SINDROM KOMPARTEMEN
Disusun oleh:
Kelompok 8
Shendi C1AB21027
Siti Shinta Safitri C1AB21037
Sri Rahayu C1AB21029
Syifa Fauziyah Maqbullah C1AB21031
KOTA SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Sindroma Kompartemen”
Makalah ini berisikan tentang Latar belakang, rumusan masalah, tujuan juga manfaat
yang nantinya diharapkan Makalah ini memberikan informasi kepada kita semua tentang
“Sindroma Kompartemen”
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata “sempurna”, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya, semoga Allah SWT senantiasa
meridhai usaha kita. Aamiin.
Kelompok 8
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sindroma kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah (Zairin 2016 ;Nisa, 2021).
Sindrom kompartemen adalah peningkatan tekanan dari suatu edema
peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam kompartemen
osteofasial yang kaku secara otomatis mengganggu sirkulasi otot-otot dan saraf-
saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan
intrakompartemen. Kondisi tersebut terjadi karena peningkatan tekanan didalam
ruang anatomi sempit yang secara akut mengganggu sirkulasi kemudian dapat
mengganggu fungsi jaringan didalam ruang tersebut (Hendry, 2014).
Sindrom kompartemen merupakan gejala toksisitas lokal bisa ular yang
berat. Fasciotomi yang tidak tepat untuk mengatasi sindrom kompartemen pada
kasus gigitan ular dapat mengakibatkan perdarahan pada pasien dengan
koagulopati.
Sindrom kompartemen (Compartment Syndrome atau CS) merupakan salah
satu kedaruratan ortopedi. Identifikasi pasien berisiko tinggi, membuat diagnosis
yang cepat, dan memulai pengobatan efektif adalah langkah krusial dalam
menghindari hasil yang buruk. Apabila CS telah terjadi lebih dari 8 jam, maka
dapat mengakibatkan nekrosis dari saraf dan otot dalam kompartemen. Iskemik
berat yang berlangsung selama 6 – 8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan
nervus yang kemudian menyebabkan terjadinya kontraktur Volkman. Sedangkan,
komplikasi sistemik yang dapat dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal
akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika
terjadi kegagalan organ secara multi sistem (Hosseinzadeh dan Talwakar, 2016).
Ada 2 macam Sindrom Kompartemen:
1. Sindrom kompartemen akut
Sindrom kompartemen akut adalah kondisi serius yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan dalam ruang tertutup yang cepat. Jika tekanan cukup tinggi
dan dipertahankan cukup lama, aliran darah menurun menyebabkan nekrosis otot
dan saraf yang terlibat kompartemen. Jika fasiotomi tidak dilakukan, pasien
mungkin akan menderita kontraktur, kelumpuhan, infeksi, dan gangren pada
ekstremitas serta masalah sistemik, seperti mioglobinuria dan gagal ginjal.
Sindrom kompartemen akut paling sering disebabkan oleh fraktur tibia, dan
dapat terjadi sebanyak 17% dari fraktur ini. Kompartemen anterior paling sering
terkena, meskipun berbagai kompartemen sering terlibat. Bentuk trauma lainnya,
seperti cedera, ruptur otot, pukulan langsung ke otot dan luka bakar, juga dapat
menyebabkan sindrom kompartemen. Tekanan langsung, seperti dari gips atau
pakaian anti syok, dapat meningkatkan risiko sindrom kompartemen.
Penyebab non trauma sindrom kompartemen akut lebih jarang ditemukan. Hal
ini termasuk perdarahan ke dalam kompartemen, seperti dapat terjadi pada pasien
antikoagulasi dan sindrom kompartemen setelah infark otot pada diabetes.
Penyebab sindrom kompartemen lainnya yakni iskemik dan kemudian
hiperperfusi yang disebabkan oleh operasi yang lama dalam posisi litotomi. Hal
ini juga dikenal sebagai sindrom kompartemen-well leg dan paling sering terlihat
setelah operasi panggul dan perineum. Faktor risikonya yaitu lamanya prosedur,
besarnya elevasi kaki, banyaknya kehilangan darah perioperatif, dan adanya
penyakit pembuluh darah perifer dan obesitas. Kejadian secara keseluruhan dalam
operasi panggul kompleks mungkin sebanyak 1 dari 500.
2. Sindrom kompartemen kronik
Ini dikenal juga sebagai sindrom kompartemen exertional kronis (CEES) dan
merupakan cedera berlebihan yang paling sering terlihat pada pelari, pengendara
sepeda, dan atlet lainnya dalam olahraga yang butuh berlari, seperti basket dan
sepak bola. Pada CEES, fasia di kaki bagian bawah tidak mengakomodasi 2
peningkatan aliran darah dan perpindahan cairan yang mungkin terjadi dengan
latihan berat. Peningkatan tekanan kompartemen kemudian mengganggu aliran
darah, yang menyebabkan iskemia dan nyeri.
B. Patofisiologi Pada Sindroma Kompartemen
Fasia merupakan sebuah jaringan yang tidak elastis dan tidak dapat
meregang, sehingga pembengkakan pada fasia dapat meningkatkan tekanan intra-
kompartemen dan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah, otot dan saraf.
b) REHABILITASI
1. Sindrom Kompartemen Akut
c) PROSEDUR
d) PEMBEDAHAN
1. Sindroma Kompartemen Akut
Jika pengobatan tertunda lebih dari 12 jam, hal ini diasumsikan bahwa
kerusakan permanen telah terjadi hingga ke otot dan saraf yang terlibat dalam
kompartemen. Terkadang, pasien diatasi dengan perawatan pendukung
(supportive care) seperti managemen nyeri, observasi status ginjal, dan monitoring
cairan. Hal ini dikarenakan peningkatan morbiditas khususnya infeksi dan
kehilangan anggota tubuh dan peningkatan mortalitas ditunjukkan dengan
fasiotomi yang tertunda. Prosedur rekonstruksi yang terlambat dilakukan, jika
penting untuk membenarkan kontraktur otot atau melakukan pemindahan tendon
untuk footdrop.
PENUTUP
A. Kesimpulan
.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Nisa, I. M. (2021). Asuhan keperawatan pada pasien post operasi orif fraktur femur dextra
dengan nyeri akut di ruang marjan atas rumah sakit umum daerah DR Slamet Garut.
Darwis, I., Ilmu, D., Dalam, P., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2019). Kelainan Koagulasi
dan Sindrom Kompartemen Ekstremitas Inferior Akibat Gigitan Ular Abnormalities of
Coagulation and Inferior Extremity Compartment Syndrome Due to Snake Bites.
Laporan Kasus, 6, 903–909.
Hosseinzadeh, P dan Talwakar, V.R. (2016). Compartment Syndrome: Diagnosis and
Management The American Journal of Orthopedics;45 (1): 19-22.
Jaya, A. G. P. S., & Panji, I. P. A. S. (2016). Tata laksana gigitan ular yang disertai sindrom
kompartemen di ruang terapi intensif. Medicina, 47(2), 188–193.
https://doi.org/10.15562/medicina.v47i2.90
Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis KeperawatanDefinisi &
Klasifikasi2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Gruendemann, B J. Fernsebner, B. 2006. Buku Ajar: Keperawatan Perioperatif
(Comprehensive Perioperative Nursing) Volume 1 Prinsip. Jakarta: EGC.
Woolley SI, Smith DR. (2006) Acute compartment syndrome secondary to diabetic muscle
infarction: case report and literature review Eur J Emerg Med; 13: 113-116.