Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA MOSKULOSKELETAL (MULTIPLE

FRAKTUR, SINDROMA KOMPARTEMEN, POST LAMINEKTOMI)

Disusun oleh :

Kelompok 3

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu halangan apapun.Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis. Kami berharap agar makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami selaku penulis dan umumnya bagi para pembaca
agar dapat mengetahui tentang “Asuhan Keperawatan Kritis Pada moskuloskeletal”.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan saran dari pembaca
sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik lagi.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Ungaran,2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Multiple Fraktur mengakibatkan trauma pada tulang tergantung pada jenis
trauma,kekuatan, dan arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat
dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut patah
tulang terbuka. Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cedera
pembedahan,di mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh peradangan) di
dalam ruang tertutup (kompartemen fasia) di dalam tubuh mengganggu suplai darah
atau lebih dikenal dengan sebutan kenaikan tekanan intra-abdomen. Tanpa
pembedahan yang cepat dan tepat, hal ini dapat menyebabkan kerusakan saraf dan
otot kematian
Cedera medulla spinalis paling sering terjadi karena trauma/cedera pada
vertebra.  Adanya kompresi tulang menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan lumbal serta dapat merusak system saraf otonom (saraf
parasimpatis).  Pada area kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral yang erat
kaitannya dengan status miksi dan defekasi.  Kompresi juga dapat merusak fleksus
saraf utama terutama F. lumbalis yang tergabung dalam fleksus lumbosakralis yang
berpengaruh pada persarafan ekstrimitas bawah. 
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian, patofisiologi, dan kolmplikasi pada multiple fraktur ?
2. Bagaimana pengertian, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi pada sindrome
kompartemen ?
3. Bagaimana pengertian, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi pada?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian, patofisiologi, dan kolmplikasi pada multiple fraktur
?
2. Untuk mengetahui pengertian, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi pada
sindrome kompartemen ?
3. Untuk mengetahui pengertian, patofisiologi, etiologi, dan komplikasi pada?
BAB II
PEMBAHSAN

A. MULTIPLE FRAKTUR
1. Pengertian.
Adalah terputuisnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa.Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berubah
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada
tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma,kekuatan, dan
arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan
tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut patah tulang terbuka.
Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai sendi dapat menyebabkan patah
tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

2. Klasifikasi patah tulang.


Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidanya hubungan antara patahan tulang
denga dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka yang
memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke tulang yang patah.

Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya
luka dan berat ringannya patah tulang.

Patang tulang juga dapat dibagi menurut garis fraktrunya misanya fisura, patah tulang
sederhana, patah tulang kominutif ( pengecilan, patah tulang segmental,patah tulang
impaksi ), patah tulang kompresi, impresi dan patah tulang patologis.

Derajat patah tulang terbuka terbagi atas 3 macam yaitu :


1. laserasi< 2 cm bentuknya sederhana, dislokasi,fragmen, minimal.
2. Laserasi > 2 cm kontusi otot diserkitarnya bentuknya dislokasi, fragmen jelas
3. Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya bentuknya kominutif,
segmental,fragmen tulang ada yang hilang

Jenis patah tulang dapat digolongkan menjadi :

1. Visura ( Diafisis metatarsal


2. Serong sederhana ( Diaphisis metacarpal )
3. Lintang sederhana ( diafisis tibia )
4. Kominutif ( Diafisis femur )
5. Segmental ( Diafisis tibia )
6. Dahan hijau ( diafisis radius pada anak )
7. Kompresi ( Korpus vertebral th. XII )
8. Impaksi ( epifisis radius distal,kolum femur lateral )
9. Impresi ( tulang tengkorak )
10. Patologis ( Tomur diafisi humerus,kurpus vertebral)

3. Klasifikasi patah tulang


Komplikasi patah tulang meliputi :

1. Komplikasi segera
Lokal :

 Kulit( abrasi l;acerasi, penetrasi)


 Pembuluh darah ( robek )
 Sistem saraf ( Sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan
sensorik)
 Otot
 Organ dalam ( jantung,paru,hepar, limpha(pada Fr.kosta),kandung
kemih (Fr.Pelvics)
Umum :

 Ruda paksa multiple


 Syok ( hemoragik, neurogenik )
2. Komplikas Dini :
Lokal :

 Nekrosis kulit, gangren, sindroma kopartemen,trombosis vena,


infeksi sendi,osteomelisis )
Umum :

 ARDS,emboli paru, tetanus.

3. Kompliasi lama
Lokal :

 Sendi (ankilosis fibrosa, ankilosis osal )


 Tulang ( gagal taut/lama dan salah taut,distropi
reflek,osteoporosisi paskah trauma,ggn pertumbuhan,osteomelisis,patah
tulang ulang)
 Otot atau tendon ( penulangan otot, ruptur tendon )
 Saraf ( kelumpuhan saraf lambat
Umum :

 Batu ginjal ( akibat mobilisasi lama ditempat tidur)

4. Penatalaksanaan patah tulang.


Penatalaksanaan patah tulang mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada

umumnya yang meliputi :

o Jangan ciderai pasien( Primum Non Nocere).


o Pengobatan yang tepat berdasarkanb diagnosis dan prognosisnya
o Sesuai denga hokum alam
o Sesuai dengan kepribadian individu

Khusus untuk patah tulang meliputi :


o ReposisI
o Imobilisasi
o Mobilisasi berupa latihan seluruh system tubuh.

B. SINDROME KOMPARTEMEN
1. DEFENISI
Sindrom kompartemen, suatu keadaan yang potensial menimbulkan
kedaruratan, adalah peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruangan yang
tertutup, biasanya kompartemen oseofacial ekstremitas yang nonclompliant,
misalnya kompartemen lateral, anterior dan posterior dalam tungkai serta
kompartemen volar superficial dan dalam lengan serta pergelangan tangan.
Peningkatan tekanan dapat menyebabkan gangguan mikrovaskular dan nekrosis
jaringan lokal.(Barbara J. Gruendemann dan Billie Fernsebner).
Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cedera
pembedahan,di mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh peradangan)
di dalam ruang tertutup (kompartemen fasia) di dalam tubuh mengganggu suplai
darah atau lebih dikenal dengan sebutan kenaikan tekanan intra-abdomen. Tanpa
pembedahan yang cepat dan tepat, hal ini dapat menyebabkan kerusakan saraf dan
otot kematian (Arief Muttaqin. 2011).

2. ANATOMI
Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang,
interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, syaraf dan
pembuluh darah.Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia
ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok.Secara anatomik,
sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak.Terletak di lengan atas
(kompartemen anterior dan posterior), dilengan bawah (yaitu kompartemen flexor
superficial, fleksor profundus, dan kompartemen ekstensor).
Di anggota gerak bawah, terdapat : tiga kompartemen ditungkai atas
(kompartemen anterior, medial, dan kompartemen posterior), empat ditungkai
bawah (kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundus).
Sindrom kompartemen yang paling sering di daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta
lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).
Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor.
Kompartemen anterior memiliki nervus peroneus profundus, kompartemen lateral
memiliki nervus peroneus superficial, kompartemen posterior profunda memiliki
nervus tibialis posterior dan kompartemen posterior superficial memiliki nervus
suralis. Ketika tekanan kompartemen meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan
terpengaruh menyebabkan timbulnya paresthesia.

3. ETIOLOGI
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian memicu timbullnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
a. Penurunan Volume Kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh :
1) Penutupan defek fascia
2) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
b. Peningkatan Tekanan Eksternal
1) Balutan yang terlalu ketat
2) Berbaring di atas lengan
3) Gips
c. Peningkatan Tekanan pada Struktur Komparteman
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain :
1) Pendarahan atau Trauma vaskuler 
2) Peningkatan permeabilitas kapiler 
3) Penggunaan otot yang berlebihan
4) Luka bakar 
5) Operasi
6) Gigitan ular 
7) Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah
cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi
di anggota gerak bawah.

4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal
normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah
kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan
obstruksi vena dalam ruang yang tertutup.Peningkatan tekanan secara terus
menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi.
Pada titik ini, tidak ada yang masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran
ke dalam kompartemen yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam
kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.
Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intra kompartemen,
tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan
(pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan
menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu:
a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
b. Theori of critical closing pressure.
Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan
mural arteriol yang tinggi. Tekanan trans mural secara signifikan berbeda
(tekanan arteriol tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi
aliran darah. 
Bila tekanan-tekanan jaringan meningkat atau tekanan arterio menurun maka
tidak ada lagi perbedaan tekanan.Kondisi seperti ini dinamakan dengan
critical closing pressure.Selanjutnya adalah arteriol akan menutup.
c. Tipisnya dinding vena
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena maka ia akan kolaps. 
Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari
kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan
sehingga drainase vena terbentuk kembali McQueen dan Court-Brown
berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen
yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom
kompartemen. Patogenesis dari sindroma kompartemen kronik telah
digambarkan oleh Reneman.
Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah
peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot
berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular  pada batas dimana dapat
terjadi iskemia berulang. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan
antara kontraksi yang terus ± menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran
darah.

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika
ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.Teruta
ma jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-
anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari
biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang
spesifik dan sering.
b. Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
c. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
d. Parestesia (rasa kesemutan)
e. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas,
antara lain :
1) Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2) Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

6. KOMPLIKASI
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
a. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
b. Kontraktur volkan, merupakan kesrusakan otot yang disebabkan oleh
terlambat penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada
tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan
bawah.
c. Trauma vascular 
d. Gagal ginjal akut
e. Sepsis
f. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi.Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,
namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan.Semua ahli bedah setuju
bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan
fasciotomi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi :
a. Terapi Medikal/Non Bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk
dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi :
1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemenyang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan
aliran darahdan akan lebih memperberat iskemia
2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan 
pembalut kontraiksi dilepas.
3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindroma kompartemen
4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah
5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretic dan pemakaian manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,
dengan memproduksi kembali energy seluler yang normal dan mereduksi
selotot yang melalui kemampuan dari radikal bebas
b. Terapi Bedah Fasciotomi 
Dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30
mmHg.Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot.Jika tekanannya <30 mm Hg maka tungkai cukup
diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya.Kalau
keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya
terlewati.
Akan tetapi jika memburuk maka segera
lakukan fasciotomi.Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah
6 jam.Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan
insisi ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena
lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi
yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.

C. POST LAMINEKTOMI
1. Pengertian
Fraktur/patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.Fraktur lumbal adalah fraktur atau
patah tulang yang terjadi pada area vertebra lumbalis (L1-L5).Laminektomi adalah
suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran dan atau pemotongan lamina tulang
belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.Laminektomi
adalah pengangkatan sebagian dari diskus lamina (Long, 1996).Laminektomi adalah
memperbaiki satu atau lebih vertebra, osteophytis dan Hernia nodus pulposus (Donna,
1995).

2. Etiologi
Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas dan dari bawah,
dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.
Trauma adalah penyebab yang paling banyak menyebabkan cedera pada tulang belakang.

3. Patofisiologi
Cedera medulla spinalis paling sering terjadi karena trauma/cedera pada vertebra.  Adanya
kompresi tulang menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
lumbal serta dapat merusak system saraf otonom (saraf parasimpatis).  Pada area kornu
lateralis medulla spinalis bagian sacral yang erat kaitannya dengan status miksi dan
defekasi.  Kompresi juga dapat merusak fleksus saraf utama terutama F. lumbalis yang
tergabung dalam fleksus lumbosakralis yang berpengaruh pada persarafan ekstrimitas
bawah.  Dapat dijelaskan secara terinci:

1. Saraf lumbal I dan II membentuk nervus genitor femoralis yang mensyarafi kulit
daerah genetalia dan paha atas bagian medial.

2. Saraf lumbal II - IV bagian dorsal membentuk nervus femoralis mensarafi muskulus


quadriceps femoralis lateralis yang mensyarafi kulit paha lateralis.

3. Saraf lumbal IV - sacral III bagian ventral membentuk nervus tibialis.

4. Saraf lumbal IV- sacral II bagian dorsal bersatu menjadi nervus perokus atau fibula
komunis.
4. Manifestasi
Secara klinis pasien mengeluh nyeri pinggang bawah dan sangat hebat, mendadak sebelah
gerakan fleksi dan adanya spasme otot para vertebrata.  Terdapat nyeri tekan yang jelas
pada tingkat prolapsus diskus bila dipalpasi.  Terdapat nyeri pada daerah cedera, hilang
mobilitas sebagian atau total atau hilang sensasi di sebelah bawah dari tempat cedera dan
adanya pembengkakan, memar disekitar fraktur jauh lebih mendukung bila ada deformitas
(gibbs) dapat berupa angulasi (perlengkungan).  Berubahnya kesegarisan atau tonjolan
abnormalitas dari prosesus spinalis  dapat menyarankan adanya lesi tersembunyi.  Lesi
radiks dapat ditandai dengan adanya deficit sensorik dan motorik segmental dalam
distribusi saraf tepi, perlu diperiksa keadaan neurologist serta kemampuan miksi dan
defekasi seperti adanya inkontinensia uri et alvi paresthesia.  Selama 24 jam pertama
setelh trauma, suatu lesi partikel dari medulla spinalis dimanifestasikan paling sedikit
dengan masih berfungsinya daerah sacral sensori perianal dan suatu aktifitas motorik
volunteer fleksor kaki.

5. Komplikasi
Kemampuan komplikasi yang dapat terjadi diantaranya:
1. Nyeri pada jangka lama
2. Spasme otot
3. Gangguan miksi dan defekasi
4. Disfungsi pernafasan
5. Disfungsi seksual
6. Hiterotopie ossification
7. Pysiological counseling
8. Dekubitus Deformitas

9. ISK

10. Ileus paralitik.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen.   Pemeriksaan dengan sinar X atau fluoroskopik dari kolumna vertebralis
dan ekstrimitas dapat membantu menegakkan diagnosa awal.
2. Laminografi atau tomografi terkomputerisasi.   Dapat memperlihatkan lesi tulang
yang tersembunyi terutama di kanalis spinalis
3. Ct Scan atau MRI.  Merupakan satu-satunya cara untuk menunjukkan apakah ada
fraktur vertebra mengancam akan menekan medula spinalis.

7. Penatalaksanaan
Bila tidak ada keluhan neurologik:

1. Istirahat di tempat tidur: terlentang dengan dasar keras, posisi defleksi 3-4 minggu

2. Beri analgetik bila nyeri


3. Pada fraktur stabil, setelah 3-4 minggu kalau tidak merasa sakit lagi, latih otot-otot
punggung 1-2 minggu, kemudian mobilisasi, belajar duduk jalan dan bila tidak ada
apa-apa klien boleh pulang.  Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu 6-8 minggu.  Bila
kelainan neurologik didapatkan:

Jika dalam observasi membaik, tergantung dari stabil/tidak, tindakan seperti pada
fraktur tanpa kelainan neurologik.  Jika dalam observasi keadaan memburuk, maka
harus segera dilakukan operasi dekompresi, sama halnya bila kelainan karena
kompresi fraktur.  Tekanan dihilangkan dengan operasi misalnya
laminektomi.  Kemudian dibantu dari luar misalnya dengan gips broek, gips korset,
jaket minerva, tergantung dari tempat fraktur.  Pada pemasangan gips korset: harus
meliputi sampai manubrium sterni, simpisis daerah fraktur dan di bawah ujung
skapula.

Anda mungkin juga menyukai