Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

SC DENGAN SOLUSIO PLASENTA

Oleh :

Martha Yeni Koro

200714901305

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN SC DENGAN SOLUSIO PLASENTA

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Maternitas

Di Susun Oleh :

Martha Yeni Koro

200714901305

Disetujui Oleh :

Pembimbing Institusi Mahasiswa

(Ari Damayanti W. S.Kep.,Ners.,M.Kep) (Martha Yeni Koro)

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Pertama-tama saya panjatkan rasa syukur atas


kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa, karena dengan rahmatnya saya dapat
menyelesaikan Laporan Individu Praktek Profesi Ners Departemen Maternitas yang
berjudul “Asuhan Keperawatan SC dengan Solusio Plasenta” Sebagai analisis untuk
melihat kesehatan bangsa dan negara indonesia.
Saya menyadari bahwa penyusunan Laporan praktik ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penyusunan
dan penyempurnaan selanjutnya. Selain itu, ucapan terima kasih saya haturkan
kepada yang telah membantu memberikan saran dan kritikan dalam pembuatan
laporan praktik profesi Ners. Dengan adanya laporan praktik ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
........................................................................................................................................
i
DAFTAR ISI
........................................................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
........................................................................................................................................
iii
A. Latar belakang
..................................................................................................................................
1
B. Tujuan
..................................................................................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................3
A. Definisi
..................................................................................................................................
3
B. Etiologi
..................................................................................................................................
3
C. Tanda dan gejala
..................................................................................................................................
4
D. Patofisiologi dan WOC
..................................................................................................................................
6
E. Diagnosis solusio plasenta

iii
..................................................................................................................................
9
F. Manifestasi klinis
..................................................................................................................................
9
G. Pencegahan solusio plasenta
..................................................................................................................................
11
H. Pengobatan solusio plasenta
..................................................................................................................................
11
I. Klasifikasi
..................................................................................................................................
12
J. Komplikasi
..................................................................................................................................
14
K. Penatalaksanaan
..................................................................................................................................
15
L. Pemeriksaan penunjang
..................................................................................................................................
16
BAB 3 KONSEP ASKEP............................................................................................. 17
A. Pengkajian
..................................................................................................................................
17
B. Diagnose keperawatan
..................................................................................................................................
17
C. Intervensi keperawatan
..................................................................................................................................
18

iv
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................20

v
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
SC sudah menjadi kebudayaan manusia sejak zaman dulu, banyak cerita dari
ke negara lainnya yang mengisahkan tentang SC dengan ibu dan bayinya
yang slamat. Lalu sampai pada zaman sekarang kejadian operasi SC juga
banyak dilakukan dinegara-negara maju. Dinegara-negara maju operasi SC
mencapai angka 1,5-7% dari semua persalinan. Adapun indikasi yang
dilakukan, operasi SC pada ibu adalah yang panggul sempit, kegagalan
melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi, tumor-tumor
jalan lahir yang menyebabkan obstruksi, stenosis serviks, plasenta previa,
disproporsi sefalopelvik, rupture uteri membakat. Solusio plasenta
merupakan salah satu indikasi yang dilakukannya bedah sesar yang apabila
tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan syokpada ibu dan
perdarahan serta kematian janin.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable,
dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau
korfus) terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Achadiat, 2010). Sinonim
dari solusio plasenta adalah Abrupsion plasenta. Solusio plasenta adalah
terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal dari uterus,
sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan usia
kehamilan (masa gestasi) di atas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr.
Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua
basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (Saefuddin AB, 2011).
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat implantasinya pada
korpus uteri sebelum bayi lahir. Dapat terjadi pada setiap saat dalam
kehamilan. Terlepasnya plasenta dapat sebagian (parsialis), atau seluruhnya
(totalis) atau hanya rupture pada tepinya (rupture sinus marginalis)
(dr.Handayo,dkk, 2010).

1
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan pada pasien SC dengan solusio
plasenta
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui teori SC
b. Mengetahui teori solusio plasenta
c. Mencari diagnosoa keperawatan setelah dilakukan tindakan operasi
d. Melakukan tindakan yang tepat pada pasien SC dengan solusio
plasenta
e. Melakukan evaluasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI SC DENGAN SOLUSIO PLASENTA


Seksio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang
normal implantasinaya antara minggu 22 dan lahirnya anak. Solusio plasenta
adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal dari
uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan
usia kehamilan (masa gestasi) di atas 22 minggu atau berat janin diatas 500
gr. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam
desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (Saefuddin AB,
2010).

B. ETIOLOGI
Hingga saat ini penyebab pasti terjadinya solusio plasenta belum diketahui.
Namun, ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko wanita hamil
mengalami solusio plasenta atau abruptio plasenta, yakni:
a. Hamil pada usia di atas 40 tahun, Merokok saat hamil atau memakai
narkoba saat hamil, Memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.,
Menderita preeklamsia atau eklamsia, Ketuban pecah dini, Mengalami
cedera pada perut saat hamil, Mengandung bayi kembar. Namun yang
jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli
mengemukakan teori diantarny : Akibat turunnya tekanan darah secara
tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviler, maka
terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi
nekrotis, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili,
namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuhnya serta mudah
pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laun melepas plasenta dari

3
rahim. Darah yang tekumpul dibelakang plasenta disebut hematoma
retroplasenter. Ada beberapa hal di bawah ini diduga merupakan faktor-
faktor yang berpengaruh pada kejadian antara lain yaitu:
1. Hipertensi esensial atau pre eklampsi.
2. Tali pusat yang pendek karena pergerakan janin yang banyak atau
bebas.
3. Trauma abdomen seperti terjatuh tertelungkup, tendangan anak yang
sedang di gendong.
4. Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.
5. Uterus yang sangat kecil.
6. Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun)
7. Ketuban pecah sebelum waktunya.
8. Mioma uteri.
9. Defisiensi asam folat.
10. Merokok, alkohol, dan kokain.
11. Perdarahan retroplasenta.
12. Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas.
13. Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak
ada.
14. Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gameli. (Sarwono
Prawirohardjo, 2010)

C. GEJALA SOLUSIO PLASENTA


a. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman
dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang
sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih

4
mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena
dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3
luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti
solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala
sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan
perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit,
tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika
masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus
teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian
janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar
didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah
terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta
berat.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya, terjadi sangat tiba-
tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.
Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan
pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.

5
D. PATOFISIOLOGI
Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma di desidua, sehingga plasenta tersedak dan terlepas.
Perdarahan berlangsung terus menerus karena otot uterus telah meregang
dan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya,
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan
masuk kebawah selaput ketuban dan keluar melalui vagina, atau menembus
slaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban, atau ekstravasasi diantara
serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat,
seluruh permukaan uterus akan berwarna biru atau ungu dan terasa sangat
tegang serta nyeri. Hal ini disebut uterus couvelaire. Keadaan janin
tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila
sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,
mungkin tidak berpengaruh sama sekali, ayau juga dapat mengakibatkan
gawat janin. Waktu, sangat menentukan beratnya gangguan pembekuan
darah, kelainan ginjal dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio
plasenta sampai persalinan selesai, umumnya makin hebat komplikasinya.
(Nugroho, 2012)

6
E. WOC

Solusio Plasenta

 Hipertensi Perdarahan pada


 Riwayat trauma
 Usia ibu <20 atau >35 tahun pembuluh darah plasenta
 Multiparitas
 Tali pusat yang pendek
 Defisiensi asam folat Hematoma di desidua
 Perdarahan retroplasenta
 Penyalahgunaan alcohol dan obat-
obatan
Plasenta terdesak

Perdarahan pervaginam yang Plasenta terlepas


kehitaman

Otot uterus meregang


Solusio plasenta ringan

Otot tidak mampu kontrkasi

Perdarahan

Hematoma retroplasenter bertambah besar

Plasenta terlepas ¼ -1/2 bagian Plasenta terlepas lebih dari ½ bagian

Solusio plasenta sedang Solusio plasenta berat

Darah terekstravasasi diantara serabut-


Darah masuk ke selaput ketuban Darah menembus Permukaan uterus berwara biru/ungu
selaput ketuban MK : Kekurangan volume cairan
serabut uterus

7
Keluar melalui Masuk dalam Ekstravasasi
vagina kantong sangat hebat
ketuban

Pembukaan uterus Terasa sangat


berwarna biru /ungu tegang dan
nyeri
Penurunan
Resiko Kekurangan volume
CO
cairan

Perfusi jaringan
menurun

Penurunan Syok
Janin
perfusi
meninggal

Jika janin masih hidup, bunyi jantung sulit


didengar dengan stetoskop biasa, sehingga Bayi berhasil
memerlukan stetoskop ultrasonik
dilahirkaan

