Anda di halaman 1dari 17

REFERENSI ARTIKEL

SINDROM KOMPARTEMEN

DISUSUN OLEH:

Kalayfa Nabilah Tazakka G992108033

PERIODE: 4 Oktober - 10 Oktober 2021

PEMBIMBING:
dr. Rieva Ermawan, Sp.OT (K)

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik


Ilmu Bedah, substase Bedah Orthopedi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret - RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Referensi artikel dengan judul :

SINDROM KOMPARTEMEN

Oleh:
Kalayfa Nabilah Tazakka
G992108033

Hari, tanggal: Kamis, 7 Oktober 2021

Mengetahui dan Menyetujui,

Pembimbing

dr. Rieva Ermawan, Sp.OT(K)


NIP. 19811026201212100
BAB I
Pendahuluan

Susunan otot manusia terdiri dari kelompk-kelompok otot yang dipisahkan


oleh sebuah lapisan tebal yang disebut fascia. Kelompok-kelompok otot ini terletak
di ruangan yang dikenal dengan istilah kompartemen. Apabila tekanan dalam ruang
tertutup ini meningkat sampai tingkat tertentu, akan muncul tanda dan gejala yang
disebut sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana tekanan perfusi
dibawah jaringan tertutup mengalami penurunan. Kondisi ini disebabkan oleh
peningkatan tekanan interstisial dari suatu edema progresif di dalam kompartemen
baik dari dalam maupun dari luar kompartemen yang secara anatomis mengganggu
sirkulasi otot-otot dan saraf intra kompartemen sehingga dapat menyebabkan
kerusakan jaringan didalamnya. Ketika tekanan intra kompartemen meningkat,
perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan
menjadi iskemik. Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan
mengalami nekrosis jaringan dan gangguan fungsi permanen.
Berdasarkan penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya
gejala, sindrom kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu akut dan
kronik. Penyebab umum terjadinya sindrom kompartemen akut adalah penurunan
volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen akibat
fraktur, trauma jaringan lunak, luka bakar, dan balutan yang terlalu ketat. Sindrom
kompartemen akut merupakan suatu kegawatdaruratan bedah dan mengakibatkan
komplikasi serius apabila tidak terdiagnosis dengan tepat dan diterapi dengan
efektif. Sedangkan sindrom kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas
yang berulang seperti lari.
Sindrom kompartemen sering terjadi antara lain pada regio lengan atas,
lengan bawah, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir semua cedera
dapat menyebabkan sindrom ini. Tanda klinis yang umum adalah nyeri, parastesia,
paresis, denyut nadi yang hilang, serta terbatasnya range of motion (ROM),
pembengkakkan dan ketegangan pada ekstremitas. Perlu diwaspadai jika terdapat
5P pada pasien, yaitu pain, poikilothermia, pallor, paresthesias, pulselessness.
Pulselessness merupakan gejala terakhir (late sign) setelah terjadi kerusakan yang
signifikan.
Kesalahan diagnosis atau terapi sindrom kompartemen akut dapat
menyebabkan kehilangan fungsi tungkai, nekrosis jaringan sampai amputasi
tungkai. Apabila sindroma kompartemen telah terjadi lebih dari 8 jam, maka dapat
mengakibatkan nekrosis dari saraf dan otot dalam kompartemen. Iskemik berat
yang berlangsung selama 6-8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus
yang kemudian menyebabkan terjadinya kontraktur Volkman. Sedangkan,
komplikasi sistemik yang dapat diakibatkan oleh sindrom kompartemen meliputi
gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang
fatal jika trjadi kegagalan organ secara multi sistem. Maka dari itu sindrom ini
penting untuk dibahas lebih jauh dimulai dari penegakkan diagnosis hingga
tatalaksana yang tertuang dalam referat ini.
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. DEFINISI
Sindrom kompartemen merupakan kumpulan gejala yang terjadi
saat tekanan dalam ruag tertutup kompartemen otot meningkat sampai
tingkat berbahaya. Peningkatan tekanan dalam kompartemen otot
biasanya diawali proses trauma yang disertai fraktur. Peningkatan ini
dapat disebabkan oleh fraktur, ataupun oleh serangkaian tindakan selama
penanganan fraktur (Aprianto, 2017).
Menurut Michael S. Bednar et al, sindrom kompartemen adalah
kondisi yang terjadi karena peningkatan tekanan di dalam ruang anatomi
yang sempit, yang secara akut menggangu sirkulasi dan yang kemudian
dapat menggangu fungsi jaringan didalam ruang tersebut.
Menurut Stephen Wallace, sindrom kompartemen adalah
sindrom yangditandai dengan gejala 7P yaitu pain (nyeri), paresthesi,
pallor (pucat), puffiness (kulityang tegang), pulselessness (hilangnya
pulsasi), paralisis, dan poikilotermis (dingin).
Menurut Andrew L. chen, diagnosis sindrom kompartemen dapat
ditegakkan jikapada pemeriksaan ditemukan tekanan intrakompartemen
yang meningkat di atas 45mmHg atau selisihnya dengan tekanan diastolik
kurang dari 30 mmHg.
Dapat disimpulkan bahwa sindrom kompartemen adalah sindrom
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di
dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah maupun
tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara
anatomis menggangu sirkulasi otot-otot dan saraf-saraf
intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan
di dalam kompartemen tersebut dan pada pemeriksaan ditemukan
tekanan intra kompartemenyang meningkat di atas 45 mmHg atau
selisihnya dari tekanan diastolik kurang dari 30mmHg.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak. Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot,
saraf, dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta
otot-otot yang masing-masing dibungkus oleh epimysium. Anterior
kompartemen terdiri dari muskulus brachialis, biceps brachii,
coracobrachialis. Neurovascular terdiri dari nervus musculocutaneus,
nervus medianus, nervus radialis serta arteri brachialis. Sedangkan
posterior kompartemen terdiri dari musculus triceps brachii.

