Anda di halaman 1dari 13

Kegawatdaruratan Sistem 1

Suhatman A. Hakim, S.Kep, Ns.

SINDROM KOMPARTEMEN

DI SUSUN OLEH:

Kelompok 3 / Reguler B

Bimbi Fadira 21606036

Arwini Puspitasari 21606031

Rahmawati 21606047

Nilam Sari 21606046

Dini Wulandari 21606039

Syamsiah 21606058

Susana Gloria Kerty 21606057

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR

YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SINDROM

KOMPARTEMEN”.

Kami ucapakan banyak terima kasih kepada dosen, dan teman-teman yang

telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari

bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami dari

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki di masa yang

akan datang dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata

penulis mengucapkan terimakasih.

Makassar, 15 Januari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................... 1
C. TUJUAN PENELITIAN ...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI ............................................................................................. 3
B. PATOFISIOLOGI ................................................................................ 3
C. TANDA DAN GEJALA ...................................................................... 4
D. DIAGNOSIS ........................................................................................ 5
E. PERENCANAAN KEPERAWATAN ................................................ 5
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ......................................................... 7
G. PENATALAKSANAAN ..................................................................... 7
H. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI .................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .................................................................................... 9
B. SARAN ................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

ii
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Keadaan fraktur dapat menimbulkan berbagai komplikasi akibat cedera
tersebut atau kondisi iatrogenik. Komplikasi yang bersifat iatrogenic dapat
disebabkan oleh manajemen fraktur yang kurang tepat. Komplikasi ini
dapat dicegah dan berkaitan dengan tiga factor utama, yaitu tekanan local
yang berlebihan, traksi yang berlebihan, dan infeksi. Ada beberapa
komplikasi karena manajemen fraktur, yaitu komplikasi komplikasi kulit
(efek tato dari abrasi, lesi tekanan seperti ulkus decubitus dan ulkus bebat),
komplikasi vascular (lesi traksi dan tekanan, iskemia volkmann, sindrom
kompartemen, gangrene dan gas gangrene, thrombosis vena, dan emboli
pulmonal), komplikasi neurologis (lesi traksi dan tekanan), komplikasi
sendi (aetritis septik), dan komplikasi tulang (osteomyelitis).
Berbagai macam komplikasi tersebut merupakan keadaan yang berbeda
dan dapat berkaitan satu dengan yang lain sehingga perlu diketahui setiap
keadaan itu sendiri, cara mendiagnosis, penanganan, prognosis,
komplikasi, dan pencegahannya. Sindrom kompartemen akibat tekanan
tinggi dalam suatu ruang sehingga iskemia jaringan dan dapat terjadi
kerusakan otot serta saraf permanen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi sindrom kompartemen?
2. Bagaimana patofisiologi sindrom kompartemen?
3. Apa tanda dan gejala sindrom kompartemen?
4. Apa diagnosis sindrom kompartemen?
5. Apa pemeriksaan penunjang sindrom kompartemen?
6. Bagaimana penatalaksanaan sindrom kompartemen?
7. Bagaimana prognosis dan komplikasi sindrom kompartemen?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sindrom kompartemen.
2. Untuk mengetahui patofisiologi sindrom kompartemen.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala sindrom kompartemen.
4. Untuk mengetahui diagnosis sindrom kompartemen.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang sindrom kompartemen.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan sindrom kompartemen.
7. Untuk mengetahui prognosis dan komplikasi sindrom kompartemen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sindrom Kompartemen