Resiko perubahan kasih saying orang tua bayi

Bedrest dan pembatasan Tidak mampu melakukan tugas


aktifitas perawatan dalam keluarga

Gangguan manajemen Ansietas Kurang pengetahuan Harga diri


pemeliharaan tubuh

8
F. DIAGNOSIS SOLUSIO PLASENTA
Solusio plasenta tergolong kondisi gawat darurat. Oleh karena itu, dokter
akan segera melakukan pemeriksaan fisik pada ibu hamil, termasuk
mengamati gejala yang diderita, seperti perdarahan atau rasa nyeri.
Selain kondisi ibu hamil, kondisi janin juga perlu diperiksa. Salah satunya
adalah detak jantung janin. Seluruh pemeriksaan ini bertujuan untuk
menentukan tindakan yang perlu dilakukan. Sebenarnya diagnosis solusio
plasenta atau abruptio plasenta baru bisa ditetapkan setelah persalinan, yaitu
dengan memeriksa plasenta di laboratorium. Meski begitu,
beberapa pemeriksaan, seperti USG kehamilan, tes darah, atau tes urine, bisa
dilakukan pada ibu hamil guna mendeteksi kemungkinan terjadinya solusio
plasenta.

G. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Prawirohardjo, 2011)
a. Solusio plasenta ringan Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala
kecuali hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada
permukaan maternal plasenta. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan
darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar melalui
vagina.tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu maupun janin masih baik.
Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi
terasa nyeri local pada tempat terbentuk hematom dan perut sedikit tegang
namun bagian-bagian janin masih dapat dikenal. Kadar fibrinogen darah
masih dalam batas normal berkisar 350mg%.
b. Solusio plasenta sedang
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut
yang terus-menerus, DJJ biasanya sudah menunjukkan gawat janin,
perdarahan yang tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi, kulit
dingin dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen darah
berkurang sekitar 150-250mg/100ml, dan mungkin kelainan pembekuan

9
darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada. Rasa nyeri datangnya
akut kemudian menetap tidak bersifat hilang timbul seperti pada his yang
normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman, penderita
pucat karena mulai ada syok sehingga keringat dingin. Keadaan janin
biasanya sudah gawat.
c. Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defance
musculaire) disertai perdarahan yang sangat hitam. Palpasi di daerah
rahim tidak mungkin dilakukan lagi. Fundus uteri lebih tinggi daripada
seharusnya oleh karena telah terjadi penumpukan darah di dalam rahim
pada kategori concealed haemorrage. Pada inspeksi rahim kelihatan
membulat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat. Pada auskultasi DJJ
tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomic dan fungsi dari plasenta.
Keadaan umum menjadi buruk dan terjadi syok. Hipofibrinogenemia dan
oliguria boleh jadi telah ada sebagai akibat komplikasi pembekuan darah
intravaskuler yang luas, dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen
darah rendah yaitu kurang dari 150mg% dan telah ada trombositopenia.

10
H. PENCEGAHAN SOLUSIO PLASENTA
Solusio plasenta atau abruptio plasenta tidak dapat dicegah. Kendati
demikian, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko dan
mengantisipasi lepasnya plasenta. Upaya tersebut antara lain:
a. Tidak merokok dan tidak mengonsumsi narkoba, terutama saat hamil.
b. Menghindari aktivitas fisik berat saat hamil.
c. Rutin memeriksakan diri ke dokter kandungan selama hamil, apalagi jika
hamil di atas usia 40 tahun.
d. Mengonsumsi makanan dengan kandungan gizi yang seimbang.

I. PENGOBATAN SOLUSIO PLASENTA


Penanganan  solusio plasenta tergantung pada kondisi janin dan ibu hamil,
usia kehamilan, dan tingkat keparahan solusio plasenta. Plasenta yang sudah
terlepas dari dinding rahim tidak bisa ditempelkan kembali. Pengobatan lebih
bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil dan janin yang
dikandungnya. Jika abruptio plasenta atau solusio plasenta terjadi saat
kehamilan belum mencapai 34 minggu, dokter kandungan akan meminta ibu
hamil dirawat di rumah sakit agar kondisinya bisa diamati secara saksama.
Jika detak jantung janin normal dan perdarahan pada ibu hamil berhenti,
berarti solusio plasenta tidak terlalu parah dan ibu hamil bisa pulang. Meski
demikian, dokter kandungan umumnya akan memberikan
suntikan kortikosteroid untuk mempercepat pertumbuhan paru-paru janin.
Hal ini dilakukan sebagai antisipasi jika kondisi lepasnya plasenta
memburuk, sehingga persalinan harus segera dilakukan meski belum
memasuki waktunya. Jika solusio plasenta terjadi saat usia kehamilan sudah
lebih dari 34 minggu, dokter akan mengupayakan proses persalinan yang
tidak membahayakan ibu dan bayi. Jika solusio plasenta tidak parah, ibu
hamil masih dapat melahirkan normal. Namun jika tidak memungkinkan,
dokter kandungan akan melakukan operasi caesar. Selama persalinan, ibu
hamil yang mengalami perdarahan hebat mungkin perlu dibantu

11
dengan transfusi darah. Hal ini dilakukan untuk mencegah ibu hamil
mengalami kekurangan darah.

J. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari solusio plasenta adalah sebagai berikut :
a. Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari
tempat perlengkatannya.
b. Solusio plasenta totalis (komplek) : bila seluruh plasenta sudah terlepas
dari tempat perlengketannya.
c. Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan
dapat teraba pada pemeriksaan dalam. Solusio plasenta dibagi menurut
tingkat gejala klinik yaitu :
1. Kelas 0 : asimptomatik. Diagnosis ditegakkan secara retrospektif
dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami
pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal juga dimasukkan
dalam kategori ini.
2. Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus. Solusio
plasenta ringan yaitu rupture sinus marginalis atau terlepasnya
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak sama sekali tidak
mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya. Gejalanya : Perdarahan
pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali
bahkan tidak ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang,
tekanan darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada
koagulopati, dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.
3. Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.
Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari
seperempatnya tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya.
Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman,
perut mendadak sakit terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam walaupun tampak sedikit tapi

12
kemungkinan lebih banyak perdarahan di dalam, di dinding uterus
teraba terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin
sulit diraba, apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar
dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic, terdapat
fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150 – 250 % mg/dl).
4. Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus. Solusio
plasenta berat, plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya,
terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya
telah meninggal. Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan
kemungkinan janin telah meninggal, uterus sangat tegang seperti
papan dan sangat nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak
sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan pervaginam mungkin
belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (< 150
mg/dl).
Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervagina :
 Solusio plasenta ringan Perdarahan pervaginam <100 -200 cc
 Solusio plasenta sedang, perdarahan pervaginam > 200 cc,
hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat
terjadi fetal distress.
 Solusio plasenta berat, Perdarahan pervaginam luas > 500 ml,
uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan
koagulopati.

13
K. KOMPLIKASI
Komplikasi bisa terjadi pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya
yaitu:
a. Komplikasi pada ibu
1. Perdarahan yang dapat menimbulkan : variasi turunnya tekanan darah
sampai keadaan syok, perdarahan tidak sesuai keadaan penderita
anemis sampai syok, kesadaran bervariasi dari baik sampai syok.
2. Gangguan pembekuan darah : masuknya trombosit ke dalam sirkulasi
darah menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan diserti
hemolisis, terjadinya penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen
dapat mengganggu pembekuan darah.
3. Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan
dapat menimbulkan produksi urin makin berkurang.
4. Perdarahan postpartum : pada solusio plasenta sedang sampai berat
terjadi infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi
dan menimbulkan perdarahan karena atonia uteri, kegagalan
pembekuan darah menambah bertanya perdarahan.
5. Koagulopati konsumtif, DIC: solusio plasenta merupakan penyebab
koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan.
6. Utero renal reflex
7. Ruptur uteri
b. Komplikasi pada janin
1. Asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin, karena perdarahan
yang tertimbun dibelakang plasenta yang mengganggu sirkulasi dan
nutrisi kearah janin. Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian
janin dalam rahim tergantung pada beberapa sebagian plasenta telah
lepas dari implantasinya di fundus uteri.
2. Kelainan susunan sistem saraf pusat
3. Retardasi pertumbuhan
4. Anemia

14
c. Perdarahan
d. Gawat janin sampai kematiannya
e. Kelainan pembekuan darah

L. PENATALAKSANAAN
a. Umum
1. Pemberian darah yang cukup
2. Pemebrian oksigen
3. Pemberian antibiotic
4. Pada syok berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi
b. Khusus
1. Hypofibnogenaemi
 Substitusi dengan human fibrinogen 10 gram atau darah segar
 Menghentikan fibrinolise dengan trasylol (proteinase inhibitor)
200.000 s i.v.
 Untuk merangsang diurese : mannit, mannitol diurese yang baik
lebih dari 30-40 cc/jam
Tujuan utama pelaksanaan ibu dengan solusio plasenta, pada prinsipnya
adalah anak :
1. Mencegah kematian ibu
2. Menghentikan sumber perdarahan
3. Jika janin masih hidup, mempertahankan dan mengusahakan janin lahir
hidup.
Prinsip utama penatalaksanaannya antara lain :
1. Pasien (ibu) dirawat dirumah sakit, istirahat baring dan mengukur
keseimbangan cairan
2. Optimalisasi keadaan umum pasien (ibu), dengan perbaikan : memberikan
infuse dan transfuse darah segar

