Disusun ntuk memenuhi tugas stase keperawatan gawat darurat dan kritis
Oleh
AFENTIANI RIZKY SUHENDRI
204291517030
UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI
2021
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi Fisiologi Kompartemen Tungkai Bawah
Tungkai bawah terbagi menjadi 4 kompartemen yang dibentuk oleh otot dan
fascia. Fascia merupakan lapisan jaringan fibrosa yang membungkus otot. Fascia
ini membagi otot pada tungkai bawah menjadi 4 kelompok, yaitu kumpulan otot
bagian depan (kompartemen anterior), kumpulan otot bagian samping
(kompartemen lateral), dan kumpulan otot bagian belakang (kompartemen
posterior) yang terbagi menjadi bagian dalam (deep posterior compartment) dan
bagian luar (superficial posterior compartment).
Setiap kompartemen tungkai bawah memiliki fungsi dan peranan masing-masing.
- Kompartemen depan terdiri dari kelompok otot ekstensor yang berfungsi
untuk melakukan gerakan ekstensi
- Kompartemen lateral terdiri dari kelompok otot yang berfungsi untuk
melakukan gerakan eversi
- Kompartemen posterior terdiri dari kelompok otot dalam (deep) dan
kelompok otot luar (superficial) yang fungsinya dapat dilihat pada tabel 1.
2. Definisi
Sindrom kompartemen merupakan kumpulan gejala yang terjadi saat tekanan
dalam ruang tertutup kompartemen otot meningkat sampai tingkat berbahaya.
Peningkatan tekanan dalam kompartemen otot biasanya diawali oleh proses
trauma yang disertai fraktur. ( Aprianto,2017)
3. Etiologi
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua:
a. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen
tetap; dapat disebabkan oleh:
- Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah
mengisi ruang intra-kompartemen
- Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan Luka
bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang intrakompartemen
b. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen
yang tetap
- Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
- Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat
sehingga mengurangi ruang kompartemen.
4. Manifestasi Klinis
Pertama-tama akan muncul gejala sensasi nyeri seperti terbakar. Rasa nyeri terasa
di bagian dalam otot tungkai bawah dan akan terasa lebih nyeri saat digerakkan.
Nyeri harus dibedakan dari nyeri trauma primer akibat fraktur. Gejala lain yang
sering adalah rasa kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat terjepitnya
saraf perifer. Rasa kesemutan pertama kali dirasakan pada jari pertama dan jari
kedua kaki. Gejala klasik 5P (pain, pallor, parasthesia, pulselessness,
poikilothermia) tidak selalu dikenali. Gejala klasik ini sering muncul terlambat
saat periode emas penanganan sindrom kompartemen sudah terlewati. Harus
diperhatikan tanda khusus, yaitu massa jaringan lunak pada sepertiga bawah
tungkai akibat herniasi dan pergeseran otot dan jaringan lemak saat tekanan
meningkat. Riwayat trauma wajib ditelusuri lebih lanjut; luka tembus, luka
tergilas yang menyebabkan kerusakan beberapa lapisan jaringan (crush injury),
fraktur baik terbuka ataupun tertutup, dapat digunakan sebagai data penunjang
untuk mengenali tanda dan gejala awal sindrom kompartemen. (Aprianto,2017).
5. Patofisiologi
Patofisiologi dari sidrom kompartemen terdiri dari dua kemungkinan mekanisme,
yaitu berkurangnya ukuran kompartemen dan atau bertambahnya isi
kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut sering terjadi bersamaan
sehingga menyulitkan untuk mencari mekanisme awal atau etiologi yang
sebenarnya. Edema jaringan parah atau hematom yang berkembang dapat
menyebabkan bertambahnya isi kompartemen sehingga memberi kontribusi pada
mekanisme sindrom kompartemen.
Fasia tidak dapat bertambah volumenya sehingga jika terjadi pembengkakan pada
sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan dalam kompartemen tersebut.
Ketika tekanan didalam melebihi tekanan darah di kapiler, pembuluh kapiler akan
colab. Hal ini akan menghambat aliran darah ke otot dan sel saraf. Berkurangnya
supply oksigen dan nutrisi, sel sel saraf dan otot akan mengalami iskemia dan
mulai mati dalam waktu beberapa jam. Iskemia jaringan akan menyebabkan
edema jaringan.
Sidrom kompartemen dapat berupa akut maupun kronis. Sidrom kompartemen
akut adalah suatu kegawatdaruratan medis tanpa penata laksanaan, hal ini dapat
berakhir dengan kelumpuhan, hilang organ distal bahkan kematian. Sedangkan
pada sidrom kompartemen kronik bukanlah kegawatdaruratan medis. Sindrom
kompartemen akut memerlukan waktu beberapa jam untuk terjadi. Saraf periper
dapat bertahan dalam kompartemen hingga 4 jam setelah iskemia tanpa terjadi
kerusakan saraf permanen. Tetapi bila iskemia pada saraf lebih dari 4 jam akan
terjadi kerusakan saraf permanen. Otot dapat dapat bertahan sampai 6 jam
setelah iskemia terjadi, sebelum tidak dapat regenerasi lagi. Selanjutnya otot otot
yang nekrosis akan digantikan oleh jaringan fibrosa padat yang secara bertahap
terbentuk dan menghasilkan kontraktur kompartemental atau kontraktur iskemia
volkmann. Jika tekanan tidak segera dihilangkan dengan cepat ini dapat
menyebabkan kecacatan permanen atau kematian.
