Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM MUSKULOSKELETAL : KOMPARTEMEN SINDROM DI
RUANG IGD

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners Pada Stase
Keperawatan Gawat Darurat

Adilah Aghnia Ghaida

191 FK 04003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas
Makalah ini untuk memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners Pada Stase Keperawatan Gawat
Darurat yang berjudul Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sindrome Kompartement.

Dalam pembuatan makalah ini tentu masih banyak kekurangan baik itu dari segi
penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran guna
perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.

Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan
sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis
mengucapkan terima kasih, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah – mudahan
mendapat amal baik yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

BANDUNG, JUNI 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi kompartemen sindrom........................................................3


2.2 Etiologi kompartemen sindrom........................................................3
2.3 Patofisiologi.......................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis..............................................................................6
2.5 Pemeriksaan Penunjang...................................................................6
2.6 Penatalaksanaan................................................................................7
2.7 Komplikasi.........................................................................................8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian.........................................................................................9
3.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................11
3.3 Intervensi...........................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Daerah ekstermitas memiliki banyak kompartemen yang didalamnya terdapat
otot,saraf,dan pembuluh darah. Itu semua diselubungi oleh membran yang keras dan
tidak elastis yang disebut dengan fasia. Kompartemen sindrom terjadi apabila terjadi
peningkatan tekanan dalam kompartemen.
Sindrom Kompartemen merupakan suatu kondisi yang bisa mengakibatkan
kecacatan hingga mengancam jiwa akibat terjadi peningkatan tekanan interstitial
dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasia yang tertutup.
Sebagian besar terjadi pada daerah lengan bawah dan kaki. Sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.
Insiden sindrom kompartemen tergantung pada traumanya.Pada fraktur humerus
atau fraktur lengan bawah, insiden dari sindrom kompertemen dilaporkan berkisar
antara 0,6-2%. Prevalensi sindrom kompartemen meningkat pada kasus yang
berhubungan dengan kerusakan vaskuler sindrom kompartemen yang sesungguhnya
mungkin lebih besar dari yang dilaporkan karena sindrom kompartemen tersebut
tidak terdeteksi pada pasien yang keadaan sangat buruk (Paula, Richard 2009).
Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan mengalami nekrosis
jaringan dan gangguan fungsi yang permanen. Lokasi yang dapat mengalami sindrom
kompartemen telah ditemukan di tangan,lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan
seluruh ekstremitas bawah. Hampirsemua cedera dapat menyebabkan sindrom ini,
termasuk cedera akibat olahraga berat.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi dari sindrome kompartement?
2. Apa saja klasifikasi sindrome kompartement?
3. Bagaimana patofisiologi sindrome kompartemen?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang pada sindrome kompartement?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis dari sindrome kompartement?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada sindrome kompartement?
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa/i keperawatan mampu :
1. Memahami konsep dasar teori syndrome kompartement

1
2. Mengkaji pasien gangguan muskuloskeletal dengan syndrome kompartement
3. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan system
muskuloskeletal syndrome kompartement
4. Menentukan tujuan dan rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
gangguan system muskuloskeletal syndrome kompartement

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi

Kompartemen merupakan suatu area di dalam tubuh dimana otot, syaraf, dan
pembuluh darah dibungkus oleh jaringan seperti tulang dan fasia (jaringan
pembungkus organ).
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatantekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen
osteofasialyang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan oksigen
akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi
jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan.Ruangan tersebut (Kompartemen
osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluhdarah yang dibungkus oleh tulang dan
fascia serta otot-otot individual yangdibungkus oleh epimisium.
Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling
sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan
tungkai atas
2.2 Etiologi
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh:
a. Penutupan defek fascia
b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan eksternal
a. Balutan yang terlalu ketat
b. Berbaring di atas lengan
c. Gips
3. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
a. Pendarahan atau Trauma vaskuler
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penggunaan otot yang berlebihan
d. Luka bakar
e. Operasi
f. Gigitan ular
g. Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak
bawah.
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua kemungkinan
mekanisme, yaitu: berkurangnya ukuran kompartemen atau bertambahnya isi dari
kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut sering terjadi bersamaan, ini
adalah suatu keadaan yang menyulitkan untuk mencari mekanisme awal atau etiologi
yang sebenanya. Edema jaringan yang parah atau hematom yang berkembang dapat
menyebabkan bertambahnya isi kompartemen yang dapat menyebabkan atau
memberi kontribusi pada compartment syndrome.
Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga pembengkakan
pada sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen
tersebut. Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di kapiler,
pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah ke otot dan sel
saraf. Tanpa suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan mengalami
iskemia dan mulai mati dalam waktu beberapa jam.
Iskemia jaringan akan menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan di dalam
kompertemen semakin meningkatkan tekanan intrakompartemen yang menggangu
aliran balik vena dan limfatik pada daerah yang cedera. Jika tekanan terus meningkat
dalam suatu lingkaran setan yang semakin menguat maka perfusi arteriol dapat
terganggu sehingga menyebabkan iskemia jaringan yang lebih parah.
Pathway

Balutan yang terlalu ketat,


kecelakaan lain seperti
luka bakar, luka tusuk,
luka

cedera kolumna vertebralis, cedera medula spinalis

peningkatan tekanan interstitial

terbatasnya ruangan kompartemen osteofasial penekanan saraf perifer

nyeri akut

berkurangnya perfusi jaringan

peningkatan tekanan jaringan

ketidakefektifan
perfusi jaringan penurunan aliran
kebocoran kedalam
darah kapiler
kompartemen

perdarahan

syok hipovolemik
2.4 Manifestasi klinis
Gejala klasik 5P ( pain, pallor, parasthesia, pulselessness, poikilothermia).
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling
penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik
(pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih
banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala
yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
2.5 Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Comprehensive Metabolic Panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan
keseimbangan kimia tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada
semua proses fisik dan kimia dalam tubuh yang menggunakan energi.
b. Complete Blood Cell Count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet),
Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC),
Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung Jenis
Leukosit (Diff Count), Platelet Disribution Width (PDW), Red Cell
Distribution Width (RDW).
c. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila
pasien diberi heparin
d. Cardiac marker test (tes penanda jantung)
e. Urinalisis and urine drug screen
f. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat
g. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
2. Imaging
a. Rontgen pada ekstrimitas yang terkena
b. USG, membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi
Deep Vein Thrombosis (DVT)
c. MRI
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah
dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun
beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan
fasciotomi.
1. Terapi medikal/ non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk
dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan
aliran darah dan akan lebih memperberat iskemi.
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan
pembalut kontriksi dilepas.
c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindroma kompartemen
d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah
e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,
dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel
otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.
2. Terapi bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30
mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya < 30 mmHg maka tungkai cukup
diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau
keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya
terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi.
Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan
insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena
lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi
yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai
bawah fasciotomi dapat berarti membuka keempat kompartemen, kalau perlu
dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau
terdapat nekrosis otot dapat dilakukan debridemen jika jaringan sehat luka dapat
dijahit ( tanpa regangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit.
2.7 Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera akan
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas
pada tanga, jari dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan
bawah
3. Trauma vascular
4. Sepsis
5. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)

\
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Primary survey
Pengkajian primer mempunyai tujuan untuk mengetahui dengan segera kondisi
yang mengancam nyawa paisen dilakukan dalam tempo waktu yang singkat
(kurang dari 10 detik).
a. (Airway)
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera
inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi
stridor. Tindakan dengan membersihkan jalan napas, memberikan oksigen,
trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tertinggi dan antibiotik.
b. (Breathing)
Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri
atau eschar melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan monitor
kemampuan bernafas, memberikan oksigen, melakukan tindakan
kedaruratan jalan napas agresif.
c. (Circulation)
Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah
terjadikarena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel
endotel dinding pembuluh darah).
d. (Disability)
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
e. Ekspose, Examine dan Evaluate
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam
terjadinya gagal napas, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dada dan ekstremitas pada pasien
2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
2. Secondary Survey
a. Identitas Pasien
Meliputi jenis kelamin, umur, demografi, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, dll
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasusini merupakan rasa nyeri yang
dialami oleh klien. Pengkajian mengenai nyeri dilakukan dengan
1) Provoking, merupakan peristiwa apa yang bisa mencetuskan nyeri yang
dirasakan oleh klien
2) Quality, seperti apa nyeri yang sedang dirasakan oleh klien saat ini
3) Region, tempat dimana rasa nyeri itu terjadi
4) Severity, skala nyeri yang dirasakan oleh klien
5) Time, berapa lama nyeri yang dirasakan oleh klien biasanya
berlangsung
c. Status kesehatan
1) Riwayat penyakit dahulu
Terdapat riwayat penyakit mengenai kelainan tulang, tuberkulosis,
riwayat jatuh, dan lain – lain
2) Riwayat penyakit sekarang
Terjadinya fraktur tertutup yang menyebabkan terjadinya penigkatan
tekanan kompartemen, pemasangan gips aatau elastic bandage yang
terlalu ketat, terkena sengatan hewan berbisa, cedera ketika olah raga
3) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh
klien saat ini seperti kelainan tulang, tuberkulosis
d. Pengkajian keperawatan
1) Aktivitas dan latihan
Lari, mengangkat beban yang terlalu berat, sering beraktivitas dengan
mengandalkan kekuatan fisik, kurang istirahat
2) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: terdapat edema di bagian kompartemen ekstrimitas atas dan
bawah, klien terlihat lemah, tekanan darah >140/90 mmHg, peningkatan
nadi, peningkatan RR
e. Pengkajian fisik
1) Ekstrimitas
Ekstrimitas terlihat membiru atau sianosis, terdapat edema pada
kompartemen di ekstrimitas, terdapat nyeri tekan, tonus otot buruk, warna
kulit mengkilap di ekstrimitas yang terkena, tidak ditemukan denyut nadi
atau pulsasi pada ekstrimitas yang terkena.
2) Kulit dan kuku
Terlihat sianosis, tidak ada clubbing finger, akral teraba dingin
B. Diagnosa keperawatan
1. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
2. ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan terbatasnya ruangan
kompartemen osteofasial
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
C. Intervensi
No Dx.Kep Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Syok Syok prevention 1. pantau TTV, 1. indikator
hipovolemik Syok management perhatikan adanya keadekuatan volume
berhubungan Setelah dilakukan perubahan tekanan sirkulasi
dengan tindakan keperawatan darah postural 2. untuk memberi rasa
perdarahan selama ...x..., diharapkan 2. Tempatkan pasien nyaman
klien dapat dalam posisi supine 3. klien tidak
mempertahanlkan dan kaki elevasi mengkonsumsi
tingkat kesadaran ynag 3. awasi jumlah dan cairan, oliguria bisa
baik dengan tipe masukan cairan, terjadi dan toksin
Kriteria hasil: ukur volume urin dalam sirkulasi
1. menunjukan tingkat dengan akurat mempengaruhi
kesadaran yang baik 4. kolaborasi dengan antibiotik
2. fungsi kognitif dan dokter dalam 4. untuk mencegah
motorik baik pemberian obat kekurangan volume
3. Tanda-tanda vital cairan
normal
2. Ketidakefektifan Circulation status 1. montitor tanda- 1. indikator umum
perfusi jaringan Tissue perfusion cerebral tanda vital status sirkulasi dan
berhubungan 2. hilangkan semua keadkuatan perfusi
dengan Setelah dilakukan tekanan dari luar 2. untuk memperlancar
terbatasnya tindakan keperawatan 3. hindarkan sirkulasi
ruangan selama ...x..., diharapkan penggunaan 3. untuk mencegah
kompartemen perfusi serebral menjadi kompres es kontriksi pembuluh
osteofasial adekuat dengan 4. berikan cairan IV darah
Kriteria hasil: 4. mepertahankan
1. nadi teraba volume sirkulasi
2. pasien tidak untuk
tampak pucat memaksimalkan
perfusi jaringan
3. Nyeri akut Painlevel 1. observasi tingkat 1. pengkajian
berhubungan pain control nyeri dan respon optimal akan
dengan agen motorik pasien memberikan
cedera biologis Setelah dilakukan 2. mengajarkan data ynag
tindakan keperawatan teknik relaksasi objektif untuk
selama ...x..., diharapkan dan metode melakukan
nyeri berkurang dengan distraksi intervensi yang
Kriteria hasil: 3. beritahu pasien tepat
1. pasien tidak untuk tidak 2. akan
merasa kesakitan mengangkat memperlancar
2. tanda-tanda vital benda yang peredaran darah
dalam batas berat dan dapat
normal 4. kolaborasi mengalihkan
pemberian perhatian
analgesik nyerinya ke hal-
hal yang
menyenangkan
3. menghindari
adanya tekanan
intra abdomen
4. analgesik
memblok
lintasan nyeri,
sehingga nyeri
berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta


Paula, Richard MD. 2009. Abdominal Compartment Syndrome. Available at
www.emedicine.com/ 829008-overview.ht
Petrusaprianto https://www.academia.edu/8836065/MAKALAH_SINDROME
KOMPARTEMENT diakses tanggal 19 Februari 2018.
Petrus aprianto https://www.scribd.com/document/328251326/SINDROM-
KOMPARTEMEN -pdf diakses tanggal 19 februari 2018
Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah .
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi
NIC dan Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai