Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Udi Herunefi, Sp.B, Sp.OT
1
Berikut merupakan manifestasi klinik dari fraktur. 2,4
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
2
48 jam atau lebih dan sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan
fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Komplikasi awal
lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli,
emboli paru, yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah
cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
a. Syok
b. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
ekstremitas dingin yang bisa disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada tulang yang sakit, tindakan reduksi,
dan pembedahan.
c. Compartment Sydrome
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Gejala
utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang yang
bertambah parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut
tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan
berkurangnnya denyut nadi.
3
Pencegahan dan penatalaksanaan sindrom kompartemen dapat
dicegah dengan mengontrol edema yang dapat dicapai dengan
meninggikan ekstremitas yang cedera setinggi jantung dan memberikan
kompres setelah cedera sesuai resep. Bila terjadi sindrom kompartemen,
balutan yang kuat harus dilonggarkan.
4
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadi globula lemak
dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain. Gambaran khasnya
berupa hipoksia, takipnea, takikardi, dan pireksia. Dengan adanya
emboli sistemik pasien nampak pucat, tampak ada ptekie pada membran
pipi dan kantung konjungtiva, diatas dada dan lipatan ketiak depan.
Lemak bebas dapat ditemukan dalam urine bila emboli mencapai ginjal
dapat terjadi gagal ginjal. Perubahan kepribadian, gelisah, iritabilitas,
atau konfusi pada pasien yang mengalami fraktur merupakan petunjuk
untuk dilakukannya pemeriksaan gas darah. Penyumbatan pada
pembuluh darah kecil meningkatkan tekanan pembuluh darah
meningkat, kemungkinan mengakibatkan gagal jantung ventrikel kanan,
edema, dan perdarahan dalam alveoli mengganggutransport oksigen,
mengakibatkan hipoksia, terjadi peningkatan kecepatan respirasi, nyeri
dada prekordial, batuk, dispnea, dan edema paru akut.
Serangan biasanya 2-3 hari setelah cedera. Faktor resiko terjadinya
emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
danusia 70 sampai 80 tahun.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma ortopedi infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk
kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler Nekrosis
5
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6
Gambar 4. Non Union fraktur klavikula
Non union dari tulang yang telah patah dapat menjadi komplikasi
yang membahayakan. Banyak keadaan yang menjadi predisposisi dari
non union seperti reduksi yang tidak benarakan menyebabkan bagian-
bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang kurang
tepat baik cara terbuka maupun tertutup.
7
Gambar 6. Fraktur non union dan mal union
b. Mal Union
Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau
miring. Mal-union adalah penyembuhan dengan angulasi yang buruk,
keadaan ini dikatakan buruk karena fraktur sembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi,
kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius
dan ulna.
8
Contoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat dengan
traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan
gerakan untuk rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang
diperhatikan. Akibatnya sesudah gips dibuang ternyata anggota tubuh
bagian distal memutar kedalam atau keluar, dan penderita tidak dapat
mempertahankan posisi tubuhnya dalam posisi netral.
c. Delayed Union
d. Osteoartritis
9
Proses degeneratif dini pada sendi akibat malaligment yang buruk,
pada keadaan ini, sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul
karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi.
e. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan akibat penggunaan tulang yang tidak benar,
dan bentuk yang paling berat, atrofi sudeck, dapat menyebabkan nyeri
dan pembengkakan jaringan lunak
DAFTAR PUSTAKA
10
6. Freddy PW, SulistiaGan. Farmakologi :analgesikantipiretikanalgesik anti-
inflamasidanobatgangguansendilainnya. Edisi ke-5. FKUI; 2007. 230-46.
7. Chin J Traumatol. 2016 Oct 13; 19(5): 290–294. Published online 2016 May
13. doi: 10.1016/j.cjtee.2016.03.005
8. Case 254: Posttraumatic Migrating Fat Embolus Causing Fat Emboli
Syndrome Sébastien Molière, Stéphane Kremer, Guillaume Bierry Author
Affiliations. Published Online:May 21
2018https://doi.org/10.1148/radiol.2018160233
9. Curr Health Sci J. 2009 Jan-Mar; 35(1): 23–28.Published online 2009 Mar 21.
11