6. Komplikasi
Menurut (Smeltzer & Bare, 2001) sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan
penanganan dengan segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:
• Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
• Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul
11
deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada
lengan bawa.
• Trauma vascular
• Gagal ginjal akut
• Sepsis
• Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
7. Tatalaksana Medis
Prinsip utama penanganan sindrom kompartemen tungkai bawah adalah
dekompresi. Dekompresi dengan tujuan menurunkan tekanan dalam
kompartemen dapat dilakukan dengan cara:
- Lepaskan semua plaster yang mengikat tungkai bawah
- Letakkan tungkai pada posisi sejajar dengan jantung, karena posisi lebih
tinggi dari jantung dapat menurunkan aliran darah arterial ke otot dan akan
memperburuk keadaan iskemia.
- Lakukan imobilisasi fraktur dengan posisi paling relaks; dengan
menyangga kaki dalam posisi sedikit fleksi plantaris (kaki condong ke arah
bawah)
- Lakukan tindakan fasiotomi (pemotongan fascia) apabila ada indikasi.
Banyak peneliti menyatakan indikasi dekompresi dengan fasiotomi adalah
apabila tekanan kompartemen naik menjadi 30 mmHg.
a. Fasiotomi
Fasiotomi merupakan tindakan operatif definitif dengan cara memotong fascia
untuk membuka ruang, sehingga tekanan dapat langsung berkurang. Pada tungkai
bawah, fasiotomi dilakukan dengan sayatan di sepanjang kompartemen tungkai
bawah dengan teknik insisi dobel. Dua sayatan sejajar sepanjang 15-20
sentimeter dibuat di dua tempat. Tempat pertama adalah bagian tepi luar depan
(anterolateral) tungkai untuk dekompresi kompartemen anterior dan lateral, dan
sayatan kedua pada bagian tepi dalam belakang (posteromedial) tungkai untuk
dekompresi kompartemen posterior. Jangan lakukan tindakan fasiotomi apabila
12
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Primary Survey
Pengkajian primer mempunyai tujuan untuk mengetahui dengan segera kondisi
yang mengancam nyawa paisen dilakukan dalam tempo waktu
yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada airway, Breathing,
Circulation (ABC).
A. (Airway)
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera inhalasi
yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi stridor hoarness.
Tindakan dengan membersihkan jalan napas, memberikan oksigen, trakeostomi,
pemberian kortikosteroid dosis tertinggi dan antibiotika.
B. (Breathing)
Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau
eschar melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan monitor
kemampuan bernafas, memberikan oksigen, melakukan tindakan kedaruratan
jalan napas agresif.
C. (Circulation)
D. (Disability)
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
b) Secondary Survey
Secondary Assessment survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan dengan teknik Body Sistem.
1. Breathing ( B1 )
Bagaimana pernafasannya, reguler/tidak, bagaimana kesimetrisannya, bagaimana
suaranya apakah terdapat suara tambahan. Apakah terdapat pergerakan otot antar
rusuk, bagaimana gerakan dada, bagaimana suaranya apakah ada pembesaran
dada.
2. Blood ( B2 )
Pada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyababkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular mengalami
defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen
ke jaringan
3. Brain (B3 )
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat berkisar
dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian
4. Bladder (B4)
Pengeluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan aliran
darah ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosteron
5. Bowel (B5)
Adanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi dan mual.
Selain itu pembentukan ulkus gastrduodenal juga dikenal dengan Curling’s
biasanya merupakan komplikasi utama dari luka bakar
6. Bone (B6)
Penderita dapat pula mengalami trauma misalnya mengalami patah tulang
punggung atau spine .
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Terapeutik
Hindari
pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
Hindari
pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
Hindari
penekanan dan
pemasangan torniquet
pada area yang cidera
Lakukan
pencegahan infeksi
Lakukan
perawatan kaki dan kuku
Lakukan
hidrasi
Edukasi
Anjurkan berhenti
merokok
Anjurkan berolahraga
rutin
Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
b. MANAJEMEN SENSASI
PERIFER (I. 06195)
Observasi
Identifikasi
penyebab perubahan
sensasi
Identifikasi
penggunaan alat pengikat,
prostesis, sepatu, dan
pakaian
Periksa
perbedaan sensasi tajam
atau tumpul
Periksa
perbedaan sensasi panas
atau dingin
Periksa
kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
Monitor
terjadinya parestesia, jika
perlu
Monitor
perubahan kulit
Monitor
adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
Hindari
pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin)
Edukasi
Anjurkan
penggunaan termometer
untuk menguji suhu air
Anjurkan
penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
Anjurkan
memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian analgesik, jika
perlu
Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid, jika perlu
Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan suatu pelaksanaan tindakan keperawatan
terhadap klien yang didasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun
dengan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan meliputi peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitas koping.
Implementasi keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila klien
mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Selama tahap implementasi keperawatan, perawat terus melakukan
pengumpulan data yang lengkap dan memilih asuhan keperawatan yang paling
sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap yang menentukan apakah tujuan yang telah
disusun dan direncanakan tercapai atau tidak. Menurut Friedman (dalam
Harmoko, 2012) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi -
intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Ada beberapa
metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling utama dan
penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dan
intervensi yang sedang dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Kedokteran, 44(6), 401-404.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia