(COMPARTMEN SYNDROM)
Disusun oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah “Laporan Pendahuluan” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi
anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Kelompok kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas Keperawatan Gawat Darurat. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan makalan ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat
kekurangannya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota tubuh
dan jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang tertutup
mengalami penurunan. Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan
mengalami nekrosis jaringan dan gangguan fungsi yang permanen, dan jika semakin
berat dapat terjadi gagal ginjal dan kematian.
Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di tangan,
lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir semua
cedera dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat olahraga berat. Hal yang
paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu waspada ketika berhadapan
dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi dari terlewatnya pemeriksaan dapat
meningkatkan tekanan intra-kompartemen.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dari comparment syndrome?
2. Apa penyebab sehingga terjadi compartment syndrome?
3. Apa patofisiologis dari compartment syndrome?
4. Apa pathways dari compartment syndrome?
5. Apa manifestasi dari compartment syndrome?
6. Apa saja pemeriksaan pennjang dalam compartment syndrome?
7. Apa saja penatalaksanaan klinis pada compartment syndrome?
8. Apa saja komplikasi dari compartment syndrome?
9. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan dari compartment syndrome?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari comparment syndrome
2. Untuk mengetahui penyebab sehingga terjadi compartment syndrome
3. Untuk mengetahui patofisiologis dari compartment syndrome
4. Untuk mengetahui pathways dari compartment syndrome
5. Untuk mengetahui dari compartment syndrome
6. Untuk mengetahui pemeriksaan pennjang dalam compartment syndrome
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan klinis pada compartment syndrome
8. Untuk mengetahui komplikasi dari compartment syndrome
9. Untuk mengetahui pengkajian asuhan keperawatan dari compartment syndrome
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya
kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan.
Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan
pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual
yang dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi,
paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak. Paling sering disebabkan oleh trauma,
terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
B. ETIOLOGI
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian
memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh:
a. Penutupan defek fascia
b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan eksternal
a. Balutan yang terlalu ketat
b. Berbaring di atas lengan
c. Gips
3. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
a. Pendarahan atau Trauma vaskuler
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penggunaan otot yang berlebihan
d. Luka bakar
e. Operasi
f. Gigitan ular
g. Obstruksi vena
D. PATHWAYS
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling
penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik
(pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih
banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala
yang spesifik dan sering.
4. Parestesia (rasa kesemutan)
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara
lain:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium :
b. Imaging :
G. PENATALAKSANAAN KLINIS
a. Terapi
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk
dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
2. Terapi Bedah
Teknik Tarlow
Incisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke epikondilus
lateral. Dieksisi subkutaneus digunakan untuk mengekspos daerah iliotibial dan
dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang fascia iliotibial. Perlahan -
lahan dibuka sampai vastus lateralis dan septum intermuskular terlihat, perdarahan
ditangani bila ada. Insisi 1 - 5 cm dibuat pada septum intermuskular lateral
perpanjangan ke proksimal dan distal. Setelah kompartemen anterior dan
posterior terbuka, tekanan kompartemen medial diukur. Jika meningkat dibuat
insisi setengah medial untuk membebaskan kompartemen adductor .
a) Fibulektomi :
Prosedur radikal dan jarang dilakukan dan jika ada, termasuk indikasi
Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus
peroneal superficial. Dibuat fasciotomi longitudinal pada
kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian
posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior superficial.
Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini
diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan
pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang, kemudian diidentifikasi
fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan insisi secara
longitudinal. Insisi sepanjang 20 - 25 cm dibuat pada kompartemen
anterior, setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus
digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi transversal
dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus
peroneal superficial pada bagian posterior septum. Buka
kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis
anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke
arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula. Insisi kedua dibuat
secara longitudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan
diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Dibuat
insisi transversal untuk mengidentifikasi septum antara kompartemen
posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia
gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot
fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen otot
tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada
kompartemen ini segera dibuka.
c. Pendekatan Dorsal
H. KOMPLIKASI
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Primary Survey
Pengkajian primer mempunyai tujuan untuk mengetahui dengan segera kondisi yang
mengancam nyawa paisen dilakukan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari
10 detik) difokuskan pada airway, Breathing, Circulation (ABC).
a. (Airway) Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera
inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi stridor
hoarness. Tindakan dengan membersihkan jalan napas, memberikan oksigen,
trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tertinggi dan antibiotika.
b. (Breathing) Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena
nyeri atau eschar melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan monitor
kemampuan bernafas, memberikan oksigen, melakukan tindakan kedaruratan
jalan napas agresif.
c. (Circulation) Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh
darah terjadikarena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel
endoteldinding pembuluh darah).
d. (Disability) Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
A - alert , yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
e. Ekspose, Examine dan Evaluate Dalam situasi yang diduga telah terjadi
mekanisme trauma yang mengancam terjadinya gagal napas, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dada dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil
atau kritis.
2. Secondary Survey
Secondary Assessment survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan dengan teknik Body Sistem.
a. Pernapasan, Bagaimana pernafasannya, reguler/tidak, bagaimana kesimetrisannya,
bagaimana suaranya apakah terdapat suara tambahan. Apakah terdapat pergerakan
otot antar rusuk, bagaimana gerakan dada, bagaimana suaranya apakah ada
pembesaran dada.
b. Darah, Pada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyababkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular mengalami defisit, timbul ketidak
mampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan 3. Brain (B3 )
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat berkisar
dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian
c. Urinaria, Pengeluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan
aliran darah ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta ldosterone
d. Ekstremitas, pasien dapat berjalan atau tidak, bengkak, merah, nyeri pada kaki.
2. Analisa Data
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
6. Tekanan darah meningkat
7. Pola napas berubah
8. Proses berfikir terganggu
9. Menarik diri
10. Berfokus pada diri sendiri
2. Ds: Perdarahan, fraktur, guft, penekanan lengan terlalu Perfusi perifer tidak
1. Parastesia efektif
2. Nyeri ekstremitas Sindrom kompartemen
Do:
1. Pengisian kapiler >3 detik Diskontunitas tulang
2. Nadi perifer menurun atau
tidak teraba Perubahan jaringan sekitar
Edema
3. Sendi kaku
4. Gerakan tidak terkoordinasi Deformitas
5. Gerakan terbatas
Gangguan fungsi
6. Fisik lemah
3. Perdarahan
4. Kemerahan Perubahan jaringan sekitar
5. Hematoma/memar
Laserasi kulit
4. Perencanaan Keperawatan
Sindrom kompartemen dapat terjadi pada kasus trauma yang disertai fraktur, paling sering di tungkai
bawah. Sindrom kompartemen tidak memiliki tanda dan gejala khusus, tanda dan gejalanya sering diduga
berasal dari trauma primer. Tanda dan gejala serta mekanisme terjadinya sindrom kompartemen sangat
perlu dipahami agar dapat didiagnosis dalam periode emasnya. Tindakan definitif terbaik dekompresi
kompartemen tungkai bawah adalah fasiotomi dengan teknik insisi
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, VNL & Sunarsih, T. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikatis Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPD PPN