Anda di halaman 1dari 27

TEORI

ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT ‘COMPARTEMENT SYNDROM”

KELOMPOK 9

Miragel A. Sumilat (1814201019)


Iwan sarwanto (1814201028)
Roza C. Baleya (1814201017)
Laura piri (1814201176)

MATA KULIAH
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DOSEN
NS. FERDINAND KOAMPA, S.KEP., M.KES

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2021
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan Tugas Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
“KOMPARTEMEN SYNDROM”
Dalam pembuatan makalah ini tentu masih banyak kekurangan baik itu dari segi
penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran
guna perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan
sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis
mengucapkan terima kasih, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah – mudahan
mendapat amal baik yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR ISI

Daftar isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Bab II Pembahasan
A. Definisi
B. Etiologi
C. klasifikasi
D. Patofisiologi
E. pathway
F. manifestasi klinis
G. komplikasi
H. penatalaksanaan
I. pemeriksaan fisik
Bab III Teori Asuhan keperawatan
A. pengkajian
B. Diagnosa keperawatan
C. Intervensi keperawatan
Bab IV Jurnal
A. Analisis jurnal I
B. Analisis jurnal II
Bab V Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Susunan otot manusia terdiri dari kelompok- kelompok otot yang
dipisahkan oleh sebuah lapisan tebal yang disebut fascia. Kelompok-
kelompok otot ini terletak di ruangan yang dikenal dengan istilah
kompartemen. Apabila tekanan dalam ruang tertutup ini meningkat
sampai tingkat tertentu, akan muncul tanda dan gejala yang disebut
sindrom kompartemen.
Daerah ekstermitas memiliki banyak kompartemen yang didalamnya
terdapat otot,saraf,dan pembuluh darah. Itu semua diselubungi oleh
membran yang keras dan tidak elastis yang disebut dengan fasia.
Kompartemen sindrom terjadi apabila terjadi peningkatan tekanan dalam
kompartemen. (ENA,2000:533) Sindrom Kompartemen merupakan suatu
kondisi yang bisa mengakibatkan kecacatan hingga mengancam jiwa
akibat terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan
terbatas yakni kompartemen osteofasia yang tertutup. Sebagian besar terjadi
pada daerah lengan bawah dan kaki. Sehingga mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. (ENA,2000:533)
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini
bisa disebabkan karena, penurunan kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang
menjerat,peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagi masalah (Smeltzer & Bare, 2001).
Insiden sindrom kompartemen tergantung pada traumanya.Pada fraktur
humerus atau fraktur lengan bawah, insiden dari sindrom kompertemen
dilaporkan berkisar antara 0,6-2%. Prevalensi sindrom kompartemen
meningkat pada kasus yang berhubungan dengan kerusakan vaskuler sindrom
kompartemen yang sesungguhnya mungkin lebih besar dari yang dilaporkan
karena sindrom kompartemen tersebut tidak terdeteksi pada pasien yang
keadaan sangat buruk(Paula, Richard 2009).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kompartemen sindrom merupakan suatu area di dalam tubuh dimana otot, syaraf, dan
pembuluh darah dibungkus oleh jaringan seperti tulang dan fasia (jaringan
pembungkus organ). Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana
terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya
kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian
jaringan.
Menurut Salter, kompartemen sindrom adalah peningkatan tekanan dari suatu
edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan
bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang
secara anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf
intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakkan jaringan
intrakompartemen.

Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluh


darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
dibungkus oleh epimisium. Kompartemen sindrom ditandai dengan nyeri yang
hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara
anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling sering
disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai
atas.
B. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang


kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh:
a. Penutupan defek fascia
b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan eksternal
a. Balutan yang terlalu ketat
b. Berbaring di atas lengan
c. Gips
2. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
a. Pendarahan atau Trauma vaskuler
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penggunaan otot yang berlebihan
d. Luka bakar
e. Operasi
f. Gigitan ular
g. Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota
gerak bawah.
C. KLASIFIKASI

Menurut ( Petrus Aprianto, 2017 ) klasifikasi syndrome kompartement dibagi menjadi 2 yaitu


sebagai berikut :
1. Sindrom Kompartemen Akut
Pasien merasakan nyeri yang tidak sesuai dengan cedera
dan pembengkakan atau nyeri di daerah tersebut. Gejala lain termasuk nyerihebat
dengan gerakan pasif otot dalam kompartemen, hilangnya gerakansadar pada otot yang
terlibat, dan perubahan sensorik serta parestesia didaerah yang dipersarafi oleh saraf yang terlibat.
2. Sindrom Kompartemen kronik
3. Pada sindrom kompartemen kronik, gejala mulai secara bertahap, biasanya dengan
peningkatan beban latihan atau latihan pada permukaankeras. Rasa sakit
digambarkan sebagai nyeri, terbakar, atau kram danterjadi pada gerakan berulang,
paling sering berlari namun juga padamenari, bersepeda, dan hiking. Rasa sakit
biasanya terjadi pada sekitarwaktu yang sama setiap kali
pasien berpartisipasi dalam kegiatan ini (misalnya, setelah 15 menit berlari) dan
bertambah atau tetap konstan jika aktivitas terus berlangsung. Rasa sakit menghilang
atau berkurang setelah beberapa menit istirahat.
Pada gejala yang berlanjut, sakit nyeri tumpul dapat menetap. Nyeri dapat
terlokalisir pada kompartemen tertentu, meskipun beberapakompartemen sering
dapat terlibat. Rasa baal dan kesemutan dapat terjadi pada saraf yang terdapat di
dalam kompartemen yang terlibat. Sindromkompartemen kronik dapat dilihat pada
sindrom berlebihan lainnya (misalnya, bersamaan dengan stres pada fraktur tibia).
D. PATHOFISIOLOGI
Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua kemungkinan
mekanisme, yaitu: berkurangnya ukuran kompartemen dan/atau bertambahnya
isi dari kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut sering terjadi
bersamaan, ini adalah suatu keadaan yang menyulitkan untuk mencari
mekanisme awal atau etiologi yang sebenanya. Edema jaringan yang parah
atau hematom yang berkembang dapat menyebabkan bertambahnya isi
kompartemen yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi pada
compartment syndrome.
Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga pembengkakan
pada sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen
tersebut. Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di
kapiler, pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah ke
otot dan sel saraf. Tanpa suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan
mengalami iskemia dan mulai mati dalam waktu beberapa jam. Iskemia
jaringan akan menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan di dalam
kompertemen semakin meningkatkan tekanan intrakompartemen yang
menggangu aliran balik vena dan limfatik pada daerah yang cedera. Jika
tekanan terus meningkat dalam suatu lingkaran setan yang semakin menguat
maka perfusi arteriol dapat terganggu sehingga menyebabkan iskemia jaringan
yang lebih parah
E. Pathway

Faktor intrinsik : pendarahan, Faktor entrinsik : Gips, penekanan


fraktur terlalu lama

Sindrom kompartemen

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar Nyeri akut

Pergeseran fragmen tulang Laserasi kulit

Deformitas
Gangguan integritas kulit Putus arteri / vena

Gangguan fungsi
perdarahan

Gangguan mobilitas fisik


Kehilangan volume cairan

Resiko syok
F. Manifestasi klinis

Gejala klinis yang terjadi pada kompartemen sindrom dikenal dengan 5P yang secara
umum terjadi pada ekstremitas, yaitu :
1. Pain (nyeri), nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.
Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-
anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya).
Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
4. Parastesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis, merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.

Sedangkan gejala yang khas pada kompartemen sindrom, yaitu:


1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah berlari
atau beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit
3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot (Irga, 2008)

G. Komplikasi

Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera akan


menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas
pada tanga, jari dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)
H. Penatalaksanaan Medis

A. Terapi
1. Terapi medical/non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnose kompartemen masih dalam
bentuk dugaan sementara, meliputi :
 Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan
ketinggian kompartemen yang minimal,elevasi dihindari karena
dapat menurunkan aliran darah dan akan memperberat iskemi
 Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus dibuka dan
pembalut kontriksi harus dilepas
 Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat
menghambat perkembangan sindrom kompartemen
 Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah
 Pada peningkatan isi kompartemen, diuretic dan pemakaian
manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen, manitol mereduksi
edema seluler, dengan memproduksi kembali energy seluler
yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui
kemampuan dari radikal bebah
2. Terapi bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai
>30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan
dengan memperbaiki perfusi otot.
I. Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium
1. Comprehensive metabolic panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan
keseimbangan kimia tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada
semua proses fisik dan kimia dalam tubuh yang menggunakan energy.
2. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit (White blood cell / WBC), Trombosit (platelet),
Eritrosit (Red blood cell / RBC), indeks Eritrosit (MCW, MCH, MCHC),
Laju endap darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) , Hitung
jenis leukosit (diff count) platelet distribution width (PDW), Red Cell
Distribution Width (RDW)
 Amylase and lipase assessment
 Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aptt)
bila pasien diberi heparin
 Cardiac marker test (tes penanda jantung)
 Urinalisasi and urine drug screen
 Pengukuran level serum laktat
 Arterial blood gas (ABG) : cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat
dan basa
 Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
 Serum myoglobin
 Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi pasiennya
 Urin awal : bila ditemukan myologin pada urin, hal ini dapat
mengarah ke diagnosis rhabdomyolisis
B . Imaging
1 . Rontgen : pada ekstremitas yang terkena
2. USG : USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT)
BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
 Pengkajian umum
- Klien tampak sakit berat, ditandai dengan meringis dan berteriak-
teriak
 Riwayat penyakit
- Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri di bagian kaki, merasa pusing dan takut
 Riwayat penyakit sekarang
- Pukul 15.00 klien mengeluh nyeri di bagian kaki, pusing dan takut.
Serta klien berteriak-teriak. Terdapat bengkak di bagian kaki kiri,dan kedua tangan
terdapat luka dan perdarahan yang mengalir dari luka.
 Riwayat penyakit dahulu
- Klien tidak mempunyayi riwayat penyakit seperti hipertensi, TBC, stroke, dll.
 Riwayat penyakit keluarga
- Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama

B. Triage
Mengancam nyawa akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera, harus
didahulukan langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0 menit, maka dapat
digolongkan P1(emergency).

C. Primary Survey
Pengkajian primer mempunyai tujuan untuk mengetahui dengan segera kondisi yang
mengancam nyawa paisen dilakukan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik)
difokuskan pada airway, Breathing, Circulation (ABC).
yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada airway, Breathing, Circulation (ABC).
A. (Airway)
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera inhalasi yang
ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi stridor hoarness. Tindakan
dengan membersihkan jalan napas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian
kortikosteroid dosis tertinggi dan antibiotika.
B. (Breathing)
Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau eschar
melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan monitor kemampuan bernafas,
memberikan oksigen, melakukan tindakan kedaruratan jalan napas agresif.
C. (Circulation)
Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadikarena
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endoteldinding pembuluh
darah).
D. (Disability)
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal
yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal
E. Ekspose, Examine dan Evaluate
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam
terjadinya gagal napas, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
1. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dada dan ekstremitas pada pasien
2. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis
D. Secondary Survey
Secondary Assessment survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan dengan teknik Body Sistem.
1. Breathing ( B1 )
Bagaimana pernafasannya, reguler/tidak, bagaimana kesimetrisannya, bagaimana
suaranya apakah terdapat suara tambahan. Apakah terdapat pergerakan otot
antar rusuk, bagaimana gerakan dada, bagaimana suaranya apakah ada
pembesaran dada.
2. Blood ( B2 )
Pada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyababkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular mengalami defisit, timbul
ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan
3. Brain (B3 )
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat
berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian
4. Bladder (B4)
Pengeluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan aliran darah
ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosterone
5. Bowel (B5)
Adanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi dan mual.
Selain itu pembentukan ulkus gastrduodenal juga dikenaldengan curling’s biasanya
merupakan komplikasi utama dari luka bakar
6. Bone (B6)
Penderita dapat pula mengalami trauma misalnya mengalami patah tulang
punggung atau spine.
E. Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 Data subjektif adalah informasi yang Etiologi atau faktor Problem adalah
diucapkan klien kepada perawat selama penyebab adalah gambaran keadaan
pengkajian keperawatan, yaitu komentar faktor klinik dan pasien dimana
yang didengar oleh perawat. personal yang dapat tindakan keperawatan
merubah status dapat diberikan.
Data objektif dapat diamati dan diukur. kesehatan atau Masalah atau problem
Data objektif merupakan informasi yang mempengaruhi adalah kesenjangan
dikumpulkan perawat melalui indera perkembangan atau penyimpangan
perawat. masalah. dari keadaan normal
yang seharusnya tidak
terjadi. Tujuan :
menjelaskan status
kesehatan pasien
secara jelas dan
sesingkat mungkin.
F. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik


2. Resiko syok b.d perdarahan
3. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI

1. Nyeri Akut Intervensi utama : Manajemen nyeri

 Tindakan
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredahkan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian anakgetik, jika perlu

