Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PADA TRAUMA PELVIS

Oleh:

Alfazzra Firzana Risala, S. Ked


712022091

Dokter Pembimbing :
dr. Kemas H. M. Sani, Sp. Rad

DEPARTEMEN
RADIOLOGI RSUD
PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Judul:
Gambaran Radiologi pada Trauma Pelvis

Oleh:
Alfazzra Firzana Risala, S.Ked
712022091

Telah dilaksanakan pada bulan Desember 2023 sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu
Radiologi Rumah Sakit Umum Palembang Bari

Palembang, Desember 2023


Pembimbing

dr. Kemas H. M. Sani, Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Gambaran Radiologi Pada Trauma Pelvis” sebagai syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Radiologi Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian Referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Kemas H. M. Sani, Sp.Rad selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di bagian Ilmu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari,
yang memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
referat ini.
4. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerja samanya.
Penulis menyadari bahwa Referat ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga Referat
ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Desember 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Anatomi Pelvis...................................................................................................3
2.2 Trauma pada Pelvis............................................................................................5
2.3 Aspek Radiologi Pada Trauma Tulang Pelvis..................................................13
2.3.1 Fraktur Pelvis.........................................................................................17
2.3.2 Fraktur Acetabulum...............................................................................18
BAB III. KESIMPULAN.....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma pelvis termasuk salah satu manajemen yang paling kompleks
dalam perawatan trauma dan terjadi pada 3% dari cedera skeletal. Walaupun
hanya 3% trauma, penderita biasanya mempunyai angka ISS (Injury Severity
Score) yang tinggi dan sering juga terdapat trauma mayor di organ lain,
karena kekuatan yang dibutuhkan untuk terjadinya fraktur pelvis cukup
signifikan. Sebagai contoh, insidensi robekan aorta thoracalis meningkat
1
secara signifikan pada pasien fraktur pelvis terutama tipe AP kompresi.
Trauma pelvis berhubungan dengan kekuatan trauma tinggi, terbanyak
akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Insidensi nya dapat
meningkat, sejalan dengan angka kecelakaan lalu lintas, atau menurun karena
adaair bag pada mobil. Diantara pasien dengan trauma tumpul dengan
multiple injury, hampir 20% trauma pelvis. Pada pasien dengan trauma
pelvisdapat terjadi hemodinamik yang tidak stabil, dan dibutuhkan tim dari
berbagai disiplin ilmu. Status hemodinamik awal pada pasien dengan fraktur
pelvis adalah faktor prediksi utama yang dihubungkan dengan kematian.
Kematian akibat pasien dengan hemodinamik stabil adalah 3,4% dibanding
hemodinamik tidak stabil adalah sebesar 42%. Angka mortalitas untuk
trauma pelvis berkisar antara 5-16%. Studi di Australia menunjukkan angka
insidensi terjadinya fraktur pelvis sebanyak 23 per 100.000 orang per tahun,
sementara studi di Inggris menungjukkan insidensi kejadian fraktur
1,2
acetabulum sebanyak 3/100.000 orang/tahun.
Banyak komplikasi yang terjadi pada fraktur pelvis, diantaranya yaitu
robekan pada kandung kemih, robekan pada urethra,trauma rectum dan
vagina, trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan
massif sampai syok.Trauma pada pelvis memiliki standar kompetensi 2,
yangberarti dokterumum harus mampu mendiagnosis dan memberi rujukan
yang tepat. Peranan pemeriksaan radiologi pada trauma tulang pelvis
sangatlah penting selain membantu dalam mendiagnosis trauma pelvis,

1
CT-scan thorax dan

2
pemeriksaan radiologi lainnya, dapat memperlihatkan kelainan-kelainan yang
1
ditimbulkan akibat trauma atau cedera.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari referat ini diharapkan dokter muda dapat memahami
dan menambah ilmu pengetahuan tentang aspek radiologi pada trauma tulang
pelvis.

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimana aspek radiologi pada trauma tulang pelvis?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pelvis


Pelvis merupakan struktur mirip-cincin yang terbentuk dari tiga tulang:
sacrum dan dua tulang innominata, yang masing-masing terdiri dari ilium,
ischium dan pubis. Tulang-tulang innominata menyatu dengan sacrum di
bagian posterior pada dua persendian sacroiliaca; di bagian anterior, tulang-
tulang ini bersatu pada simfisis pubis. Simfisis bertindak sebagai penopang
sepanjang memikul beban berat badan untuk mempertahankan struktur cincin
pelvis.
Tiga tulang dan tiga persendian tersebut menjadikan cincin pelvis stabil
oleh struktur ligamentosa, yang terkuat dan paling penting adalah
ligamentum- ligamentum sacroiliaca posterior. Ligamentum-ligamentum ini
terbuat dari serat oblik pendek yang melintang dari tonjolan posterior
sacrumsampai ke spina iliaca posterior superior (SIPS) dan spina iliaca
posterior inferior (SIPI) seperti halnya serat longitudinal yang lebih panjang
melintang dari sacrum lateral sampai ke spina iliaca posterior superior (SIPS)
danbergabung dengan ligamentum sacrotuberale. Ligamentum sacroiliaca
anterior jauh kurang kuat dibandingkan dengan ligamentum sacroiliaca
posterior. Ligamentum sacrotuberale adalah sebuah jalinan kuat yang
melintang dari sacrum posterolateral dan aspek dorsal spina iliaca posterior
sampai ke tuber ischiadicum. Ligamentum ini, bersama dengan ligamentum
sacroiliaca posterior, memberikan stabilitas vertikal pada pelvis. Ligamentum
sacrospinosum melintang dari batas lateral sacrum dan coccygeus sampai ke
ligamentum sacrotuberale dan masuk ke spina ischiadica. Ligamentum
iliolumbale melintang dari processus transversus lumbalis keempat dan
kelima sampai ke crista iliaca posterior; ligamentum lumbosacrale melintang
3,4
dari processus transversus lumbalis ke lima sampai ke ala ossis sacri.

4
4
Gambar 2.1. Pandangan Anterior (A) dan superior (B) dari ligamentum pelvis.

Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang


terdapat pada pelvis anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna
terletak diatas pinggiran pelvis. Arteri tersebut mengalir ke anterior dan dalam
dekat dengan sendi sacroliliaca. Cabang posterior arteri iliaca interna termasuk
arteri iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri sacralis lateralis. Arteri
glutea superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk panggul lebih besar, yang
terletak secara langsung diatas tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna
termasuk arteri obturatoria, arteri umbilicalis, arteri vesicalis, arteri pudenda,
arteri glutea inferior, arteri rectalis dan arteri hemoroidalis. Arteri pudenda dan
obturatoria secara anatomis berhubungan dengan rami pubis dan dapat
cedera

5
dengan frakture atau perlukaan pada struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga
vena- vena yang menyertainya seluruhnya dapat cedera selama adanya disrupsi

pelvis.
Gambar 2.2. Aspek internal pelvis yang memperlihatkan pembuluh darah
mayor
4
yang terletak pada dinding dalam pelvis.

Gambar 2.3. Gambaran radiologi pelvis normal beserta organ-organ penting.

2.2 Trauma Pelvis


A. Definisi Fraktur Pelvis
Fraktur Pelvis adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi dan gangguan struktur tulang dari pelvis.
Pada orang tua penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri.
Namun, fraktur yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas

6
terbesar melibatkan kejadian yang signifikan misalnya dari kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian.5

B. Epidemiologi
Fraktur pelvis mempunyai angka kejadian 3% dari keseluruhan
cedera tulang. Angka mortalitas untuk trauma pelvis berkisar antara 10-
20 persen, dengan rerata kejadian fraktur pelvis tidak stabil sebanyak 8%.
Sebuah penelitian epidemiologi Mayo Clinic dilaporkan oleh Melton dan
rekan- rekannya. keseluruhan kejadian adalah 37 per 100.000
orang/tahun. Di antaranya pasien yang berusia 15 hingga 25 tahun,
signifikan lebih besar laki- laki dibandingkan dengan perempuan, dengan
mayoritas terkait
6
dengan trauma berat.

C. Etiologi7
Fraktur pelvis dapat disebabkan karena:
a. Trauma Energi Tinggi
Fraktur pelvis dapat disebabkan oleh trauma energi tinggi, seperti
yang terjadi pada:
- Kecelakaan motor atau mobil
- Jatuh dari ketinggian
b. Insufisiensi tulang
Fraktur pelvis juga dapat terjadi akibat tulang yang lemah dan
insufisien. Ini sering ditemukan pada kelompok orang usia tua yang
tulangnya telah menjadi lemah akibat osteoporosis. Pada kelompok
pasien ini, fraktur dapat terjadi hanya dengan trauma energi rendah,
misalnya hanya akibat jatuh dari posisi berdiri atau pada saat
melakukan aktivitas ringan saja seperti bangkit dari duduk atau turun
tangga.
c. Fraktur Avulsi
Segmen tulang tertarik oleh kontraksi otot yang terlalu kuat; hal
inibiasanya terjadi pada olahragawan dan atlet. Muskulus sartorius
dapat menarik spina iliaka anterior superior, muskulus rectus femoris

7
dapat menarik spina iliaka anterior inferior, muskulus adduktor longus
dapat menarik pubis, dan otot hamstring dapat menarik bagian dari
tulangischium. Tipe fraktur ini cenderung stabil dan tidak merusak
integritas struktural dari cincin pelvis.