Gambar 1. Kompartemen pada regio ekstremitas bawah.


Gambar 2. Kompartemen pada regio antebrachii.

Pada ekstremitas inferior, tepatnya di tungkai atas, kompartemen


anterior terdiri dari muskulus quadriceps, vastus lateralis-intermedius,
dan rectus femoris. Kompartemen posterior terdiri dari biceps femoris,
semitendinous, semimembranosus dan nervus sciaticus. Kompartemen
medial terdiri dari muskulus adductor magnus-brevis, gracillis, arteri
dan vena femoralis

Gambar 3. Kompartemen pada regio kruris. Terbagi menjadi


kompartemen anterior, lateral, superficial posterior serta deep
posterior
Kompartemen tungkai bagian bawah terbagi menjadi empat
kompartemen. Kompartemen anterior yang terdiri atas muskulus
tibialis anterior, ekstensor halluces longus-digitorum longus, peroneus
tertius, nervus deep peroneal, dan arteri-vena tibialis anterior.
Kompartemen lateral terbentuk oleh muskulus peroneus longus dan
brevis serta nervus peroneal superficial. Kompartemen superficial
posterior terdiri dari muskulus gastrocnemius, solues dan plantaris.
Sedangkan muskulus tibialis posterior, flexor halluces longus-
digitorum longus, popliteus, nervus tibialis, arteri dan vena tibialis serta
peroneus membentuk kompartemen deep posterior

C. EPIDEMIOLOGI
Insidensi sindrom kompartemen yang akut diperkirakan sebesar
7.3 dari 100.000 pada pria dan 0.7 100.000 pada wanita, dengan
sebagian besar kasus disebabkan karena trauma. Fraktur tibia
merupakan penyebab utama yang paling sering dari sindrom
kompartemen., dimana 1 dari 10% insiden dari sindrom kompartemen
akut. Sindrom ini terjadi lebih banyak pada laki-laki dibawah 35 tahun,
dikarenakan massa otot intrakompartemen yang relatif lebih besar dan
lebih tingginya kemungkinan terjadinya trauma dengan energi tinggi
(Torlincasi, Lopez, Waseem, 2021). Ditemukan bahwa 6% dari pasien
dengan open fraktur tibia berkembang menjadi sindrom kompartemen
sedangkan pada closed fraktur tibia hanya1,2%. Insidensi sindrom
kompartemen yang sesungguhnya mungkin lebih besar dari yang
dilaporkan karena sindrom tersebut tidak terdeteksi pada pasien yang
keadaanya sangat buruk. Prevalensinya juga lebih besar pada
pasien dengan kerusakan vascular.
Feliciano et al melaporkan secara keseluruhan, 19% pasien dengan
kerusakan vaskulermemerlukan fasiotomi, namun pada pasien
tanpa fasiotomi diperkirkan angkakejadiannya sekitar 30%. Insiden
yang sesungguhnya mungkin tidak akan diketahuikarena banyak ahli
bedah melakukan profilaksis fasiotomi ketika
melakukanperbaikkan vaskuler pada pasien risiko tinggi.
Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari sindrom kompartemen
belum diketahui ;namun sebuah penelitian menemukan angka
kejadian anterior chronic exertional compartment syndrome (CECS)
sebesar 14% pada individual yang mengeluhkan nyeri tungkai bawah.
Laki-laki dan perempuan presentasinya adalah sama dan
biasanyabilateral meskipun dapat juga unilateral.
Chronic exertional sindrom kompartemen (CECS) biasanya terjadi
pada atlet yang sehat dan lebih muda dari 40 tahun. Atlet dengan CECS
yang meningkatkan latihannya dengan hebat dapat meningkatkan risiko
terjadinya eksaserbasi akut, demikian pula pada orang yang tidak aktif
yang kemudian memulai latihan yang serius. Secara internasional,
prevalensi sindrom kompartemen belum diketahui.

D. KLASIFIKASI
Pembagian sindrom kompartemen dibedakan menjadi acute
compartment syndrome dan chronic compartment syndrome (Rasul,
2020).
1. Acute compartment syndrome terjadi ketika tekanan pada
jaringan dengan kompartemen otot melebihi tekanan perfusi
dan mangakibatkan iskemia pada otot dan saraf. Pada
umumnya hal ini terjadi pasca kejadian trauma, yang biasanya
terdapat fraktur. lebih dikhawatirkan dan membutuhkan
penanganan urgensi. Kompartemen sindrom akut umumnya
berhubungan dengan terjadinya peningkatan volume dalam
ruang tertutup dan pembatasan ekspansi kompartemen.
Kondisi akut lebih berbahaya, apabia tidak dilakukan
dekompresi dalam delapan jam paska onset akan timbul
nekrosis.
2. Chronic compartment syndrome (CCS) merupakan sinrom
berulang selama olahraga atau bekerja. CCS dikarakteristikan
berdasarkan nyeri dan disabilitas yang mereda ketika aktivitas
berulang atau repetisi dihentikan, tetapi kembali ketika
aktivitas tersebut kembali dilakukan. Walaupun pada
umumnya CCS lebih banyak terjadi pada kompartemen
anterior pada tungkai bawah, pada atlet dan pembalap motor
CCS sering terjadi di lengan bawah. Kondisi ini dapat
didiagnosis dari riwayat pasien dan dikonfirmasi dengan
pengukuran tekanan pada kompartemen sebelum dan setelah
berolah raga. Apabila diagnosis terlewat, CECS dapat
menyebabkan iskemik dan infark.

E. ETIOLOGI
Dikutip dari Aprianto (2021), penyebab sindrom kompartemen
secara umum dibedakan menjadi dua:
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang
kompartemen tetap; dapat disebabkan oleh:
- Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah
sehingga darah mengisi ruang intra-kompartemen
- Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan
pembengkakan
- Luka bakar yang menyebabkan perpinahan cairan ke ruang
intra-kompartemen
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-
kompartemen yang tetap.
- Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
- Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi
jaringan ikat sehingga mengurangi ruang kompartemen.

F. PATOFISIOLOGI
Sindrom kompartemen diawali dengan beberapa kondisi berupa
fraktur, cedera pembulih darah, olahraga berlebih, penekanan tungkai
dalam waktu yang lama atau benturan. Sindrom ini dapat disebabkan
oleh dua hal yaitu peningkatan voume di dalam kompartemen atau
restiksi dari ruang kompartemen. Peningkatan tekanan dalam ruang
fibro-osseous, menyebabkan penurunan perfusi jaringan. Struktur yang
paling sering terkena adalah otot rangka dan nervus di dalam
kompartemen tersebut. Peningkatan tekanan intrakompartemen
menyebabkan kolaps dari venula sehingga terjadi penurunan gradien
hidrostatik. Peningkatan permeabilitas kapiler akan memicu terjadinya
edema yang membuat tekanan interstitial meningkat. Faktor-faktor ini
akan membentuk suatu siklus, yang sulit terputus. Kerusakan jaringan,
perdarahan, akumulasi cairan dan proses inflamasi berperan dalam
peningkatan tekanan intrakompartemen. Proses inflamasi ditandai
dengan peningkatan sitokin anti inflamasi pada sindrom kompartemen
Perkembangan proses sindrom kompartemen dipengaruhi
beberapa faktor antara lain durasi peningkatan tekanan, tissue’s
metabolic rate, tonus pembuluh darah, dan beratnya kerusakan jaringan
lunak disekitarnya. Hasi akhir dari sindrom kompartemen adalah
hipoksia seluler yang merupakan kelanjutan dari iskemik, dan memicu
terjadinya nekrosis myoneural

Gambar 4. Patofisiologi sindrom kompartemen. Akibat


peningkatan voume di dalam kompartemen atau restriksi dari ukuran
ruang kompartemen
G. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Aprianto (2017), pertama-tama akan muncul gejala
sensasi nyeri seperti terbakar. Rasa nyeri terasa di bagian dalam otot
tungkai bawah dan akan terasa lebih nyeri saat digerakkan. Nyeri harus
dibedakan dari nyeri trauma primer akibat fraktur. Gejala lain yang
sering adalah rasa kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat
terjepitnya saraf perifer. Rasa kesemutan pertama kali dirasakan pada
jari pertama an jari kedua kaki.
Gejala klasik 5P (pain, pulselessness, paresthesia, pallor,
paralysis) tidak selalu dikenali. Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting, pada anak-anak tampak gelisah dan memerlukan terapi
analgesik lebih banyak dari sebelumnya. Pallor atau pucat diakibatkan
oleh menurunnya perfusi ke daerh tersebut. Pulselesness yaitu menurun
atau hilangnya denyut nadi. Paresthesia atau rasa kesemutan. Paralysis
merupakan late sign akibat menurunnya sensasi saraf. Gejala klasik ini
sering muncul terlambat saat golden perioe penanganan sindrom
kompartemen sudah terlewati. Harus diperhatikan tanda khusus yaitu
massa jaringan lunak pada sepertiga bawah tungkai akibat herniasi dan
pergeseran otot serta jaringan lemak saat tekanan meningkat. Riwayat
trauma wajib ditelusuri lebih lanut; luka tenbus; luka tergilas yang
menyebabkan kerusakan beberapa lapisan jaringan (crush injury),
fraktur baik terbuka ataupun terturup, dapat digunakan sebagai data
penunjang untuk mengenali tanda dan gejala awal sindrom
kompartemen (Aprianto, 2017).

H. DIAGNOSIS
Diagnosis sindrom kompartemen akut sebaiknya dilakukan
sesegera mungkin setelah onset dan idealnya sebelum kerusakan
ireversibel terjadi. Nekrosis otot ireversibel terjadi secepat 3 jam setelah
onset iskemia dan memburuk. Diagnosis sindrom kompartemen akut
dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh dan dengan
bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda
khas dari sindorm kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat
membantu menegakkan diagnosis.
Hasil anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri
hebat setelah kecelakaan atau patah tulang, ada dua yang dapat dijadikan
dasar untuk mendiagnosis sindrom kompartemen akut yaitu nyeri dan
parestesia namun gejala klinis parestesia onsetnya lama.
Pemeriksaan fisik mencari tanda-tanda fisik yang terkait dengan
sindrom kompartemen akut, diawali dengan rasa nyeri dan rasa terbakar,
penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada bagian
distal didapatkan pallor (pucat) dan pulseness (denyut nadi melemah)
akibat menurunnya perfusi ke jaringan. Pemeriksaan fisik penting untuk
mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain nyeri pada
saat istirahat atau saat bergerak dan nyeri saat bergerak ke arah tertentu,
terutama saat peregangan otot pasif dapat meningkatkan kecurigaan kita
dan merupakan awal indikator klinis dari sindrom kompartemen akut.
Nyeri tersebut biasanya tidak dapat teratasi dengan pemberian analgesik
termasuk morfin. Bandingkan daerah yang terkena dan daerah yang
tidak terkena. Nyeri yang dikeluhkan pasien, harus kita pantau dan
pertimbangkan apakah ada saraf yang terkena, saraf sensoris mulai
hilang kemampuannya, diikuti oleh syaraf motorik.

I. TATALAKSANA
Aprianto (2017) menyebutkan bahwa tatalaksana harus sesegera
mungkin. Prinsip utama penanganan sindrom kompartemen adalah
dekompresi. Dekompresi dengan tujuan menurunkan tekanan dalam
kompartemen dapat dilakukan dengan cara:
- Lepaskan semua plaster yang mengikat tungkai
- Letakkan tungkai pada posisi sejajar dengan jantung, karena
posisi lebih tinggi dari jantung pat menurunkan aliran darah
arterial ke otot dan akan memperburuk keadaan iskemia.
- Lakukan imobilisasi fraktur dengan posisi paling relaks;
dengan menyangga kaki dalam posisi sedikit fleksi plantaris
(kaki condong ke arah bawah)
- Lakukan tindakan fasiotomi (pemotongan fascia) apabila ada
indikasi. Banyak peneliti menyatakan indikasi dekompresi
dengan fasiotomi adalah apabila tekanan kompratemen naik
mejadi 30mmHg. Prosedur ini harus dilakukan sesegera
mungkin karena kerusakan permanen otot akan teradi dalam
4-12 jam dan kerusakan permanen saraf akan terjadi dalam 12-
24 jam sejak terjadinya peningkatan tekanan intra-
kompartemen.
Tindakan fasciotomy merupakan terapi definitif dari sindrom
kompartemen, dan harus segera dilakukan setelah tegak diagnosis.
Selama menunggu proses operasi, gips atau constricting dressing yang
terpasang harus dilepaskan. Operasi untuk dekompresi tidak
diindikasikan pada sindrom kompartemen yang lebih dari 48 jam
maupun kondisi dimana tidak ada lagi fungsi sisa dari komponen di
dalam kompartemen tersebut
Gambar 5. Algoritma tatalaksana sindrom kompartemen. Pasien
yang sadar dengan pasien penurunan kesadaran memiliki
pendekatan diagnosis yang berbeda
Pada region femur (thigh) terbagi menjadi tiga kompartemen
(anterior, posterior dan medial). Insisi anterior lateral digunakan
untuk menangani sindrom kompartemen anterior dam posterior.
Sayatan dimulai dari ruang introchanter ke kondilus lateral femur,
fascia yang membungkus muskulus vastus lateralis akan terbuka dan
menurunkan tekanan kompartemen anterior. Terdapat beberapa
teknik fasiotomi pada tungkai bawah regio cruris (leg), antara lain
single incision fasciotomy dengan fibulektomi, single incision
fasciotomy tanpa fibulektomi, dan two-incision fasciotomy
(anterilateral dan posteromedial)

J. KOMPLIKASI
Tekanan yang tidak teratasi dapat menyebabkan terjadinya
nekrosis jaringan akibat hipoperfusi. Hal ini dapat meningkatkan
Volkman contracture. Bila semakin parah dan tidak teratasi maka akan
terjadi rhabdomyolisis dan kidney failure. Sindrom kompartemen akut
dapat menyebabkan komplikasi antara lain kerusakan saraf yang
permanen, sepsis, deformitas kosmetik akibat fasiotomi, kehilangan
anggota tubuh, dan kematian.

K. PROGNOSIS
Prognosis sindrom kompartemen bergantung pada waktu
penegakkan diagnosis dan pengambilan tindakan. Hal lain yang juga
mempengaruhi adalah tempat terjadinya sindrom kompartemen, dan
penggunaan ekstremitas tersebut pada kehidupan sehari-hari. Sindrom
kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi
otot untuk terjadinya iskemia adalah 4-6 jam. Kerusakan ireversibel
dapat terjadi setelah 8 jam. Jika diagnosis terlambat, dapat menyebabkan
cedera saraf dan hilangnya fungsi otot. Meskipun fasiotomi dilakukan
lebih awal, sekitar 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik
yang persisten.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aprianto, P. 2017. Sindrom Kompartemen Akut Tungkai Bawah. CDK-253:


vol. 44 no. 6.
2. Bowyer MW. Lower extremity fasciotomy: Indications and technique. Curr
Trauma Rep 2015;1:35-44.
3. Jose, A. 2014. Comprtment Syndrome. In: Sabiston Textbook of Surgery,
19th ed.
4. Mahapatra, A. Raza, H. 2015. Acute Syndrome Compartemen in
Orthopedics: Causes, Diagnosis, and Management. Review article,
Advances in Orthopedics 2015;1-8.
5. Medlineplus. Compartment Syndrome. Diunduh dari:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001224.htm. Diakses
pada 6 Oktober 2021.
6. Netter FH, Machado C. Arms, Forearm, Thigh/Hip, Leg/Knee. In:
Thompson JC, editors. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. 2 nd ed.
China: Elsevier:2010.p.131-315.
7. Paula, R. (2015). Compartment Syndrome, extremity. [online]:
http://www.emedicine.com. Diakses pada 6 Oktober 2021.
8. Rasul, A. T. 2020. Acute Compartment Syndrome. [online] Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/307668-overview. Diakses pada 5
Oktober 2021.
9. Smith J. sindrom kompartemen. JAAPA 2013;26(9):48-49.
10. Torlincasi, A. M. Lopez, R. A. Waseem, M. 2021. Acute Compartment
Syndrome. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing.
11. Salter R B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System; edisike-3. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 464,
468-476.

Anda mungkin juga menyukai