Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Batu ginjal merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras seperti batu
yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan,
atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan karena air kemih jenuh
dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan
materi-materi yang dapat menghambat pembentukan batu, kurangnya produksi urinr, dan
keadaan-keadaan lain yang idiopatik (Dewi, 2007).

Penyakit ini menyerang sekitar 4% dari seluruh populasi, dengan rasio pria-
wanita 4:1 dan penyakit ini disertai morbiditas yang besar karena rasa nyeri (Tisher,
1997). Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di
seluruh dunia rata-rata terdapat 1-2% penduduk yang menderita batu saluran kemih.
Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak dibidang urologi disamping infeksi
saluran kemih dan pembesaran prostat (Purnomo, 2011). Penyakit batu ginjal merupakan
masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi
penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan
dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade
ketiga sampai keempat.

Fungsi ekskresi ginjal seringkali terganggu diantaranya oleh batu saluran kemih
yang berdasarkan tempat terbentuknya terdiri dari nefrolitiasis, ureterolitiasis,
vesicolitiasis, batu prostat, dan batu uretra. Batu saluran kemih terutama dapat merugikan
karena obstruksi saluran kemih dan infeksi yang ditimbulkannya (de jong, 2004). Batu
dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi ginjal karena menyumbat aliran
urine. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, urin akan mengalir balik kesaluran di
dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal (Depkes, 2007).

Pada umumnya obstruksi saluran kemih sebelah bawah yang berkepanjangan


akan menyebabkan obstruksi sebelah atas. Jika tidak diterapi dengan tepat, obstruksi ini
dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan kerusakan struktur ginjal yang permanen,
seperti nefropati obstruktif, dan jika mengalami infeksi saluran kemih dapat menimbulkan
urosepsis (Purnomo, 2011).

Untuk mengetahui adanya batu pada saluran kemih terkadang perlu dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu melalui USG atau rontgen, bahkan terkadang ditemukan pula
ginjal yang sudah rusak atau tidak berfungsi lagi akibat batu saluran kemih ini. Tingginya
insidens rate batu saluran kemih, namun rendahnya kesadaran masyarakat akan penyakit
batu saluran kemih dan asuhan keperawatannya inilah yang mendorong penulis untuk
membahas atau membuat makalah mengenai batu ginjal dengan judul “Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan (Batu Ginjal)”
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari batu ginjal ?
2. Bagaimana klasifikasi daribatu ginjal ?
3. Apa etiologi dari batu ginjal ?
4. Apa saja manifestasi kklinis dari batu ginjal ?
5. Bagaimana patofisiologi dari batu ginjal ?
6. Apa saja komplikasi dari batu ginjal ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari batu ginjal ?
8. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada penderita batu ginjal ?
9. Apa saja pencegahan yang bisa dilakukan pada batu ginjal ?
10. Bagaimana proses keperawatan yang sesuai pada ginjal ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum:

Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien denganurolithiasis.

2. Tujuan khusus :

-          Mampu mengidentifikasi konsep medis meliputi : pengertian, klasifikasi etiologi,


tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanan serta
pencegahan dari batu ginjal

-          Mampu mengidentifikasi proses keperawatan dengan penyakit batu


ginjal meliputi : Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasionalisasi,
Implementasi dan Evaluasi
BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEFINISI

Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu
ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).  Batu ginjal dapat
terbentuk karena pengendapan garam urat, oksalat atau kalsium. Proses pembentukan
batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).

Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi.
(Purnomo, 2000)

Batu Ginjal merupakan keadaan tidak normal dalam ginjal, yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik.(Suyono, 2001)

Batu ginjal adalah bentuk defosit mineral paling umum oksalat Ca 2+ dan fosfat
Ca 2+ namun asam urat dan kristal lain juga pembenuk batu.Meskipun kulkulus ginjal
dapat terbentuk dimana saja dari saluranperkemihan, batu ini paling umum ditemukan
pada pelvis dan kolik ginjal(Doengoes, 1999: 686).

Batu ginjal adalah gangguan yang terjadi dengan gejala penggumpalan batu ginjal
karena terjadi stagnasi urine. Biasanya terjadi pada orang yangkurang minum sehingga
terjadi penggumpalan serta kristalisasi zat-zatyang seharusnya dibuang dari ginjal keluar
tubuh (Selamiharja, Nanny,1998).

Batu ginjal adalah terdapatnya batu dalam sistem pelvis dan kalises
ginjal,biasanya kalsium, yang dapat pula terjadi dalam jaringan ginjal ataunefrokalsinosis
(Ovedoff, David, 2002: 993)

B. KLASIFIKASI BATU DI DALAM GINJAL

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan
tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan
timbulnya batu residif. Terdapat beberapa macam jenis batu yang terdapat didalam ginjal
antara lain :
1.    Batu Kalsium

Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan
yaitu sekitar 75-80% dari seluruh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium
adalah :

a.    Hiperkalsiuria

Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena
peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal), adanya peningkatan
resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) yang banyak terjadi pada hiperparatiridisme
primer atau tumor paratiroid dan abnormalitas struktur biasanya pada daerah pelvikalises
ginjal.

b.    Hiperoksaluria

Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien
pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi
instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.

c.    Hiperurikosuria

Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat
bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam
urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari
metabolisme endogen.

d.   Hipositraturia

Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga
menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat
terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik
golongan thiazide dalam jangka waktu lama.

e.    Hipomagnesiuria 

    Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat


timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat
menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.

2. Batu Struvit

Batu struvit dikenal juga dengan batu infeksi karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
Suasana ini memudahkan garam-garam magnesium, ammonium
fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP). Kuman
kuman pemecah urea adalah proteus spp, klabsiella, serratia, enterobakter,
pseudomonas, dan stapillokokus

3.    Batu Asam Urat

Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami
oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan
urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi
protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang
mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume
urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.

4.    Batu Cystin

Batu cystin merupakan jenis yang timbul biasanya pada anak kecil dan orang tua,
jarang ditemukan pada usia remaja. Cystunuria mengakibatkan kerusakan metabolic
secara congetinal yang mewarisi penghambat atosomonal.

C. ETIOLOGI

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum diketahui pasti,
tetapi penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik).

Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya


batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

1.    Faktor intrinsik meliputi :

a.    Faktor genetik

Faktor genetik berperan penting dalam terjadinya batu ginjal pada seseorang.
Menurut Mange K.C (1999), seseorang yang mempunyai keluarga penderita batu ginjal
mempunyai risiko mengalami penyakit batu ginjal sebesar 25 kali dibandingkan dengan
seseorang yang tidak mempunyai garis keturunan penyakit batu ginjal. Berdasarkan
penelitian dilaporkan bahwa 50% pasien dengan hiperkalsiura idiopatik bersifat
diturunkan.

b.    Riwayat sakit batu ginjal sebelumnya

Penyakit batu ginjal bersifat kumat-kumatan, Artinya pasien yang pernah


menderita batu ginjal sekalipun batunya pernah keluar secara spontan atau dikeluarkan
oleh dokter, suatu saat nanti dapat mengalami kekambuhan.

c.     Umur : paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

d.   Jenis kelamin : jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
e.    Kelainan anatomi ginjal dan salurannya

Insiden batu ginjal lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami kelainan
anatomi ginjal. Hal ini berhubungan dengan terlambatnya aliran air kemih. Misalnya
pada ginjal tapal kuda (horseshoe kidney), penyempitan ureter, penyempitan dikaliks,
dan sebagainya.

2.Faktor ekstrinsik meliputi :

a.       Jumlah minum sedikit

Kurang minum, aktivitas yang banyak mengeluarkan keringat, dan cuaca/iklim


panas menyebabkan volume cairan tubuh berkurang. Akibatnya, jumlah air kemih yang
terbentuk juga lebih sedikit. Keadaan ini juga menciptakan supersaturasi atau kejunuhan
ginjal.

b.       Meningkatnya konsentrasi mineral pembentuk batu dalam air kemih

Pengeluaran mineral yang berlebihan melalui air kemih menciptakan kejenuhan


air kemih dan berpotensi menyebabkan terbentuknya batu ginjal. Misalnya :hiperkalsiura
(pengeluaran kalsium yang berlebihan bersama air kemih), hiperoksaluria (pengeluaran
oksalat yang berlebihan bersamaan air kemih), dan hiperuricosuria (pengeluaran asam
urat yang berlebuhan bersamaan air kemih).

c.       Jenis pekerjaan dan hobi yang memicu dehidrasi

Seseorang dengan pekerjaan sehari-hari lebih banyak menggunakan kekuatan


fisik dan yang terlebih lagi tinggal di daerah yang beriklim panas serta terpapar matahari
memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan batu ginjal. Mereka yang mempunyai
hobi berolah raga tanpa diimbangi dengan jumlah minum yang memadai yang termasuk
golongan yang berpotensi menderita batu ginjal.

d.     Komsumsi obat-obatan

Beberapa jenis obat-obatan seperti efedrin, obat pelancar kecing, obat kejang, dan
obat anti virus (indinavir) berpotensi memudahkan terbentuknya batu ginjal.

e.     Penyakit dan gangguan metabolik

Kelainan metabolik tertentu menyebabkan pembuangan mineral tubuh


meningkatkan misalnya penyakit hiperparateriodisme (terjadi hiperkalsiura, penyakit
rematik asam urat/gout artritis (terjadi hiperuricosuria), penyakit usus (menurunnya
kadar sitrat), dan penyakit asidosis tubuler ginjal (kehilangan sitrat melalui air kemih).

f.  Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)

g.   Diet : diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih
D. MANIFESTASI KLINIS

Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi. Gejala dan tanda yang dapat
ditemukan pada penderita batu ginjal antara lain:

-       Nyeri dapat terjadi secara hebat tergantung dari lokasi letak batu terutama bila batu
terletak di ureter.

-       Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi atau infeksi

-       Hematuria disebabkan oleh iritasi dan cidera struktur ginjal yang disertai batu

-       Distensi pelvis ginjal

-       Rasa panas dan terbakar di pinggang

-       Peningkatan suhu tubuh (demam)

-       Gejala gastrointestinal : mual, muntah diare

Tanda dan gejala berdasarkan tempat atau lokasi :

a.    Batu pada pelvis renalis

-       Nyeri yang dalam, terus menerus pada area CVA

-       Pada wanita ke arah kandung kemih, pada laki-laki kearah testis

-       Hematuria, piuria

-       Kolik renal : nyeri tekan seluruh CVA, mual dan muntah

b.    Batu yang terjebak pada ureter

-       Gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke paha dan genetalia

-        Merasa ingin berkemih keluar sedikit dan darah

-        kolik ureteral

c.    Batu yang terjebak pada kandung kemih

-       Gejala iritasi

-        Infeksi traktus urinarius

-       Hematuria

-       Obstruksi

-       retensi urin
E. PATOFISIOLOGI

Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang kelarutannya


terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan kristal mungkin
tidak terjadi sama sekali atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan
sangat jenuh.

Menurut Silbernagl (2007), senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu
ginjal adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium-aminium
fosfat (sekitar 30%), asam urat atau garam asam urat (sekitar 30%), serta xantin atau
sistin (<5%). Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena kristal yang telah
terbentuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan memudahkan pengendapan
bagi zat metastabil terlarut lainnya (oleh karena itu, totalnya adalah >100%).

Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu akan membuat
peningkatan konsentrasi di dalam plasma. Hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat
peningkatan absorpsi di usus dan mobilisasi dari tulang, contohnya jika terdapat
kelebihan PTH atau kalsitriol. Hiperkalsalemia dapat disebabkan oleh kelainan metabolik
pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan absorpsinya di usus.
Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang berlebih, sintesis batu yang meningkat, atau
peningkatan pemecahan purin..

Gangguan reabsorpsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari peningkatan


ekskresi ginjal pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap pada sistinuria.
Konsentrasi ca2+ didalam darah dipertahankan melalui absorpsi di usus dan mobilisasi
mineral tulang, sementara konsentrasi sistin dipertahankan dengan mengurangi
pemecahanya. Pelepasan ADH (pada situasi volume yang berkurang pada saat dehidrasi,
kondisi stress, dan lainnya) menyebabkan peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu
melalui peningkatan konsentrasi urine. Kelarutan beberapa zat bergantung pada pH
urine. Fosfat mudah larut dalam urine yang asam, tetapi sukar larut pada urine yang
alkalis. Fosfat baru biasanya hanya ditemukan pada urine yang alkanis. Sebaliknya, asam
urat (garam asam urat) lebih mudah larut jika terdisosiasi daripada yang tidak
terdisosiasi, dan asam urat baru lebih cepat terbentuk pada urine yang asam. Jika
pembentukan NH3 berkurang, urine harus lebih asam untuk dapat mengeluarkan asam,
dan hal ini meningkatkan pembentukan batu garam asam urat. Faktor lain yang juga
penting adalah berapa lama sebenarnya kristal yang telah terbentuk tetap berada di dalam
urine yang sangat jenuh. Lama waktu bergantung pada diuresis dan kondisi aliran dari
saluran kemih bagian bawah, misalnya dapat menyebabkan kristal menjadi terperangkap.

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang
mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai
tanduk rusa sehingga di sebut batu staghorn.

Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan


infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu ginjal. Batu
yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun
ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan
batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada
umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di
ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksi kronis berupa
hidronefrosis. Batu yang terletak pada ureter maupun sistern pelvikalises mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis,
batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat
menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi
sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses
paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal
dan jika mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen. Kondisi
adanya batu pada ginjal memberikan masalah keperawatan pada klien dengan adanya
berbagai respons obstruksi, infeksi, dan peradangan (Muttaqin & Sari , 2014: 108).

Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi
saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi
urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat
menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal
permanen (gagal ginjal).

Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis
belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu
antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang
dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin
menyajikan sarang untuk pembentukan batu. Supersaturasi elemen urin seperti kalsium,
fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang
berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin.

Berdasarkan tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi. Tiga faktor
yang mendukung proses ini yaitu saturasi urin, defisiensi inhibitor, dan produksi matrik
protein. Pada umumnya kristal tumbuh melalui adanya supersaturasi urin. Proses
pembentukan dari agresi menjadi partikel yang lebih besar, diantara partikel ini ada yang
bergerak ke bawah melalui saluran kencing hingga pada lumen yang sempit dan
berkembang membentuk batu. Renal kalkuli merupakan tipe kristal dan dapat merupakan
gabungan dari beberapa tipe. Sekitar 80% batu saluran kencing mengandung kalsium
fosfat dan kalsium oksalat (Suharyanto & Madjid, 2009: 152).

Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara
pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut :

1.    Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air
seni jenuh akan terjadi pengendapan.
2.     Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana
tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel
batu pada inti tersebut.

3.    Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan
muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih

a.    Teori nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu
(nukleus).  Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di
dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal
atau benda asing   saluran kemih.

b.    Teori matriks

Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan


mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.

c.    Penghambat kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni


magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau     beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran
kemih.

F. KOMPLIKASI

Menurut Nursalam (2011) komplikasi yang disebabkan dari batu pada


ginjal adalah:

1.         Sumbatan: akibat pecahan batu (Obstruksi)

2.         Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.

3.         Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan


dan pengangkatan batu ginjal

4.         Hidronefrosis
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Radiologi

Pemeriksaan ini wajib lakukan pada pasien yang dicurigai mempunyai batu. semua batu
saluran kemih (98%) merupakan batu radioopak. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan
melalui radiografi. Pemeriksaan rutin meliputi:

·      Foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung kemih (KUB).

·      USG atau excretory pyelography (Intravenous Pyelography, IVP)

Excretory pyelography tidak boleh dilakukan pada pasien dengan alergi media kontras,
kreatinin serum > 2 mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis

·      CT Scan

Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :

·      Retrograde atau antegrade pyelography

·      Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT)

·      Scintigraphy

2.    Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi:

·      Sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan
pH urin.

·      Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.

·      C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya dilakukan pada
keadaan demam.

·      Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.

·      Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor risiko metabolik.
H. PENATALAKSANAAN

Tujuan dasar penatalaksanaan medis pada batu ginjal adalah untyuk


meneghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron,
mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Berikut beberapa
penatalaksanaan medis batu yang terdapat pada ginjal yaitu :

1.    Medikamentosa

Terapi medikamemntosa ini ditujukan untuk batu yang ukurannya lebih kecil
dengan diameter kurang kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan
tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya kalsium) yang
efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang
telah ada. Setiap pasien batu saluran kemih harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari.
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan yaitu :

a.    Batu kalsium : Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang
mengandung kalsium oksalat seperti bayam, daun seledri, kacang-kacangan, kopi,
teh, dan coklat. Sedangkan batu kalsium fosfat : mengurangi makanan yang
mengandung kalsium tinggi seperti : ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan
sari buah.

b.    Batu asam urat : Makanan yang dikurangi adalah daging, kerang, gandum,
kentang, tepung-tepungan, saus dan lain-lain.

c.    Batu struvite : Makanan yang dikurangi adalah keju, telur, buah murbai, susu
dan daging

d.   Batu cystin : Makanan yang dikurangi adalah sari buah, susu, kentang.
Anjurkan pasien banyak minum : 3-4 liter/hari serta olahraga yang teratur.

2.    Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan

Analgesik dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu


dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin
hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen dapat
diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi
spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada
pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu dikeluarkan, batu
saluran kemih dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat
diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya.

3.    ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini


digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu.
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL dapat
mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama
rawat inap di rumah sakit.

4.    Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu


saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat
tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan).
Beberapa tindakan endourologi tersebut adalah :

-       PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu


yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke
sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

-       Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan


memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.

-       Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat


ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di
dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.

-       Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya


melalui alat keranjang Dormia.

5.    Tindakan Operasi

Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan
lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan
tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu :

-       Nefrolitotomi  adalah operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di


dalam ginjal

-       Ureterolitotomi adalah operasi terbuka untuk mengambil batu yang ada di


ureter

-       Vesikolitomi adalah operasi tebuka untuk mengambil batu yang ada di


vesica urinaria atau kandung kemih

-       Uretrolitotomi adalah operasi terbuka untuk mengambil batu yang ada di


uretra
I. PENCEGAHAN

Cara penanggulangan batu ginjal dan kemih bervariasi. Yang utama dicari
kasusnya, letak dan ukuran batunya. Kemudian baru ditentukan diatasi dengan cara yang
mana yang paling tepat atau kombinasi berbagai cara. Kalau letak batu sulit dijangkau
atau terlalu besar, jalan satu-satunya dengan pembedahan. Kalau ginjal yang ditumbuhi
batu mulai rusak, harus diangkat, agar ginjal yang masih sehat tidak ikut rusak. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya batu ginjal (Selamiharja,
Nanny, 1998) yaitu:

1.        Obat diuretik thiazid (misalnya trichlormetazid) akan mengurangi pembentukan


batu yang baru

2.        Dianjurkan untuk banyak minum air putih (8-10 gelas per hari)

3.        Diet rendah kalsium seperti ikan salam, sarden, keju, sayur kol. Makin tinggi
kalsium, kian tinggi pula eskresinya yang menambah pembentukan kristalisasi garam-
garam kapur.

4.        Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentuk batu kalsium) di


dalam air kemih, diberikan kalsium sitrat.

5.        Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya batu
kalsium, merupakan akibat mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (misalnya
bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh arena itu asupan makanan
tersebut dikurangi.

6.        Pengobatan penyakit yang dapat menimbulkan batu ginjal seperti


hyperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis atau
kanker.

7.        Dianjurkan mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, jeroan karena makanan
tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih.

8.        Untuk mengurangi pembentukan asam urat biasa diberikan allopurinol.

9.        Kurangi minuman bersoda dan es teh karena mengandung asam osfalat yang
akan meningkatkan pembentukan batu dalam ginjal.

10.    Mulailah berolahraga dan kurangi berat badan


J. KONSEP KEPERAWATAN

a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2000) yang terdiri
dari :

1.      Identitas klien

Identitas klien terdiri atas nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.

2.      Riwayat kesehatan

·      Riwayat kesehatan masa lalu

Apakah klien pernah menderita batu saluran kemih sebelumnya atau infeksi
saluran kemih, apakah klien pernah dirawat atau dioperasi sebelumnya

·      Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengalami nyeri pada sudut kostovertebralis, dan didapatkan


nyeri tekan dan nyeri ketok, biasanya klien mengalami mual, muntah,
hematuri, Buang Air Kecil (BAK) menetes, BAK tidak tampias, rasa
terbakar, penurunan haluaran urin, dorongan berkemih.

·      Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat batu saluran kemih dalam keluarga

·       Riwayat psikososial

Adakah ditemukan depresi, marah atau stress

3.      Pola kebiasaan sehari-hari

-          Aktivitas / Istirahat

Gejala : Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan


bersuhu tinggi.  Keterbatasan aktivitas / mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya

-          Sirkulasi

Tanda : Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal Ginjal), Kulit kemerahan dan
hangat; pucat.
-          Eliminasi

·      Gejala     :  Riwayat adanya    ISK     kronis dan obstruksi sebelumnya


(kalukulus), Penurunan haluaran urinedan kandung kemih penuh,  Rasa terbakar,
dorongan berkemih, Diare

·      Tanda : Olisuria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih

-          Makanan/cairan

·      Gejala     : Mual / muntah, nyeri tekan abdomen, Diet tinggi purin, kalsium
oksalat, dan / atau fosfat, Ketidak cukupan   pemasukan   cairan dan tidak minum
air dengan cukup

·      Tanda     : Distensi abdominal, penurunan / tak adanya bising usus. Muntah.

-          Nyeri / Kenyamanan

·      Gejala      : Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada       
lokasi  batu, contoh        pada panggul di region sudut kostovertebral, dapat
menyebar kepunggung, abdomen, dan turun ke lipat  paha/genetalia.  Nyeri 
dangkal  konstan menunjulkkan          kalkulus ada di pelvis            atau kalkulus
ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi
atau tindakan lain.

·      Tanda     : Melindungi, perilaku distraksidan Nyeri tekan pada area ginjal


pada palpasi

-          Keamanan

Gejala     : Penggunaan alcohol, Demam, menggigil.

b. Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal
dan atau insisi bedah

2.      Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi

3.      Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,


muntah efek sekunder dari nyeri kolik

4.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif


C. Intervensi

1.       Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu
ginjal dan atau insisi bedah

·            Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi

·            Kriteria hasil : Rasa nyeri teratasi,  menunjukkan fostur rileks.

·            Intervensi :

a.        Kaji dan dokumentasikan tipe, intensitas, lokasi dan durasi nyeri.

Rasional : Laporan mengenai nyeri yang hebat mengindikasikan terjadi sumbatan


kalkulus/batu atau obstruksi aliran urine.

b.        Laporan mengenai pengurangan nyeri yang mendadak.

Rasional : Mengindiksikan bahwa batu telah berpindah ke saluran yang sempit.

c.        Laporan mengenai nyeri yang menyerupai nyeri yang berupa kolik renal.

Rasional : Kolik mengindikasikan pergerakan kalkulus.

d.       Beri pemanas eksternal atau kompres hangat pada pinggul yang nyeri.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan rileks

e.        Ajarkan teknik relaksasi/distraksi

Rasional : mengurangi ketegangan dan kecemasan karena nyeri.

f.         Berikan obat anti nyeri/analgesik

Rasional : Untuk menghilangkan rasa nyeri

2.       Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih


oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi

·            Tujuan : Perubahan eliminasi urine teratasi

·            Kriteria hasil : Hematuria tidak ada, Piuria tidak terjadi, rasa terbakar tidak ada,
dorongan ingin berkemih terus berkurang.

·            Intervensi :

a.          Awasi pengeluaran urine


Rasional : Evaluasi fungsi ginjal dengan memperhatikan tanda-tanda komplikasi
misalnya infeksi, atau perdarahan.

b.        Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.

Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan


sensasi kebutuhan berkemih segera.

c.         Dorong meningkatkan pemasukan cairan.

Rasional : Segera membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu
lewatnya batu.

d.        Awasi pemeriksaan laboratorium.

Rasional : Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan disfungsi


ginjal.

3.       Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik

·      Tujuan : Asupan klien terpenuhi.

·      Kriteria hasil : Klien mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat,


pernyataan kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.

·      Intervensi :

a.         Kaji nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan
diare.

Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan


pilihan intervensi.

b.        Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
atau dengan makan sedikit tapi sering.

Rasional :   Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki nutrisi.

c.         Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta
sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan oral.

Rasional : Menurunkan rasa tak enak Karena sisa makanan atau bau obat yang
dapat merangsang pusat muntah.

d.        Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet
yang tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status
hipermetabolik.

e.         Kolaborasi untuk pemberian anti muntah

Rasional : Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan meningkatkan


kemauan asupan nutrisi dan cairan peroral.

4.       Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif

·      Tujuan : Pengetahuan klien tentang penyakit baik.

·      Kriteria hasil : Klien akan membuka diri meminta Informasi

·      Intervensi :

a. Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi seperti kemerahan,nyeri,


panas,bengkak,adanya fungsiolesa. 

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi saluran kemih dan sepsis

b.        Monitor Tanda Tanda Vital

Rasional : Mengetahui perkembangan klien sehingga mengetahui rentang Suhu,


nadi, respirasi dan tekanan darah.

c.         Gunakan tehnik steril saat perawatan luka

Rasional : Mengurangi peningkatan jumlah mikroorganisme yang masuk.

d.        Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi dan perawatan
luka

Rasional : Meningkatkan informasi dan pengetahuan klien dan keluarga

e.         Kolaborasi medik pemberian antibiotik

Rasional : Antibiotik dapat Membunuh mikroorganisme


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Tn, R
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tukang bangunan
Status martinal : menikah
Tanggal masuk : 27/11/2019
Tanggal pengkajian :29/11/2019
Diagnosa medik : batu ginjal
No. Medrek : A64xxxx
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.S
Umur : 50 tahun
Jenis kemlamin : perempuan
Alamat : indramayu
Hubungan dengan pasien istri :
B. Keluhan Utama nyeri pinggang kanan
C. Riwayat penyakit sekarang :
P: nyeri pinggang di bagian kanan pada saat bekerja
Q: nyeri datang seperti di tusuk-tusuk
R: nyeri terasa di bagian pinggang kanan dan tidak menyebar ke daerah lain
S: skala nyeri dari 1-10 yaitu 5
T: nyeri timbul apabila saat aktifitas dan saat istirahat tidak terasa nyeri
D. Riwayat penyakit keluarga : pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit kleuarga
seperti hipertensi dan diabetes melitus.
E. Riwayat penyakit lalu : pasien mengatakan tidak memiliki penyakit lalu
F. Riwayat alergi : pasien mengatakan tidak memilki riwayat alergi seperti makanan ataupun
obat.
G. Aktifitas Fisik

No Aktifitas 1 2 3 4
1 Makan /minum 

2 Toileting 

3 Personal hygynie 

4 Berpakaian 

5 Mobilisasi dari 
tempat tidur
6 Berpindah 

7 Ambulasi 
H. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : baik / sedang / lemah
2. Kesadaran : composmetis/ apatis/ somnolen/ sopor/sopora koma/ koma
3. GCS : 15 (E: 4 M:5 V:6)
4. Tanda-tanda vital
TD :140/90 mmHg N : 81x/mnt
RR : 22x/mnt S : 36,5ºC
5. Berat badan : 70 kg
6. Tinggi badan : 169 cm
7. Head to toe/ kepala sampai kaki

No Jenis Inspeksi Palpasi Auskultasi Perkusi


1. Kepala - Bentuk - Tidak ada
simetris nyeri tekan
- Tidak ada
ketombe
2. Wajah - Bentuk
simetris
Hidung - Bentuk - Tidak ada
simetris nyeri tekan
Mata - Bola mata
simetris
- Reflek
terhadap
cahaya
normal
- Pergerakan
bola mata
normal
3. Telinga - Bentuk - Tidak ada
simetris nyeri tekan
4. Leher - Tidak ada
pembesaran
vena
jugularis
5. Dada - Bentuk - Tidak ada
simetris nyeri tekan
6. Paru –paru - Pergerakkan - Tidak ada - Suara nafas - Sonor di
dada simetris nyeri tekan vesikuler seluruh
paru
7. Jantung

8. Abdomen - Tidak - Adanya


terlihat nyeri tekan
pembesaran
9. Ekstermitas
Atas - Teraba
hangat
Bawah - Teraba
hangat
10. Genetalia - Adanya
nyeri tekan

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik ( lab, rongent, MRI,dll)

No Tanggal Jenis Hasil Nilai normal


27/11/1  Hematologi
9
Hemoglobin 14,2 14-18
Lekosit 11210 high 4000-10000
Trombosit 341 150-400
Eritrosit 4.84 4.5-5.0
Hematokrit 37.8 37-54
MCV 78.2 low 80-96
MCH 29.4 28-33
 Hemoststis
Masa pendarahan (BT) 1’30” 1-3
Masa pembekuan (CT) 4’00” 1-6
 Faal ginjal
Ureum 32.4 15-45
Kreatin 1.14 high 0.6-1.1
 Elektrolit
Na 148.4 high 136-145
K 3.86 3.6-5.0
Cl 114.1 high 98-108
 Uneserologi
HBSAg (Rapid) Negatif Negatif
Anti HCV Negatif Negatif
 Faal hati
AST (SGOT) 20 <37
ALT (SGPT) 22 <40

J. Analisa Data

No Data focus Etiologi Masalah keperawatan


1. Ds: paseien mengeluh nyeri Batu Ginjal
pinggang dibagian kanan
Pembedahan
Do : skala nyeri 5 (1-10)

Post operasi Nyeri akut

Terputusnya kontinuitas jaringan

Nyeri akut
2. Ds: pasien mengeluh nyeri Batu ginjal
pinggang di bagian kanan
Pembedahan
Do: nilai lekosit: 11210 (nilai
normal: 4000-10000) Post operasi
Resiko infeksi
Invasi kuman

Resiko infeksi

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d dengan tindakan agen cidera fisik
2. Resiko infeksi b.d tindakan post operasi
L. Perencanaan

No Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan - Kaji nyeri dengan - Dapat mengetahui
dengan tindakan keperawatan selama 1x24 pengkajian PQRST skala nyeri
agen cidera fisik jam klien diharapkan dengan - Monitor ttv - Mengurangi
kriteria hasi : - Ajarkan teknik ketegangan dan
- Rasa nyeri teratasi relaksasi kecemasan karena
- Menunjukkan fostur - Berikan terapi obat nyeri
rileks - Menghilangkan
rasa nyeri
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan - Observasi area post op - Untuk mencegah
tindakan post operasi keperawatan selama 1x24 tanda-tanda infeksi terjadinya infeksi
jam klien diharapkan dengan seperti kemerahan, - Mengurangi
kriteria hasil : nyeri,panas. masuknya
- Klien kana membuka - Gunakan teknik steril mikroorganisme
diri meminta untuk perawatan luka - Antibiotik dapat
informasi - Ajarkan pasien dan membunuh
keluarga tentang mikroorganisme
tanda-tanda infeksi
- Kolaborasi terapi obat
antibiotik

M. Implementasi

No Tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi


1. 28/11/19 Nyeri akut b.d dengan tindakan agen - Mengkaji tingkat nyeri dengan
cidera fisik oengkajian PQRST
- Memonitor ttv
- Mengajarkan teknik relaksasi
- Memberikan terapi obat (keterolac 1
ampul)
2. 28/11/19 Resiko infeksi b.d tindakan post - Mengobservasi luka tanda-tanda infeksi
operasi post op
- Mengajarkan keluarga pasien dan pasien
tentang tanda-tanda infeksi
- Melakukan perawatan luka dengan
menggunakan teknik steril
- Kolaborasi terapi obat antibiotik
(ceftriaxon i ampul )
N. Evaluasi

No. Tanggal Diagnosa keperawatan Catatan perkermbangan


1. 28/11/19 Nyeri akut b.d dengan tindakan agen S: pasien mengeluh berkurang
cidera fisik O : TD : 130/90 N: 80x/mnt
RR: 22x/mnt S: 36ºC
Skala nyeri menjadi 2 dari 5 (1-10)
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

2. 28/11/19 Resiko infeksi b.d tindakan post S : pasien mengatakan sudah mengetahui tanda
operasi tanda infeksi
O : keluarga dan pasien terlihat mengerti tentang
tanda tanda infeksi
A: maslah teratasi
P: intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.

Grace, Pierce. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.

Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.

Jakarta : Salemba Medika.

Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto

Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tarwoto. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif &

Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans Info

Medika.

Anda mungkin juga menyukai