Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

BATU URETER

Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan


Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat

Disusun Oleh:
dr. Muhammad Hafiz Alfarizie

Pembimbing:
dr. Pandu Ishak, Sp.U

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER


INDONESIA
DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DINAS KESEHATAN KOTA MATARAM
RUMAH SAKIT KOTA MATARAM
PERIODE NOVEMBER 2019-NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Batu Ureter” dengan baik dan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas program
internship dokter Indonesia. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan tentang Batu Ureter.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr.Pandu Ishak, SpU selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan–rekan anggota kelompok
internship.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya
masukan, kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan
tambahan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, Juli 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. 3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 3
1.2 Tujuan …………………………………………………………………. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ………………………………………………………….......... ., 5
2.2 Epidemiologi…………………………………………………………..... 5
2.3 Etiologi….. ……………………………………………………………...6
2.4 Klasifikasi batu saluran kemih…….………………………………….... 8
2.5 Patofisiologi. …………………………………………… ...................... 10
2.6 Manifestasi klinis…………......................................................................10
2.7 Diagnosis mmmmm..................................................................................11
2.8 Diagnosis Banding................................................................................... 19
2.9 Penalataksanaan....................................................................................... 20
2.10 Komplikasi ………………………………………………….…..……..22
2.11 Prognosis ………………………………………………………………23
BAB III
LAPORAN KASUS…………………………………………………………....24
BAB IV
RESUME DAN ANALISA KASUS ………………………………………… 31
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ………………………………….…………………………..34
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….35

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu ureter dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di
berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai
pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai
penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh
status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Penyakit ini merupakan salah
satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran
kemih dan pembesaran prostat benigna 1.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang
pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari
data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah
penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997
menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar
disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL
(Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86%
dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).1
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. 2
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal,
batu ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada

3
umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam
urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan
senyawa lainnya. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk
membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri
dari matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu
triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease.1

1.2. Tujuan
Tujuan dari laporan kasus ini antara lain:
o Sebagai bahan pembelajaran untuk lebih mengetahui tentang Batu ureter
dan cara penanganannya di fasilitas kesehatan.
o Sebagai salah satu persyaratan pemenuhan tugas sebagai internship di
Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Batu Saluran Kemih


Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam kandung kemih (vesicolith). Proses
pembentukan batu ini disebut urolithiasis7

Gambar 2.1 Batu dalam ginjal

2.2 Epidemiologi Batu Saluran Kemih


Berdasarkan data dari Urologic Disease in America pada tahun 2000,
insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih
atas adalah pada kelompok umur 55-64 tahun 11,2 per-100.000 populasi, tertinggi
kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 10,7 per-100.000 populasi. Insidens
rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih atas adalah
pada jenis kelamin laki-laki 74 per-100.000 populasi, sedangkan pada perempuan
51 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak
batu yaitu saluran kemih bawah adalah pada kelompok umur 75-84 tahun 18 per-

5
100.000 populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 11 per-
100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu
yaitu saluran kemih bawah adalah jenis kelamin laki-laki 4,6 per-100.000 populasi
sedangkan pada perempuan 0,7 per-100.000 populasi.7

2.3 Etiologi Batu Saluran Kemih


Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik
yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.9

a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri.
Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat
keluarga.
 Umur
Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50
tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.
Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya
perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.
 Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki
tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya
kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-
laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air
kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air
kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon
testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta
adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam
kalsium.

6
 Heriditer/ Keturunan
Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit
BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut sampai
sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian Latvan, di RS.
Sedney Australia berdasarkan keturunan proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan
pada perempuan 22,7%.

b. Faktor Ekstrinsik
 Geografi
Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah
pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi
oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung mineral
seperti phospor, kalsium, magnesium, dan sebagainya. Faktor geografi mewakili
salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya,
temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.
 Jumlah Air yang di Minum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air
yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut.
Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air
kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK.
 Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK.
Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh normalnya
adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan meningkatkan risiko
terbentuknya BSK. Protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air kemih,
akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang
tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya
hipertensi.

7
 Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih
yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang
disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu
struvit.

2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih


Batu saluran kemih dapat di klasifikasikan klasifikasikan berdasarkan
lokasi batu, karakteristik x-ray, etiologi proses pembuatan batu dan komposisi
batu. Klasifikasi ini penting dalam menatalakasanakan pasien karena daoat
mempengaruhi terapi dan juga prognosis.8
1) Lokasi batu8
a. Nefrolithiasis : Batu yang terbentuk pada pielum, tubuli hingga
calyx ginjal.
b. Ureterolithiasis : Batu yang terdapat pada ureter.
c. Cystolithiasis : Batu yang terdapat pada vasika urinaria.
d. Urethrolithiasis : Batu pada saluran uretra
2) Karakteristik radiologi
a. Radiopaque : kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat
monohidrat, kalsium fosfat.
b. Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat, apatit, sistein.
c. Radiolucent : usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8 dihidroxy-
adenine.
3) Etiologi
a. Non-infeksi : kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.
b. Infeksi : magnesium ammonium fosfat, apatit, ammonium
urat.
c. Genetik : sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.
4) Komposisi

8
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium
oksalat atau kalsium fosfat 75%, asam urat %, magnesium-amonium-
fosfat 15%, sistin, silikat dan senyawa lain 1%.
a. Batu kalsium 9
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK
yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang
di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran,
misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran
dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan
terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan
akibat dari dehidrasi.
b. Batu asam urat 9
Sekitar 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam
urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai
peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut
dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi
rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam
urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan.
Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat) 9
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi ammonia yaitu : Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-
20% pada penderita BSK. Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7.

9
d. Batu Sistin 9
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena
gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan
frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin
dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan
faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang
sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang
memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas.

2.5 Patofisiologi Batu Saluran Kemih


Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau
infeksi. Batu yang dihasilkannyapun dapat berbeda, pada supersaturasi
(free stone formation) batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat
dan sistein. Pada infeksi batu yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme
bakteri. Sedangkan formasi batu yang frekuensinya paling banyak,
kalkulus yang mengandung kalsium, lebih kompleks masih belum dapat
jelas dimengerti.10
Kristal-kristal yang terkandung dalam urin tetap berada dalam
keadaan metastable dalam urin jika tidak ada keadaan keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar. Kristal tersebut bersifat rapuh dan belum cukup
membuntukan saluran kemih. Maka dari itu agregat Kristal menempel
pada epitel saluran kemih dan membentuk retensi kristal, dengan
mekanisme inilah bahan bahan lain diendapkan pada agregat tersebut
hingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih. 8

10
Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor
pembentukan batu. Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu
kalsium oksalat dengan cara berikatan dengan oksalat. Demikian pula
sitrat jika berikatan dengan ion kalsium akan membentuk garam kalsium
sitrat sehingga dapat mengurangi formasi batu yang berkomponen
kalsium. Beberapa protein dapat bertindak sebagai inhibitor dengan cara
menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal maupu
menghambat retensi kristal. senyawa itu antara lain adalah:
glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall, nefrokalsin dan osteopontin. 10

2.6 Manifestasi Klinis Batu Saluran Kemih


Manifestasi klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu,
ukuran dan penyulit yang telah terjadi: 10
a. Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul
ginjal karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan
ketuk CVA positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka
ginjal akan teraba pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal
mengalami infeksi pasien, demam dapat ditemukan.
b. Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu.
Nyeri kolik ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen
karena usaha gerakan peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat
terjadi hematuria karena trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu.
c. Cystolithiasis : Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi
sphincter, BAK yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi
badan, dapat terjadi hematuria. Penderita juga dapat merasakan
sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien juga dapat merasakan
perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat karena
pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis
nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.

11
2.7 Diagnosis Batu Saluran Kemih
a. Anamnesis
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari
tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria,
hematuria,retensio urine, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan
penyulit seperti demam, dan tanda-tanda gagal ginjal. Setalah itu,
menggali penyakit terdahulu yang dapat menjadi faktor pencetus
terbentuknya batu seperti riwayat ISK dengan batu saluran kemih,
kelainan anatomi, renal insuffciency,dll.9
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai dari
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada
letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fisik
khusus urologi dapat dijumpai sudut kosto vertebra nyeri tekan, nyeri
ketok dan pembesaran ginjal. Supra simfisis nyeria tekan, teraba batu,
buli-buli penuh. Genitalia eksterna teraba batu di uretra dan colok
dubur teraba batu pada buli-buli pada saan melakukan palpasi
bimanual.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukannya pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya
eritrosuria, leukosituria, bakteriuria, pH urin dan kultur urin. Pada
pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat hemoglobin, leukosit,
ureum dan kreatinin. Pada hasil urinalisis bila pH >7,5 : lithiasis
disebabkan oleh infeksi dan bila pH <5,5 : lithiasis karena asam urat.10
d. Pemeriksaan penunjang
i. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan yang pertama
dilakukan bila ada keluhan nyeri abdomen atau nyeri di sekitar area
urogenital. Manfaat dari pemeriksaan ini adalah untuk melihat
gambaran secara keseluruhan di rongga abdomen dan pelvis. Pada
foto ini dapat menunjukkan bayangan, besar, bentuk dan posisi kedua

12
ginjal.8 Interpretasi terhadap kalsifikasi pada saluran ginjal harus
dilakukan dengan hati-hati karena flebolit pada kelenjar mesenterika
dan vena pelvis yang berada di atasnya sering disalah artikan sebagai
batu ureter.8

Normal
Foto polos abdomen terdapat distribusi gas di usus Normal,
kontur Hepar dan lien tidak membesar, kontur ren D/S Normal,
psoas Shadow simetris, tulang baik, tidak tampak adanya bayangan
batu radioopak sepanjang tractus urinarius.
ii. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan piolegrafi intravena dilakukan dengan
menyuntikkan bahan kontras secara intravena dan dilakukan
pengambilan gambar radiologis secara serial yang disesuaikan
dengan saat zat kontras mengisi ginjal, berlanjut ke ureter, dan ke
kandung kemih. Indikasi pemeriksaan PIV adalah untuk mendeteksi
lokasi obstruksi misalnya pada batu ginjal, konfirmasi penyakit
ginjal polikistik, atau adanya kelainan anatomis yang tidak terdeteksi
oleh teknik pemeriksaan lain. Pemeriksaam PIV memerlukan
persiapan yaitu :
a. 2 hari sebelum foto PIV penderita hanya makan bubur kecap.
b. Minum air putih yang banyak.

13
c. Jam 24.00 WIB minum obat pencahar/laksans untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal.
d. Selanjutnya puasa sampai dilakukan foto.
e. Dilarang banyak bicara untuk mengurangi udara (gas) dalam
lambung dan usus.
Untuk bayi dan anak diberikan minum yang mengandung
karbonat, tujuannya untuk mengembangkan lambung dengan gas.
Usus akan berpindah, sehingga bayangan kedua ginjal dapat dilihat
melalui lambung yang terisi gas. Sebelum pasien disuntikkan urofin
60% harus dilakukan terlebih dahulu uji kepekaan. Jika pasien alergi
terhadap kontras maka pemeriksaan pielografi intravena dibatalkan.
Dosis urografin 60 mg % untuk orang dewasa adalah 20 ml. Kalau
perlu diberikan dosis rangkap yaitu 40 ml. Tujuh menit setelah
penyuntikan dibuat film bucky anteroposterior abdomen. Foto
berikutnya diulangi pada 15 menit, 30 menit dan 1 jam. Sebaiknya
segera setelah pasien disuntik kontras, kedua ureter dibendung, baru
dibuat foto 7 menit. Kemudian bendunag dibuka, langsung dibuat
foto di mana diharapkan kedua ureter terisi. Dilanjutkan dengan foto
1 dan 2 jam, malahan foto 6, 12 dan 24 jam.
Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni,
 Tidak memiliki riwayat alergi.
 Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni
dengan mengukur kadar BUN atau kreatininnya (<2). Karena
kontras itu bersifat nefrotoksik dan dikeluarkan lewat ginjal,
jadi apabila ginjal rusak atau tidak berfungsi, akan sangat
berbahaya bagi pasien.
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi
dan fungsi dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan
bladder, yang meliputi kelainan kongenital, radang atau infeksi,
massa atau tumor, trauma.

14
Pada pielografi normal akan diperoleh gambaran bentuk ginjal
seperti kacang. Kutub (pool) atas ginjal kiri setinggi Th.11, bagian
bawah, batas bawah setinggi korpus vertebra L3. Ginjal kanan
letaknya kira-kira 2 cm lebih rendah daripada yang kiri. Pada
pernafasan, kedua ginjal bergerak dan pergerakan ini dapat dilihat
dengan fluoroskopi. Arah sumbu ke bawah dan lateral sejajar dengan
muskuli psoas kanan dan kiri. Dengan adanya lemak perirenal, ginjal
mendapat lebih jelas terlihat. Tiga tempat penyempitan ureter
yang normal, yaitu pada sambungan pelvis dan ureter dengan
buli-buli, dan ada persilangan pembuluh darah iliaka.
IPV menit ke 5
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang
meliputi nefrogram dan sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu
bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya
semiopaque, jadi putihnya sedang-sedang saja. Pada menit ke-5,
contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang
ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis,
massa/tumor renal, dll.

