Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan
salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih, atau infeksi. Terbentuknya batu disebabkan karena air kemih
kekurangan materi-materi yang dapat menghambat pembentukan batu,
kurangnya produksi air kencing, dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik
(Dewi, 2007). Lokasi batu saluran kemih dijumpai khas di kaliks atau pelvis
(nefrolitiasis) dan bila keluar akanterhenti di ureter atau di kandung kemih
(vesikolitiasis) (Robbins, 2007).
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu
staghorn. Kelainan dan obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan
infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu ginjal
(Nursalam, 2006).
Batu ginjal mempunyai banyak jenis dan kandungan zat penyusunnya
yang berbeda-beda. Ada empat jenis utama dari batu ginjal, masing-masing
cenderung memiliki penyebab berlainan, diantaranya: batu kalsium, sekitar 75
sampai 85 persen dari batu ginjal adalah batu kalsium. Batu asam uric, batu ini
terbentuk dari asam uric. Batu struvite. Batu cystine, batu ini mewakili sekitar
1 persen dari batu ginjal (Arimurti, 2007).
Gejala utama penyakit batu ginjal adalah rasa sakit yang disebabkan oleh
obstruksi. Rasa sakit mulai dari pinggang bawah ke apnggul, kemudian ke alat
kelamin luar. Gejala yang lainnya yaitu: mual dan muntah, panas, kedinginan,
adanya darah di dalam urin, distensi perut, dan nanah dalam urin (Pratomo,
2007)

1
Senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal adalah kalsium
oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium-amonium fosfat (sekitar
30%), asam urat atau garam asam urat (sekitar 30%), serta xantin atau sistin
(<5%). Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena kristal yang telah
terbentuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan memudahkan
pengendapan bagi zat metastabil terlarut lainnya (oleh karena itu, totalnya
adalah >100%). Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu akan
membuat peningkatan konsentrasi di dalam plasma (Sibernagl, 2007).
Kecenderungan terjadi penyakit batu ginjal relatif tinggi di Indonesia
karena kadar garam yang tinggi. Berdasarkan data rumah sakit seluruh
Indonesia pada tahun 2002, angka kejadian batu ginjal adalah sebesar 37.636
kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Selain itu, jumlah
pasien yang dirawat mencapai 19.018 orang, dengan mortalitas 378 orang
(Rully, 2011).
Batu saluran kemih terutama dapat merugikan karena obstruksi saluran
kemih dan infeksi yang ditimbulkannya (de Jong, 2004). Obstruksi dapat
menyebabkan dilatasi pelvis renalis maupun kaliks yang dikenal sebagai
hidronefrosis. Batu dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi ginjal
karena menyumbat aliran urine. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, urin
akan mengalir balik kesaluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang
akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi
kerusakan ginjal (Depkes, 2007). Pada umumnya obstruksi saluran kemih
sebelah bawah yang berkepanjangan akan menyebabkan obstruksi sebelah
atas. Jika tidak diterapi dengan tepat, obstruksi ini dapat menyebabkan
kegagalan fungsi dan kerusakan struktur ginjal yang permanen, seperti
nefropati obstruktif, dan jika mengalami infeksi saluran kemih dapat
menimbulkan urosepsis (Purnomo, 2011).
Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat,
pemeriksaan radiologi dengan menggunakan ultrasonografi akan sangat
membantu dalam penanganan kasus nefrolitiasis. Dapat diketahui adanya batu
radiolusen dan dilatasi sistem duktus kolektivus. Pemeriksaan USG pada

2
kasus ini mempunyai peranan penting, sebab dapat memastikan diagnosis di
atas, yang mana terlihat adanya hidronefrosis dan tanpa hidronefrosis
(Rahmani, 2010). Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk
menunjukkan batu ureter, dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan
batu radiolusen (Sudoyo, 2007).

1.2 Tujuan
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui dan memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan
nefrolitiasis
2. Tujuan khusus :
Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang:
a. Pengertian nefrolitiasis serta asuhan keperawatannya
b. Penatalaksanaan serta aspek legal etik pada pasien nefrolitiasis

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa/i dapat menjelaskan pengertian nefrolitiasis serta bagaimana
asuhan keperawatan nefrolitiasis
2. Mahasiswa/i dapat menjelaskan penatalaksanan nefrolitiasis

3
BAB I1
KAJIAN TEORI

2.1 Definisi
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu
(kalkuli) di ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di
kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks
ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu
staghorn (Nursalam, 2006).
Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik,
misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya, batu (kalkuli)
terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfor) atau magnesium fosfat dan
asam urat (Baradero, 2008)
Nefrolitiasis (batu ginjal) adalah pembentukan batu di dalam ginjal. Batu
mungkin ditemukan di dalam tubulus ginjal atau pelvis ginjal, ureter, dan
kandung kemih. Terdapat sejumlah tipe batu dan ukurannya dapat dapat
berkisar dari kecil hingga sebesar batu staghorn (batu menyerupai tanduk rusa)
yang dapat menyumbat sistem kolektivus (Chris Brooker, 2008)

2.2 Etiologi
Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran
kemih, yaitu sebagai berikut:
1. Hiperkalsiuria adalah kelainan metabolik yang paling umum. Beberapa
kasus hiperkalsiuria berhubungan dengan gangguan usus meningkatkan
penyerapan kalsium (dikaitkan dengan kelebihan diet kalsium dan/atau
mekanisme penyerapan kalsium terlalu aktif), beberapa kelebihan terkait
dengan resorpsi kalsium dari tulang (yaitu hiperparatiroidisme), dan
beberapa yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
merebut kembali kalsium dalam filtrate glomerulus (ginjal kebocoran
hiperkalsiuria).

4
2. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan dan
pH urine.
3. Lamanya kristal terbentuk di dalam urine, dipengaruhi mobilitasi rutin
4. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urine
5. Infeksi saluran kemih
6. Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasil batu
7. Idiopatik

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi batu didasarkan pada komposisinya, yaitu:
- Kalsium oksalat, sering bercampur dengan kalsium fosfat dan asam urat
(75-80% dari seluruh batu), timbul jika kandungan zat itu terlalu banyak di
dalam urin, selain itu jumlah berlebih vitamin D, menyebabkan tubuh
terlalu banyak menyerap kalsium.
- Batu triple (stuivite) yang terbentuk dari magnesium amonium fosfat
(15%); ini membentuk batu yang besar bercabang-cabang seperti tanduk.
Mayoritas ditemukan pada wanita, batu ini biasanya diakibatkan infeksi
saluran kencing kronis, disebabkan bakteri. Batu ini jika membesar akan
menyebabkan kerusakan serius pada ginjal.
- Batu asam urat (6%), batu ini terbentuk dari asam urat, produk sampingan
dari metabolisme protein.
- Batu pada sistinuria dan oksalosis (1%). Ditemukan pada orang dengan
kelainan genetik, sehingga ginjal kelebihan jumlah asam amino.

2.4 Manifestasi Klinis


Nyeri kolik
Hematuria (bilamana batu meninmbulkan abrasi ureter)
Distensi abdomen
Oliguria (akibat obstruksi aliran urine)
Disuria
Nausea dan muntah

5
2.5 Patofisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih. Obstruksi
mungkin hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang lengkap bisa menjadi
hidronefrosis yang disertai tanda-tanda dan gejalanya-gejalanya. Proses
patofisiologis dari batu perkemihan sifatnya mekanis. Urolithiasis merupakan
kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, jaringan yang
tidak vital, tumor atau urat. Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari
intake cairan rendah dan juga penongkatan bahan-bahan organik akibat
infeksi saluran kemih atau urin statis, mensajikan sarang untuk pembentukan
batu. Ditambah adanya infeksi meningkatkan kebiasaan urin (oleh produksi
amonium), yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium
ammonium fosfat.
Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih
dan ukurannya bervariasi dan deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir
atau kerikil, sampai batu membesar kandung kemih berwarna orange. Faktor
tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, statis
urin, periode immobolisasi (drainase renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).
Faktor-faktor ini mencetuskan peningkatan konsentrasi kalsium di dalam
darah dan urin, menyebabkan pembentukan batu kalsium. Pembentukan batu
urinarius juga dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus dan pada individu
dengan ileustomi atau reseksi usus, karena individu ini mengabsorbsi oksalat
secara berlebihan.

2.6 Komplikasi
1. Gagal ginjal
Terjadinya kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah
yang disebut kompresi batu pada membran ginjal oleh karena suplai
oksigen terhambat.
2. Infeksi

6
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk
perkembangbiakan mikroorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi
pada peritoneal.
3. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan
menumpuk di ginjal dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena
penumpukan urin.
4. Avaskuler iskemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga
terjadi kematian jaringan.

2.7 Pemeriksaan diagnostik


Data laboratorium fokus untuk rencana bedah histerektomi, meliputi: Hb,
leukosit, LED, kalium, natrium, albumin, bilirubin, dan hitung darah
lengkap.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, hematuria,
dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu.
Urinalisis untuk melihat adanya tanda infeksi pada saluran kemih.
Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan
kuman pemecah urea.
Pemeriksaan fungsi ginjal untuk menilai adanya gangguan fungsi ginjal.
Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah.
Pemeriksaan uroflowmetri.
Foto polos abdomen, PIV, urogram, dan USG untuk menilai posisi, besar,
serta bentuk batu pada saluran kemih.
PIV, untuk melihat adanya komplikasi pada ureter dan ginjal, seperti
hidroureter dan hidronefrosis.
Pemeriksaan EKG dan foto toraks pada pasien usia lebih dari 40 tahun
untuk menyingkirkan adanya gangguan jantung dan tuberkolosis paru.

7
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan adalah menurunkan komplikasi pada ginjal
dan menghilangkan keluhan. Penatalaksanaan yang diberikan adalah sebagai
berikut:
1. Terapi Konservatif
Batu kecil dalam ginjal yang tidak memberi tanda (silent stone) dapat
diobati secara konservatif dengan menunggu sampai batu dapat keluar
dengan sendiri. Pasien diberikan air minum minimal 2-3 liter per hari.
Selain itu juga dilakukan pembatasan diet kalsium, oksalat, natrium, fosfat
dan protein tergantung pada penyebab batu.
2. Medikamentosa
Obat-obatan yang dapat digunakan untuk terapi batu ginjal mencakup:
- Obat antimikroba untuk infeksi (bervariasi sesuai dengan hasil kultur
mikroorganisme).
- Analgesik, seperti hidromorfon (Dilaudid) dan morfin (Duramorf) untuk
nyeri.
- Diuretik untuk mencegah statis urinarius dan pembentukan batu lebih
lanjut.
- Tiazid untuk menurunkan ekskresi kalsium ke dalam urine.
- Metenamine (Hibrex) untuk menekan pembentukan batu bila ditemukan
infeksi.
3. Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah prosedur
noninvasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal.
Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa
batu-batu tersebut dikeluarkan secra spontan. Pada ESWL, atau litotrispsi,
amplitudo tekanan berenergi tinggi dari gelombang kejut dibangkitkan
melalui suatu pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air dan
jaringan lunak. Ketika gelombang kejut menyentuh substansi yang
intensitasnya berbeda (batu renal), tekanan gelombang mengakibatkan
permukaan batu pecah. Pengulangan gelombang kejut ke batu akhirnya

8
menyebabkan batu tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Bagian
yang kecil ini dieksresikan ke dalam urin, biasanya tanpa kesulitan.
4. Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endurologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi
untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi
perkutan (atau nefrolitotomi perkutan) dilakukan, dan nefroskop
dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan ke dalam parenkim
renal. Batu dapat diangkat dengan forseps atau jaring, tergantung dari
ukurannya. Selain itu, alat ultrasound dapat dimasukkan melalui selang
nefrostomi disertai pemakaian gelombang ultrasonik untuk menghancurkan
batu. Serpihan batu dan debu batu diirigasi dan diisap keluar dari duktus
kolektikus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi dengan disintegrasi
ultrasonik dan diangkat dengan forsep atau jaring.
5. Ureteroskopi.
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan
suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan
menggunakan laser, lithotripsi elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian
diangkat. Suatu stent dapat dimasukkan dan dibiarkan selama 48 jam atau
lebih setelah prosedur untuk menjafa kepatenan ureter. Lama rawat biasanya
singkat. Dan beberapa pasien berhasil ditangani secra rawat jalan.
6. Pelarutan batu.
Infus cairan kemolitik (mis: agens pembuat basa (alkylating) dan pembuat
asam (acidifying) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternatif
penanganan untuk untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain, atau
mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit). Nefrostomi perkutan
dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secra terus-menerus
ke batu. Cairan pengirisi memasuki duktus kolektikus ginjal melalui ureter
atau selang nefrostomi. Tekanan di dalam piala ginjal dipantau selama
prosedur.
7. Pembedahan terbuka

9
Sebelum adanya lithotripsi, pengangkatan batu ginjal secara bedah
merupakan metode terapi utama. Namun demikian, saat ini, bedah
dilakukan hanya pada 1% sampai 2% pasien. Intervensi bedah diindikasi
jika batu tersebut tidak berespons terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga
dapat dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam
ginjal untuk memperbaiki drainase urin.

2.9 Pencegahan
Tindakan untuk mencegah terbentuknya batu ginjal mencakup:
- Diet rendah ion kalsium-oksalat
- Mengurangi makanan yang bisa menyebabkan asam urat, seperti jeroan
sapi, kambing. Makanan ini banyak mengandung enzim yang bisa
menimbulkan endapan pada ginjal.
- Hindari diet ketat. Pada umumnya orang menjalankan diet ketat supaya
langsing. Masalahnya, diet ketat seperti itu menimbulkan kristal pada
ginjal.
- Perbanyak minum air putih minimal 2 liter per hari.
- Hindari menahan kencing terlalu lama.
- Berolahraga secara teratur.
Daftar makanan yang harus dihindari:
Produk susu: semua keju (kecuali keju yang lembut dan keju batangan);
susu dan produk susu (lebih dari cangkir per hari); krim asam
(yoghurt)
Daging, ikan, unggas: otak, jantung, hati, ginjal, sardin, sweetbread, telur
ikan, binatang buruan (ayam hutan, kelinci, rusa, burung belibis)
Sayuran: bit hijau, bit, lobak, mustard hijau, bayam, bayam, lobak cina,
buncis kering, miju-miju, kedelai, seledri
Buah: kelembak, semua jenis beri, kismis, buah ara, anggur
Roti, sereal, pasta: roti murni, sereal, keripik, roti gandum, semua roti
yang dicampur pengembangan roti, oatmeal, beras merah, sekam, serbuk

10
sekam, benih gandum, jagung giling, seluruh sereal kering (kecuali corn
flakes, keripik nasi)
Minuman: teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua minuman yang
dibuat dari susu atau produk susu
Lain-lain: kacang, mentega kacang, coklat, sup yang dicampur susu atau
produk susu, semua krim, makanan pencuci mulut yang dicampur susu
atau produk susu (kue basah, kue kering, pie)

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Pengkajian Anamnesis Fokus
Keluhan yang didapat dari pasien bergantung pada: posisi atau letak batu,
besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan utama yang lazim
didapatkan adalah nyeri pada pinggang.
Pengakajian fokus klien dengan nefrolitiasis yang perlu diperhatikan
menurut Doengoes (1999) adalah:
1. Demografi
Fokus pengkajiannya meliputi:
a. Jenis kelamin: dapat terjadi pada pria dan wanita
b. Pekerjaan: pekerjaan yang monoton, pekerjaan dimana klien terpajan
c. Pada lingkungan bersuhu tinggi
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
1) Adanya riwayat penyakit infeksi saluran kemih
2) Adanya infeksi bakteri yang mempunyai enzim urease
3) Adanya riwayat batu sebelumnya
b. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya batu dalam keluarga, kanker atau gangguan
pada sumsum tulang
3. Perubahan pola fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan minum yang kurang, minuman bersoda yang
berlebih, diit tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat, dan minum air
denagn cukup.
b. Pola eliminasi
Riwayat adanya ISK (Infeksi Saluran Kemih) kronis, obstruksi
sebelumnya (kalkulus), penurunan haluaran urine, kandung kemih

12
penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih dan diare. Ditandai adanya
oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih.
c. Pola nutrisi dan metabolik
Adanya gejala mual/muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi
purin, kalsium oksalat atau fosfat, ketidakcukupan pemasukan
cairan, tidak minum air dengan cukup. Ditandai dengan distensi
abdominal, penurunan atau tidak adanya bising usus dan muntah,
demam.
d. Pola aktivitas
Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas atau mobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya (penyakit tidak sembuh,
cedera medula spinalis), adanya nyeri.
e. Persepsi sensori
Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada
lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovertebral;
dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat
pada/genetalia. Nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di
pelvis atau kalkulus ginjal.
f. Persepsi diri dan konsep diri
Klien dapat melaporkan adanya keresahan gugup atau
kecemasan yang dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan
tentang kondisi, diagnosa dan tindakan operasi.

B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan TTV dilakukan terutama pada pasien praoperatif. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya TTV sekunder dari nyeri kolik.
Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, lelah, nyeri ketok pada
daerah kosto-vetebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.

13
Inspeksi: Pada pola eliminasi uri terjadi perubahan akibat adanya
hematuria, retensi urine dan sering miksi. Adanya nyeri kolik
menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
Palpasi: Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa. Pada
beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat
hidronefrosis.
Perkusi: Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan
memberikan ketokan pada sudut kostovertebra dan didapatkan
respons nyeri.

3.2 Dianosa Keperawatan


3.2.1 Diagnosa keperawatan praoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan aktifitas peristaltik otot polos sistem kalises,
peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urine, hematuria
sekunder dari iritasi saluran kemih.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah sekunder dari nyeri kolik.
4. Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan
invasif diagnostik.
3.2.2 Diagnosa keperawatan intraoperatif
1. Risiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan trauma
prosedur pembedahan.
3.2.3 Diagnosa keperawatan pascaoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi operasi dan pemasangan
kateter.

14
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/ Kriteria Intervensi Rasional
praopera- hasil
tif
1 Nyeri b.d Tujuan: Setelah Monitor dan Nyeri tiba-tiba dan
dilakukan mendokumentas hebat dapat
aktifitas
tindakan i lokasi, mencetuskan
peristaltik lamanya ketakutan, gelisah
keperawatan
intensif (skala dan ansietas berat
otot polos selama1x24 jam
0-10) dan Membantu dalam
sistem diharapkan nyeri penyebaran meningkatkan
kalises,
berkurang/hilang Jelaskan kemampuan koping
atau teradaptasi. penyebab nyeri pasien dan dapat
perega- Kriteria hasil: dan pentingnya menurunkan
ngan dari - Secara subjektif melaporkan ansietas
melaporkan karakteristik Meningkatkan
terminal nyeri relaksasi,
nyeri berkurang
saraf Berikan menurunkan
atau dapat tindakan ketegangan otot dan
sekunder diadaptasi. nyaman, pijatan meningkatkan
dari Skala nyeri 0-1 punggung koping
(0-4) Bantu atau Mengarahkan
adanya - Dapat dorong teknik kembali perhatian
batu pada mengidentifikas nafas dalam dan membantu
i aktivitas yang Kolaborasi dalam relaksasi otot
ginjal. pemberian Menghilangkan
meningkatkan
kompres hangat tegangan otot dapat
atau area nyeri menurunkan reflek
menurunkan Kolaborasi spasme
nyeri pemberian obat Menurunkan reflek
- Ekspresi pasien analgetik spasme dapat
relaks menurunkan kolik
dan nyeri
2 Gangguan Tujuan: setelah Awasi Memberikan
dilakukan pemasukan dan informasi tentang
eliminasi
tindakan pengeluaran: fungsi ginjal dan
urin b.d adanya komplikasi,
keperawatan karakteristik
contoh infeksi dan
retensi selama 1x24 jam urine perdarahan
urine, pola berkemih Tentukan pola Kalkulus dapat
seperti biasanya. berkemih klien menyebabkan
hematuria
Kriteria hasil: Dorong eksikabilitas saraf
sekunder - Frekuensi meningkatkan yang menyebabkan
dari iritasi kemih dalam masukan cairan sensasi kebutuhan
berkemih segera

15
saluran batas 5-8 x/jam Awasi Peningkatan hidrasi
- Tidak pemeriksaan membilas bakteri,
kemih.
mengalami laboratorium: darah dan debris
tanda inflamasi dapat membantu
elektrolit, BUN
lewatnya batu
- Warna urine (Blood Ureum
Peninggian BUN
bening Nitrogen), (Blood Ureum
kekuningan kreatinin Nitrogen) kreatinin
dan elektrolit
mengindikasikan
disfungsi ginjal
3 Ketidaksei Tujuan: setelah Awasi Membantu dalam
mengidentifikasi
mbangan dilakukan konsumsi
defisiensi dan
nutrisi tindakan makanan/cairan kebutuhan diet
kurang keperawatan Mempertahankan
per hari
berat badan secara
dari selama 1x24 jam Anjurkan klien optimal
kebutuhan kebutuhan nutrisi Membantu
mempertahanka
mengidentifikasi
tubuh b.d terpenuhi n masukan kekurangan nutrisi
mual, Kriteria hasil: dan mengetahui
makanan harian
gejala yang
muntah mempertahankan Perhatikan menyertai
sekunder berat badan, tidak akumulasi toksin
adanya mual
endogen yang dapat
dari nyeri terdapat tanda- atau muntah mengubah
pemasukan
kolik tanda malnutrisi Berikan
Meminimalkan
makanan sedikit anoreksia dan mual
sehubungan dengan
dan frekuensi
status uremik atau
sering menurunnya
peristaltik
Kolaborasi
Diberikan untuk
pemberian menghilangkan
mual muntah dan
antiemetik
dapat meningkatkan
pemasukan oral
4 Cemas b.d Tujuan: setelah Kaji tingkat Mengetahui sejauh
kecemasan
prognosis dilakukan mana kecemasan
pasien
pembedah tindakan Kaji faktor pasien
penyebab pasien
an, keperawatan Mengurangi faktor
cemas

16
tindakan selama 1x24 jam Dorong pasien yang menyebabkan
untuk
invasif cemas dapat cemas
mengungkapkan
diagnostik berkurang sampai kecemasannya Keterbukaan dan
hilang Libatkan
rasa percaya diri
keluarga dalam
Kriteria hasil: proses akan mengurangi
- Ekspresi wajah perawatan klien
kecemasan
Beri informasi
tenang dan yang jelas Mengurangi
rileks kepada pasien
kecemasan pasien
setiap sebelum
- Pasien mampu melakukan Mengurangi rasa
tidur dan tindakan : baik
cemas pasien
invasif dan non
istirahat invasif

Diagnosa intraoperatif: Risiko cedera b.d pengaturan posisi bedah dan trauma
prosedur pembedahan.
Tujuan: Menurukan resiko cedera dan optimalisasi hasil pembedahan
Intervensi Rasional
Siapkan alat Alat hemostasis merupakan fondasi dari tindakan
hemostatasis dan alat operasi untuk mencegah terjadinya perdarahan serius
cadangan dalam akibat kerusakan pembuluh darah arteri.
kondisi siap pakai. Obat-obatan anestesi yang dipersiapkan meliputi
Siapkan obat-obatan obat pelemas otot dan obat anestesi umum
untuk pemberian Intubasi endotrakeal digunakanuntuk menjaga
anestesi umum. kepatenan jalan nafas intraoperasi.
Siapkan alat-alat Meja bedah ginjal disesuaikan dengan posisi bedah
intubasi endotrakeal. yang akan dilakukan.
Lakukan persiapan Kateter Foley harus dipasang sebelum pasien diberi
meja bedah ginjal dan posisi. Gunakan teknik aseptik untuk pemasangan
sarana pendukung. kateter. Cegah terjadinya tekukan atau tekanan pada
Lakukan pemasangan kateter selama proses pemindahan tersebut. Periksa
kateter urine. kepatenan sistem drainase setelah pemberian posisi.

17
Bantu ahli anestesi Catat keluaran urine dan pemasangan kateter.
dalam pemasangan Penata anestesi akan membantu melakukan
selang endotrakeal. penekanan tulang rawan krikoid (perasat Sellick)
Atur posisi dan menahan konektor saat perasat intubasi
endotrakeal dengan endotrakeal dilakukan oleh ahli anestesi.
fiksasi yang optimal. Untuk menjaga kepatenan jalan nafas selama
Lakukan monioring pengaturan posisi dan saat intraoperasi.
status pernafasan, Untuk menjaga kepatenan jalan nafas selama
status hemodinamik pengaturan posisi.
dan perdarahan. Teknik log rolling dilakukan sehingga tidak terjadi
Lakukan pengaturan perpuntiran atau gerakan abnormal dari bagian tubuh
posisi lateral untuk tertenu. Pembalikan dilakukan pelan-pelan, sehingga
bedah ginjal. tubuh dapat mengompensasi perubahan
Kaji kondisi organ hemodinamik fisiologik.
pada area yang rentan Tempat yang rentan pada posisi lateral adalah posisi
mengalami cedera sisi pinggul yang sehat, yaitu bahu bagian bawah.
posisi bedah sebelum Pelaksanaan endourologi dilakukan oleh ahli bedah
dilakukan pengaturan urologi dalam kondisi scrub. Peran perawat sangat
posisi bedah. penting untuk menurunkan resiko infeksi
Bantu ahli bedah intraoperasi dengan menjaga kesterilan
dalam melakukan perlengkapan scrub.
scrub. Insisi bedah memerlukan skalpel (alat penjepit) dan
Bantu ahli bedah pada pisau bedah yang sesuai dengan area yang akan
saat dimulainya insisi. dilakukan insisi.
Bantu ahli bedah pada Pada saat pembukaan jaringan, pasien mempunyai
saat membuka risiko cedera. Perawat asisten bedah membantu ahli
jaringan. bedah dengan membuka jaringan dengan refraktor
Bantu ahli bedah dengan hati-hati sambil mengkuti arahan ahli bedah.
dalam memanipulasi Manipulasi jaringan area bedah dilakukan untuk
jaringan. mempermudah akses untuk menuju organ ginjal.

18
Bantu ahli bedah Prosedur penutupan jaringan dilakukan setelah
dalam penutupan tujuan pembedahan sudah selesai dilaksanakan.
jaringan. Perawat merapikan, membersihkan, dan melakukan
Rapikan seluruh alat manajemen alat agar dapat mudah digunakan
endourologi setelah kembali.
selesai intervensi. Sebelum pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar
Rapikan pasien dan perawat kamar operasi merapikan dan
lakukan dokumentasi membersihkan kondisi pasien. Pencatatan
intraoperasi. dokumentasi intraoperasi dilakukan perawat
sirkulasi tentang proses yang tejadi selama
pembedahan.

Diagnosa pascaoperatif
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah.
Tujuan: Pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol/ hilang dan meningkatnya
kenyaman setelah dilakukan asuhan keperawatan.
Kriteria hasil:
- Pasien mampu bergerak dengan mudah.
- Pasien mampu menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh rileks
Intervensi:
a. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus daan penghalang factor nyeri.
Rasional: Menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, anjarkan tehnik
relaksasi, bantu pasien memilih posisi yang nyaman.
Rasional: Kenyamanan dapat mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan
relaksasi.
c. Kaji insisi dari kemerahan, nyeri tekan, bengkak.
Rasional: Peradangan dapat menimbulkan bengkak, nyeri, kemerahan.
d. Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila
sedang batuk.
Rasional: Untuk Mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi.

19
e. Kolaborasi dengan dokter untuk penghilang nyeri.
Rasional: Obat analgetik mengurangi/menghilangkan nyeri.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi operasi dan pemasangan


kateter.
Tujuan: Pasien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi setelah dilakukan asuhan
keperawatan.
Kriteria hasil:
- Suhu dalam batas normal
- Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
- Drainage dari selang dan kateter kuning jernih/ bersih.
Intervensi:
a. Kaji dan laporkan tanda dan gejala adanya infeksi (demam, nyeri tekan,
pus).
Rasional: Mengintervensi tindakan selanjutnya.
b. Ukur suhu tiap 4 jam.
Rasional: Peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
c. Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang
waktu.
Rasional: Balutan yang basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi
luka
d. Anjurkan pasien menghindari/menyentuh insisi, balutan dan drainage.
Rasional: Menghindari infeksi silang.
e. Pertahankan teknik steril untuk mengganti balutan dan melakukan
perawatan luka.
Rasional: Menghindari infeksi silang.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik.
Rasional: Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi dan membunuh
bakteri.

20
BAB IV
WOC
Infeksi saluran kemih kronis, gangguan metabolisme (hiperparatiroidisme,
hiperuresemia, hiperkalsiuria), dehidrasi, benda asing, jaringan mati,
inflamasi usus, masuknya vit. D yang berlebih

Pengendapan garam mineral, infeksi, mengubah pH urin dari


asam menjadi alkalis

Pembentukan batu

Obstruksi pada sistem pelvikalisis ginjal

Penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik

Batu ginjal

Obstruksi pada ginjal Gerakan batu ginjal pada ginjal

Menghambat aliran urin ke Gesekan pada dinding pelvis ginjal Kolik ginjal
ureter, kandung kemih dan
uretra
Hematuria Nyeri kolik

Retensi urin Nyeri mendadak


Maul dan muntah
menjadi akut, disertai
nyeri
Mualtekan di seluruh
dan muntah
MK: Gangguan eliminasi urin area kostovertebral,
MK: Ketidakseimbangan
nyeri pinggang
nutrisi dari kebutuhan tubuh

MK: Nyeri akut

21
BAB V
PEMBAHASAN
Jurnal 1:
EXTRACORPOREAL SHOCKWAVE LITHOTRIPSY (ESWL) PADA BATU
GINJAL
(Anak Agung Sri Satyawati. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana)

1. P (Population or Clinical Problem) :


Penelitian ini dilakukan pada Perempuan usia 65 tahun mengeluh nyeri
pinggang yang dirasakan mendadak dan semakin memberat sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit, disertai mual dan penurunan nafsu makan.
Berdasarkan pemeriksaan foto polos abdomen dan USG Urologi didapatkan
kesan adanya batu renal dekstra ukuran 16mm x 18mm, dengan hidronefrosis
derajat I renal dekstra. Kemudian dilakukan tindakan ESWL.
2. I (Intervention) :
Penatalaksanaan terapi farmakologis menggunakan tindakan ESWL.I pada
pasien di dapatkannya kesan adanya batu renal dekstra ukuran 16mm x
18mm,dengan hidronefrosis derajat I renal dekstra.
3. O (Outcomes) :
Hasil dari SWL cukup menjanjikan, dengan 90% angka kesuksesan
tercapai. Walaupun pengembangan ESWL selanjutnya kurang memuaskan,
tetapi ESWL merupakan prosedur yang paling umum dikerjakan pada
penyakit batu saluran kemih. Walaupun ESWL merupakan metode yang
paling aman dan minimal invasif, metode ini juga memiliki beberapa efek
samping dan komplikasi yang justru merugikan pasien. penanganan batu
ginjal dengan ESWL.

Analisa:
Jurnal di atas membahas tentang terapi Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
(ESWL) pada pasien penderita nefrolitiasis. Pasien yang dilakukan intervensi
dalam jurnal tersebut adalah Perempuan usia 65 tahun mengeluh nyeri pinggang

22
yang dirasakan mendadak dan semakin memberat sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit, disertai mual dan penurunan nafsu makan. Berdasarkan pemeriksaan
foto polos abdomen dan USG Urologi didapatkan kesan adanya batu renal dekstra
ukuran 16mm x 18mm, dengan hidronefrosis derajat I renal dekstra. Kemudian
dilakukan tindakan ESWL.
Hasil tersebut juga di dukumg oleh beberapa jurnal penelitian lainnya, salah
satunya oleh Firtantyo Adi Syahputra dalam jurnal yang berjudul Terapi Batu
Ginjal: Dari Era Hippocrates Ke Era Minimal Invasif (jurnal terlampir). Selain
itu juga dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 oleh Brunner &
suddarth, bahwa terapi ESWL dapat di gunakan untuk penatalaksanaan
nefrolitiasis.

Jurnal 2:
Percutaneous Nephrolithotomy sebagai Terapi Batu Ginjal
(Dimas Nugroho, Ponco Birowo, Nur Rasyid. Divisi Urologi Departemen
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Departemen Urologi Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta)

1. P (Patient and Clinical Problem) :


Terapi batu ginjal berukuran besar, dapat digunakan pada batu kaliks
inferior, dan morbiditasnya yang lebih rendah. Kelemahan PCNL adalah
dibutuhkan keahlian khusus serta pengalaman untuk melakukan prosedurnya.
Batu berukuran <1 cm dapat dikeluarkan langsung menggunakan forcep,
sedangkan batu berukuran >1 cm membutuhkan fragmentasi dengan
menggunakan litotriptor. Pada kasus dengan stone burden rendah dan tanpa
komplikasi, tubeless PCNL diindikasikan menggantikan pemasangan selang
nefrostomi pasca tindakan.
2. I (Intervention) :
PCNL dianjurkan untuk: (1) batu pielum simpel dengan ukuran >2 cm,
dengan angka bebas batu sebesar 89%, lebih tinggi dari angka bebas batu bila

dilakukan ESWL yaitu 43%.1,6 (2) Batu kaliks ginjal, terutama batu kaliks

23
inferior dengan ukuran 2 cm, dengan angka bebas batu 90% dibandingkan
dengan ESWL 28,8%.
3. O (Outcome) :
PCNL digunakan untuk trapi batu ginjal hal yang paling diperhitungkan
adalah angka bebas batu dan morbiditas dari tindakan yang akan dilakukan.

Analisa:
Jurnal diatas membahas tentang terapi Percutaneous Nephrolithotomy
(PCNL) sebagai terapi batu ginjal. Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang urologi yang bertujuan
mengangkat batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan untuk mencapai
sistem pelviokalises. Prosedur ini sudah diterima secara luas sebagai suatu
prosedur untuk mengangkat batu ginjal karena relatif aman, efektif, murah,
nyaman, dan memiliki morbiditas yang rendah, terutama bila dibandingkan
dengan operasi terbuka.
Keuntungan prosedur PCNL adalah angka bebas batu yang lebih besar
daripada ESWL, dapat digunakan untuk terapi batu ginjal berukuran besar (>20
mm), dapat digunakan pada batu kaliks inferior yang sulit diterapi dengan ESWL,
dan morbiditasnya yang lebih rendah dibandingkan dengan operasi terbuka baik
dalam respon sistemik tubuh maupun preservasi terhadap fungsi ginjal pasca-
operasi. Kelemahan PCNL adalah dibutuhkan keahlian khusus dan pengalaman
untuk melakukan prosedurnya.

24
BAB VI
ASPEK LEGAL ETIK

6.1 Analisa Kasus


Ners Ratih yang merawat Tn. P kebetulan sudah bekerja selama 10 tahun
di bangsal B20. Keluarga meminta Ners Ratih untuk tidak memberitahukan
mengenai penyakit ini kepada pasien ataupun kepada para pembesuknya.
Keluarga takut kalau pasien di beritahui keluarga, Tn.P akan frustasi, tidak
bisa menerima kondisinya, dan akan memikirkan biaya pengobatan yang akan
dikeluarkan. Ners Ratih mengalami dilema etik dimana di satu sisi dia harus
memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain Ners Ratih harus
memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. P.
Pada kasus di atas terjadi dilema etik keperawatan yaitu asas veracity
(kejujuran). Sebagai perawat kita harus tetap memberitahukan ke pasien,
hanya saja kita harus menunggu waktu yang tepat, yatu sampai kondisi pasien
siap untuk mendengar tentang penyakitnya.
Veracity (kejujuran) yaitu perawat hendaknya mengatakan sejujur-
jujurnya tentang apa yang dialami klien serta akibat yang akan dirasakan oleh
klien. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan
klien agar klien mudah memahaminya.

6.2 Membuat Keputusan


Dalam hubungan profesi sebagai perawat, dokter, dan klien, dapat muncul
masalah kerahasiaan, konflik peran, masalah antar perawat sendiri, peran
fungsi saling ketergantungan, dan persetujuan/perizinan. Masalah diatas tidak
mungkin diselesaikan oleh perawat atau profesi keperawatan tersendiri karena
menyangkut bidang pelayanan kesehatan yang khusus maka seharusnya
diselesaikan oleh seluruh anggota tim pelayanan kesehatan, sedangkan profesi
keperawatan dapat menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan
perawat dan keperawatan. Tidak jarang dalam situasi nyata pelayanan
kesehatan yang menyangkut semua profesi kesehatan, terjadi suatu masalah

25
yang bersifat saling terkait dan perawat juga terlibat, dalam hal ini perawat
harus berupaya terus menyelesaikan dengan menggunakan dasar
pertimbangan filsafat moral dan etika keperawatan. Masalah bioetis
melibatkan perawat dalam praktik keperawatan dan dalam hubungan perawat
dengan yang lainnya. Masalah etis muncul hampir di semua bidang praktik
keperawatan. Dengan berubahnya lingkup praktik keperawatan dan teknologi
medis, terdapat peningkatan kejadian konflik nilai pribadi perawat dengan
praktik. Di satu pihak, atasan mempunyai kebutuhan dan harapan untuk
pelayanan dari perawat, di lain pihak, perawat mempunyai hak untuk
diarahkan oleh nilai pribadinya.

26
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Nefrolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-batu
tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat,
kalium fosfat, struvit dan sistin). Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi
saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik. Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang.

7.2 Saran
Untuk mencegah terbentuknya kembali batu saluran kemih perlu disiplin
yang tinggi dalam melaksanakan perawatan dan pengobatan. Maka perlu
adanya pencegahan atau program sepanjang hidup, seperti : Masalah yang
mendasari untuk mempermudah terbentuknya batu saluran kemih harus
dikoreksi, Infeksi harus dihindari atau pengobatan secara intensif untuk
semua jenis tipe batu.

27
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary., dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.
Jakarta: EGC
Brunner & suddarth. 2001. Buku ajar keperawatan medikal-bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Brooker Chris, 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Djuantoro, Dwi. 2014. Buku Ajar Illustrasi Patofisiologi. Pamulang: Binarupa
Aksara Publisher
Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, Arif., Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan, Edisi Ke-1. Jakarta: Salemba Medika
Prof. Dr. Sarjadi. 1999. Patologi Umum Dan Sistemik vol. 2. Jakarta: EGC

28

Anda mungkin juga menyukai