Anda di halaman 1dari 8

KOMPLIKASI FRAKTUR

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam suatu kejadian fraktur dapat terjadi berbagai komplikasi
baik yang dikarenakan cedera itu sendiri maupun yang terjadi secara
iatrogenik. Referat ini akan membahas beberapa komplikasi yang sifatnya
iatrogenik.
Komplikasi yang bersifat iatrogenik adalah yang disebabkan oleh
manajemen dari fraktur tersebut. Komplikasi ini kebanyakan dapat
dicegah dan berhubungan dengan tiga faktor utama, yaitu: tekanan lokal
yang berlebihan, traksi yang berlebihan, dan infeksi.(1)

Klasifikasi dari Komplikasi karena Manajemen Fraktur(1)


1. Komplikasi kulit
Efek tato dari abrasi
Lesi tekanan (luka tekanan)Bed sores (ulkus dekubitus)Cast sores (ulkus
bebat)
2. Komplikasi vaskuler
Lesi traksi dan tekananVolkmanns ischemia (Compartment syndrome)
Gangren dan gas gangreneThrombosis vena dan emboli pulmonal
3. Komplikasi neurologis
Lesi traksi dan tekanan
4. Komplikasi sendi
Infeksi (septic arthritis) yang memberi komplikasi pada operasi terbuka
pada fraktur tertutup
5. Komplikasi tulang
Infeksi (osteomyelitis) yang memberi komplikasi pada operasi terbuka
pada fraktur tertutup

Adanya berbagai macam komplikasi ini menuntut kita untuk lebih


mengetahui tentang penyakit itu sendiri, cara mendiagnosa,
penanganannya, prognosa, komplikasi, dan pencegahan yang dapat kita
lakukan untuk kasus-kasus tersebut

BAB II
PEMBAHASAN

Compartment Syndrome (Volkmanns Ischaemia)


Definisi
Menurut Salter, Compartment syndrome adalah peningkatan
tekanan dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial
yang kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan
pergelangan kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi otot-otot
dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan
kerusakkan jaringan intrakompartemen.(1)
Menurut Michael S. Bednar et al, compartment syndrome adalah
kondisi yang terjadi karena peningkatan tekanan di dalam ruang anatomi
yang sempit, yang secara akut menggangu sirkulasi dan yang kemudian
dapat menggangu fungsi jaringan di dalam ruang tersebut.(2)
Menurut Stephen Wallace dan 1, compartment syndrome adalah
syndrome yang ditandai dengan gejala 7P yaitupain (nyeri), paresthesi,
pallor (pucat), puffiness (kulit yang tegang), pulselessness (hilangnya
pulsasi), paralisis, dan poikilotermis (dingin).(1,3)
Menurut Andrew L. chen, diagnosis compartment syndrome dapat
ditegakkan jika pada pemeriksaan ditemukan tekanan intrakompartemen
yang meningkat di atas 45 mmHg atau selisihnya dengan tekanan
diastolik kurang dari 30 mmHg.(4)
Dapat disimpulkan bahwa compartment syndrome adalah sindrom
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di
dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah maupun
tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara
anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen
sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan di dalam kompartemen
tersebut dan pada pemeriksaan ditemukan tekanan intrakompartemen
yang meningkat di atas 45 mmHg atau selisihnya dari tekanan diastolik
kurang dari 30 mmHg serta ditandai dengan tanda dan gejala berupa 7P
yaitupain (nyeri), paresthesi, pallor (pucat), puffiness (kulit yang tegang),
pulselessness (hilangnya pulsasi), paralisis, dan poikilotermis (dingin).

Insiden
Compartment syndrome paling sering melibatkan kompartemen
flexor dari lengan bawah dan kompartemen tibia anterior dari tungkai
bawah (meskipun dapat terjadi pada kompartemen osteofsial manapun).
(1)
Insiden compartment syndrome tergantung pada traumanya. Pada
fraktur humerus atau fraktur lengan bawah, insiden dari compartment
syndrome dilaporkan berkisar antara 0,6-2%. Pasien dengan kombinasi
ipsilateral fraktur humerus dan lengan bawah memiliki insiden sebesar
30%. Secara keseluruhan, prevalensi compartment syndrome meningkat
pada kasus yang berhubungan dengan kerusakan vascular. Abouezzi et al
melaporkan fasiotomi dilakukan pada 29,5% kasus arterial injuries,
15,2% kasus venous injuries, dan 31,6% pada kasus dengan kombinasi
keduanya; kasus-kasus tersebut tidak melibatkan tindakan memperbaiki
vena ataupun ligasi. Feliciano et al melaporkan secara keseluruhan, 19%
pasien dengan kerusakan vaskuler memerlukan fasiotomi.(6)
DeLee dan Stiehl menemukan bahwa 6% dari pasien dengan open
fraktur tibia berkembang menjadi compartment syndrome sedangkan
pada closed fraktur tibia hanya 1,2%.(7)
Insidens compartment syndrome yang sesungguhnya mungkin
lebih besar dari yan dilaporkan karena sindrom tersebut tidak terdeteksi
pada pasien yang keadaanya sangat buruk. Prevalensinya juga lebih besar
pada pasien dengan keusakkan vascular. Feliciano et al melaporkan
secara keseluruhan, 19% pasien dengan kerusakan vaskuler memerlukan
fasiotomi, namun pada pasien tanpa fasiotomi diperkirkan angka
kejadiannya sekitar 30%. Insiden yang sesungguhnya mungkin tidak akan
diketahui karena banyak ahli bedah melakukan profilaksis fasiotomi
ketika melakukan perbaikkan vaskuler pada pasien risiko tinggi.(7)
Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari compartment syndrome
belum diketahui; namun sebuah penelitian menemukan angka kejadian
anteriorchronic exertional compartment syndrome (CECS) sebesar 14%
pada individual yang mengeluhkan nyeri tungkai bawah. Laki-laki dan
perempuan presentasinya adalah sama dan biasanya bilateral meskipun
dapat juga unilateral. Chronic exertional compartment syndrome (CECS)
biasanya terjadi pada atlet yang sehat dan lebih muda dari 40 tahun. Atlet
dengan CECS yang meningkatkan latihannya dengan hebat dapat
meningkatkan risiko terjadinya eksaserbasi akut, demikian pula pada
orang yang tidak aktif yang kemudian memulai latihan yang serius.(8)
Secara internasional, prevalensi compartment syndrome belum
diketahui.(8)

Etiologi(1,2,4,9)
1.Penyebab tersering dari compartment syndromes adalah adalah fraktur
(tersering pada fraktur supra kondiler humeri dengan kerusakan arteri
brakhialis pada anak-anak dan fraktur pada sepertiga proksimal tibia).(1)
2.bebat eksternal/pemasangan gips yang terlalu kompresif.(9)
3.traksi longitudinal yang berlebihan pada penatalaksanaan fraktur femur
pada
anak.(1)
4.soft tissue crush injuries(2)5.cedera arterial dengan perdarahan lokal
atau bengkak postiskemik.(2)6.Koma karena obat yang menyebabkan
tekanan pada arteri besar karena
berbaring di atas permukaan keras dengan posisi yang tidak nyaman
dalam
waktu yang lama.(1,2)
7.luka bakar.(2)
8.olah raga(4)

Patofisiologi(1,3,4,5,9,10)
Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua
kemungkinan
mekanisme, yaitu: berkurangnya ukuran kompartemen dan/atau
bertambahnya isi dari kompartemen tersebut. Kedua mekanisme tersebut
sering terjadi bersamaan, ini adalah suatu keadaan yang menyulitkan
untuk mencari mekanisme awal atau etiologi yang sebenanya. Edema
jaringan yang parah atau hematom yang berkembang dapat menyebabkan
bertambahnya isi kompartemen yang dapat menyebabkan atau memberi
kontribusi pada compartment syndrome.
Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga
pembengkakan pada sebuah kompartemen akan meningkatkan tekanan
dalam kompartemen tersebut.
Ketika tekanan di dalam kompartemen melebihi tekanan darah di
kapiler, pembuluh kapiler akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah
ke otot dan sel saraf. Tanpa suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan
otot akan mengalami iskemia dan mulai mati dalam waktu beberapa jam.
Iskemia jaringan akan menyebabkan edema jaringan. Edema jaringan di
dalam kompertemen semakin meningkatkan tekanan intrakompartemen
yang menggangu aliran balik vena dan limfatik pada daerah yang cedera.
Jika tekanan terus meningkat dalam suatu lingkaran setan yang semakin
menguat maka perfusi arteriol dapat terganggu sehingga menyebabkan
iskemia jaringan yang lebih parah.
Tekanan jaringan rata-rata normal adalah mendekati 0 mmHg pada
keadaan tanpa kontraksi otot. Jika tekanan menjadi lebih dari 30 mmHg
atau lebih, pembuluh darah kecil akan tertekan yang menyebabkan
menurunnya aliran nutrisi sehingga. Untuk kepentingan tertentu dapat
pula dihitung perbedaan tekanan kompartemen dengan tekanan darah
diastolik; jika selisih tekanan diastolik dan tekanan kompartemen kurang
dari 30 mmHg hal ini dianggap gawat darurat.
Compartment syndromes dapat berupa akut maupun kronis. Acute
compartment syndrome adalah suatu kegawatdaruratan medis. Tanpa
penatalaksanaan, hal ini dapat berakhir dengan kelumpuhan, hilangnya
tungkai, bahkan kematian. Chronic compartment syndrome bukanlah
kegawatdaruratan medis.
Acute compartment syndrome memerlukan waktu beberapa jam
untuk berkembang. Saraf perifer dapat bertahan dalam kompartemen
hanya 2 sampai 4 jam setelah iskemia terjadi, tetapi mereka mempunyai
kemampuan untuk regenerasi. Otot dapat bertahan sampai 6 jam setelah
iskemia terjadi tetapi tidak dapat regenerasi. Nantinya, otot-otot yang
nekrosis akan digantikan oleh jaringan scar fibrosa padat yang secara
bertahap memendak dan menhasilkan kontraktur kompartemental atau
Volkmanns ischaemic contracture. Jika tekanan tidak segera dihilangkan
dengan cepat, ini dapat menyebabkan kecacatan permanent atau
kematian.
Chronic compartment syndrome ditandai dengan nyeri dan
bengkak yang disebabkan oleh olah raga. Hal dapat merupakan masalah
besar bagi seorang atlet. Ini akan membaik jika orang tersebut
beristirahat. Hal ini biasanya terjadi di daerah tungkai bawah. Biasanya
diikuti oleh mati rasa atau kesulitan dalam menggerakkkan kaki. Gejala
akan hilang dengan cepat jika aktivitas dihentikan. Tekanan kompartemen
akan tetap tinggi sampai beberapa saat.
Seperti yang tampak pada gambar di atas, lingkaran setan juga
terjadi pada tipe kronik seperti pada tipe akut.

Signs and Symptoms(2,3)


Pada compartment syndrome didapatkan 6 P yaitu: pain,
paresthesia, pallor (pucat), paralysis, pulselessness, puffiness; terkadang 7
P untuk poikilotermia (dingin) ditambahkan. Diantara ini semua hanya
dua yang pertamalah yang
reliable untuk tahap akhir dari compartment syndrome.
O Pain (nyeri) sering dilaporkan dan hampir selalu ada. Biasanya
digambarkan sebagai nyeri yang berat, dalam, terus-menerus, dan tidak
terlokalisir, serta kadang digambarakan lebih parah dari cedera yang ada.
Nyeri ini diperparah dengan meregangkan otot di dalam kompartemen
dan dapat tidak hilang dengan analgesik bahkan morfin. Penggunaan
analgesia kuat yang tidak beralasan dapat menyebabkanmasking pada
iskemia kompartemental.
O Paresthesia pada saraf kulit dari kompartemen yang terpengaruh adalah
tanda tipikal yang lain.
O Paralysis tungkai biasanya merupakan penemuan yang lambat.
O Pulselessness: catatan bahwa hilangya pulsasi jarang terjadi pada
pasien, hal ini disebabkan tekanan pada kompartemen syndrome jarang
melebihi tekanan arteri.
O Puffines: Kulit yang tegang, bengkak dan mengkilat

Pemeriksaan Penunjang(2,4,9)
Tes dilakukan dengan tujuan mengukur tekanan di dalam
kompartemen. Metode Whiteside dan system kateter Stic adalah metode
terbaik untuk mengukur tekanan intrakompartemen. Kateter Stic adalah
alatpor table yang memungkinkan untuk mengukur tekanan kompartemen
secara terus menerus. Semua kompartemen pada ekstremitas yang terlibat
harus diukur tekanannya.
Pada kateter Stic, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan
kateter melalui celah kecil pada kulit ke dalam kompartemen otot.
Sebelumnya kateter dihubungkan dengan transduser tekanan dan
akhirnya tekanan intra kompartemen dapat diukur.
Pada metode Whiteside, tindakan yang dilakukan adalah
memasukkan jarum yang telah dihubungkan dengan alat pengukur
tekanan ke dalam kompartemen otot. Alat pengukur tekanan yang
digunakan adalah modifikasi dari manometer merkuri yang dihubungkan
dengan pipa (selang) dan stopcock tiga arah.
Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30
mmHg dari diastole, maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan
chronic compartment syndrome tes ini dilakukan setelah aktivitas yang
menyebabkan sakit.

Diagnosis(5,9)
Gejala terpenting pada pasien yang sadar dan koheren adalah nyeri
yang proporsinya tidak sesuai dengan beratnya trauma. Nyeri pada
regangan pasif juga merupakan gejala yang mengarah pada compartment
syndrome. Paresthesi berkenaan dengan saraf yang melintang pada
kompartemen yang bermasalah merupakan tanda lanjutan dari
compartment syndrome. Palpasi dapat menunjukkan ekstremitas yang
tegang dan keras. Pallor dan pulselessness adalah tanda yang jarang jika
tidak disertai cedera vaskuler. Paralysis dan kelemahan motorik adalah
tanda yang amat lanjut yang mengarah padacompartment
syndrome.
Jika diagnosis compartment syndrome belum dapat ditegakkan atau
jika data objektif diperlukan, maka tekanan kompartemen harus diukur.
Cara ini paling berguna jika diagnosis belum dapat disimpulkan dari
gejala klinis, pada pasien politrauma, dan pasien dengan cedera kepala.
Untuk mendiagnosis chronic compartment syndrome, dokter harus
menyingkirkan kondisi lain juga dapat menyebabkan nyeri di tungkai
bawah, yaitu stress fraktur pada tibia dan tendonitis. Selain itu dokter
juga harus mengukur tekanan intramuscular sebelum olah raga, 1 menit
setelah olah raga, dan 5 menit setelah olah raga. Jika tekanan tetap tinggi
maka diagnosis chronic compartment
syndrome dapat ditegakkan.

Manajemen(3,5,9)
Jika dugaan acute compartment syndrome didapatkan, maka
tindakan yang
harus dilakukan adalah:
1. Singkirkan semua pembalut atau bebat yang ada pada ekstremitas yang
terganggu.
2. Elevasikan tungkai setinggi jantung.
3.Fasiotomi dilakukan jika diagnosis compartment syndrome telah
ditegakkan. Meskipun batasan pasti tekanan untuk dilakukannya
fasiotomi berbeda-beda diantara banyak penulis, fasiotomi harus segera
dilakukan ketika tekanan kompartemen lebih besar dari 30 mmHg atau
selisihnya kurang dari 30 mmHg dari diastolik.
Pada tindakan fasiotomi dilakukan dekompresi dengan operasi fasiotomi
komplit sepanjang kompartemen. Fasia harus dibiarkan terbuka; kulit
juga harus dibiarkan terbuka, untuk minimal 7 hari, setelah itu penutupan
dapat dilakukan. Operasi untuk menstabilisasi fraktur yang berhubungan
merupakan bagian penting dari manajemen compartment syndrome.
4. Gunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi inflamasi

Chronic compartment syndrome dapat dirawat secara konservatif


maupun operatif. Tindakan konservatif dapat berupa istirahat,
mengelevasikan tungkai, mengompres dengan es, menambah bantalan
sepatu, melepas semua bebat karena dapat memperburuk keadaan,
beberapa laporan mengatakan akupungtur dapat mengurangi gejalanya,
dan gunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi inflamasinya.
Pada kasus dimana gejala bersifat menetap maka harus dilakukan
tindakan operatif, subkutaneus fasiotomi atau open fasiektomi. Tanpa
penanganan,chronic compartment syndrome dapat berkembang menjadi
acute compartment syndrome.
Terapi oksigen hiperbarik telah terbukti sangat membantu pada
terapicrush injury, compartment syndrome, dan trauma akut iskemik
dengan meningkatkan kecepatan penyembuhan luka dan mengurangi
operasi yang berulang

Prognosis(4)
Jika diagnosis compartment syndrome telah dibuat dan tindakan
operasi telah dilakukan, maka prognosis dari pemulihan otot dan saraf di
dalam kompartemen adalah sangat baik. Bagaimanapun, prognosis secara
umum ditentukan dari cedera yang menyebabkan sindrom tersebut.
Jika diagnosis terlambat dilakukan maka dapat terjadi kerusakan
saraf permanen dan hilangnnya fungsi otot. Hal ini biasa terjadi pada
pasien yang tidak sadar atau ditidurkan secara mendalam dengan obat dan
tidak dapat mengeluh. Kerusakan saraf permanen dapat terjadi setelah 12
24 jam kompresi.

Komplikasi(1,3)
Kegagalan untuk mengurangi tekanan dapat berakibat nekrosis
pada jaringan di dalam kompartemen, karena perfusi kapiler akan
menurun dan menyebabkan hipoksia jaringan. Jika tidak tertangani, acute
compartment syndrome dapat mengarah pada keadaan yang lebih parah
termasuk rhabdomyolisis dan kegagalan ginjal.
Selain itu, kematian sel-sel otot dapat menyebabkan
terjadinyaVolkmanns ischemic contracture. Volkmanns ischemic
contracture adalah kontraktur yang disebabkan karena sel-sel otot yang
mati digantikan oleh sel-sel fibrous yang padat sehingga memendek.

Preventif(4)
Sampai saat ini mungkin tidak ada jalan untuk mencegah terjadinya
compartment syndrome, waspada terhadap kejadian ini dan diagnosis
serta penanganan yang cepat akan membantu untuk mencegah berbagai
komplikasi. Orang-orang dengan balutan perlu waspada terhadap risiko
dari pembengkakan dan perlu pergi ke dokter atau unit gawat darurat jika
mereka merasakan nyeri yang semakin parah pada daerah balutan
meskipun kaki telah dielevasi dan diberi pengobatan nyeri.

Anatomi Kompartemen Tungkai Bawah(21)


Tungkai bawah memiliki 4 kompartemen, yaitu:
1. Kompartemen Anterior
Dengan batas: Anterior:fasia kruris
Lateral:septum intermuskular anterior
Medial:bagian lateral dari os. Tibia
Posterior:membrane interosea
2. Kompartemen Lateral:
Dengan batas: Anterior:septum intermuskular anterior
Lateral:fasia kruris
Medial:bagian lateral dari os. Fibula
Posterior:septum intermuskular posterior
3. Kompartemen Deep Posterior:
Dengan batas: Anterior:membrane interosea
Lateral:bagian medial dari os. Fibula
Medial:
bagian posterior dari os. Tibia
Posterior:septum intermuskular transversal
Kompartemen Superficial Posterior :
Dengan batas: Anterior:septum intermuskular transversal
dan posterior
Lateral:fasia kruris
Medial:fasia kruris
Posterior:fasia kruris

Anda mungkin juga menyukai