D. Klasifikasi
Ada beberapa macam klasifikasi fraktur pada pelvis.
Klasifikasi Young & Burgess5,9
a. Kompresi anteroposterior (Anterioposterior Compression)
Cedera ini biasanya disebabkan oleh karena benturan antara
pejalan kaki dan mobil. Rami pubis mengalami fraktur danmengalami
rotasi eksternal dengan berpisahnya simfisis sehingga disebut juga
dengan cedera “buku terbuka”. Ligamen sakroiliaka anterior
mengalami tarikan dan bisa jadi putus, atau dapat juga terjadi fraktur
pada bagian posterior ilium. Cedera jenis ini diklasifikasikan kembali
menjadi beberapa subklasifikasi berdasarkan keparahan cederanya:
- APC-I : Diastasis simfisis minimal (< 2 cm), tarikan pada ligamen
sakroiliakal, dengan cincin pelvis yang stabil
- APC-II : Diastasis simfisis lebih renggang, ligamen sakroiliakal
putus, dengan pergeseran ringan sendi sakroiliaka, namun cincin
pelvis masih stabil
- APC-III: Ligamen sakroiliaka anterior dan posterior putus, dengan
pemisahan sendi sakroiliaka, satu bagian hemipelvis terpisah dari
hemipelvis yang lain secar anterior dan terpisah dari sakrum secara
posterior.

Gambar 2.4. Tipe fraktur pelvis APC (Antero-posterior Compression)8

8
b. Kompresi lateral (Lateral Compression)
Kompresi pelvis dari sisi ke sisi menyebabkan cincin pelvis
melengkung dan rusak. Hal ini biasanya terjadi akibat benturan dari
sisi samping pada kecelakaan darat atau jatuh dari ketinggian. Di
bagian anterior, rami pubis mengalami fraktur pada salah satu atau
kedua bagian dan di bagian posterior, akan tedapat tekanan sakroiliaka
yang hebat atau fraktur dari sakrum atau ilium, baik pada sisi yang
sama dengan sisi rami pubis yang fraktur atau pada sisi yang
berlawanan. Terbagi lagi menjadi beberapa subklasifikasi:
- LC-I : Fraktur transverse rami pubis bagian anterior. Cincinpelvis
stabil
- LC-II : Tambahan fraktur pada iliac wing pada sisi tekanan.Cincin
pelvis masih stabil
- LC-III : Tekanan kompresi lateral pada salah satu sisi iliac wing
mengakibatkan tekanan anteroposterior pada sisi ilium yang
berlawanan, menyebabkan pola fraktur yang sesuai dengan
mekanisme tersebut.

8
Gambar 2.5. Tipe fraktur pelvis LC (Lateral Compression)

c. Benturan vertikal (Vertical Shear)


Terjadi fraktur rami pubis akibat tulang yang bergeser secara
vertikal dan menyebabkan kerusakan pada daerah sakroiliaka pada sisi
yang sama. Hal ini sering terjadi saat seseorang jatuh dari ketinggian
dengan bertumpu pada satu kaki. Fraktur jenis ini biasanya berat, tidak
stabil, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dan perdarahan
retroperitoneal.

9
d. Cedera Kombinasi
Pada cedera pelvis yang berat, dapat terjadi kombinasi dari
mekanisme-mekanisme di atas.

Gambar 2.6 Jenis fraktur pelvis berdasarkan mekanisme cedera5

Klasifikasi Tile7

Gambar 2.7. Klasifikasi Tile

Tile (1988) membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang


stabil,cidera yangsecara rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi dan
vertikal tak stabil.
 Tipe A/stabil; ini temasuk avulsi dan fraktur pada cincin pelvis dengan
sedikit atau tanpa pergeseran.
- A1 : fraktur panggul tidak mengenai cincin
- A2 : stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur
 Tipe B yaitu secara rotasi tidak stabil tapi secara vertikal stabil.
Daya rotasi luar yang mengena pada satu sisi pelvis dapat merusak dan
membuka simfisis biasa disebut fraktur open book atau daya rotasi
internal yaitu tekanan lateral yang dapat menyebabkan fraktur pada

10
rami

11
iskiopubik pada salah satu atau kedua sisi juga disertai cidera posterior
tetapi tida ada pembukaan simfisis.
- B1 : open book
- B2 : kompresi lateral ipsilateral
- B3 : kompresi lateral kontralateral (bucket-handle)
 Tipe C yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan
pada ligament posterior yang keras dengan cidera pada salah satu atau
kedua sisi dan pergeseran vertical pada salah satu sisi pelvis, mungkin
juga terdapat fraktur acetabulum.
- C1 : unilateral
- C2 : bilateral
- C3 : disertai fraktur asetabulum

E. Gambaran Klinik
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma
multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul.
Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan
subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemi dan
syok karena perdarahan yang hebat. Terdapat gangguan fungsi anggota
gerak bawah.4
Pada cedera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa
nyeri bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang
terdapat kerusakan pada visera pelvis. Sinar-X polos dapat
memperlihatkan fraktur.5
Pada tipe cedera B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri
dan tak dapat berdiri; dia mungkin juga tidak dapat kencing. Mungkin
terdapat darah dimeatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal
tetapi sering meluas, dan usaha menggerakkan satu atau kedua ala
osis ilii akan sangat nyeri. Salah satu kaki mungkin mengalami anestetik
sebagian karena cedera saraf skiatika dan penarikan atau pendorongan
dapat mengungkapkan ketidakstabilan vertikal (meskipun ini mungkin
terlalu nyeri). Dislokasi sendi panggul dibagi dalam 3 jenis :

12
1. Dislokasi posterior
• Tanpa fraktur
• Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar
• Disertai fraktur komunitif asetabulum bagian posterior denganatau
tanpa kerusakan pada dasar asetabulum.
• Disertai fraktur kaput femur
Mekanisme trauma dislokasi posterior disertai adanya fraktur
adalah kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui
suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi
pinggul dalam posisi fleksi atau semi fleksi. Trauma biasanya terjadi
karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan
fleksi dan menabrak dengan keras yang berada dibagian depan lutut.
Kelainan ini juga dapat terjadi sewaktu mengendarai motor 50%
dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen
kecil atau besar. Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang
hebat disertai nyeri dan deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi
panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi, fleksi dan
rotasi interna terdapat pemendekan anggota gerak bawah. Dengan
pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakah
dislokasi fraktur atau tidak.
2. Dislokasi anterior
• Obturator
• Iliaka
• Pubik
• Disertai fraktur kaput femur

13
Gambar 2.9. Dislokasi anterior

3. Dislokasi sentral asetabulum


• Fraktur sebagian dari kubah asetabulum
• Pergeseran menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang
komunitif
• Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum

Gambar 2.10. Dislokasi Asetabulum

Mekanisme trauma fraktur dislokasi sentral adalah terjadi apabila


kaput femur terdorong ke dinding medial asetabulum pada rongga
panggul. Disini kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulum terjadi karena
dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dariketinggian pada satu sisi
atau suatu tekanan yang melalui femur dimana keadaan abduksi.
Didapatkan perdarahan dan pembengkakan di daerah tungkai bagian

14
proksimal tetapi posisi tetap normal. Nyeri tekan pada daerah
trokanter. Gerakan sendi panggul sangat terbatas. Dengan pemeriksaan
radiologis
9
didapatkan adanya pergeseran dari kaput femur menembus panggul.

F. Diagnosis
Pemeriksaan fisik akan menetapkan kecurigaan untuk trauma pelvis
dan menilai ketidakstabilan panggul. Dengan tangan pemeriksa di spina
iliaka anterior pasien, kompresi lembut ke medial, serta gerakan
anteroposterior ringan pada tangan, akan memberikan bukti
10
ketidakstabilan panggul. Ini harus dilakukan oleh dokter berpengalaman
yang akan menginterupsi segera jika terdapat ketidakstabilan.
Penanganan agresif panggul, seperti "goyang," tidak disarankan karena
menghasilkan rasa sakit, perdarahan, dan cedera. Pemeriksaan perineum
sangat penting untuk mendiagnosis laserasi atau hematoma, yang
merupakan indikasi lebih lanjut dari trauma pelvis yangsignifikan. Dalam
sebuah penelitian terhadap 66 pasien dengan Glasgow Coma Score di atas
12, sebuah protokol pemeriksaan fisik terfokus, termasuk palpasi
posterior dari sakrum dan sendi sakroiliaka, kompresi sayap iliaka
anteroposterior dan lateral, rentang gerak pinggul aktif, dan pemeriksaan
colok dubur, menghasilkan Kepekaan 98% dan spesifisitas 94% untuk
mendeteksi fraktur panggul posterior.8,10

2.3 Aspek Radiologi Pada Trauma Pelvis


Foto polos pelvis anteroposterior adalah bagian dari rutin
radiografiuntuk trauma tumpul. Namun, banyak penelitian menunjukkan
bahwa pada pasien dengan pemeriksaan klinis negatif untuk trauma pelvis,
7
foto pelvis tidak diperlukan. Dalam review dari 743 pasien trauma tumpul
tanpa rasa sakit atau temuan klinis trauma pelvis lainnya, hanya 3 pasien
(0,4%) memiliki fraktur pelvis. Dalam studi lain dari 686 pasien trauma
tumpul, 311 menerima foto pelvis, dengan false negative sebesar 32%. Dari
375 pasien yang tidak menerima foto pelvis, 3% dari pasien ditemukan
memiliki fraktur pelvis kecil, tidak ada yang membutuhkan perawatan. Jadi,

15
tampaknya foto panggul rutin

16
10
pada pasien tanpa gejala tidak berguna. Demikian pula, foto pelvis pada
pasien yang memiliki gejala mungkin tidak cukup sensitif dan, oleh karena
itu, mungkin dihilangkan untuk mendukung CT scan.9 Dalam sebuah
penelitian terhadap 397 pasien cedera ganda yang memiliki foto pelvis dan
CT scan, 43 pasien mengalami 109 fraktur pelvis. Foto polos
tidakmendiagnosis 51 (47%) dari patah tulang pada 9 (21%) pasien. Iliac dan
fraktur sakral yang paling sering terlewatkan. Para penulis
menyimpulkan bahwa skrining foto
10
pelvistidak diperlukan setelah multitrauma tumpul.
Foto panggul Inlet dan outlet memberikan informasi tentang cedera
perpindahan anteroposterior (foto inlet) dan perpindahan vertikal (foto
outlet). CT scan dengan rekonstruksi (dan rekonstruksi tiga dimensi) pada
dasarnya telah menggantikan semua modalitas diagnostik lainnya dan secara
rutin dilakukan untuk secara akurat mengkarakterisasi fraktur pelvis, serta
10
mengidentifikasi cedera organ pelvis terkait dan hematoma. Kontras
intravena secara rutin diberikan, kecuali ada kontraindikasi. Kontras oral dan
dubur tidak diperlukan untuk trauma tumpul. Pencitraan resonansi magnetik
tidak menawarkan keunggulan berbeda atas CT scan dan hanya
dipertimbangkan jika paparan radiasi menjadi masalah, seperti halnya dengan
pasien anak, pasien hamil, atau pencitraan ulang. Kadang-kadang, ligamen
harus dievaluasi secara lebih rinci dan ini dapat dilakukan dengan akurasi
6,10
yanglebih tinggi dengan resonansi magnetik.

Gambar 2.12. CT 3D memberikan gambaran jelas fraktur pelvis

17
Gambar 2.11 Pelvis Posisi AP13

Evaluasi radiologis dan modalitas imaging lain


Pada rumah sakit dengan fasilitas angiografi yang dapat dipergunakan
pada keadaan emergensi untuk melakukan resusitasi, maka angiografi harus
dilakukan sebelum fiksasi eksterna. Sebaliknya bila angiografi tidak dapat
dilakukan segera, fiksasi eksterna dapat dilakukan segera sambil menunggu
kedatangan ahli radiologi intervensi. Pada keadaan ini, pemasangan fiksasi
eksterna dapatdimengerti. Pada pasien dengan perdarahan dan hemodinamik
yang tidak stabil (Pasien dengan FAST atau DPL yang (-) dan thoraks foto
yang tidak menunjukkan adanya hematotoraks) angiografi pelvis harus
dilakukan segera.14 Foto rutin pelvis tidak diperlukan pada pasien yang
asimptomatis, sadar, pasien trauma tumpul abdomen dengan pemeriksaan
pelvis yang normal.10 Walaupun demikian, dokter harus melakukan foto AP
pelvis sedini mungkin pada pasien yang dilakukan resusitasi dengan trauma
tumpul berat yang simptomatik atau terdapat hipestesi. Beberapa fraktur
sakral dan disrupsi Sacrum Illiac joint dapat terlihat pada gambaran pelvis
AP. Untuk melihat kelainan tersebut, perlu dilakukan proyeksi inlet dan
9
outlet.

18
Gambar 2.13. Pemeriksaan pelvis AP dilakukan sebagai foto rutin pada pasien trauma (Fig
12A).
Inlet view dilakukan dengan memberikan sinar dari 40 derajat kaudal (Fig 12B) dan outlet
view diambil dengan sinar 20 – 35 derajat dari arah cephal pada laki-laki dan 30-45 derajat
pada perempuan.

CT scan adalah imaging rutin untuk fraktur pelvis. Protokol


standaradalah dengan potongan 3 mm atau kurang pada pelvis termasuk
acetabulum. CT lebih akurat daripada foto polos untuk adanya fraktur, lokasi
fraktur, dan pola fraktur. Setelah ditemukan adanya fraktur pada foto polos,
pasien harus diperiksa dengan CT scan pelvis untuk mengklasifikasi fraktur
dan merencanakan fiskasi. CT scan dapat juga melihat adanya cedera pelvis
dan struktur abdomen (contoh kandung kencing) sebagai tambahan dari
cedera acetabulum dan head/ neck femoral. Tanda radiologis dari
ketidakstabilan pelvis adalah displacement kompleks posterior SI > 5 mm,
adanya gap fraktur posterior (kebalikan dari impaksi), dan fraktur avulsi dari
spina iliacaposterior, sacrum, tuberositas ishiadica, atau processus transversus
dari vertebra L5. Penelitian terakhir menyatakan bahwa CT scan dapat
mendiagnosa semua cedera yang terlihat pada foto AP, tetapi CT scan sering
dilakukan setelah jam pertama dari evaluasi dan pengobatan.8,10,14
Sumber perdarahan yang sering adalah :
1. Sumber dari eksternal (contoh dari laserasi kulit kepala)
2. Intra torasic (contoh hematotoraks)
3. Intraabdominal (diketahui dari pemeriksaan FAST)

19
4. Dari ekstremitas besar (contoh fraktur femur)
5. Perdarahan retroperitoneal, seperti yang terjadi pada fraktur pelvis.

2.3.1 Fraktur Pelvis


Fraktur pelvis merupakan terputusnya hubungan tulang pelvis, baik
tulang pubis atau tulang ilium yang disebabkan oleh suatu trauma.
Fraktur pelvis harus dicurigai apabila ada riwayat trauma yang menekan
tubuh bagian bawah atau apabila terdapat luka serut (degloving), memar
atau hematoma didaerah pinggang, sakrum, pubis atau perineum. Pada
pemeriksaan fisik pasien yang mengalami fraktur pelvis dapat
16,17
menyebabkan gangguan pada berbagai sistem.
Look : sering dijumpai kondisi pasien sangat parah dengan
penurunan kesadaran umum. Pada status lokalis terlihat adanya memar
yang luas pada area panggul. Inspeksi skrotum dan perineum biasanya
didapatkan adanya perdaraha, hematoma serta deformitas pada pelvis
dan alat kelamin luar. Feel : didapatkan adanya nyeri tekan pada
panggul. Terdapat derajat ketidakstabilan cicin pelvis dengan palpasi
pada ramus dan simfisis pubis. Move : hambatan dalam melakukan
aktivitas duduk. Disfungsi motor paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan pada ekstermitas bawah. 16,17
Fraktur tulang pelvis terisolasi yang tidak merusak gelang pelvis
dan tidak merusak kolom penunjang berat badan tidak mengganggu
stabilitas pelvis dalam fungsinya sebagai penyangga dan mobilisasi
sehingga tidak diperlukan reposisi. Fraktur os ilium akibat trauma
langsung menimbulkan nyeri hebat. Untuk fraktur yang merusak gelang
pelvis tanpa pergeseran hebat fragmen patah tulang dan tidak merusak
kontinuitas kolom penunjang berat badan pasien dianjurkan untuk
beristirahat sampai nyeri dapat ditolerir. Fraktur ramus pubis akibat
16,17
jatuh atau trauma kangkang masuk dalam kategori ini.
Umumnya pemeriksaan radiologi diperlukan. Pada patah tulang
yang melibatkan asetabulum, CT-Scan amatlah berguna untuk melihat
dengan tepat posisi fraktur dan hubungan antarfragmen. Perlu dketahui

20
apakah fraktur pelvis disertai kerusakan kontinuitas kolom penunjang
berat badan, yaitu kolom mulai dari vertebra ke sendi sakroiliaca,tulang
16,17
ilium, asetabulum, dan sendi panggul sampao tulang femur.
Fraktur yang merusak gelang pelvis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
fraktur kompresi lateral tipe 1, tipe 2, dan tipe 3, fraktur kompresi
16,17,18
anteroposterior tipe 1, tipe 2 dan tipe 3, fraktur kompesi vertikal.

2.3.2 Fraktur Acetabulum


Fraktur asetabulum adalah suatu keadaan terputusnya atau
hancurnya mangkok sendi hip atau acetabulum disebabkan karena
trauma. Pada trauma tidak langsung fraktur acetabulum terjadi bila
kaput femoris terdorong ke dalam pelvis. Keadaan ini disebabkan oleh
pukulan pada sisi tersebut (seperti jatuh dari ketinggian) ataudisebabkan
oleh pukulan pada bagian depan lutut, biasanya pada cedera dashboard
pada kecelakaan dalam mobil yang duduk terlempar ke depan sehingga
lutut terbentur dasboard. Femur terdorong ke atas dan kaput femoris
keluar dari mangkuknya.17
Klasifikasi fraktur acetabular oleh Judet dan Letournel
membutuhkan radiografi posisi obliq. Radiografi standar terdiri dari
pandangan anteroposterior dan kiri dan pandangan Judet yang benar.
Pandangan judet adalah oblik posterior kanan (juga dikenal sebagai
oblik iliaka kanan atau obturator kiri miring) dan posterior kiri oblique
(juga dikenal sebagai oblik iliaka kiri atau Oblikator kanan oblique).
Posisi yang tepat dari kemiringan dikonfirmasi dengan memastikan
bahwa tulang ekor tersebut proyeksi di atas kepala femoralis ipsilateral:
Dalam proyeksi miring posterior kanan, tulang ekor harus menonjol di
atas kaput femoralis kanan. Posisi oblique obturator terbuka sayap
iliaka kontralateral dan memungkinkan visualisasi garis iliopektineal
ipsilateral dan dinding posterior. Misalnya dengan pandangan oblik
obturator, iliopektineal kanan garis, iliaka kiri, dan dinding posterior
kanan paling baik divisualisasikan. Posisi obliq iliaka menunjukkan
ipsilateral garis ilioischial dan dinding anterior. Jadi, posisi oblik
iliaka kanan akan

21
menampilkan keseluruhan ilium, dinding anterior kanan, dan dinding
posterior kiri. Pandangan ini sangat penting bagi ahli ortopedi karena
pandangan ini adalah pandangan intraoperatif digunakan untuk menilai
pengurangan. 20,17
Karena CT menjadi lebih umum, Fraktur asetabular awalnya
dicitrakan menggunakan CT daripada radiografi panggul standar.
Mengevaluasi anatomi tulang sulit dilakukan dengan teknologi CT
awal, dan kekurangannya dari pemformatan ulang multiplanar yang
memadai dibuat. Klasifikasi CT untuk fraktur acetabular menantang.
Selain itu, CT menawarkan penilaian jaringan lunak yang lebih baik
untuk evaluasi cepat struktur viseral pada pasien multitrauma. Dengan
prevalensi penggunaan MDCT, pencitraan memiliki informasi anatomis
yang luar biasa untuk disampaikan kepada ahli bedah ortopedi yang
merawat. Ahli radiologi harus menyadari fraktur, klasifikasi mereka,
dan implikasinya terhadap memberikan informasi yang relevan untuk
yang sesuai rencana perawatan.
Dalam sistem klasifikasi Judet-Letournel, fraktur acetabular
diklasifikasikan menjadi dua kategori besar: fraktur dasar dan terkait.
Pola fraktur terkait terdiri dari kombinasi at setidaknya dua dari pola
fraktur dasar. Pentingnya sistem klasifikasi ini terletak pada kenyataan
bahwa fraktur asetabular yang berbeda diperbaiki dengan pendekatan
dan teknik bedah yang berbeda. Fraktur dasar meliputi dinding, kolom,
dan fraktur transversal. Jenis fraktur ini dapat dengan mudah diingat
dengan mengingat anatomi fungsional dasar asetabulum: Fraktur
elementer melibatkan satu dinding, melibatkan satu kolom, atau murni
melintang. Fraktur dasar yang paling sederhana adalah dua bagian patah
tulang. Penting untuk diperhatikan istilah itu "Fraktur transversal" harus
disediakan untuk menggambarkan tipe diagnostik dari fraktur
acetabular, sedangkan istilah "transversal" seharusnya dihindari saat
menjelaskan orientasi fraktur karena dapat dengan cepat
membingungkan jenis fraktur yang ada. Pola fraktur terkait memiliki
setidaknya tiga fragmen fraktur utama dan termasuk fraktur kolom
posterior dengan dinding posterior,

22
fraktur transversal dengan posterior dinding, fraktur kolom anterior
dengan fraktur hemitransversal posterior, tipe-T fraktur transversal, dan
fraktur kedua kolom terkait. Meski ada 10 pola patah tulang, 90% dari
fraktur acetabular yang terjadi adalah satu dari lima jenis: terkait kedua
kolom, tipe-T, melintang, melintang dengan dinding posterior, dan
20
fraktur dinding posterior dasar.
Beberapa peneliti telah menganjurkan untuk berkonsentrasi hanya
pada fraktur umum ini. Namun, umumnya fraktur acetabular tidak pas
sempurna di salah satu pola fraktur di skema klasifikasi. Kami
20
menganjurkan pemahaman konseptual tentang pola fraktur ini.

Gambar 2.21 Fraktur Acetabulum20

23
G. Komplikasi
1) Ruptur otot dan hernia
Ruptur otot dan hernia jarang terjadi dengan cedera cincin panggul.
Kompresi AP (APC) dikaitkan dengan avulsion bagian medial dari
rectus abdominis, yang dapat menimbulkan hernia. Perforasi usus, usus
jebakan, dan herniasi usus juga telah didokumentasikan dengan fraktur
iliaka kominuta.
2) Cedera neurologis
Sekitar 10% dari semua pasien yang menderita patah tulang
panggul juga menderita cedera neurologis. Sebagian besar cedera
neurologis melibatkan root saraf L5 dan S1 dari lumbosacral (LS)
pleksus; Namun, sejumlah besar pasien juga mengalami disfungsi
seksual sekunder akibat cedera syaraf saraf bawah yang lebih rendah.
Palsi nervus femoralis dapat berkembang sekunder akibat hematoma
iliaka dan ramus pubis atau pergeseran fraktur acetabular tertentu.
Fraktur ramus pubis pada aspek superolateral foramen obturator dapat
menyebabkan cedera saraf obturator. cedera saraf femoralis lateral juga
dapat terjadi sebagai akibat dari pukulan langsung ke daerah panggul
lateral dekat dengan spina iliaka superior anterior dan sekitarnya.21
3) Infeksi pasca operasi
Insiden infeksi pasca operasi rendah setelah eksposur bedahanterior
ke panggul; namun, insidensi meningkat dengan katetersuprapubik
yang menetap, kolostomi, atau drainase di daerah insisi bedah.
Eksposur bedah posterior terkait dengan kasus infeksi luka pasca
operasi yang lebih tinggi terkait dengan cedera jaringan lunak,terutama
cedera yang terkait dengan cedera internal tertutup. infeksi luka pasca
operasi setelah teknik fiksasi perkutan memiliki insidensi yang sangat
rendah.
4) Deep Vein Thrombosis
DVT proksimal telah dilaporkan sebanyak 61% pasien fraktur
pelvis tanpa profilaksis. Magnetic resonance venography telah
mendokumentasikan kejadian 34% dari DVT proksimal pada pasien
dengan fraktur acetabular yang dirawat profilaksis dengan heparin
dosis

24
rendah dan perangkat kompresi mekanis. Dokumentasi dari DVT
proksimal adalah penting karena ini paling mungkin untuk emboli ke
paru-paru.22 Insiden emboli pulmoner adalah 2-12% pada pasien
dengan fraktur pelvis, sedangkan PE fatal telah dilaporkan pada 0,5-
10% pasien yang mengalami fraktur pelvis. Deteksi DVT proksimal
dengan venografi atau venografi resonansi magnetik terlalu mahal dan
sering tidak praktis pada pasien multitrauma. Oleh karena itu,
perawatan yang paling efektif untuk pasien dengan fraktur panggul
adalah profilaksis
10,22
yang memadai.
5) Genitourinary
Komplikasi GU terjadi pada hingga 37% pasien dengan cedera
cincin panggul. Komplikasi GU yang paling umum terjadi dengan
cedera cincin panggul adalah gangguan kandung kemih dan gangguan
ureter, terutama pada pasien laki-laki. Ureter dan ginjal mungkin
terluka tetapi jarang terjadi. Dyspareunia dan disfungsi ereksi terjadi
pada sekitar 29% pasien dengan cedera cincin panggul. Dispareunia
biasanya disebabkan oleh fraktur tulang ramus, menyebabkan tekanan
pada vagina. Disfungsi ereksi dapat memiliki banyak penyebab,
termasuk cedera vaskular, cedera neurologis, dan stres psikologis.
Seorang pasien dengan disfungsi ereksi harus dirujuk ke seorang ahli
urologi untuk evaluasi dan pengobatan.23

25
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi dengan instabilitas hemodinamik ada
diantara cedera traumatik yang paling berat. Pengobatan dan penilaian
terkoordinasi yang efisien penting untuk memastikan kesempatan terbaik
untuk bertahan hidup.
Evaluasi hemodinamik dan pengenalan pola fraktur menggunakan
pemeriksaan radiologi baik itu rotgen, CT-Scan merupakan langkah pertama
dalam manajemen. Pada kebanyakan pusat trauma, paradigma pengobatan
terdiri atas embolisasi angiografi bersama dengan stabilisasi pelvis mekanik
dini.
Manajemen yang sukses pada perdarahan fraktur pelvis paling baik
dikerjakan oleh sebuah pendekatan tim yang melibatkan profesional dari
berbagai macam spesialisasi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 874-6
2. Advanced Trauma Life Support. Seven edition. American college of surgeons.
2004; 252-253
3. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed ke-6. 2017.Jakarta:
EGC.
4. Kevin TP, Gary A. Thibodeau. Mosby's Handbook of Anatomy & Physiology.
Edinburgh: Elsevier Health Sciences. 2010
5. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Ed 3. 2007. Jakarta : PT Yarsif
Watampone
6. Abdelrahman, H., El-Menyar, A., Keil, H., Alhammoud, A., Ghouri, S. I.,
Babikir, E., Asim, M., Muenzberg, M., & Al-Thani, H. Patterns, management, and
outcomes of traumatic pelvic fracture: insights from a multicenter study. Journal
of orthopaedic surgery and research. 2020; 15(1), 249.
https://doi.org/10.1186/s13018-020-01772-w
7. Wong, James Min-Leong, and Andrew Bucknill. "Fractures of the pelvicring."
Injury. 2017; 48(4): 795-802.
8. Magnone, Stefano, et al. "Management of hemodynamically unstablepelvic
trauma." World Journal of Emergency Surgery. 2014; 9(1): 18.
9. Cocolini F, et al. Pelvic trauma: WSES classification and guidelines.
World Journal of Emergency Surgery. 2017; 12(5)
https://doi.org/10.1186/s13017- 017-0117-6
10. Davis DD, Foris LA, Kane SM, et al. Pelvic Fracture. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan
11. Perry K, Mabrouk A, Chauvin BJ. Pelvic Ring Injuries. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan
12. Richard, S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. 2014. Jakarta:EGC
13. Tullington JE, Blecker N. Pelvic Trauma. [Updated 2023 Mar 1]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556070/
14. Schwartz, AK et. al. Pelvic trauma in Trauma, Volume 1: Emergency

27
Resuscitation, Perioperative, Anesthesia, Surgical Management and Trauma,
William C Wilson et. al, Chapter 28, Page 533-550, Informa,HEALTHCARE,
USA, 2007
15. Noor Z. Buku Ajar Gangguan Muskuloskleletal.Jakarta: Penerbit Salemba
Medika. 2015
16. Khurana. Pelvic Ring Fracture :What The Ortophedic Surgeon Wants toKnow.
Journal of SACME. 2014: 1319-1333.
17. David L. 2013.Acetabular Fractures: Anatomic and Clinical Considerations. AJR.
2013; 201 : 425-436
18. Franco, D. F., & Zangan, S. M. Interventional Radiology in Pelvic
Trauma. Seminars in interventional radiology. 2020; 37(1), 44–54.
https://doi.org/10.1055/s-0039-3401839
19. Dong, Yujin, et al. Analysis on risk factors for deep vein thrombosis in patients
with traumatic fractures. Chinese Journal of Orthopaedics. 2015; 35(11): 1077-
1083.
20. Copuroglu C. "Sexual dysfunction of male, after pelvic fracture."European
Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2017; 43(1): 59-63.

28

Anda mungkin juga menyukai