15
3. Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, COT (Clot
Observation Test/test pembekuan darah), kadar fibrinogen plasma, urine
lengkap, fungsi ginjal
4. Pasien (ibu) gelisah diberikan obat analgetika
5. Terminasi kehamilan : persalinan segera, pervaginam atau section
caesaria. Yang tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa janin dan
dengan lahirnya plasenta, berjutuan agar dapat menghentikan perdarahan.
6. Bila terjadi gangguan pembekuan darah (COT >30 menit) diberikan darah
segar dalam jumlah besar dan bila perlu fibrinogen dengan monitoring
berkala pemeriksaan COT dan hemoglobin.
7. Untuk mengurangi tekanan intrauterine yang dapat menyebabkan nekrosis
ginjal (reflek utero ginjal) selaput ketuban segera dipecahkan. Yang perlu
diketahui oleh semua bidan yaitu penanganan di tempat pelayanan
kesehatan tingkat dasar ialah mengatasi syok/pre-syok dan
mempersiapkan rujukan sebaik-baiknya dan secepat-cepatnya. Mengingat
komplikasi yang dapat terjadi yaitu perdarahan banyak dan syok berat
hingga kematian, atonia uteri, kelainan pembekuan darah dan oliguria.
Maka sikap paling utama dari bidan dalam menghadapi solusio plasenta
adalah segera melakukan rujukan ke rumah sakit.

M. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Urin :
b. Darah : HB
c. Pemeriksaan USG
1. Terlihat daerah terlepasnya plasenta darah

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Anamnesa
1) Identitas klien secara lengkap
2) Aktivitas /istirahat
3) Eliminasi
4) Makanan
5) Higiene
6) Ketidaknyamanan
7) Pernafasan
2. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
2) TTV
3) Keadaan umum
4) Payudara : putting susu menonjol, ASI keluar
5) Abdomen : luka post op, TFU setinggi pusat, kontraksi uterus
baik, DRA tidak ada
6) Vagina : lokhea, luka episiotomi
7) Perineum : tanda-tanda REEDA
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d darah menembus selaput ketuban
2. Resiko infeksi berhubungan dengan proses pambedahan
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pasien

17
c. Intervensi
No Diagnosa Intervensi

1. Kekurangan volume 1) Monitor TTV


cairan b/d darah 2) Monitor status hidrasi ( frekuensi nadi,
menembus selaput kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
ketuban kelembapan mukosa, turgor kulit, tekaanan
darah )
3) Catat intake-output dan hitung balans cairan
24 jam
4) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
5) Berikan cairan intravena
6) Monitor berat badan harian
7) Monitor berat badan sebelum dan sesudah
dianalisis
8) Kolaborasi pemberian diuretic
2. Resiko infeksi b/d 1) Monitor TTV
proses pembedahan 2) Kaji terhadap tanda infeksi
3) Observasi luka post op
4) Identifikasi pasien-pasien yang mengalami
penyakit infeksi menular
5) Terapkan kewaspadaan universal (cuci
tangan aseptic, gunakan alat pelindung diri
seperti masker, sarung tangan , pelindung
waja dll)
6) Kolaborasi pemberian antibiotic
7) Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
8) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
9) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
3. Ansietas b/d ancaman 1) Monitor TTV
yang dirasakan pasien 2) Tunjukan empati

18
3) Anjurkan klien mengungkapkan perasaan
4) Kaji respon psikologis
5) Pastikan apakah prosedur direncanakan atau
tidak
6) Bicara dengan klien dan tetap tenang
bersama klien
7) Anjurkan klien melakukan relaksasi nafas
dalam

19
DAFTAR PUSTAKA

Dutton, Lauren A, Jessica E.Densmore, Meredith B.Turner. (2016). Rujukan Cepat


Kebidanan.. EGC. Jakarta
Gary, F. Cunningham. Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. (2012). Obstetri Williams
Jannah, Nurul. (2011). Asuhan kebidanan Ibu nifas. Ar-ruzz Media. Yogyakarta.
Nugroho, Taufan. (2012). Obsgyn Obstetri dan Ginekologi. Nuha Medika.
Yogyakarta
Prawirohardjo, Sarwono. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Pegram, A., & Bloomfield, J. (2015). Nutrition And Fluid Managamant. Nursing
Standard, 29(31), 38.

20

Anda mungkin juga menyukai