2. Resiko syok Intervensi utama : Pencegahan syok

 Tindakan

Observasi
- Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
- Monitor status oksigen (oksimetri nadi , AGD)
- Monitor status cairan ( masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
- Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
- Periksa riwayat alergi

Terapeutik
- Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94&
- Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
perlu
- Pasang jalur IV, jika perlu
- Pasang kateter urine untuk menilai produksi
urine, jika perlu
- Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
- Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal syok
- Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal syok
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
- Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

3. Gangguan mobilitas fisik Intervensi utama : Dukungan mobilisasi

 Tindakan

Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktifitas mobilisasi dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dengan meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
BAB IV

JURNAL
A. ANALISIS JURNAL 1

Interval waktu iskemia, derajat iskemia, dan


Judul sindrom kompartemen merupakan faktor risiko
amputasi pada pasien acute limb ischemia
Nama jurnal Intisari Sains Medis

Volume dan halaman Volume 11, Number 2: 808-813

Tahun 2020

Penulis Ketut Putu Yasa,2 Ida Bagus Putra Manuaba,

Tanggal review 8 mei 2021

Latar belakang Acute Limb Ischemia (ALI) adalah penurunan


secara tiba-tiba perfusi di ekstremitas sehingga
menyebabkan ancaman viabilitas jaringan.
Secara klinis disebut ALI apabila
menimbulkan gejala kurang dari 2 minggu.
Sampai saat ini ALI masih merupakan masalah
kesehatan, hal ini karena insiden,
keterlambatan penanganan, amputasi dan
mortalitas masih tetap tinggi. Di Amerika
Serikat didapatkan insiden ALI sebesar 26 per
100.000 penduduk. Tingkat amputasi berkisar
25% dan in hospital mortality berkisar antara
9-15%. Keterlambatan penanganan pasien ALI
akan meningkatkan risiko amputasi.1
Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi
amputasi pada pasien acute limb ischemia yang
dilakukan trombektomi
Permasalahan Faktor yang sangat menentukan adalah
lamanya iskemia dan derajat iskemia, semakin
lama iskemia terjadi akan semakin
meningkatkan derajat iskemia.2,3 Derajat dari
ALI sendiri sebenarnya menggambarkan
kerusakan sel dan jaringan, baik itu endotel,
otot maupun saraf dengan gejala klinis berupa
6 P, yaitu: pain, pallor, poikilothermia,
paresthesia, dan paralysis. Komponen dari 6 P
tersebut yang menjadi dasar pembagian kriteria
dari Rutherford ditambah dengan konfirmasi
pulsasi dari arteri dan vena berdasarkan
ultrasonografi. Rutherford menbagi derajat
ALI menjadi I, IIA, IIB dan III.3,4 Keadaan
emboli yang lama > 6 jam akan mempunyai
prognosis yang buruk. Tindakan
revaskularisasi segera yaitu trombektomi harus
segera dilakukan. Tindakan trombektomi yang
dilakukan pada iskemia yang lama dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intra kompartemen yang disebut sindrom
kompartemen. Terjadi ekstravasasi cairan dan
respon inflamasi setelah keadaan iskemia-
reperfusi.4,5 Sindrom kompartemen harus
dikenali dengan cepat karena akan
menyebabkan kerusakan pada ekstremitas.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
faktor-faktor yang berperan terhadap
keberhasilan tindakan revaskularisasi dengan
trombektomi pada pasien ALI.
Metodologi penelitian Penelitian ini merupakan penelitian
observasional retrospektif dengan studi kasus
kontrol. Kelompok kasus adalah pasien ALI
yang mengalami amputasi setelah
trombektomi, kelompok kontrol dipilih sesuai
dengan jumlah kasus. Kelompok kontrol
adalah pasien ALI yang tidak mengalami
amputasi setelah trombektomi. Kemudian
dilakukan matching berdasarkan usia dan jenis
kelamin. Penelitian ini menggunakan data dari
catatan rekam medis pasien dari tahun 2014
sampai 2019. Variabel bebas
Hasil penelitian Dari data yang diperoleh selama tahun 2014
sampai 2019 terdapat 40 pasien ALI yang
dilakukan tindakan trombektomi, dimana 20
pasien dengan amputasi dan 20 pasien tanpa
amputasi. Karakteristik sampel penelitian dapat
dilihat pada tabel 1, tidak ditemukan adanya
perbedaan karakteristik berdasarkan usia, jenis
kelamin, kondisi diabetes dan hipertensi, atrial
fibrilasi, penyakit jantung reumatik,
penggunaan heparin sebelum dan pasca
tindakan, dan fasiotomi antara kelompok kasus
(amputasi) dan kontrol (tidak amputasi)
(p>0,05). Sedangkan interval waktu iskemia
yang lebih dari 6 jam, derajat iskemia IIB/III
lebih banyak ditemukan pada kelompok yang
mengalami amputasi (p 6 jam sebanyak 17
responden (68%) dan pada kelompok kontrol
(tanpa amputasi) sebanyak 8 responden (32%).
Interval waktu 6 jam menyebabkan amputasi
sebanyak 8.5 kali dengan nilai p = 0.003, ada
hubungan antara interval waktu iskemia
dengan amputasi pasca trombektomi (Tabel 2).
Derajat iskemia IIB/III pada kelompok kasus
(amputasi) sebanyak 15 responden (78,9%) dan
pada kelompok kontrol (tanpa amputasi)
sebanyak 4 responden (21,1%). Derajat
iskemia IIA pada kelompok amputasi sebanyak
5 responden (23,8%) dan pada kelompok tanpa
amputasi 16 responden (76,2%). Nilai Odds
Ratio (OR) 12,0 (95% IK: 2,7-53,33), berarti
interval waktu iskemia IIB/ III menyebabkan
amputasi sebanyak 12 kali dan nilai p
Kelebihan Pembedahan yang terdapat dalam penelitiaan
in sangat membantu untuk menunjukan hasil
penelitian yang lebih akurat
Daftar pustaka Baril DT, Ghosh Kaushik, Rosen Allison B.
Trend in the incidence, treatment, and outcome
of acute lower extremity ischemia in the
United States Medicare Population. Journal of
Vascular Surgery. 2014;60(3):669-677.
B. ANALISIS JURNAL 2

Judul Sindrom Kompartemen Akut Tungkai Bawah

Nama jurnal CDK-253

Volume dan halaman 44 no 6

tahun 2017

Penulis Petrus Aprianto

Tgl review 8 mei 2021

Latar belakang Susunan otot manusia terdiri dari kelompok-


kelompok otot yang dipisahkan oleh sebuah
lapisan tebal yang disebut fascia. Kelompok-
kelompok otot ini terletak di ruangan yang
dikenal dengan istilah kompartemen. Apabila
tekanan dalam ruang tertutup ini meningkat
sampai tingkat tertentu, akan muncul tanda dan
gejala yang disebut sindrom kompartemen
Permasalahan Penyebab sindrom kompartemen secara umum
dibedakan menjadi dua: 1. Peningkatan volume
intra-kompartemen dengan luas ruang
kompartemen tetap; dapat disebabkan oleh:
Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh
darah, sehingga darah mengisi ruang intra-
kompartemen Trauma langsung jaringan otot
yang menyebabkan pembengkakan Luka
bakar yang menyebabkan perpindahan cairan
ke ruang intrakompartemen
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan
volume intra-kompartemen yang tetap
Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi
fraktur Luka bakar yang menyebabkan
kekakuan/ konstriksi jaringan ikat sehingga
mengurangi ruang kompartemen. dapat tumbuh
dan berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila
terjadi gangguan pada proses perfusi, akan
muncul tanda dan gejala tergantung derajat
gangguan perfusi darah ke jaringan tersebut.
Kemampuan perfusi sangat tergantung pada
perbedaan antara tekanan perfusi kapiler dan
tekanan cairan interstitial. Peningkatan tekanan
pada ruang tertutup, misalnya pada
kompartemen tungkai bawah akan
menyebabkan tekanan vena ikut meningkat.
Jika tekanan interstitial melebihi tekanan
kapiler, kapiler akan kolaps dan akan terjadi
iskemi jaringan. Otot yang iskemia akan
melepaskan mediator yang meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Cairan akan
berpindah dari pembuluh darah ke interstitial,
sehingga makin meningkatkan tekanan dalam
kompartemen dan memperburuk kondisi
iskemia.1,2,6,7 Apabila kenaikan tekanan
dalam kompartemen naik 30 mmHg, tindakan
operatif harus segera dilakukan untuk
mencegah kematian otot dan saraf tepi yang
akan terjadi dalam 6-10 jam.
Epidemeologi Sebanyak 75% kasus kompartemen sindrom
diawali fraktur, terutama fraktur tibia (tulang
kering) pada 36% kasus.5 Sebagian besar
kasus sindrom kompartemen terjadi pada pria
dewasa berusia 30-35 tahun, antara lain karena
massa otot pada pria usia tersebut lebih besar
daripada wanita seusianya (10:1) dan lebih
besar daripada pria berusia di atas 35 tahun.1,2
Tatalaksana Tatalaksana harus sesegera mungkin. Prinsip
utama penanganan sindrom kompartemen
tungkai bawah adalah dekompresi. Dekompresi
dengan tujuan menurunkan tekanan dalam
kompartemen dapat dilakukan dengan cara: „
Lepaskan semua plaster yang mengikat tungkai
bawah dengan meletakkan posisi kompartemen
yang akan diukur sejajar jantung. „
Lakukan prosedur septik dan aseptik pada
daerah pengukuran, pilih jaringan kulit pada
kompartemen yang akan diukur dengan syarat
kulit intak dan bebas infeksi. „
Lakukan prosedur pembiusan. „
Masukkan jarum yang terdapat pada alat
pengukur secara tegak lurus sedalam 3
sentimeter pada kompartemen tungkai bawah
yang diukur. „ Gerakkan kaki pada posisi fleksi
dan ekstensi untuk melihat peningkatan
tekanan intra-kompartemen dan memastikan
ujung jarum sudah terletak di dalam
kompartemen. „
Dalam posisi diam, baca angka pada alat
pengukur yang menunjukkan tekanan dalam
kompartemen
Kesimpulan Sindrom kompartemen dapat terjadi pada kasus
trauma yang disertai fraktur, paling sering di
tungkai bawah. Sindrom kompartemen tidak
memiliki tanda dan gejala khusus, tanda dan
gejalanya sering diduga berasal dari trauma
primer. Tanda dan gejala serta mekanisme
terjadinya sindrom kompartemen sangat perlu
dipahami agar dapat didiagnosis dalam periode
emasnya. Tindakan definitif terbaik
dekompresi kompartemen tungkai bawah
adalah fasiotomi dengan teknik insisi ganda.
Daftar pustaka Duckwrath AD, Mc Queen MM. Focus on
diagnosis of acute compartment syndrome. J
Bone and Joint Surg. 2011;40:467-72 2.
Giannoudis PV, Tzioupis C, Pape HC. Early
diagnosis of tibial compartment syndrome:
Continuous pressure measurement. Injury
2009;40:341-2 3. Shuler MS, Reisman WM,
Kinsey TL, Whitesides TE Jr, Hammerberg
EM, Davila MG, et al. Correlation between
muscle oxygenation and compartment pressure
in
BAB VI
PENUTUB

A. Kesimpulan
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi yang bisa mengakibatkan kecacatan hingga
mengancam jiwa akibat terjadi peningkatan tekanan interatitial dalam sebuah ruangan terbatas
yakni kompartemen osteofasia yang tertutup. Sebagian besar terjadi pada daerah lengan bawah
dan kaki sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.

penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi 2 :

 peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen tetap ;


dapat di sebabkan oleh :
a. faktor yang memyebabkan robekan pembuluh darah,sehingga darah mengisi ruang
intra- kompartemen
b. trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan
c. luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan keruangan intra-kompartemen
 penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen yang tetap
a. kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi faktur
b. luka bakar yang menyebabkan kekakuan/konstriksi jaringan ikat sehingga
mengurangi ruang kompartemen.
c. Gejala klasik 5P (pain,pallor,parasthesia,pulselessness,poikilothermia).
1. .Pain nyeri : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena,ketika ada trauma langsung.
2. pallor (pucat),diakibatkan oleh menurunnya perfusi kedaerah tersebut.
3. .pulselesness (berkurang/hilangnya denyut nadi)
4. parestesia (rasa kesemutan)
5. paralysis: merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
DAFTAR PUSTAKA

Emergency Nurses Association. 2005. Sheehy’s Manual Of Emergency Care. Edisi ke-6.
Philadelphia: Elsevier Mosby

Paula, Richard MD. 2009. Abdominal Compartment Syndrome. Available at


www.emedicine.com/ 829008-overview.ht
Petrus aprianto https://www.academia.edu/8836065/MAKALAH_SINDROME
KOMPARTEMENT diakses tanggal 19 Februari 2018.

Petrus aprianto https://www.scribd.com/document/328251326/SINDROM-


KOMPARTEMEN -pdf diakses tanggal 19 februari 2018

Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta .

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi


NIC dan Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai