat,
waktu lebih lama sehingga membutuhkan waktu
perlu kesabaran dan lebih cepat.
ketelatenan.
Ketergantungan terhadap Tidak ada, bahan tersedia di Membutuhkan resep dan
dokter (ahli medis) alam dan bisa di buat sendiri. petunjuk dokter (ahli
medis).
Sumber : Noormindhawati, 2014

2.2 Konsep Lansia


2.2.1 Definisi Lansia
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara
tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua (Azizah, 2011).
Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami
suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu.
Menurut WHO (World Health Organization) 2009, lansia dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun
2. Lansia (elderly) : usia 60-74 tahun
3. Lansia Tua (old) : usia 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (very old) : usia diatas 90 tahun
Departemen Kesehatan RI 2009 memberikan batasan lansia sebagai
berikut :
1. Virilitas (prasenium) : masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)

14
2. Usia Lanjut Dini (senescen) : kelompok yang mulai memasuki masa usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun)
3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif :
(usia diatas 65 tahun) (Fatmah, 2012).

Pengertian lansia bedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis (kalender)


dan lansia biologis (menurunnya daya tahan fisik). Lansia kronologis mudah
diketahui dan dihitung, sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan
jaringan tubuh, individu yang berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong
lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya (Fatmah, 2010).
Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang
mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ
yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara
keseluruhan.
2.2.2 Teori-teori Tentang Lansia
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan kerusakan yang di
derita.
Terdapat tiga dasar fundamental yang dipakai untuk menyusun berbagai
teori menua yaitu:
1. Pola penuaan pada hampir semua spesies mamalia diketahui adalah sama.
2. Laju penuaan ditentukan oleh gen yang sangat bervariasi pada setiap
spesies.
3. Laju atau kecepatan penuaan dapat diperlambat, namun tidak dapat
dihindari atau dicegah (Fatmah, 2010).

2.2.3 Perubahan-Perubahan Pada Lansia


Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun
psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut
memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat,
kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang
gairah.
Menurut Nugroho, 2008. Perubahan-perubahan pada lansia adalah sebagai

15
berikut:
1. Perubahan-perubahan Fisik
a. Sel
Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya.
Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,darah,
dan hati, serta terjadi penurunan jumlah sel otak.
b. Sistem persarafan
Sistem persarafan terjadi penurunan hubungan persarafan, berat
otak menurun 10-20% (sel saraf otak tiap orang berkurang setiap
harinya), saraf panca indra mengecil. Menjadikan penglihatan
berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa
mengecil, lebih sensitive terhadap perubahan suhu, dan rendahnya
ketahanan terhadap dingin.

c. Sistem Pendengaran
Terjadi gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
65 tahun. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
d. Sistem Penglihatan
Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan. Penurunan atau hilangnya daya
akomodasi, dengan manifestasi presbiopia, seorang sulit melihat dekat
yang mempengaruhi berkurangnya elastisitas lensa.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, terjadinya penurunan
elastisitas dinding aorta, kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini
menyebabkan kontraksi dan volume menurun. Curah jantung
menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, menyebabkan
tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing
mendadak).

16
f. Sistem Pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan
kedalaman bernafas menurun. Oksigen dalam arteri menurun menjadi
75 mmHg.
g. Sistem Pencernaan
Indera pengecap menurun, hilangnya sensitifitas saraf pengecapan
dilidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit, esophagus
mengalami pelebaran. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
mortilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.
h. Sistem Reproduksi
1) Wanita
Payudara mengalami atrofi. Selain itu vulva juga mengalami
atrofi.

2) Pria
Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada
penurunan secara berangsur-angsur. Dorongan seksual menetap
sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik,
yaitu:

a) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai lanjut usia.


b) Sebanyak ±75% pria usia diatas 65 tahun mengalami
pembesaran prostat.
i. Sistem Genitourinaria
Ginjal mengalami pengecilan nefron akibat atrofi membuat aliran
darah ke ginjal menurun sampai ±50% sehingga fungsi tubulus
berkurang. Vesika urinaria terjadi otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat.
j. Sistem Integumen
Kulit mengerut akibat kehilangan jaringan lemak. Permukaan
kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta

17
perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis. Kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya.
k. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.
Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi. Kekakuan
dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra, pergelangan, dan
paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang
tersebut. Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga
rusak. Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas,
gangguan gaya berjalan, kekakuan jaringan penghubung. Persendian
membesar dan menjadi kaku.
2. Perubahan mental
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental, antara lain:
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Kenangan (memori)
1) Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu mencakup beberapa perubahan.
2) Kenangan jangka pendek (0-10 menit) kenangan buruk.
g. IQ (integelency quantion) perubahan spiritual.

2.2.4 Masalah-masalah Pada Lansia


Menurut Nugroho tahun 2008 masalah dan penyakit pada lanjut usia,
antara lain :
1. Masalah Fisik umum
a. Mudah jatuh
b. Mudah lelah
2. Gangguan Karadiovaskuler
a. Nyeri dada
b. Sesak nafas pada kerja fisik
c. Palpitasi

18
d. Edema kaki

3. Nyeri atau ketidaknyamanan


4. Berat badan menurun
5. Gangguan eliminasi
a. Inkontinensia atau ngompol
b. Inkontinesia alvi
6. Gangguan ketajaman penglihatan
7. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran disebabkan oleh kelainan degenerasi, ketulian
pada lanjut usia, vertigo, dan tinntus.
8. Gangguan tidur
Gangguan tidur pada lansia disebabkan oleh:
a. Faktor eksternal (luar), misalnya lingkungan yang kurang tenang
b. Faktor intrinsic, baik organik maupun psikogenik. Organic bergerak
(akatisia), dan penyakit tertentu yang membuat gelisah. Psikogenik,
misalnya depresi, kecemasan, stress, iritabilitasi dan marah yang tidak
disalurkan.
9. Mudah gatal
2.2.5 Asupan Makanan Pada Lansia
Penuaan juga berhubungan dengan gangguan pengaturan nafsu makan dan
asupan energi sehingga dapat menimbulkan anoreksia atau obesitas. Kehilangan
berat badan mungkin akan menyebabkan malnutrisi, perubahan tiba-tiba dan dapat
menimbulkan kematian. Penelitian dilaksanakan untuk mempelajari nafsu makan
dan pengaturan energi pada latihan fisik pada lansia. Hasil penelitian menyatakan
perubahan sensasi nafsu makan (appetite) dan hormon berhubungan dengan
appetite timbul karena bentuknya makanan dan latihan. Lansia mempunyai
kecenderungan obesitas harus konsumsi makanan dalam bentuk padat tetap atau
mulai dengan fisik teratur dan terukur dan terus menerus untuk mencegah
kehilangan otot dan menurunnya efek gangguan regulasi energi yang bersamaan
dengan penuaan
1. Energi
Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk lansia (˃60 tahun) pada pria
adalah 2.200 kalori pada wanita ialah 1.850 kalori. Makanan untuk lansia

19
adalah yang cukup energi untuk mempertahankan fungsi tubuh, aktivitas
otot dan pertumbuhan serta membatasi kerusakan yang menyebabkan
penuaan dan penyakit .
2. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon,
hidrogen, dan oksigen. Sebagai salah satu zat gizi, fungsi utama
karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh. Hal ini tentunya akan
mempengaruhi sistem pencernaan dan metabolisme pada lansia dapat
berupa kekurangan bahkan kelebihan gizi (Fatmah, 2010).
3. Protein
Protein adalah suatu substansi kimia dalam makanan yang terbentuk
dari serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Kebutuhan protein untuk
usia 40 tahun masih tetap sama seperti usia sebelumnya. Pakar gizi
menganjurkan kebutuhan protein lansia dipenuhi diri yang bernilai
biologis tinggi seperti telur, ikan, dan protein hewani lainnya karena
kebutuhan asam amino esensial meningkat pada usia lanjut.
4. Lemak
Lemak adalah penyumbang energi terbesar per gramnya dibandingkan
penghasil energi yang lain (karbohidrat dan protein). Karena kebutuhan
energi telah menurun saat seseorang berada diatas usia 40 tahun, maka
dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan berlemak terutama
lemak hewani yang kaya akan asam lemak jenuh dan kolesterol.
Tabel 2.1 Asupan Kecukupan Gizi (AKG)
Asupan Laki-laki Perempuan
Kecukupan
55-64 ˃65 55-64 ˃65
Gizi (AKG)
Energi 2.250 kalori 2.050 kalori 1.750 kalori 1.600 kalori
Protein 60 gr 60 gr 50 gr 50 gr
Lemak 50 gr 45,5 gr 39 gr 36 gr
Karbohidrat 400 gr 350 gr 285 gr 248 gr
Sumber : (AKG beradasarkan WNPG, 2004).