Menit ke 15
Penilaian ureter pertama yaitu jumlah ureter terkadang, ureter
bisa hanya nampak 1 aja, itu mungkin di sebabkan kontraksi ureter

15
saat pengambilan foto, jadi tidak nampak ketika difoto. Kedua posisi
ureter, lalu kaliber ureter diameternya, normal < 0.5 cm, ada
tidaknya batu, baik lusen maupun opaque, kemudian nyatakan
bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu. Contoh penyakit pada menit
ke 15 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis, ureteritis.

Menit ke 45 : Menilai buli-buli.


Apakah dinding buli reguler? adakah additional shadow (divertikel)
ataupun filling defect (masa tumor) dan indentasi prostat, gambaran
dinding yang menebal ireguler dicurigai adanya sistitis kronis.
Contoh penyakit pada menit ke 45 yaitu cystitis, pembesaran prostat,
massa vesikolithiasis

Post miksi

16
Kita harus menilai apakah setelah pasien berkemih kontras di buli
minimal? Seandainya terdapat sisa yang banyak kita dapat
mengasumsikan apakah terdapat sumbatan di distal buli ataupun otot
kandung kencing yang lemah. Normalnya yaitu sisa 1/3 dari buli-
buli penuh

iii. Urografi Retrograde


Indikasi urografi retrograde adalah untuk melihat anatomi
traktus urinarius bagian atas dan lesi-lesinya. Hal ini dikerjakan
apabila pielografi intravena tidak berhasil menyajikan anatomi
dan lesi-lesi traktus urinarius bagian atas. Keistimewaan
urografi retrigrad berguna melihat fistel.
Urografi retrograd memerlukan prosedur sistoskopi. Kateter
dimasukkan oleh ahli urologi. Kerjasama antara ahli urologi dan
radiologi diperlukan karena waktu memasukkan kotras, posisi pasien
dapat dipantau (dimonitor) dengan fluoroskopi atau televisi. Udara
dalam kateter dikeluarkan, kemudian 25 % bahas kontras yang
mengandung iodium disuntikkan dengan dosis 5-10 ml dibawah
pengawasan fluoroskopi. Kemudian kateter diangkat pada akhir
pemeriksaan, lalu dibuat foto polos abdomen. Jika ada obstruksi
dibuat lagi foto 15 menit kemudian.

17
iv. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging
diagnostik ( pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat alat
dalam tubuh manusia, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran
anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit
pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang
diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Tidak ada kontra
indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan
memperburuk penyakit penderita. Ultrasonografi (USG) merupakan
pemeriksaan non invasif yang dapat dilakukan secara bed-side dan
relatif tidak mahal. Pada ginjal pemeriksaan ini cukup efektif dan
akurat dalam mendeteksi adanya abses renal, pyohidronefrosis, atau
adanya batu saluran kemih. Selain itu USG juga cukup baik dalam
menilai parenkim ginjal, ketebalan korteks ginjal, serta mendeteksi
hidronefrosis.
Sonogram ginjal normal :
Ukuran ginjal normal dewasa : Ginjal kanan : 8– 14 cm (rata-
rata 10,74 cm), Ginjal kiri : 7–12 cm (rata-rata 11.10 cm), Diameter
antero-posterior 4 cm dan diameter melintang rata-rata 5 cm. Ukuran
panjang ginjal normal secara USG lebih kecil bila dibandingkan
dengan yang terlihat secara radiografi.
Ginjal normal memperlihatkan sonodensitas kortek yang lebih
rendah (hipoekoik) dibandingkan dengan sonodensitas hati,limpa
dan sinus renalis. Tebal kortek kira-kira 1/3 – 1/2 sinus renalis
dengan batas rata atau bergelombang pada ginjal yang lobulated.
Sedangkan sinus renalis yang terletak ditengah ginjal memberikan
sonodensitas yang tinggi (hiperekoik) disebabkan karena
komposisinya yang terdiri atas lemak dan jaringan parenkim ginjal.
Didalam sinus renalis terdapat garis-garis anekoik, yaitu irisan

18
kalises yang bila diikuti akan bergabung pada daerah anekoik besar,
yaitu pelvis renals.

Gambar USG ginjal normal


v. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
Pemeriksaan CT scan pada kasus infeksi saluran kemih
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pielonefritis akut. Dengan CT
scan kontras, pielonefritis akut akan tampak sebagai daerah yang
underperfusion. Adapun keunggulan CT adalah memberikan resolusi
anatomi yang lebih baik, sehingga membantu untuk kasus sulit. CT
scan juga bermanfaat pada kasus abses renal atau pionefrosis.
Kekurangan dari CT adalah efek radiasi pada tubuh. Diperkirakan
pada orang dewasa pemeriksaan CT abdomen tunggal memberikan
efek radiasi setara dengan 500 kali pemeriksaan foto polos toraks.

Gambar CT Scan Normal

19
vi. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI manfaat utamanya pada ginjal adalah untuk
mendeteksi adanya massa ginjal. Keuntungan dari pemeriksaan MRI
adalah memberikan gambaran multiplanar, secara jelas memberikan
gambaran antara jaringan normal dengan jaringan yang patologis
serta tidak ada efek radiasi.

Gambar MRI Normal

2.8 Diagnosis Banding Batu Saluran Kemih


Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut,
misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika
dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan perlu
dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu atau
apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan
adneksitis.10
2.9 Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih 11
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara medikamentosa dan non medikamentosa:
 Medikamentosa:
o Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm
diharapkan dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk

20
mengurangi nyeri saat proses pengeluaran batu dengan cara miksi.
Pemberian diuretik dapat digunakan untuk memperlancar aliran urin.
Edukasi pasien untuk minum banyak juga dapat dilakukan untuk
memperlancar aliran urin.
o Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat dapat
mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat ini
adalah pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.
 Non Medikamentosa
o ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini dapat
memecah batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui
tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave batu
dapat dipecahkan. Pasien dapat merasa nyeri kolik pada proses
pemecahan batu. Kontraindikasi pemecahan batu menggunakan ESWL
adalah pasien hamil, infeksi saluran kemih dan batu sistein.
o PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): menggunakan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.
o Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra, batu
dapat dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat
dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
o Ureteroskopi: dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal.
o Bedah laparoskopi: cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu
ureter.
o Bedah terbuka : terbagi atas :
 Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
batu yang berada di dalam ginjal
 Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
batu yang berada di ureter

21
 Vesikolitomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
batu yang berada di vesica urinaria
 Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
batu yang berada di uretra.
Algoritme penatalaksanaan non medika mentosa pada urolithiasis

2.10 Komplikasi Batu Saluran Kemih 13


Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi
akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal,
kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan.
Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu
ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang
signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah
avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK
dan migrasi stent.

22
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita
tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi. Pada batu ginjal
nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang
diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara
bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat
dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan
PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan.
Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (<
20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom
perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%.
Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien
dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari
data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka
kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma
parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan
lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL,
dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali
normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca
ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat
perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi
leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan

23
pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah
dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.

2.11 Prognosis11
Prognosis tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Namun pada umumnya prognosis pasien dengan urolitiasis cukup baik, karena
terapi memberikan hasil yang sangat baik terlepas dari tingkat keparahan
penyakitnya. Meskipun ada peningkatan risiko kekambuhan (15% pasien
mengembangkan kalkulus lain 1 tahun setelahnya, 40% setelah 5 tahun dan 80%
setelah 10 tahun), strategi pencegahan yang tepat dapat secara substansial
mengurangi risiko kekambuhan. Diagnosis harus segera dilakukan, karena batu
yang lebih besar dapat secara signifikan mengganggu aliran darah ginjal normal
dan menyebabkan kerusakan ginjal yang signifikan jika tidak diobati.

24
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Tn. K / laki-laki / 51 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : swasta
c. Alamat : Mataram
II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak :1
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
III. Keluhan Utama:
Nyeri saat BAK
IV. Riwayat Penyakit Sekarang : (autoanamnesa)
Pasien dating ke poli urologi dengan keluhan nyeri saat buang air kecil
(+), disertai nyeri perut kanan yang dirasa menjalar hingga ke pinggang
belakang kanan sejak 5 jam SMRS. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan hilang
timbul. Mual (+), keluhan muntah disangkal. Pasien juga mengeluh buang air
kecil berwarna merah sebanyak 3-4x sejak pagi harinya. Demam dan nyeri
saat berkemih disangkal.
V. Aspek Psikologis di Keluarga : Tidak ada masalah psikologis
dalam keluarga
VI. Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat rawat inap dan operasi disangkal
 Riwayat diabetes mellitus, jantung dan asma disangkal
VII.Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat rawat inap dan operasi disangkal

25
 Riwayat hipertensi (+) almarhum ibu
 Riwayat diabetes mellitus, jantung dan asma disangkal
VIII. Riwayat Pengobatan : tidak ada
IX. Alergi : Tidak ada alergi obat, makanan dan
minuman
X. Riwayat Sosial :Pasien seorang pegawai swasta

XI. Pemeriksaan Fisik :


Keadaan Umum
1. Keadaan sakit : baik
2. Kesadaran : compos mentis
3. Suhu : 37°C
4. Nadi
 Frekuensi : 88x/menit
 Irama : Regular
5. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
6. Pernafasan
 Frekuensi : 20/menit
 Irama : reguler
7. Kulit
 Turgor : baik
 Lembab / kering : lembab
 Lapisan lemak : ada
Pemeriksaan Organ
1. Kepala
 Bentuk : normocephal
 Ekspresi : tidak tampak kesakitan
 Simetri : simetris
2. Mata
 Exopthalmus : (-)
 Kelopak : normal
 Conjungtiva : anemis (-/-)
 Sklera : ikterik (-/-)
 Kornea : normal
 Pupil : bulat, isokor, RC+/+
 Lensa : normal, keruh (-)

3. Hidung : tak ada kelainan


4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut
 Bibir : basah, tidak pucat
 Gigi geligi : lengkap
 Palatum : deviasi (-)
 Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
 Selaput Lendir: normal

26
 Lidah : dalam batas normal

6. Leher
 KGB : tak ada pembengkakan
 Kel.tiroid : tak ada pembesaran
 JVP : tidak dievaluasi
7. Thorax
 Bentuk : simetris
 Pergerakan dinding dada : tidak ada yang tertinggal
Pulmo

Pemeriksaan Kanan Kiri


Inspeksi Simetris
Palpasi fremitus normal fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar :ICS
VI kanan
Auskultasi Wheezing (-), Ronkhi Wheezing (-), Ronkhi
(-) (-)

Jantung

Ictus cordis terlihat di ICS V linea


Inspeksi
midclavicula kiri

Ictus cordis teraba di ICS V linea


Palpasi
midclavicula kiri

Perkusi Batas-batas jantung :


Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen
 Inspeksi : Distensi (-), Striae(-), Sikatrik (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal, metallic sound (-)
 Palpasi : Teraba massa (-), Nyeri tekan pada epigastrium
(-), abdomen supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada
undulasi

27
 Perkusi : Nyeri ketok CVA kanan (+). Timpani di seluruh
lapang abdomen
9. Ekstremitas Atas
 Kekuatan :5/5
 Edema : (-) / (-)

10. Ekstremitas bawah


 Kekuatan :5/5
 Edema : (-) / (-)

XII. Pemeriksaan Penunjang:


 Darah lengkap, BT, CT, ro thorax PA, ro abdomen supine

XIII. Diagnosis Kerja :


 Batu ureter dextra

XIV. Diagnosis Banding


-
XV. Initial Plan Treatment :
 Pro Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Laboratorium (23 Juni 2020)
Pemeriksaan Hasil Satuan Niali rujukan
Bleeding time 2 mnt 14 dtk Menit 1-3
Clothing time 6 mnt 53 dtk Menit 6-12
Darah lengkap Terlampir Terlampir
Gula darah sewaktu 153 MG/DL <200
Creatinine 2,4 MG/DL 0,7 – 1,2
Ureum 35 MG/DL 12 – 42
Trigliserida 217 MG/DL <150
Asam urat 6,9 MG/DL <7,0
Cholesterol 190 MG/DL <200
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Ph 6,0 5,0 – 9,0
Bj 1.030 1.005 – 1.030

28
Leukosit - Negative
Darah - Negative
Protein +/- Negative
Nitrit - Negative
Keton - Negative
Glukosa - Negative
Urobilinogen - Negative
Bilirubin - Negative
Leukosit 0-5 LPB 0-5
Erytrosit 2-5 LPB 0-2
Epitel 2-5 LPB <10
Bakteri + Negative

Hasil Laboratorium (23 Juni 2020)


Pemeriksaan Hasil Satuan Niali rujukan
HGB 13.8 g/dL 13,4 – 17,7
RBC 5.29 10 ̂ 6/uL 4,0 – 5,5
HCT 42.0 % 40 – 47
MCV 80.0 fL 80 – 93
MCH 28.0 pg 27 – 31
MCHC 38.0 g/dL 32 – 36
RDW-SD 35.0 fL 35 – 47
RDW-CV 35.0 % 11,5 – 14,5
WBC 9.60 10 ̂ 3/uL 4,3 – 10,3
EO% 3.6 % 0-4
BASO% 0.4 % 0-1
NEUT% 52.0 % 51-67
LYMPH% 30.0 % 25-33
MONO% 0.51 % 2-5
PLT 237 10 ̂ 3/uL 142-424

29
o Pemeriksaan Rontgen Thorak PA + abdomen supine

30
 Penatalaksanaan
a. Pro URS + Litotripsi
b. IVFD RL 20 tpm
c. Konsul dokter spesialis urologi
d. Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam premed

XVI. Diagnosis Akhir :


 Batu ureter dextra

XVII. Prognosis :
 Quo ad vitam : dubia at bonam
 Quo ad sanationam : dubia at bonam
 Quo ad functionam : dubia at bonam

31
BAB IV
RESUME DAN ANALISA KASUS

4.1 Resume

Pasien dating ke poli urologi dengan keluhan nyeri saat buang air kecil
(+), disertai nyeri perut kanan yang dirasa menjalar hingga ke pinggang belakang
kanan sejak 5 jam SMRS. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul. Mual
(+), keluhan muntah disangkal. Pasien juga mengeluh buang air kecil berwarna
merah sebanyak 3-4x sejak pagi harinya. Demam dan nyeri saat berkemih
disangkal.

Pada anamnesis didapatkan bahwa :

 Nyeri buang air kecil (+)


 Nyeri perut kanan yang menjalar hingga pinggang belakang kanan sejak 5
jam SMRS
 BAK berwarna merah 3-4 kali

Dari hasil pemeriksaan fisik:

 Abdomen perkusi : nyeri ketok CVA kanan (+).

4.2 Analisa Kasus

Pasien datang ke poli urologi RS Kota Mataram dengan keluhan terdapat


nyeri perut kanan yang dirasa menjalar hingga ke pinggang belakang kanan sejak
5 jam SMRS. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul. Keluhan mual (+),
muntah disangkal. Pasien juga mengeluh buang air kecil berwarna merah
sebanyak 3-4x sejak pagi harinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum compos mentis, tampak sakit sedang dengan tekanan darah 110/70, nadi
88x/m, pernafasan 20x/m dan suhu 370C. Pemeriksaan status generalis pada
abdomen pada perkusi didapatkan nyeri ketok CVA kanan. Secara epidemiologi

32
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari
tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya. Pada pasien ini ditemukan adanya faktor intrinsik antara lain, umur:
penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-60 tahun (pasien berumur 60
tahun), jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak daripada
pasien perempuan (pasien berjenis kelamin laki-laki).

Secara umum, nyeri pada area pinggang maupun perut sebelah kanan
dapat bersumber dari gangguan pada sistem digestif, sistem urinaria, dan sistem
muskuloskeletal. Sensasi nyeri pada flank area (antara abdomen atas dan
pinggang) menandakan bahwa sumber nyeri berasal dari area retroperitoneal,
paling sering akibat regangan kapsul ginjal. Hal ini diperkuat dengan
disangkalnya keluhankeluhan yang biasanya menyertai penyakit saluran cerna
seperti muntah, dan gangguan BAB.

Pada pasien terdapat gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai
perasaan mual dengan atau tanpa muntah. Diketahui bahwa dinding ureter terdiri
atas :

1. Mukosa yang dilapisi oleh sel transisional

2. Otot polos sirkuler

3. Otot polos longitudinal

Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang memungkinkan


terjadinya gerakan peristaltic ureter guna mengalirkan urine ke buli buli. Jika
terdapat sumbatan pada lumen ureter, otot polos ureter akan berkontraksi secara
berlebihan yang bertujuan untuk mendorong/mengeluarkan sumbatan tersebut dari
saluran kemih. Kontraksi tersebut dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang
secara berkala, sesuai irama peristaltic ureter. Adanya keluhan hematuria pada
pasien dapat diakibatkan karena adanya trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu.

33
Berdasarkan pemeriksaan fisik status generalis didapatkan penderita
tampak sakit sedang, tanda vital dalam batas normal, pupil isokor dengan refleks
cahaya semuanya positif. Leher, KGB, paru-paru, jantung, thoraks dan
ekstremitas tidak ditemukan kelainan. Pada regio costovertebrae angle dextra
nyeri ketok positif dan pada costovertebrae angle sinistra tidak ada kelainan.
Temuan ini dapat menandakan adanya masalah pada ginjal kanan penderita.

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, dan urin
lengkap. Hasilnya ditemukan peningkatan kadar leukosit. Pada pemeriksaan urine
lengkap didapatkan urin berwarna merah dengan ditemukanya eritrosituria dan
leukosituria. Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai
mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan batu
radioopaque. Sehingga dapat disimpulkan diagnosis pasien pada kasus ialah batu
ureter proximal dextra. Hal ini dipertimbangkan berdasarkan dasar aspek klinis,
hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan radiologis. Pada kasus ini
terapi yang dipilih yaitu dengan URS dan lithotripsy.

34
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Urolithiasis adalah keadaan dimana adanya batu pada saluran
kemih dimulai dari ginjal, ureter, vesika urinaria hingga uretra. Penyakit batu
saluran kemih menempati posisi ke dua paling sering ditemukan pada urologi
dengan seiringnya waktu karena perubahan pola hidup dan diet masyarakat. Ada
beberapa jenis batu yang dapat terakumulasi pada saluran kemih, batu kalsium
oksalat, kalsium fosfat, batu urat, batu struvit dan batu campuran. Gejala yang
ditimbulkan pada penyakit ini bergantung pada lokasi ataupun obstruksi yang
ditimbulkan oleh batu tersebut.
Komplikasi batu saluran kemih yang sering tejadi adalah penyumbatan
total dari saluran sehingga menyebabkan flow back pada urin. Efek dari flow back
dari urin adalah dapat terjadinya hidroureter hingga hidronefrosis. Pada kasus
tertentu urosepsis dapat terjadi pada pasien. Gejala yang terdapat pada urolithiasis
adalah antara lain Obstructive Lower Urinary Track Syndrome, mual muntah,
demam, nyeri kolik pada pinggang, hematuria dan sensasi keluarnya pasir saat
berkemih.
Penatalaksanaan urolithiasis antara lain adalah dengan medika mentosa
ataupun intervensi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan dapat bersifat invasive
dan non invasiv. Tindakan invasiv seperti litotripsi, PNL, bedah laparoskopi.
Tindakan non-invasiv antara lain ESWL. Pasien dapat mencegah terjadinya batu
dengan cara mengatasi infeksi saluran kemih yang dialaminya, mengontrol kadar
zat dalam darahnya dan hidrasi yang cukup.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Stoller M.L Urinary Stone Diasease in :Tonogho E.A M.C Annicg


J.W,eds,Smisth, General Urologi 16 th ed.New York Lange Medial
book/MC Graw Hill.2004
2. Soeparman, dkk.. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai Penerbit
FKUI : Jakarta ; 2001
3. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
4. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
5. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001.
6. Sjahriar Rasad.Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Fakultas kedokteran
universitas Indonesia. Jakarta. 2013.
7. Purnomo, Basuki Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto:
Jakarta ; 2007.
8. Knoll T. Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology of Urolithiasis.
European Urology Supplements 9 (2010). Department of Urology,
Sindelfingen-Boeblingen Medical Center, Germany. P.802-806.
9. Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology. Tenth
Edition. Philadelphia; 2012.
10. Tanagho E, McAninch J. Smith’s General Urology. 17th edition. The
McGraw-Hill companies; 2008. P.246
11. Pearle, S. Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA:
Imforma healthcare ;2009.p.1-6
12. Tanagho E, McAninch J. Smith’s General Urology. 17th edition. The
McGraw-Hill companies; 2008. P.246
13. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Satu,
2014. Hal : 87- 101

36

Anda mungkin juga menyukai