Sindrom kompartemen adalah peningkatan tekanan dan suatu
edema progresif didalam kompartemen osteofasial yang kaku dan secara
anatomis menganggu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen
sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan intrakompartemen.
Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan tekanan didalam ruang
anatomi yang sempit, yang secara akut mengganggu sirkulasi, kemudian
dapat mengganggu fungsi jaringan didalam ruang tersebut.
B. Patofisiologi
Patofisiologi dari sindrom kompartemen terdiri dari dua
kemungkinan mekanisme, yaitu berkurangnya ukuran kompartemen dan
atau bertambahnya isi kompartemen tersebut. Kedua mekanisme awal atau
etiologi yang sebenarnya. Edema jaringan parah atau hematom yang
berkembang dapat menyebabkan bertambahnya isi kompartemen sehingga
memberi kontribusi pada mekanisme sindrom kompartemen.
Fasia tidak dapat bertambah volumenya sehingga jika terjadi
pembengkakan pada sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan
dalam kompartemen tersebut. Ketika tekanan didalam kompartemen
melebihi tekanan darah di kapiler, pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini
akan menghambat aliran darah ke otot dan sel saraf. Berkurangnya suplai
oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan mengalami iskemia dan
mulai mati dalam waktu beberapa jam, iskemia jaringan akan
menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan didalam kompartemen
menyebabkan tekanan intrakompartemen meningkat yang mengganggu
aliran balik vena dan limfatik pada daerah yang cedera. Jika tekanan terus
meningkat maka perfusi arteri dapat terganggu sehingga menyebabkan
iskemia jaringan yang lebih parah.
Tekanan jaringan rata-rata normal adalah mendekati 0 mmHg pada
keadaan tanpa kontarksi otot. Jika tekanan menjadi lebih dari 30 mmHg,
pembuluh darah kecil akan tertekan yang menyebabkan menurunnya aliran
nutrisi. Selain dengan mengukur tekanan intrakompartemen, dapat pula
menghitung selisih tekanan darah diastolic dengan tekanan
intrakompartemen. Jika hasilnya kurang dari 30 mmHg maka dianggap
gawat darurat karena daerah tersebut sudah terjadi sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen dapat berupa akut maupun kronis. Sindrom
kompartemen akut adalah suatu kegawatdaruratan medis. Tanpa
penatalaksanaan, hal ini dapat berakhir dengan kelumpuhan, hilangnya
organ distal, bahkan kematian. Sedangkan pada sindrom kompartemen
kronik bukanlah kegawatdaruratan medis.
Sindrom kompartemen akut memerlukan waktu beberapa jam
untuk terjadi. Saraf perifer dapat bertahan dalam kompartemen hingga 4
jam setelah iskemia tanpa terjadi kerusakan permanen, tetapi bula iskemia
pada saraf lebih dari 4 jam, akan terjadi kerusakan saraf permanen. Otot
dapat bertahan sampai 6 jam setelah iskemia terjadi, sebelum tidak dapat
regenerasi lagi. Selanjutnya, otot-otot yang nekrosis akan digantikan oleh
jaringan fibrosa padat yang secara bertahap terbentuk dan menghasilkan
kontraktur kompratemental atau kontraktur iskemia Volkmann. Jika
tekanan tidak segera dihilangkan dengan cepat, ini dapat menyebabkan
kecacatan permanen atau kematian.
C. Tanda dan Gejala
Pada sindrom kompartemen didapatkan 6P, yaitu pain, parestesia,
palor (pucat), paralisis, pulselessness¸dan puffiness. Akan tetapi, ada yang
menyebut sebagai 7P untuk poikilotermia (dingin) ditambahkan. Di antara
itu semua, hanya dua yang pertamalah yang reliable untuk tahap awal dari
sindrom kompartemen, yaitu pain dan parestesia.
Pain (nyeri) sering dilaporkan dan hamper selalu ada. Biasanya
digambarkan sebagai nyeri berat, dalam, terus-menerus, dan tidak
terlokalisir, serta kadang digambarkan lebih parah dari cedera yang ada,
Nyeri ini diperparah dengan meregangkan otot di dalam kompartemen dan
dapat tidak hilang dengan analgesic bahkan morfin. Penggunaan analgesia
kuat yang tidak beralasan dapat menyebabkan masking pada iskemia
kompartemen. Parestesia pada saraf kulit dari kompartemen yang
terpengaruh adalah tanda tipikal yang lain.
Paralisis organ distal (lengan atau tungkai bawah) merupakan penemuan
yang lambat. Puselessness merupakan hilangnya pulsasi jarang terjadi
pada pasien, karena tekanan pada sindrom kompartemen jarang melebihi
tekanan arteri. Puffiness ditandai oleh kulit yang tegang, bengkak, dan
mengkilat. Poikilotermia (dingin) pada organ daerah distal dari sindrom
kompartemen yang teraba dingin.
D. Diagnosis
1. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan aktivitas
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kendali otot
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang proses penyakit
E. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Terapi relaksasi
berhubungan dengan pengkajian selama 1. Dorong klien
perubahan aktivitas 3x24 jam pasien untuk mengambil
diharapkan dapat : posisi yang
 Mengontrol nyaman dengan
nyeri pakaian longgar
Dengan kriteria dan mata tertutup
hasil : 2. Minta klien
1. Menggunakan untuk rileks dan
tindakan merasakan
pengurangan sensasi yang
terjadi
[nyeri] tanpa 3. Dorong klien
analgesic untuk mengulang
2. Mengenali praktik teknik
kapan nyeri relaksasi, jika
terjadi memungkinkan
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Terapi latihan:
fisik berhubungan pengkajian selama Ambulasi
dengan kendali otot 3x24 jam pasien 1. Terapi latihan:
diharapkan dapat : keseimbangan
 Pergerakan 2. Terapi latihan:
Dengan kriteria mobilitas
hasil: (pergerakan
1. Menggerakkan sendi)
otot 3. Terapi latihan:
2. Berjalan control otot
3. Keseimbangan
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen sensasi
perfusi jaringan perifer pengkajian selama perifer
berhubungan dengan 3x24 jam pasien 1. Dorong pasien
kurang pengetahuan diharapkan dapat : untuk
tentang proses penyakit  Mengukur menggunakan
tingkat nyeri bagian tubuh
Dengan kriteria yang tidak
hasil: terganggu dalam
1. Ketegangan otot rangka
2. Mengerang dan mengetahui
menangis tempat dan
3. Nyeri yang permukaan suatu
dilaporkan benda
2. Diskusikan atau
identifikasikan
penyebab sensasi
abnormal atau
perubahan
sensasi yang
terjadi
3. Instruksikan
pasien untuk
selalu mengamati
posisi tubuh jika
propriosepsi
terganggu

