Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena
adanya masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya
batu disebabkan karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk
batu atau karena air kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat
pembentukan batu, kurangnya produksi air kencing, dan keadaan-keadaan lain yang
idiopatik (Dewi, 2007).
Penyakit ini menyerang sekitar 4% dari seluruh populasi, dengan rasio pria-
wanita 4:1 dan penyakit ini disertai morbiditas yang besar karena rasa nyeri (Tisher,
1997). Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di
seluruh dunia rata-rata terdapat 1-2% penduduk yang menderita batu saluran kemih.
Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak dibidang urologi disamping infeksi
saluran kemih dan pembesaran prostat (Purnomo, 2011). Penyakit batu ginjal
merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di Indonesia maupun di
dunia. Prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa dan
7% pada perempuan dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia
puncak adalah dekade ketiga sampai keempat.
Fungsi ekskresi ginjal seringkali terganggu diantaranya oleh batu saluran
kemih yang berdasarkan tempat terbentuknya terdiri dari nefrolitiasis, ureterolitiasis,
vesicolitiasis, batu prostat, dan batu uretra. Batu saluran kemih terutama dapat
merugikan karena obstruksi saluran kemih dan infeksi yang ditimbulkannya (de jong,
2004). Batu dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi ginjal karena
menyumbat aliran urine. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, urin akan mengalir
balik kesaluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan
menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan
ginjal (Depkes, 2007). Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang
berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi sebelah atas. Jika tidak diterapi dengan
tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan kerusakan struktur ginjal
yang permanen, seperti nefropati obstruktif, dan jika mengalami infeksi saluran kemih
dapat menimbulkan urosepsis (Purnomo, 2011).

1
2

Untuk mengetahui adanya batu pada saluran kemih terkadang perlu dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu melalui USG atau rontgen, bahkan terkadang ditemukan
pula ginjal yang sudah rusak atau tidak berfungsi lagi akibat batu saluran kemih ini .
Tingginya insidens rate batu saluran kemih, namun rendahnya kesadaran masyarakat
akan penyakit batu saluran kemih dan asuhan keperawatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dasar urolithiais?
2. Apa saja konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan urolithiasis?
3. Apa aplikasi jurnal untuk menurunkan urolithiasis?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar urolithiasis.
2. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan urolithiasis.
3. Mengetahui aplikasi jurnal untuk menurunkan nyeri.
BAB II

KONSEP DASAR

1. Pengertian
Batu saluran kemih adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di
dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai
dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang
tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus
mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk
dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah,
demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth,
2013).
Batu Saluran Kemih adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium
oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat (batu
tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%).( Pierce A. Grace &
Neil R. Borley 2006).

2. Klasifikasi
Klasifikasi Batu Saluran Kemih meliputi :
a. Batu Kalsium
Batu kalsium merupakan jenis batu terbanyak, batu kalsium biasanya terdiri dari
fosfat atau kalsium oksalat. Dari bentuk partikel yang terkecil disebut pasir atau
kerikil sampai ke ukuran yang sangat besar “staghorn” yang berada di pelvis dan
dapat masuk ke kaliks.
b. Batu struvit
Batu struvit dikenal juga dengan batu infeksi karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
Suasana ini memudahkan garam-garam magnesium, ammonium fosfat, dan karbonat
membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP). Kuman-kuman pemecah

3
4

urea adalah proteus spp, klabsiella, serratia, enterobakter, pseudomonas, dan


stapillokokus
c. Batu asam urat
Urin yang terlalu asam yang dapat disebabkan oleh makanan yang banyak
mengandung purine, peminum alcohol, volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 liter
perhari) atau dehidrasi, hiperurikosuri: kadar asam urat melebihi 850 mg/ 24jam.
Asam urat yang berlebih dalam urin bertindak sebagai inti batu untuk terbentuknya
batu kalsium oksalat.
d. Batu sistin
Cystunuria mengakibatkan kerusakan metabolic secara congetinal yang mewarisi
pengahambat atosomonal. Batu sistin merupakan jenis yang timbul biasanya pada
anak kecil dan orang tua, jarang ditemukan pada usia
e. Batu xanthine
Batu xanthine terjadi karena kondisi hederiter hal ini terjadi karena defisiensi
oksidasi xathine.

3. Etiologi
Terbentuknya batu secara garis besar dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Termasuk
faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga.
1) Heriditer/ Keturunan
Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan misalnya Asidosis
tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu gangguan ekskresi H+ dari
tubulus ginjal atau kehilangan HCO3 dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis
metabolic. Riwayat batu saluran kemih bersifat keturunan, menyerang beberapa
orang dalam satu keluarga. Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan batu
saluran kemih antara lain:
2) Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi vitamin D sehingga
penyerapan kalsium di usus meningkat, akibat hiperkalsiuria, proteinuria,
glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia yang akhirnya mengakibatkan batu
kalsium oksalat dan gagal ginjal.
5

3) Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air kemih rendah
hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.
4) Umur : Batu salutan kemih banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.
5) Jenis kelamin
Kejadian batu saluran kemih berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki
lebih sering terjadi dibanding wanita 3:1. Khusus di Indonesia angka kejadian
batu saluran kemih yang sesuangguhnya belum diketahui, tetapi diperkirakan
paling tidak terdapat 170.000 kasus baru per tahun. Serum testosteron
menghasilkan peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati. Rendahnya
serum testosteron pada wanita dan anak-anak menyebabkan rendahnya kejadan
batu saluran kemih pada wanita dan anak-anak.
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu seperti
geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
1) Geografi
Prevalensi batu saluran kemih tinggi pada mereka yang tinggal di daerah
pegunungan, bukit atau daerah tropis. Letak geografi menyebabkan perbedaan
insiden batu saluran kemih di suatu tempat dengan tempat yang lain. Faktor
geografi mewakili salah satu aspek lingkungan seperti kebiasaan makan di suatu
daerah, temperatur, kelembaban yang sangat menentukan faktor intrinsik yang
menjadi predisposisi batu saluran kemih.
2) Faktor Iklim dan cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh secara langsung namun ditemukan
tingginya batu saluran kemih pada lingkungan bersuhu tinggi. Selama musim
panas banyak ditemukan batu saluran kemih. Temperatur yang tinggi akan
meningkatkan keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air
kemih yang meningkat akan meningkatkan pembentukan kristal air kemih. Pada
orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko terhadap batu
saluran kemih
3) Jumlah air yang diminum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian batu saluran kemih adalah
jumlah air yang diminum dan kandungan mineral yang berada di dalam air
minum tersebut. Pembentukan batu juga dipengaruhi oleh faktor hidrasi. Pada
orang dengan dehidrasi kronik dan asupan cairan kurang memiliki risiko tinggi
6

terkena batu saluran kemih. Dehidrasi kronik menaikkan gravitasi air kemih dan
saturasi asam urat sehingga terjadi penurunan pH air kemih. Pengenceran air
kemih dengan banyak minum menyebabkan peningkatan koefisien ion aktif
setara dengan proses kristalisasi air kemih. Banyaknya air yang diminum akan
mengurangi rata-rata umur kristal pembentuk batu saluran kemih dan
mengeluarkan komponen tersebut dalam air kemih.
4) Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya batu saluran
kemih. Diet berbagai makanan dan minuman mempengaruhi tinggi
rendahnya jumlah air kemih dan substansi pembentukan batu yang berefek
signifikan dalam terjadinya batu saluran kemih.
5) Jenis pekerjaan
Kejadian batu saluran kemih lebih banyak terjadi pada pegawai administrasi dan
orang-orang yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya karena
mengganggu proses metabolisme tubuh1.
6) Stres
Diketahui pada orang-orang yang menderita stres jangka panjang, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. Secara pasti
mengapa stres dapat menimbulkan batu saluran kemih belum dapat ditentukan
secara pasti. Tetapi, diketahui bahwa orang-orang yang stres dapat mengalami
hipertensi, daya tahan tubuh rendah, dan kekacauan metabolisme yang
memungkinkan kenaikan terjadinya batu saluran kemih.
7) Olah raga
Secara khusus penelitian untuk mengetahui hubungan antara olah raga dan
kemungkinan timbul batu belum ada, tetapi memang telah terbukti batu saluran
kemih jarang terjadi pada orang yang bekerja secara fisik dibanding orang yang
bekerja di kantor dengan banyak duduk.
8) Kegemukan (Obesitas)
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan lemak tubuh baik
diseluruh tubuh maupun di bagian tertentu. Pada penelitian kasus batu kalsium
oksalat yang idiopatik didapatkan 59,2% terkena kegemukan. Hal ini
disebabkan pada orang yang gemuk pH air kemih turun, kadar asam urat,
oksalat dan kalsium naik
7

9) Kebiasaan menahan buang air kemih


Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulkan stasis air kemih yang
dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan
kuman pemecah urea sangat mudah menimbulkan jenis batu struvit. Selain itu
dengan adanya stasis air kemih maka dapat terjadi pengendapan kristal.
10) Tinggi rendahnya pH air kemih
Hal lain yang berpengaruh terhadap pembentukan batu adalah pH air kemih (
pH 5,2 pada batu kalsium oksalat).

4. Manifestasi Klinik
Gejala klinis dari batu saluran kemih yang dapat dirasakan adalah :
a. Rasa Nyeri
Lokasi rasa nyeri tergantung dari letak batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebral tidak jarang disertai mual dan
muntah, maka dapat disimpulkan pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal.
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik
yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien yang mengalami kolik ureter akan
sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya
air kemih disertai dengan darah.
b. Demam
Demam ini dapat terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah
sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal..
c. Infeksi
Batu saluran kemih jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran
kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas,
dan Staphylococcus.
d. Hematuria dan Kristaluria
Diagnosis adanya penyakit batu saluran kemih dapat dibantu dengan adanya
hematuria dan kristaluira. Hematuria adalah terdapatnya sel darah merah di dalam
air kemih, sedangkan kristaluria adalah air kemih yang berpasir.
e. Mual dan Muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas, ginjal dan ureter, seringkali menyebabkan mual
dan muntah.
8

5. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis
belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu
antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang
dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin
menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah
solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin
mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan
batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu
kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak
dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang
akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan
diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan
semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil
dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa
nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu
yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi
struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul
hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada
organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu
melakukan fungsinya secara normal (Smeltzer, 2011).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien dengan urolithiasis :
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yaitu dengan
diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa intervensi
medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan tertentu
yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya kalsium) yang
9

efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang
telah ada. Setiap pasien batu saluran kemih harus minum paling sedikit 8 gelas air
sehari.
b. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Analgesik dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu
dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin
hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen dapat
diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk
mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran
kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu
dikeluarkan, batu saluran kemih dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan
obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu
berikutnya.
c. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan
gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu. Alat
ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL
dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat
menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.
d. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat
tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan).
e. Tindakan Operasi
1) Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
dalam ginjal
2) Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada
di ureter
3) Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di
vesica urinaria
10

4) Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di


uretra

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya
sel darah merah, sel darah putih dan kristal serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH
urine asam.
b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
c. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih.
d. Darah lengkap :
Sel darah putih : meningkat menunjukkan adanya infeksi.
Sel darah merah : biasanya normal.
Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
e. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
f. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

8. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas Klien
Identitas klien terdiri atas nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
2) Riwayat Keperawatan
a) Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah klien pernah menderita batu saluran kemih sebelumnya atau infeksi
saluran kemih, apakah klien pernah dirawat atau dioperasi sebelumnya
b) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami nyeri pada sudut kostovertebralis, dan didapatkan
nyeri tekan dan nyeri ketok, biasanya klien mengalami mual, muntah,
hematuri, Buang Air Kecil (BAK) menetes, BAK tidak tuntas, rasa terbakar,
penurunan haluaran urin, dorongan berkemih.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat batu saluran kemih dalam keluarga
11

d) Riwayat psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah atau stress
e) Pola kebiasaan sehari-hari
i. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas / mobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya
ii. Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal Ginjal), Kulit
kemerahan dan hangat; pucat.
iii. Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya
(kalukulus), penurunan haluaran urine, kandung kemih
penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih
iv. Diare
Tanda : Olisuria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih
v. Makanan / cairan
Gejala : Mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat, dan / atau fosfat, ketidakcukupan pemasukan cairan;
tidak minum air dengan cukup
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tak adanya bising usus.
Muntah.
vi. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung
pada lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut
kostovertebral, dapat menyebar kepunggung, abdomen, dan turun ke
lipat paha/genetalia. Nyeri dangkal konstan menunjulkkan
kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat
digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain.
Tanda : Melindungi ; perilaku distraksi. Nyeri tekan pada area ginjal
pada palpasi
vii. Keamanan
Gejala : Penggunaan alcohol, demam, menggigil.
12

b. Pathway
Infeksi pada ginjal

Kerusakan pada nefron ginjal

Ganggguan reabsorbsi dan kebocoran ginjal


Obat-obatan Konsumsi
air rendah
Peningkatan mineral diginjal

Penurunan cairan keginjal Peningkatan konsenterasi mineral diurine

Urine menjadi pekat


Terjadi pengendapan mineral menjadi kristal

Endapan kristal membentuk nukleus dan menjdi batu

urolithiasis
Tidak mendapat Pembedahan
GGA
penanganan

Nyeri akut Resiko infeksi

Ginjal Ureter Bladder Uretra

Gangguan
mobilitas fisik
obstruksi Pemasangan Infeksi
kateter

Hambatan airan urine

Peningkatan tekanan
Hidronefrosis
hidrostatik

Distensi saluran kemih


Kencing Nyeri saat dan abdomen
sedikit/menetes berkemih
Gangguan eliminasi
urine
Retensi urine Nyeri akut
(Brunner & Suddarth. 2013)
13

c. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1) Nyeri akut b.d agen pencedera biologis (obstruksi)
2) Retensi urine b.d obstruksi
3) Gangguan eliminasi urine b.d distensi kandung kemih

Post Operasi

1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (insisi pembedahan)


2) Resiko infeksi b.d insisi pembedahan
3) Gangguan mobilitas fisik b.d insisi pembedahan

d. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengetahui
pengkajian nyeri neri secara
agen tindakan
secara komprehensif
pencedera keperawatan 3x24 komprehensif 2. Mengetaui
termasuk lokasi, reaksi dari
biologis jam nyeri dapat
karakteristik, adanya nyeri
(obstruksi) teratasi durasi, frekuensi, 3. Mengetahui
kualitas dan faktor perubahan
Kriteria Hasil:
presipitasi vital sign
Nyeri berkurang, 2. Observasi reaksi 4. Mengurangi
nonverbal dari nyeri
Skala nyeri menurun,
ketidaknyamanan 5. Mengurangi
klien dapat 3. Monitor vital sign nyeri dengan
4. Ajarkan tentang farmakologi
beristirahat dan
teknik non
tampak rileks farmakologi:
relaksai napas
dalam
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian
analgetik

2. Retensi urine Setelah dilakukan 1. Monitor intake dan 1. Mengetaui


output pemasukan
b.d obstruksi tindakan
2. Stimulasi reflek dan
keperawatan 3x24 bladder dengan pengeluaran
kompres dingin 2. Agar dapat
jam retensi urine
pada abdomen tuntas dalam
dapat teratasi 3. Monitor tanda dan berkemih
gejala ISK 3. Mengetahui
Kriteria Hasil:
4. Kateterisasi jika tanda dan
14

Kandung kemih perlu gejala ISK


kosong secara penuh, 4. Membantu
bebas dari ISK tidak mengeluarka
ada spasme bladder n urine
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Lakukan penilaian 1. Mengetahui
kemih yang maalah pada
eliminasi urine tindakan
komprehensif saluran
b.d distensi keperawatan 3x24 berfokus pada perkemihan
inkontinensia 2. Membantu
kandung jam gangguan
2. Merangsang reflek merangsang
kemih eliminasi urine dapat kandng kemih pengeluaran
dengan kompres urine
teratasi
dingin 3. Mengetahui
Kriteria Hasil: 3. Memantau tingkat tingkat
distensi kandng distensi
Kandung kemi
kemih kandung
kosong secara penuh,
4. Menganjurkan kemih
intake cairan dalam
pasien/keluarga 4. Mengetahui
rentang normal,
mencatat output output urine
bebas dari ISK, tidak
urine secara
ada spasme bladder
5. Menerapkan berkala
kateterisasi 5. Membanu
mengeluark
an urine

Post Operasi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengetahui
pengkajian nyeri nyeri secara
agen tindakan
secara komprehensif
pencedera fisik keperawatan 3x24 komprehensif 2. Mengetaui
termasuk lokasi, reaksi dari
(insisi jam nyeri dapat
karakteristik, adanya nyeri
pembedahan) teratasi durasi, frekuensi, 3. Mengetahui
kualitas dan faktor perubahan
Kriteria Hasil:
presipitasi vital sign
Nyeri berkurang, 2. Observasi reaksi 4. Mengurangi
nonverbal dari nyeri
Skala nyeri menurun,
ketidaknyamanan 5. Mengurangi
klien dapat 3. Monitor vital sign nyeri dengan
4. Ajarkan tentang farmakologi
beristirahat dan
teknik non
tampak rileks, TTV farmakologi:
relaksai genggam
dalam batas normal
jari dan auditori
dzikir (asmaul
husna)
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian
analgetik
15

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Cuci tangan 1. Mencegah


sebelum dan terjadinya
b.d insisi tindakan
sesudah tindakan infeksi
pembedahan keperawatan 3x24 keperawatan 2. Mencegah
2. Gunakan sarung terjadinya
jam resiko infeksi
tangan sebagai ineksi
dapat teratasi alat pelindung 3. Mengetahui
3. Monitor tanda dan tanda dan
Kriteria Hasil:
gejala infeksi gejala infeksi
Klien bebas dari 4. Inspeksi kondisi 4. Mengetahui
luka kondisi luka
tanda dan gejala
5. Dorong masukan 5. Mempercepat
infeksi, menunjukkan nutrisi yang cukup penyembuha
6. Kolaborasi dalam n luka
kemampuan untuk
pemberian 6. Proteksi
mencegah timbulnya antibiotik terhadap
infeksi
infeksi

3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui


2. Kaji kemampuan perubahan
mobilitas fisik tindakan
klien dalam vital sign
b.d insisi keperawatan 3x24 mobilisasi 2. Mengetahui
3. Ajarkan klien kemampuan
pembedahan jam gangguan
bagaimana klien dalam
mobilitas fisik dapat berubah posisi mobilisasi
4. Dampingi dan 3. Klien mampu
teratasi
bantu klien saat merubah
Kriteria Hasil: mobilisasi posisi secara
mandiri
Mampu berpindah
4. Mencegah
teradinya
resiko jatuh
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN UROLITHIASIS

A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 55 tahun
Pendidikan : SLTP
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat : Semarang
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal MRS/Jam: 10 Juni 2019 jam 21.30 WIB
Diagnosa Medis : Urolithiasis
Tanggal Pengkajian: 11 Januari 2019
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. R
Umur : 48 tahun
Pendidikan : SLTP
Alamat : Semarang
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Hub dengan Klien : Istri

B. STATUS KESEHATAN
1. Status Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan Utama
Pre Operasi
Klien mengeluh nyeri pinggang, seperti ditusuk-tusuk dengan skala 3 yang berkurang
apabila tidur terlentang dan bertambah jika melakukan aktivitas, nyeri hilang timbul.
Post Operasi
Klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah pada luka operasinya, Nyeri
bertambah bila digunakan untuk bergerak, nyeri seperti di sayat-sayat, skala nyeri 5,
nyeri timbul mendadak saat bergerak selama 30 menit dalam 1 jam.
16
17

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien mengatakan sudah 3 hari yang lalu nyeri pinggang dan sulit BAK. Klien datang
ke IGD RS Roemani diberikan tindakan pemasangan kateter sehingga urine dapat
keluar dengan, 1 bulan yang lalu klien sudah melakukan USG di RS Roemani pada
tanggal 31 Mei 2019 dan dari hasil USG klien dinyatakan mengalami urolithiasis atau
batu saluran kemih.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Klien mengatakan sebelumya belum pernah dirawat di rumah sakit. Klien mengatakan
sudah lama mengalami BAK tidak tuntas tetapi tidak mengetahui jika klien
mengalami batu saluran kemih, klien baru tahu setelah melakukan USG pada bulan
Mei 2019.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pre Operasi
1. Keadaan umum : tampak lemah
2) Tingkat kesadaran : Komposmentis, GCS = E4 V5 M6
3) Tanda- tanda vital :
a. Tekanan Darah : 150/90 mmHg
b. Suhu tubuh : 36,7°C
c. Respirasi : 22 x/mnt
d. Nadi : 92 x/mnt
e. SpO2 : 99 %
4) Antopometri
a. BB : 53 kg
b. TB : 155cm
5) Kulit
Kulit pucat, tidak ada hiperpigmentasi dan bersih.
6) Kepala :
Bentuk kepala mesosephal, bersih, tidak berbau, tidak ada lesi, rambut keriting.
7) Wajah :
Bentuk bulat,muka agak pucat, tidak ada oedem dan tidak ada benjolan.
18

8) Mata :
Isokor, reflek pupil simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, koordinasi
gerak mata simetris
9) Hidung :
Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada sekret, tidak ada pembengkakan, dapat
membedakan bau.
10) Telinga :
Simetris, bersih, tidak ada tanda peradangan ditelinga/ mastoid, serumen tidak ada, tidak
ada nyeri tekan.
11) Mulut :
Bibir tidak sianosis, mukosa kering, tidak ada caries gigi, tidak ada pembesaran tonsil,
lidah merah muda dan bersih.
12) Leher :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis.
13) Paru-paru
a. Inspeksi : Pengembangan dada simetris
b. Palpasi : tactil fremitus normal
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : Vesikuler
14) Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
b. Palpasi : Tidak ada pembesaran jantung
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : Terdengar bunyi jantung 1 dan 2 (lup,,,,dup,,)
15) Abdomen :
Pre Op
Bentuk datar, tidak ada lesi, peristaltik usus 15x/menit, terdapat nyeri dipinggang, tidak
ada pembesaran.
16) Ekstremitas :
Ektremitas kanan dan kiri tidak ada oedem, klien dapat melakukan gerakan normal
dengan tonus otot masing-masing nilai 5.
19

Post Operasi
1. Keadaan umum : tampak lemah
2) Tingkat kesadaran : Komposmentis, GCS = E4 V5 M6
3) Tanda- tanda vital :
a. Tekanan Darah : 170/100 mmHg
b. Suhu tubuh : 36,8°C
c. Respirasi : 22 x/mnt
d. Nadi : 98 x/mnt
e. SpO2 : 99 %
4) Antopometri
a. BB : 53 kg
b. TB : 155cm
5) Kulit
Kulit pucat, tidak ada hiperpigmentasi dan bersih.
6) Kepala :
Bentuk kepala mesosephal, bersih, tidak berbau, tidak ada lesi, rambut keriting.
7) Wajah :
Bentuk bulat,muka agak pucat, tidak ada oedem dan tidak ada benjolan.
8) Mata :
Isokor, reflek pupil simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, koordinasi
gerak mata simetris
9) Hidung :
Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada sekret, tidak ada pembengkakan, dapat
membedakan bau.
10) Telinga :
Simetris, bersih, tidak ada tanda peradangan ditelinga/ mastoid, serumen tidak ada, tidak
ada nyeri tekan.
11) Mulut :
Bibir tidak sianosis, mukosa kering, tidak ada caries gigi, tidak ada pembesaran tonsil, ,
lidah merah muda dan bersih.
12) Leher :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ditemukan distensi vena jugularis.
13) Paru-paru
a. Inspeksi : Pengembangan dada simetris
20

b. Palpasi : tactil fremitus normal


c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : Vesikuler
14) Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
b. Palpasi : Tidak ada pembesaran jantung
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : Terdengar bunyi jantung 1 dan 2 (lup,,,,dup,,)
15) Abdomen :
Terdapat luka operasi dengan balutan vertikal di perut bagian bawah sepanjang 15cm,
bising usus 12x/menit, balutan tidak merembes, disekitar balutan tidak merah, tidak
teraba hangat disekitar balutan.
16) Ekstremitas :
Ektremitas kanan dan kiri tidak ada oedeme, klien dapat melakukan gerakan normal
dengan tonus otot masing-masing nilai 5.

D. PENGKAJIAN POLA FUNGSI


1) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pre Operasi
Klien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa tempat pelayanan
kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter. Saat Klien sakit, ia berusaha untuk
mendatangi tempat pelayanan kesehatan untuk kesembuhan penyakitnya. Klien
mengatakan untuk mengatasi nyeri pinggangnya biasanya klien beristirahat atau tiduran.
Post Operasi
Setelah melalui tindakan operasi klien selalu kooperatif dengan terapi yang diberikan
dalam masa perawatan
2) Nutrisi, Cairan dan metabolik
Pre Operasi
Sebelum sakit Klien makan dengan porsi sedang 3 x sehari ditambah makanan ringan
serta minum 6 gelas/ hari. Saat sakit Klien makan 3 x sehari dengan menu dari rumah
sakit tetapi tidak habis karna tidak nafsu makan, hanya habis 1/2 porsi setiap makan serta
minum air putih kurang lebih 4-5 gelas per hari. Klien mengatakan tidak ada alergi
terhadap makanan apapun.
21

Post Operasi
Klien mengatakan makan habis ½ porsi, klien mengatakan saat mencoba makan yang
pertama setelah operasi klien agak mual tetapi klien mencoba untuk tetap makan dan
sekarang sudah tidak mual.
3) Aktivitas dan latihan
Pre Operasi
Saat sebelum sakit klien beraktivitas seperti biasa sebagai kepala tangga atau bermain
dengan cucunya dan melakukan kegiatan yang lain sesuai dengan rutinitasnya. Diwaktu
sakit seperti saat ini klien tidak mampu melakukan kegiatan yang biasa ia kerjakan
sebelum sakit, aktivitasnya terganggu, namun klien masih bisa aktivitas seperti seperti
makan minum, berpindah tempat, berpakain, mandi secara mandiri.
Post Operasi
Klien mengatakan sudah bisa miring kanan dan kiri, klien mengatakan akan mencoba
aktivitas secara bertahap.
4) Istirahat
Pre Operasi
Sebelum sakit klien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu 6- 8 jam/ hari.
Ketika sakit Klien mengeluh kesulitan untuk tidur karena merasakan tidak nyaman dan
terkadang sering terbangun saat tidur. Klien mengatakan selama sakit hanya tidur 4-5
jam sehari.
Post Operasi
Klien mengatakan saat setelah operasi klien susah tidur karena nyeri yang dirasakan.
5) Oksigenasi
Pre Operasi
Klien mengatakan tidak mengalami masalah pada pernapasan
Post Operasi
Klien mengatakan tidak mengalami masalah pada pernapasan.
6) Eliminasi
Pre Operasi
Sebelum sakit Klien BAB 1x / hari dan BAK 4-5x / hari tanpa dibantu orang lain, saat
sakit Klien tidak mengalami perubahan frekuensi BAB atau BAK, hanya saja BAK
melalui selang kateter dikarenakan tersumbat batu.
22

Post Operasi
Klien mengatakan untuk BAK melalui selang kateter karena klien belum boleh turun
dari tempat tidur.
7) Neurosensori dan kognitif
Pre Operasi
Sebelum sakit klien selalu bekerja, bermain, ngobrol, dengan canak dan cucu tetapi
setelah sakit klien hanya lemas. Klien mengatakan tidak mengalami gangguan pada
penglihatan, perabaan, perasa dan penciuman. Klien mengeluh nyeri pinggang, seperti
ditusuk-tusuk dengan skala 3 yang berkurang apabila tidur terlentang dan bertambah jika
melakukan aktivitas, nyeri hilang timbul. Ekspresi wajah terkadang meringis kesakitan.
Post Operasi
Klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah pada luka operasinya, Nyeri bertambah
bila digunakan untuk bergerak, nyeri seperti di sayat-sayat, skala nyeri 5, nyeri timbul
mendadak saat bergerak selama 30 menit dalam 1 jam. Ekspresi wajah tampak meringis
kesakitan, bersikap protektif terhadap nyeri.
8) Keamanan dan kenyamanan
Pre Operasi
Klien mengatakan tidak nyaman jika klien merasa nyeri pinggang.
Post Operasi
Klien mengatakan tidak nyaman dengan nyeri yang dirasakan
9) Seksual dan reproduksi
Klien berjenis kelamin laki-laki dan memiliki 3 orang anak.
10) Persepsi diri
Pre Operasi
Klien mengatakan sedikit cemas dengan keadannya karena klien takut dengan operasi
yang akan dijalani.
Post Operasi
Klien mengatakan sudah lebih lega setelah operasi.
11) Interaksi sosial
Hubungan klien dengan keluarga sangat baik terbukti bahwa saat memeriksakan
sakitnya, klien ditemani isterinya. Klien juga sering dijenguk oleh keluarganya.
23

E. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium tangga 10 Juni 2019
Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.2 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 6100 3600-11000 /mm3
Trombosit 348000 150000-440000 mm3
Hematrokrit 34.2 35.0 – 47.0 %
Eritrosit 4.16 3.8 – 5.2 Juta/uL
MCV 82.0 80 - 100 fL
MCH 26.9 26 - 34 pg
MCHC 32.8 32 – 36 g/dL
RDW 14.4 11.5 – 14.5 %
MPV 8.3 7.9 – 11.1 fL
Eosinofil 5.6 2-4 %
Basofil 0.3 0-1 %
Neutrofil 55.2 50-70 %
Limfosit 33.0 25-40 %
Monosit 5.9 2-8 %
KOAGULASI
Waktu Perdarahan (BT) 1’00” 1-3 Menit
Waktu Pembekuan (CT) 3’00” 2-6 Menit
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu H247 75-140 mg/dL
ELEKTROLIT
Kalium 4.6 3.5-5.0 mEq/L
Natrium 143 135-147 mEq/L
Chlorida 105 95-105 mmol/L
Calcium 9.0 8.8-10.3 mg/dl
IMUNOLOGI/SEROLOGI
PSA Total 0.75 <3.0 ng/mL
24

2. Hasil Radiologi
USG :
Terdapat batu dengan ukuran 3,79 cm
Kesimpulan :
Urolithiasis

F. TERAPI OBAT
1. Infus RL 20tpm
2. Injeksi amikasin 1g/24 jam
3. Bic Natrium 500 mg/8 jam (PO)
4. Gemfibrozil 300 mg/24 jam (PO)
5. Simvastatin 10 mg/2 jam (PO)
6. Asam Folat 1 mg/24 jam (PO)

G. ANALISA DATA
1. Pre Operasi
No Tanggal Data Fokus Problem Etiologi TTD

11 Juni 2019 DS: Nyeri Akut Agen prema


1. P : nyeri berkurang apabila tidur terlentang dan Pencedera
bertamba apabila melakukan aktivitas Biologis
Q : seperti ditusuk-tusuk (obstruksi)
R : pinggang
S : skala 3
T : nyeri hilang timbul
DO:
- Kadang ekspresi wajah meringis kesakitan
- Tekanan Darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 92 x/mnt

2. Post Operasi
No Tanggal Data Fokus Problem Etiologi TTD
1. 12 Juni DS:. Nyeri Agen Cedera prema
2019 P : nyeri bertambah bila digunakan untuk Akut Fisik (insisi
bergerak pembedahan)
Q : seperti disayat-sayat
R :perut bagian bawah pada luka
operasinya
25

S : skala 5
T : nyeri timbul mendadak saat bergerak
selama 30 menit dalam 1 jam
DO:
- Tampak ekspresi wajah meringis
- Bersikap protektif teradap nyeri
- Tekanan Darah : 170/100 mmHg
- Nadi : 98 x/mnt
- Terdapat luka post op di abdomen
sepanjang 15 cm, luka tertutup kasa
Resiko Insisi
2. 12 Juni 2019 DS: Infeksi Pembedahan
- Klien mengatakan nyeri di daerah luka
operasi

DO:
- Terdapat luka post op di abdomen
sepanjang 15 cm, luka tertutup kasa
- Balutan tidak merembes
- Tidak teraba hangat

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Biologis (obstruksi)
Post Operasi
1. Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisik (insisi pembedahan)
2. Resiko Infeksi b.d Insisi Pembedahan

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Operasi
No Dx Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan TTD

Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara prema


1. Akut keperawatan selama 1 x 7 jam komprehensif termasuk lokasi,
diharapkan nyeri akut teratasi karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Nyeri berkurang
ketidaknyamanan
2. Skala nyeri menurun
3. Monitor vital sign
3. Ekspresi wajah klien 4. Ajarkan tentang teknik non
nampak reliks farmakologi: relaksai napas dalam
4. TTV dalam rentang 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
normal pemberian analgetik
26

Post Operasi
No Dx Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan TTD
1. Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri prema
keperawatan selama 2x7 jam secara komprehensif termasuk
Akut
diharapkan nyeri akut teratasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas dan faktor
1. Klien mengatakan nyeri presipitasi
berkurang 2. Observasi reaksi nonverbal dari
2. Klien tampak rileks ketidaknyamanan
3. TTV batas normal 3. Monitor vital sign
4. Skala nyeri 1-2 4. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: relaksai genggam
jari dan auditori dzikir (asmaul
husna)
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik

2. Resiko 1. Cuci tangan sebelum dan prema


Setelah dilakukan tindakan sesudah tindakan keperawatan
Infeksi keperawatan selama 2x7 jam 2. Gunakan sarung tangan sebagai
diharapkan resiko infeksi alat pelindung
tidak terjadi dengan kriteria 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
hasil : 4. Inspeksi kondisi luka
5. Dorong masukan nutrisi yang
1. Luka bersih cukup
6. Kolaborasi dalam pemberian
2. Klien nyaman antibiotik
3. Tidak ada tanda infeksi

J. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Dx Tanggal Implementasi Respon TTD
1. 11 Juni 2019 Melakukan pengkajian S: prema
P : nyeri berkurang apabila
nyeri
tidur terlentang dan bertamba
apabila melakukan aktivitas
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : pinggang
S : skala 3
T : nyeri hilang timbul
O:
- Kadang ekspresi wajah
meringis kesakitan
- Tekanan Darah: 150/90
27

mmHg
- Nadi : 92 x/mnt

Mengobservasi reaksi
S :klien mengatakan nyeri
nonverbal dari
perut bagian bawah
ketidaknyamanan
O : kien tampak meringis
S:-
Memonitor vital sign
O : TD : 150/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit

Mengajarkan tehnik
S : kien mengatakan bersedia
relaksasi nafas dalam
O : klien tampak melakukan
relaksasi nafas dalam
1. 12 Juni 2019 Melakukan pengkajian S : prema
P : nyeri bertambah bila
nyeri
digunakan untuk bergerak
Q : seperti disayat-sayat
R :perut bagian bawah pada
luka operasinya
S : skala 5
T : nyeri timbul mendadak saat
bergerak selama 30 menit
dalam 1 jam
O:
- Tampak ekspresi wajah
meringis
- Bersikap protektif teradap
nyeri
- TD : 170/100 mmHg
- Nadi : 98 x/mnt
Terdapat luka post op di
abdomen sepanjang 15 cm,
luka tertutup kasa

Mengobservasi reaksi S : kien mengatakan nyeri


O : tampak meringis
nonverbal dari
ketidaknyamanan

S : klien mengatakan nyeri


Memonitor vita sign O:
- TD : 170/100 mmHg
- Nadi : 98 x/mnt
28

Mengajarkan tehnik S : klien mengatakan bersedia


O : klien kooperatif dan
reaksasi genggam jari dan
mengikuti arahan
auditori dzikir (asmaul
husna)
2. 12 Juni 2019 Mencuci tangan sebeum S : klien mengatakan nyeri prema
dan sesudah tindakan O : tampak meringis

Menggunakan sarung S : -
tangan sebagai pelindung O : luka tertutup kasa

Menginspeksi kondisi luka S:-


O : luka jahitan tertutup kasa
sepanjang 15 cm

Memonitor tanda dan S : -


gejala infeksi O : balutan tidak merembes,
disekitar balutan tidak merah,
tidak teraba hangat disekitar
balutan
Dorong masukan nutrisi S : klien mengatakan bersedia
yang cukup O: klien tampak menghabiskan
½ porsi
1. 13 Juni 2019 Melakukan pengkajian S : prema
P : nyeri bertambah bila
nyeri
digunakan untuk bergerak
Q : seperti disayat-sayat
R :perut bagian bawah pada
luka operasinya
S : skala 3
T : nyeri timbul mendadak saat
bergerak selama 20 menit
dalam 1 jam
O:
- Tampak ekspresi wajah
meringis
- Bersikap protektif teradap
nyeri
- TD : 150/100 mmHg
- Nadi : 90 x/mnt
29

- Terdapat luka post op di


abdomen sepanjang 15 cm,
luka tertutup kasa

S : kien mengatakan nyeri


Mengobservasi reaksi
O : tampak meringis
nonverbal dari
ketidaknyamanan
S : klien mengatakan nyeri
O:
Memonitor vita sign
- TD : 150/100 mmHg
- Nadi : 90 x/mnt

Menganjurkan S : klien mengatakan bersedia


O : klien kooperatif dan
meggunakan tehnik
melakukan tehnik reaksasi
reaksasi genggam jari dan genggam jari dan auditori
dzikir (asmaul husna)
auditori dzikir (asmaul
husna)
2. 13 Juni 2019 Mencuci tangan sebeum S : klien mengatakan masih
dan sesudah tindakan nyeri
O : tampak meringis
Menginspeksi kondisi luka S:-
O : luka jahitan tertutup kasa
sepanjang 15 cm
Memonitor tanda dan S : -
gejala infeksi O : balutan tidak merembes,
disekitar balutan tidak merah,
tidak teraba hangat disekitar
balutan
30

K. EVALUASI
Diagnosa
Tanggal SOAP TTD
Keperawatan
S: prema
11 Juni Nyeri Akut b.d Agen P : nyeri berkurang apabila tidur
2019 Pencedera Biologis terlentang dan bertamba apabila
(obstruksi)
melakukan aktivitas
Q : seperti ditusuk-tusuk
R : pinggang
S : skala 3
T : nyeri hilang timbul
O:
- Kadang ekspresi wajah meringis
kesakitan
- Tekanan Darah: 140/90 mmHg
- Nadi : 90 x/mnt

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi
Nyeri Akut b.d S : prema
12 Juni
Agen Cidera P : nyeri bertambah bila digunakan
2019 untuk bergerak
Fisik (insisi
Q : seperti disayat-sayat
pembedahan) R :perut bagian bawah pada luka
operasinya
S : skala 4
T : nyeri timbul mendadak saat bergerak
selama 20 menit dalam 1 jam
O:
- Tampak ekspresi wajah meringis
- Bersikap protektif teradap nyeri
- TD : 160/100 mmHg
- Nadi : 95 x/mnt
- Terdapat luka post op di abdomen
sepanjang 15 cm, luka tertutup kasa
- Klien mampu melakukan relaksai
genggam jari dan auditori dzikir
(asmaul husna)
A : Masalah belum tertasi
P : Lanjutkan intervensi
31

Resiko Infeksi b.d


S : Klien mengatakan nyeri prema
Insisi
Pembedahan O:

- Balutan tidak merembes, disekitar


balutan tidak merah, tidak teraba
hangat disekitar balutan
- Luka aitan sepanjang 15 cm tertutup
kasa
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
13 Juni Nyeri Akut b.d Agen S: prema
2019 P : nyeri bertambah bila digunakan
Cidera Fisik (insisi
untuk bergerak
pembedahan) Q : seperti disayat-sayat
R :perut bagian bawah pada luka
operasinya
S : skala 2
T : nyeri timbul mendadak saat bergerak
selama 10 menit dalam 1 jam
O:
- Tampak ekspresi wajah meringis
- Bersikap protektif teradap nyeri
- TD : 140/90 mmHg
- Nadi : 86 x/mnt
- Terdapat luka post op di abdomen
sepanjang 15 cm, luka tertutup kasa
- Klien kooperatif dan melakukan tehnik
reaksasi genggam jari dan auditori
dzikir (asmaul husna)

A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi

Resiko Infeksi b.d prema


S : Klien mengatakan nyeri berkurang
Insisi
Pembedahan O:

- Balutan tidak merembes, disekitar


balutan tidak merah, tidak teraba
hangat disekitar balutan
- Luka jahitan sepanjang 15 cm
tertutup kasa
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
BAB IV

APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE

A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 55 tahun
Pendidikan : SLTP
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat : Semarang
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal MRS/Jam: 10 Juni 2019 jam 21.30 WIB
Diagnosa Medis : Urolithiasis
B. Data Fokus
DS:.
P : nyeri bertambah bila digunakan untuk bergerak
Q : seperti disayat-sayat
R :perut bagian bawah pada luka operasinya
S : skala 5
T : nyeri timbul mendadak saat bergerak selama 30 menit dalam 1 jam
DO:
- Tampak ekspresi wajah meringis
- Bersikap protektif teradap nyeri
- Tekanan Darah : 170/100 mmHg
- Nadi : 98 x/mnt
- Terdapat luka post op di abdomen sepanjang 15 cm, luka tertutup kasa

C. Diagnosa keperawatan
Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisik (insisi pembedahan)

32
33

D. Evidence based nursing practice yang dapat diterapkan pada Klien


Dari data fokus yang diperoleh dan diagnosa yang muncul, maka diambil diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (insisi pembedahan) untuk
penerapan evidence based nursing practice. Evidence based nursing practice yang dapat
diterapkan adalah pengaruh terapi relaksasi genggam jari terhadap penurunan intensitas nyeri
pada pasien post operasi laparatomi dan pengaruh dzikir (asmaul husna ) terhadap skala
intensitas nyeri pasien post operasi laparatomi.

E. Analisa sintesa justifikasi / alasan penerapan evidence based nursing practice

Post Operasi Uroithiasis

Nyeri Akut

Relaksasi gengganm jari Auditori dzikir

Merelaksasi saraf yang tegang

Nyeri berkurang

F. Landasan teori dan riset terkait penerapan evidence based nursing practice
1. Relaksasi genggam jari merupakan sebuah tehnik relaksasi yang sangat sederhana dan
mudah dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi
didalam tubuh kita. Menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-dalam dapat
mengurangi dan menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari
akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi pada meredian yang terletak
pada jari tangan kita. Titik-titik refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara
refleks pada saat genggaman seingga tubuh menjadi relaks. Relaksasi genggam jari akan
menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferen non-nosiseptor sehingga
menyebabkan nyeri berkurang.
34

2. Secara fisiologis dzikir (asmaul husna) akan mempengaruhi perubahan sel-sel tubuh,
medan elektromagnetis dan memberikan efek relaksasi bagi tubuh. Distraksi auditori
dengan dzikir akan menghantarkan gelombang suara , gelombang suara akan merubah
pergerakan cairan tubuh, medan elektromagnetis pada tubuh. Perubahan ini diikuti
stimulasi perubahan reseptor nyeri, dan merangsang pengeluaran analgesik alamiah
(endorphin, enkefalin) dan selanjutnya menekan substansi P sebagai penyebab nyeri
sehingga nyeri berkurang.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikiasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing


1. Tindakan pemberian terapi relaksasi genggam jari pada klien sebagai salah satu
intervensi keperawatan karena berdasarkan diagnosa keperawatan yang didapat dari hasil
pengkajian klien muncul masalah nyeri akut. Pemilihan tindakan pemberian terapi
relaksasi genggam jari juga berdasarkan hasil penelitian Lin (2012) yang berjudul
“Pengaruh Tenik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Laparatomi”. Pada penelitian Lin (2012) tersebut didapatkan hasil
yaitu terdapat pengaruh relaksasi genggam jari terhadap penurunan intensitas nyeri
pasien post operasi.
Nyeri merupakan sala satu keluhan tersering pada pasien setelah mengalami suatu
tindakan pembedahan. Tehnik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika
terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri. Relaksasi genggam jari merupakan sebuah tehnik
relaksasi yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang berhubungan
dengan jari tangan serta aliran energi didalam tubuh kita.
Menggenggam jari sambil menarik nafas dalam-dalam dapat mengurangi dan
menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari akan
menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi pada meredian yang terletak pada
jari tangan kita. Titik-titik refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara
refleks pada saat genggaman seingga tubuh menjadi relaks. Relaksasi genggam jari akan
menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferen non-nosiseptor sehingga
menyebabkan nyeri berkurang. Relaksasi juga dapat menurunkan sumber-sumber depresi
dan kecemasan, sehingga nyeri dapat terkontrol dan fungsi tubuh semakin membaik
(Taringan, 2006).
2. Tindakan pemberian terapi dzikir (asmaul husna) pada klien sebagai salah satu intervensi
keperawatan karena berdasarkan diagnosa keperawatan yang didapat dari hasil
pengkajian klien muncul masalah nyeri akut. Pemilihan tindakan pemberian terapi dzikir
juga berdasarkan hasil penelitian Hikmat (2014) yang berjudul “Pengaruh Dzikir
(Asmaul Husna) Terhadap Skala Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Laparatomi”. Pada
penelitian Hikmat (2014) tersebut didapatkan hasil yaitu terdapat pengaruh dzikir
(asmaul husna) terhadap penurunan skala intensitas nyeri pasien post operasi.

35
36

Tehnik distraksi merupakan salah satu upaya melepaskan senyawa endofrin yang
berfungsi sebagai inibitor transmisi nyeri (Potter & Perry, 2005). dzikir (asmaul husna)
akan mempengaruhi perubahan sel-sel tubuh, medan elektromagnetis dan memberikan
efek relaksasi bagi tubuh. Distraksi auditori dengan dzikir akan menghantarkan
gelombang suara , gelombang suara akan merubah pergerakan cairan tubuh, medan
elektromagnetis pada tubuh. Perubahan ini diikuti stimulasi perubahan reseptor nyeri,
dan merangsang pengeluaran analgesik alamiah (endorphin, enkefalin) dan selanjutnya
menekan substansi P sebagai penyebab nyeri sehingga nyeri berkurang. Hal ini sejalan
dengan penelitian Graf et al (2007) bahwa pemberian kebutuhan spiritual sangat
diharapkan bagi pasien yang mengeluh nyeri
Dzikir sama hal nya dengan mengingat akan kebesaran dan kekuasaan Allah
SWT, adanya keyakinan terhadap Allah Swt. Keyakinan ini akan memberi pengaruh
positif bagi yang meyakininya, berupa rasa optimis sehingga menimbulkan ketentraman
hati (Abdullah dalam Ilham, 2004). Berdasarkan teori psikoneuroendokrinologi didalam
otak manusia terdapat hormon endorphine yang dapat otomatis keluar ketika berdzikir
(Rochman, 2010).
B. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nursing Kasus
1 Pemberian terapi relaksasi genggam jari diberikan selama 15 menit. Prosedur tindakan
yaitu orientasi, menjelaskan tujuan dilakukan relaksasi genggam jari, melaukan terapi
relaksasi genggam jari, pertama berikan lingkungan yang tenang, lalu menganjurkan
tidur dengan posisi yang nyaman, menganjurkan pasien menutup mata dengan
lembut,meminta pasien menarik nafas dalam dan perlahan untuk menimbulkan relaksasi
sambil menggenggam jari .
2 Pemberian auditori dzikir (asmaul husna) diberikan selama 15 menit. Prosedur tindakan
yaitu orientasi, menjelaskan tujuan dilakukan auditori dzikir, melaukan terapi auditori
dzikir, pertama berikan lingkungan yang tenang, lalu menganjurkan tidur dengan posisi
yang nyaman, menganjurkan pasien menutup mata dengan lembut, kemudian dengarkan
dzikir melalui handphone dengan volume 3 untuk volume disesuaikan dengan keinginan
klien untuk kenyamanan.
37

C. Hasil Yang Dicapai


Pre terapi Post terapi
Hari 1 2 1 2
Skala nyeri 5 3 4 2
TD 170100 mmHg 150/100 mmHg 160/100 mmHg 140/90 mmHg
Nadi 98 x/mnt 90 x/mnt 95 x/mnt 86 x/mnt

D. Kelebihan Dan Kekurangan Atau Hambatan Yang Ditemui Selama Aplikasi Evidence
Based Nursing Praktice
Adapun keuntungan dari teknik relaksasi genggam jari dan dzikir (asmaul husna)
antara lain dapat dilakukan setiap saat di mana saja dan kapan, caranya sangat mudah dan
dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien, tanpa suatu media, dapat merilekskan otot-otot
yang tegang. Sedangkan kekurangannya adalah reaksasi genggam jari hanya bisa dilakukan
pada pasien yang tidak memiliki masalah pada ekstremitas atas dan dzikir (asmaul husna)
hanya bisa dilakukan untuk pasien muslim sehingga tidak dapat diterapkan pada pasien non
muslim.
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan
Kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain sangat diperlukan dalam pelaksanaan
intervensi keperawatan. Adanya kolaborasi tersebut tujuannya adalah membantu penulis
melakukan implementasi yang tepat sesuai dengan intervensi walaupun kemungkinan adanya
ketidaksempurnaan. Dalam implementasi sebagian besar telah sesuai dengan rencana
tindakan yang telah diterapkan pada teori, maupun perencanaan secara nyata.
Aplikasi EBN pada penderita post operasi urolithiasis sangat banyak diantarnya terapi
relaksai genggam jari dan dzikir (asmaul husna) dan terapi tersebut mampu menurunkan
skala nyeri.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Hendaknya mahasiswa bisa menerapkan pemberian asuhan keperawatan dengan
memasukkan tidakan relaksasi genggam jari dan dzikir ini dalam praktik keperawatan
dengan masalah nyeri post operasi.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Adanya penurunan skala nyeri setelah klien diberikan tindakan relaksasi genggam jari
dan dzikir menunjukkan adanya keberhasilan dari penerapan tersebut. Hal ini bisa
dijadikan acuan bagi instansi pendidikan dalam meningkatkan pembelajaran tentang
relaksasi genggam jari dan dzikir pada mahasiswa.
3. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya memperbanyak penerapan implementasi keperawatan yang selalu
berkembang. Hal ini membantu peningkatan terhadap pelayanan kesehatan pada klien.
Dengan pemberian asuhan keperawatan secara holistik diharapkan proses penyembuhan
kesehatan klien berlangsung efektif dan efisien.

38
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta:EGC

Johnson, M.,et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Smeltzer C. Suzanne. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diganosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI

Anda mungkin juga menyukai