2.2.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Selera Makan Lansia


Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan selera makan lansia

20
diuraikan sebagai berikut :
1. Kehilangan Gigi
2. Kehilangan Indera Perasa dan Penciuman
3. Berkurangnya cairan saluran cerna (sekresi pepsin), dan enzim-enzim
pencernaan proteolitik.
4. Berkurangnya sekresi saliva
5. Penurunan motilitas usus

2.3 Konsep Seledri


2.3.1 Definisi Seledri
Seledri (Apium graveolens, Linn) merupakan jenis tanaman terna tegak
dengan ketinggian lebih kurang dari 50 cm. Semua bagian tanaman seledri
memiliki bau yang khas, identik dengan sayur sup. Daunnya memiliki pertulangan
yang menyirip, berwarna hijau, dan bertangkai. Tangkasi daun yang berair dapat
dimakan mentah sebagai lalapan dan daunnya digunakan sebagai penyedap
masakan, seperti sayur sop (Djunaedi dkk, 2013).
Seledri merupakan salah satu bahan alam yang telah lama digunakan
sebagai makanan. Daun dan batang seledri sejak dahulu telah dimanfaatkan
sebagai bumbu dapur, umumnya digunakan sebagai pelengkap dalam berbagai
masakan bersama-sama dengan sayuran lainnya. Tumbuhan ini diperkirakan
berasal dari Eropa yang dibudidayakan di daerah Mediterania sejak 3000 tahun
lalu. Tumbuhan ini juga telah dibudidayakan hampir di seluruh Nusantara
(BPOM, 2008).

2.3.2 Kandungan Seledri


Dibanding sayuran lainnya, seledri lebih kaya vitamin A. Selain itu, seledri
juga mengandung vitamin C dan K. Bila ingin menyantap seledri, pastikan untuk
tidak merendamnya terlebih dahulu. Cukup membilasnya sampai bersih. Sebab,
jika terlanjur direndam, vitamin C dalam seledri akan hilang (Permadi, 2006).

2.3.3 Manfaat Seledri


Salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai penyedap makanan
atau terkadang hanya sebagai pelengkap saja adalah seledri. Tanaman yang

21
mempunyai nama latin Apium Graveolens L. Daunnya berbentuk seperti daun
pepaya, namun lebih kecil dan berwarna hijau. Si mungil seledri ini ternyata
mempunyai manfaat yang baik untuk kesehatan. Berikut manfaat seledri bagi
kesehatan : Mencegah kanker, meningkatkan aktivitas sel darah putih, membantu
dalam mengurangi asam urat, mengurangi kolesterol yang menyumbat arteri,
membantu menghindari infeksi saluran kemih, membantu mengurangi
pembengkakan dan nyeri seperti radang sendi, rematik, asam urat, membantu
menghilangkan kristal asam urat disekitar persendian, meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, mengurangi asma, melindungi kesehatan jantung, mengobati
kondisi diabetes, membantu mengurangi berat badan, menenangkan saraf,
membantu dalam perbaikan gigi dan melindungi gusi, melindungi ginjal,
melindungi hati pankreas, melindungi kantong empedu, melindungi neuritis,
mengobati sembelit, mengobati tekanan darah tinggi, mengobati radang selaput
lendir hidung, melindungi otak, mengobati asidosis

2.3.4 Kandungan Gizi dan Fitokimia Seledri


Selain manfaatnya sebagaibahan masakan, seledri juga berkasiat sebagai
tanaman obat herbal untuk mengatasi berbagai penyakit dan gangguan kesehatan.
Hal ini karena seledri mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan tubuh.
Misalnya saja, kadar sodium yang tinggi dalam seledri sangat berguna untuk
menjaga vitalitas tubuh. Masyarakat pedesaan memanfaatkan seledri untuk
menyembuhkan sakit panas pada anak-anak dengan cara menumbuk dan
membalurkannya. Berikut beberapa kandungan gizi dan fitokimia seledri : Kalori,
protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, besi, serat, abu, karbohidrat, niasin.
Flavonoid, tanin, apigenin, Vitamin A, B1, dan C.

2.3.5 Klasifikasi Seledri


Berdasarkan bentuk pohonnya, seledri diklasifikasikan menjadi 3
kelompok yaitu :
1. Seledri daun (A. Graveolens L.var. secalinum Alef.) yang batang dan
daunnya relatif kecil, di panen dengan cara di cabut bersama akarnya atau
di potong tangkainnya .
2. Seledri potong (A. Graveolens L.var sylvestre Alef.) yang batang dan

22
daunnya relatif besar, di panen dengan cara memotong batangnya
3. Seledri berumbi (A. Graveolens L.var rapaceum Alef.) yang batang dan
daunnya relatif besar, di panen hanya daunnya.

2.4 Penerapan Kerangka Teori Dorothea Orem (1971)

Perubahan kadar asam urat

Faktor Penyebab asam urat : Air Rebusan Seledri

1. Penyebab asam urat primer:


 Genetika
 Ketidakseimbangan
hormon
2. Penyebab asam urat
sekunder Asam urat
 Mengonsumsi makanan
yang mengandung zat
purin

Terapi Farmakologis : Terapi Non Farmakologis :

1. Analgesik 1. Sirsak
2. Antiinflamasi 2. Daun salam
3. Colchine 3. Labu siam
4. Diuretik 4. Cuka apel/apel
5. Allupurinol 5. Kentang
6. Kortikosteroid 6. Tanaman sidaguri
7. Obat-obatan yang berfungsi
menurunkan pembentukan
asam urat, misalnya
fenofibrate dan losarton.

Gambar 2.4 Penerapan Teori Dorothea Orem (1971)

23
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Air Rebusan Seledri Penurunan Asam Urat

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Air Rebusan Seledri Terhadap Kadar Asam Urat

3.2 Definisi Operasional


Definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang
didefinisikan tersebut. Karakteristik yang diamati merupakan kunci definisi
operasional. Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena
yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2008: 101).

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Data Skor

24
Independen Air rebusan Seledri
variabel adalah seledri yang
direbus
Air rebusan menggunakan air
seledri Gelas Ukur - -

Dependen Nilai kadar asam


variabel urat darah pada
lansiayang
Kadar asam menderita asam Lembar
urat urat dengan observasi & Rasio -
melakukan GCU
pengukuran kadar
asam urat darah
dalam tubuh.

3.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiono, 2011). Hipotesa pada penelitian ini yaitu :
Ha :Ada pengaruh air rebusan seledri terhadap kadar asam urat di Kelurahan Plaju
Ulu kota Palembang.

25
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan strategi penelitian dalam mengidentifikasi
permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan mengidentifikasi
struktur penelitian yang akan dilaksanakan. Jenis penelitian ini adalah pre-
eksperimen dengan One Group Pretest Posttes design. One Group Pretest
Posttest adalah Ciri dari penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab
akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek
diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah
intervensi (Nursalam, 2016)
Tabel 4.1 Skema Desain Penelitian

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes


K O I OI
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Keterangan :

K : Subjek

O : Observasi sebelum perlakuan

I : Intervensi

OI : Observasi setelah perlakuan

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang menderita asam urat di
Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah
sebanyak 79 lansia yang menderita asam urat sesuai data dari kunjungan pasien di
Puskesmas Jaya Plaju pada tahun 2017.
4.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagian lansia

26
penderita asam urat yang ada di Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang. Jumlah
sampel minimal dalam penelitian ini dihitung dengan rumus besar sampel
menggunakan rumus Slowvin, adapun rumus Slowvin sebagai berikut :
n= N
1+N(d)²
n= 79
1+79 (0,05)²
n= 79
1+79 (0,0025)
n= 79
1,19
n= 66,3 n= 66 (pembulatan)
Keterangan :
n : besar sampel
N : besar populasi d : tingkat signifikan (0,05)²

4.2.3 Kriteria Sampel


Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu inklusi dan
ekslusi (Nursalam, 2016).
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Penderita asam urat
b. Bersedia menjadi responden
c. Usia ≥ 60 tahun
2. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.
Kriteria ekslusi pada penelitian ini antara lain :
a. Tidak dalam sakit parah
b. Penderita dengan penyakit komplikasi gagal ginjal dan gagal jantung.

27
4.3 Metode pemberian air rebusan seledri

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR)


PEMBUATAN AIR REBUSAN SELEDRI
1. Bahan yang dibutuhkan
1) Daun dan batang seledri yang segar sebanyak 60 gram
2) Air 2 gelas
2. Langkah-langkah
1) Daun dan batang seledri dicuci bersih
2) Kemudian daun seledri dipotong kecil-kecil
3) Rebus dalam 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas
4) Setelah dingin, saring dan airnya diminum

4.4 Teknik Sampling


Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel dilakukan dengan
probability sampling dengan teknik Simple Random Sampling atau pengambilan
sampel secara acak sederhana.

4.5 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi,
air rebusan seledri 200 cc/hari dan alat tes asam urat dengan menggunakan Easy
Touch/ GCU digital dengan tingkat ketelitian pada perempuan 6,0 dan laki-laki
7,0 mg/dl. Pada penelitian ini alat GCU yang digunakan baru maka untuk
mendapatkan hasil yang akurat peneliti melakukan pengecekan kadar asam urat
dalam darah pada dua orang yang sama sebanyak tiga kali setiap satu jam. Hasil
pengukuran kadar asam urat dalam darah tersebut mendapatkan hasil yang
konsistensi maka dapat disimpulkan bahwa alat GCU dapat digunakan untuk
melakukan pengecekan kadar asam urat.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.6.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di Kelurahan Plaju Ulu kota Palembang
4.6.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2017 – Agustus 2018

28
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai
berikut :
1. Mengurus surat ijin penelitian dengan membawa surat ijin dari Poltekkes
Kemenkes Palembang untuk ditujukan kepada Kepala Bakesbangpol Kota
Palembang.
2. Setelah mendapat kan surat ijin penelitian dari Bakesbangpol, surat ijin
ditujukkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang.
3. Setelah mendapatkan surat ijin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota
Palembang, surat ijin ditujukan kepada Kepala Puskesmas Jaya Kota
Palembang
4. Setelah mendapatkan ijin dari pihak Puskesmas Jaya Kota Palembang surat
ijin ditujukan ke Kepala Kecamatan Plaju .
5. Setelah mendapat ijin dari pihak Kecamatan Plaju Kota Palembang, surat
ijin ditujukan kepada Kepala Kelurahan Plaju Ulu Kota Palembang.
6. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud dan
tujuan serta informed consent responden. Setiap responden diberikan
kebebasan untuk memberikan persetujuan atau menolak menjadi subjek
penelitian. Setelah calon responden menyatakan bersedia untuk mengikuti
prosedur penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani
lembar informed consent yang telah disiapkan peneliti (lampiran). Setelah
mengisi lembar informed consent, kemudian responden diminta untuk
mengisi data demografi meliputi nama, usia, dan jenis kelamin.
7. Peneliti melakukan pemeriksaan kadar asam urat (pre-test) pertama kali,
selanjutnya akan dilihat setelah dilakukan intervensi selama satu minggu.
Hasil pemeriksaan kadar asam urat tersebut dicatat pada lembar observasi
kadar asam urat (lampiran).
8. Peneliti menyiapkan air rebusan seledri dan kemudian diberikan kepada
responden dan memberikan penjelasan tentang prosedur pemberian terapi
tersebut dan diberikan selama 7 hari berturut-turut.
9. Peneliti melakukan pemeriksaan kadar asam urat responden kembali (post-
test) setelah dilakukan intervensi selama satu minggu. Hasilnya dicatat
pada lembar observasi kadar asam urat.

29
10. Mengumpulkan data dan untuk selanjutnya data diolah dan dianalisis.
11. Peneliti memberikan reinforcement positif pada semua responden atau
keterlibatanya dalam penelitian.

4.8 Pengolahan dan Analisa Data


4.8.1 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data perlu diproses dan
dianalisa secara sistematis supaya bisa terdeteksi. Data tersebut ditabulasi dan
dikelompokkan sesuai dengan variabel yang diteliti. Langkah-langkah pengolahan
data :
1. Editing : Editing adalah data yang terkumpul, baik data kualitatif maupun
data kuantitatif harus dibaca sekali lagi untuk memastikan apakah data
tersebut dijadikan bahan analisis atau tidak (Nasehudin,dkk, 2012).
2. Coding : Coding adalah peng”kodean” atau “coding”, yaitu mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka atau bilangan.
Data demografi, Jenis kelamin meliputi laki laki dan perempuan.
Pendidikan meliputi SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, buta huruf.
Pekerjan meliputi, pensiunan, wiraswasta, dan buruh tani.
3. Tabulating
Tabulating adalah membuat tabel-tabel data sesuai dengan penelitian atau
yang diinginkan peneliti (Notoatmodjo, 2012).

4.8.2 Analisa Data


Teknik analisa data yang digunakan dalam peneliti ini adalah analisis
statistik menggunakan program windows 2007, menurut Nursalam (2016),
analisis statistik inferensial bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh,
perbedaan, hubungan antara sampel yang diteliti pada taraf signifikan tertentu.
Peneliti menggunakan analisis inferensial untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan kadar asam urat pada
lansia . Analisa data penelitian ini menggunakan :
1. Univariat
Analisa univariat adalah analisis yang digunakan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo. 2012). Analisis ini digunakan

30
untuk mendeskripsikan antara pemberian air rebusan seledri terhadap
perubahan kadar asam urat. Sifat data secara umum dibedakan atas dua
macam yaitu data kategori berupa skala nominal dan ordinal, data numerik
berupa skala rasio dan interval. Pada penelitian ini, peneliti menganalisa
pengaruh pemberian air rebusan seledri terhadap perubahan kadar asam
urat. Semua karakteristik responden dalam penelitian ini seperti : usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan berbentuk kategori yang
dianalisis menggunakan analisa proporsi dalam tabel distribusi frekuensi.
2. Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojdo, 2012). Metode
analisis statistik yang digunakan adalah Uji Paired T-Test. Uji Paired T-
Test dilakukan karena data yang dikumpulkan dari dua sampel yang saling
berhubungan, artinya bahwa satu sampel akan mempunyai dua data. Ada
tidaknya perbedaan yang bermakna sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi dapat diketahui melalui dua cara. Cara ini digunakan nilai
probabilitas berdasarkan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0,05). Dikatakan
ada perbedaan bermakna sebelum dan sesudah perlakuan bila p≤0,05
maka H0 ditolak dan jika p ≥0,05 maka H0 diterima (Sopiyudin, 2014).
Beberapa syarat penggunaan dependen t-test :
a. Data berdistribusi normal
b. Data berskala numerik
c. kedua kelompok dipilih secara nonrandom (dipasangkan/matching)
Jika data pada penelitian tidak memenuhi atau tidak berdistribusi
normal maka alternatif uji yang bisa dilakukan adalah Uji Wilcoxon Signed
Rank Test. Sedangkan untuk varian data boleh homogen atau tidak, hal itu
bukanlah merupakan permasalahan dalam uji paired t-test

31
DAFTAR PUSTAKA

As-sayyid, prof. Dr Abdul Basith Muhammad. 2013. Kitab Obat Hijau Cara-cara
Ilmiah Sehat dengan Herbal. Solo :Tinta Medika.
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Bobaya P, Bidjuni H, Kallo V. 2016. Hubungan Tingkat Stress dengan Kejadian
Gout Arthritis Dipuskesmas Tobelo Kecamatan Tobelo Kabupaten
Halmahera Utara. E–Jurnal Keperawatan (EKP) Volume 4 Nomor 1,
Februari 2016.
Brooker Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC.
Dalimartha, Setiawan dan Dalimartha Adrian Felix. 2014. Tumbuhan Sakti Atasi
Asam Urat. Jakarta : Penebar Swadaya.
Depkes, RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia Departemen Republik Indonesia.
Jakarta.
Diah. 2011. Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Kadar Asam
Urat.
Djunaedi, Edy, Yulianti S, dan Rinata MG. 2013. Hipertensi Kandas Berkat
Herbal. Jakarta: Fmedia.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta.
Fauzi, Isma. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam Urat,
Diabetes dan Hipertensi. Yogyakarta : Araska.
Ishikawa, T. 2013. Jurnal Asam Urat Pada
Lansia.
Kemenkes. 2013.Available:
Kertia. 2011. Patofisiologi Gout Arthritis (Asam Urat)

32

Anda mungkin juga menyukai