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan mengukur tekanan didalam
kompartemen. Semua kompartemen pada ekstermitas yang terlibat harus
diukur tekanannya. Pengukuran tekanan intrakompratemen dapat
menggunakan monitor Stryker yang dihubungkan dengan jarum 18G atau
jarum spinal 18G untuk mengukur kompartemen yang dalam. Posisi
kompartemen yang akan diukur harus sejajar dengan jantung dan jarum
ditusukkan tegak lurus ke kompartemen yang akan dinilai. Nilai pada
monitor ≥30 mmHg merupakan sindrom kompartemen sehingga
memerlukan penanganan segera.
G. Penatalaksanaan
Jika terdapat kecurigaan sindrom kompartemen akut maka tindakan
yang harus dilakukan dimulai dari menyikirkan semua pembalut atau hebat
yang ada pada ekstremitas yang terganggu dan mengelevasikan tungkai
setinggi jantung agar sirkulasi kompartemen lebih lancar. Apabila
diagnosis sindrom kompartemen telah dtegakkan, dapat dilakukan
fasiotomi, walaupun batasan pasti tekanan untuk dilakukannya fasiotomi
berbeda-beda diantara banyak klinisi. Fasiotomi harus segera dilakukan
ketika tekanan intrakompartemen > 30 mmHg atau selisih tekanan darah
diastolik dengan tekanan intrakompartemen kurang dari 30 mmHg.
Dekompresi kompartemen dapat dilakukan dengan fasiotomi
komplit sepanjang kompartemen. Fasia dan kulit lokasi sindrom
kompartemen dibiarkan terbuka minimal tujuh hari, setelah itu dapat
dilakukan penutupan. Stabilisasi fraktur lengan atau tungkai bawah dengan
fiksasi internal merupakan bagian penting dari manajemen sindrom
kompartemen didaerah tersebut. Penggunaan obat dapat diberikan untuk
mengurangi reaksi inflamasi jaringan.
H. Prognosis dan Komplikasi
Jika diagnosis sindrom kompartemen telah dibuat dan tindakan
operasi telah dilakukan maka prognosis dari pemulihan otot dan syaraf
didalam kompartemen sangat baik. Prognosis secara umum ditentukan dari
cedera yng menyebabkan sindrom kompartemen tersebut.
Jika diagnosis terlambat dilakukan maka dapat terjadi kerusakan
saraf permanen dan hilangnya fungsi otot. Hal ini dapat terjadi pada pasien
yang tidak sadar atau dalam pengaruh obat anti nyeri sehingga tidak dapat
merasakan perubahan sakit pada lokasi cedera.
Kegagalan untuk mengurangi tekanan dapat berakibat nekrosis
pada jaringan didalam kompartemen, karena perfusi kapiler akan menurun
dan menyebabkan hipoksia jaringan. Jika tidak tertangani, sindrom
kompartemen akut dapat mengarah pada keadaan yang lebih parah,
termasuk rabdomiolisis dan gagal ginjal.
Selain itu kematian sel-sel otot dapat menyebabkan terjadinya
kontraktur iskemia volkmann, yaitu kontraktur yang disebabkan oleh sel-
sel otot yang mati digantikan oleh sel-sel fibrosa yang padat sehingga
memendek
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom kompartemen adalah peningkatan tekanan dari suatu
edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku dan secara
anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen
sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan intrakompartemen.
Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan tekanan di dalam ruang
anatomi yang sempit, yang secara akut menggangu sirkulasi, kemudian
dapat menggangu fungsi jaringan di dalam ruang tersebut.

B. Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab
dengan kondisi yang sehat seseorang mampu menjalankan aktivitas sehari-
harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh
organ yang berada di dalam tubuh menjadi sangat penting mengingat
betapa berpengaruhnya system organ tersebut terhadap kelangsungan
hidup serta aktivitas seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Junizaf Zaidun, dr. SpOG-K, Prof. R. Prajitno Prabowo, dr. SpOG-
K, Prof. Muh. Dikman Angsar, dr. SpOG-K, Prof. Muhammad Sjaifudin
Noor, dr. MS. SpBP-K, Prof. Dr. Kintaman, dr. SpMK-K, Dr. Budi Iman
Santoso, dr. SpOG-K, Dr. Benny Hasan Purwaka, dr. SpOG-K, Hari
Paraton, dr. SpOG-K, Nalini Muhdi, dr. SpKJ-K. 2014. Vaginal Surgery
For Better Quality of Life. Uroginecology: Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai