Anda di halaman 1dari 12

KOMPLIKASI FRAKTUR

Disusun oleh:

Ratna Kartika K G991908017

Periode : 11 – 17 November 2019

Pembimbing:
dr. Udi Herunefi, Sp.B, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya
keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan
kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun
memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal
atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al., 2010).

Berikut merupakan hal yang harus diperhatikan pada kasus fraktur.4


1. Deformitas di daerah yang fraktur: angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi)
atau shorthening.
2. Nyeri.
3. Bengkak.

Berikut merupakan pemeriksaan fisik pada kasus fraktur.2,4


1. Look
Tampak adanya edema dan deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) pada region antebrachii, hal yang penting
adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, merupakan kasus cedera terbuka.
2. Feel
Terdapat nyeri tekan setempat, teraba adanya penonjolan tulang, tetapi
perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan
untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat
yang memerlukan pembedahan.
3. Movement
Krepitasi dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting
untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi
dibagian distal cedera.

1
Berikut merupakan manifestasi klinik dari fraktur. 2,4
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

Penatalaksanaan pasien fraktur meliputi: debridemen luka, memberikan


toksoid tetanus, membiakkan jaringan, pengobatan dengan antibiotik, memantau
gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas, menutup luka bila tidak ada gejala
infeksi, reduksi fraktur, imobilisasi fraktur, kompres dingin boleh dilaksanakan
untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri, serta pemberian obat penawar
nyeri. Long (2006), menjelaskan,

Berikut merupakan beberapa bentuk komplikasi yang mungkin muncul


pada kasus-kasus fraktur, dibagi menjadi 2 yaitu :4,5
1. Komplikasi Dini
Komplikasi dini dari fraktur adalah syok, yang bisa berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak yang dapat terjadi dalam

2
48 jam atau lebih dan sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan
fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Komplikasi awal
lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli,
emboli paru, yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah
cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).

a. Syok

Syok dapat terjadi karena kehilangan banyak darah dan


meningkatnya permebilitas kapiler yang bisa menyebabkan penurunan
oksigenasi. Hal ini biasanya tejadi pada fraktur tulang panjang yang
menyebabkan rupture pembuluh darah yang besar sehingga terjadi syok
neurogenik. Penanganan syok meliputi mempertahankan volume darah,
mengurangi nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang
memadai, melindungi pasien dari cedera lebih lanjut.

b. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
ekstremitas dingin yang bisa disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada tulang yang sakit, tindakan reduksi,
dan pembedahan.

c. Compartment Sydrome
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Gejala
utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang yang
bertambah parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut
tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan
berkurangnnya denyut nadi.

3
Pencegahan dan penatalaksanaan sindrom kompartemen dapat
dicegah dengan mengontrol edema yang dapat dicapai dengan
meninggikan ekstremitas yang cedera setinggi jantung dan memberikan
kompres setelah cedera sesuai resep. Bila terjadi sindrom kompartemen,
balutan yang kuat harus dilonggarkan.

Gambar 1. 3D X-Ray dari sindrom kompartemen akut7

d. Fat Embolism Syndrome


Fat Embolism Syndrome (FES) adalah apabila tetesan lemak
masuk kedalam pembuluh darah dan merupakan komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-
sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipneu, demam.
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan

4
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadi globula lemak
dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain. Gambaran khasnya
berupa hipoksia, takipnea, takikardi, dan pireksia. Dengan adanya
emboli sistemik pasien nampak pucat, tampak ada ptekie pada membran
pipi dan kantung konjungtiva, diatas dada dan lipatan ketiak depan.
Lemak bebas dapat ditemukan dalam urine bila emboli mencapai ginjal
dapat terjadi gagal ginjal. Perubahan kepribadian, gelisah, iritabilitas,
atau konfusi pada pasien yang mengalami fraktur merupakan petunjuk
untuk dilakukannya pemeriksaan gas darah. Penyumbatan pada
pembuluh darah kecil meningkatkan tekanan pembuluh darah
meningkat, kemungkinan mengakibatkan gagal jantung ventrikel kanan,
edema, dan perdarahan dalam alveoli mengganggutransport oksigen,
mengakibatkan hipoksia, terjadi peningkatan kecepatan respirasi, nyeri
dada prekordial, batuk, dispnea, dan edema paru akut.
Serangan biasanya 2-3 hari setelah cedera. Faktor resiko terjadinya
emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
danusia 70 sampai 80 tahun.

Gambar 2. CT Scan Fat Embolism Syndrom – Potongan Axial 8

e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma ortopedi infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk
kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

f. Avaskuler Nekrosis

5
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

Gambar 3. Avaskuler nekrosis dari hip joint chronic9

2. Komplikasi dalam Waktu Lama


a. Non Union
Non union adalah patah tulang yang tidak menyambung kembali
dan merupakan akibat imobilisasi yang tidak adekuat atau adanya
fraktur patologis. Non union terjadi karena adanya konsolidasi pada
fase pembentukan kalus yang dimulai minggu ke 4-8 dan berakhir pada
minggu ke 8 - 14 setelah terjadinya fraktur, sehingga didapatkan
pseudoarthrosis (sendi palsu). Pseudoarthrosis dapat terjadi tanpa
infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama dengan infeksi disebut infected
pseudoarthrosis.

6
Gambar 4. Non Union fraktur klavikula

Gambar 5. Fraktur non union dan pseudoarthrosis anterior

Non union dari tulang yang telah patah dapat menjadi komplikasi
yang membahayakan. Banyak keadaan yang menjadi predisposisi dari
non union seperti reduksi yang tidak benarakan menyebabkan bagian-
bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang kurang
tepat baik cara terbuka maupun tertutup.

7
Gambar 6. Fraktur non union dan mal union

b. Mal Union
Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau
miring. Mal-union adalah penyembuhan dengan angulasi yang buruk,
keadaan ini dikatakan buruk karena fraktur sembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi,
kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius
dan ulna.

8
Contoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat dengan
traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan
gerakan untuk rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang
diperhatikan. Akibatnya sesudah gips dibuang ternyata anggota tubuh
bagian distal memutar kedalam atau keluar, dan penderita tidak dapat
mempertahankan posisi tubuhnya dalam posisi netral.

Gambar 7. Frakturmal union gambaran frontal dan oblique

c. Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan


tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

Gambar 8. Fraktur delayed union

d. Osteoartritis

9
Proses degeneratif dini pada sendi akibat malaligment yang buruk,
pada keadaan ini, sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul
karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi.
e. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan akibat penggunaan tulang yang tidak benar,
dan bentuk yang paling berat, atrofi sudeck, dapat menyebabkan nyeri
dan pembengkakan jaringan lunak

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S editor.


Bukuajarilmupenyakitdalamjilid III edisi V.
PusatinformasidanPenerbitanbagianIlmuPenyakitDalam FKUI. Jakarta; 2009
: 2556-564.
2. Solomon, L., Warwick, D., Nayagam, S. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures Ninth Edition. Hodder Arnold. 2010; 26: 790-3.
3. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of
internal medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2008.
4. Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi ketiga, Yarsif
Watampore, Jakarta, 2007
5. Bucholz W. Robert, Heckman D. James, Brown-Court Charles, Rockwood
and Green’s Fracture in Adults, 6th Edition USA : Lippincot Williams
&Wilkins; 2006

10
6. Freddy PW, SulistiaGan. Farmakologi :analgesikantipiretikanalgesik anti-
inflamasidanobatgangguansendilainnya. Edisi ke-5. FKUI; 2007. 230-46.
7. Chin J Traumatol. 2016 Oct 13; 19(5): 290–294. Published online 2016 May
13. doi: 10.1016/j.cjtee.2016.03.005
8. Case 254: Posttraumatic Migrating Fat Embolus Causing Fat Emboli
Syndrome Sébastien Molière, Stéphane Kremer, Guillaume Bierry Author
Affiliations. Published Online:May 21
2018https://doi.org/10.1148/radiol.2018160233
9. Curr Health Sci J. 2009 Jan-Mar; 35(1): 23–28.Published online 2009 Mar 21.

11

Anda mungkin juga menyukai