Anda di halaman 1dari 42

KEGAWATDARURAT

AN ORTOPEDI

Ni Luh Putu Dewi widiantari


PENDAHULUAN
 Kejadian kegawatan ortopedi (emergency
orthopedics) banyak dijumpai. Penanganan
emergency orthopedics telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat.
 Kasus-kasus yang termasuk dalam
emergency orthopedics, yaitu open fracture,
compartment syndrome, dislokasi dan fractur
dislokasi, lesi vascular besar, septic arthritis,
acute osteomyelitis, unstable pelvis, fat
emboli, unstable cervical spine, dan
traumatic amputasi.
 Berdasar sifatnya emergency orthopedics
dibedakan menjadi dua, yaitu sifatnya yang
mengancam jiwa (life threatening ) dan yang
mengancam kelangsungan ekstremitas
( limb threatening).
FRAKTUR TERBUKA
 suatu fraktur dimana terjadi hubungan
dengan lingkungan luar melalui kulit.Fraktur
terbuka merupakan suatu keadaan darurat
yang memerlukan penanganan yang
terstandar untuk mengurangi resiko infeksi
KLASIFIKASI GUSTILO/ANDERSON
DIAGNOSIS
 ANAMNESIS
 Apa yang menyebabkan terjadinya trauma 
mechanism of injury
 Kapan terjadinya trauma  golden period
 Di mana terjadinya trauma  tempat kotor atau
bersih
 Penyulit  fraktur patologis, usia tua
 PEMERIKSAAN FISIK
 Look  kulit intak, pembengkakan, deformitas,
kontusio
 Feel  nyeri, nadi dan sensori bagian distal
 Movement  krepitasi, range of movement
(ROM), false movement
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Lokasi pasti dari fraktur
 Jenis fraktur
 Tingkat keparahan fraktur
 Kelaianan jaringan lunak di sekitar daerah fraktur
 Sebagai salah satu pertimbangan penanganan
fraktur
PENATALAKSANAAN
 Live saving (ABCD)
 Cuci luka

 Debridement

 Imobilisasi

 Antibiotik dan Analgetik

 Pencegahan tetanus
SINDROM KOMPARTEMEN
 Merupakan suatu sindrom yang terjadi
karena peningkatan tekanan
intrakompartmen yaitu kompartmen
osteofasial yang tertutup sehingga
mengakibatkan berkurangnya perfusi
jaringan dan tekanan oksigen jaringan.
 Kompartmen osteofasial berisi tulang,
pembuluh darah, saraf dan otot yang
dibungkus oleh suatu fascia.
ETIOLOGI
 Penurunan volume kompartmen penutupan
defek fascia, traksi internal berlebihan pada
fraktur esktrimitas
 Peningkatan tekanan eksternal  balutan
yang terlalu ketat, berbaring di atas lengan,
pemasangan gips
 Peningkatan tekanan pada struktur
kompartmen  pendarahan atau trauma
vascular, luka bakar, penggunaan otot
berlebihan, gigitan ular, obstruksi vena
Tanda khas untuk sindrom kompartemen

Pain Keluhan nyeri lokal yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena ketika ada trauma langsung.
Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting, terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah sehingga memerlukan analgesik lebih banyak dari
biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering

Pallor Pucat pada satu sisi ekstremitas yang terdapat lesi

Pulselesness Denyut nadi berkurang atau hilangnya denyut nadi yang biasanya didapatkan pada satu sisi ekstremitas yang
terkena

Parasthesia Penurunan atau hilangnya fungsi sensibilitas kulit pada satu sisi karena terjepitnya saraf akibat pembengkakan
sindrom kompartemen

Paralysis Hilangnya fungsi motorik pada ekstremitas yang terkena


DIAGNOSIS
 ANAMNESIS
Dari anamnesa dicari kira kira apa yang
menyebabkan terjadinya kompartmen sindrom
ini, misalnya adanya nyeri hebat yang terjadi
setelah ada riwayat trauma (fraktur), setelah
olahraga berlebihan atau karena pemasangan
gips.
 PEMERIKSAAN FISIK
 Painfull (nyeri)  gerakan ekstensi pasif, karena
sel otot menjadi hipersensitif akibat kondisi
hipoksia
 Pale / Pallor (pucat)
 Parestesia (kesemutan)
 Paralisis (kelumpuhan)
 Pulseless (nadi melemah atau hilang)  jangan
ditunggu sampai keluar
PENGUKURAN TEKANAN INTRA
KOMPARTEMEN
 Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi
 Teknik Wick Kateter
 Tekanan intrakompartmen normal adalah 0
mmHg. Di atas 30 mmHg mulai terjadi proses
iskemia jaringan, jika di atas 40 mmHg
langsung dilakukan tindakan segera
PENATALAKSANAAN
 Tujuan dari terapi sindrom kompartemen
adalah mengurangi defisit fungsi neurologis
dengan terlebih dahulu mengembalikan
aliran darah lokal, biasanya dengan bedah
dekompresi.
TERAPI MEDIKASI / NON OPERATIF

 Pemilihan secara terapi medikasi digunakan


apabila masih menduga suatu sindroma
kompartemen, antara lain
a. menempatkan kaki setinggi jantung untuk
mempertahankan ketinggian kompartemen yang
minimal, elevasi dihindari karena dapat
menurunkan aliran darah dan akan lebih
memperberat iskemia
b. pada kasus penurunan ukuran kompartemen,
gips harus dibuka dan pembalut konstriksi dilepas
c. pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian
antiracun dapat menghambat perkembangan
sindrom kompartemen
d. mengoreksi hipoperfusi dengan cairan
kristaloid dan produk darah
e. pada peningkatan isi kompartemen,
diuretik dan pemakaian manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol
mereduksi edema seluler dengan
memproduksi kembali energi seluler normal
dan mereduksi sel otot yang neksrosis
melalui kemampuan dari radikal bebas
TERAPI OPERATIF : FACIOTOMY
TRAUMA CINCIN PELVIS DENGAN
PERDARAHAN
 Trauma cincin pelvis merupakan penyebab
utama mortalitas dan morbiditas pada pasien
cedera multipel. Dimana kefatalannya
disebabkan oleh perdarahan retroperitoneal
dan cedera-cedera lain sehubungan
dengannya.
 Penatalaksanaan trauma cincin pelvis
dengan perdarahan:
 Resusitasi cairan
 Hentikan perdarahan, dengan :

 Direct pressure

 Pemasangan stagen, pelvic sling

 Terapi definitif:
 Terapi definitif, pemasangan C-CLAMP.
 Rujuk
DISLOKASI
 Dislokasi sendi dapat terjadi spontan karena
gerakan tidak spontan dan karena kekerasan.
 Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar
anamnesis dan tanda klinisnya. Umumnya
deformasi dapat dilihat berupa perubahan
posisi anggota gerak dan perubahan kontur
persendian yang bersangkutan.
 Pada pemeriksaan fisik tidak ada gejala dan
tanda patah tulang sedangkan gerakan di
dalam sendi yang terluksasi terbatas sekali,
bahkan sama sekali tidak mungkin.

 Reposisi dilakukan dengan gerakan atau


perasat yang berlawanan dengan gaya
trauma dan kontraksi atau tonus otot.
TRAUMATIK AMPUTASI
 Amputasi traumatik adalah hilangnya bagian
tubuh biasanya jari, jari kaki, lengan, atau
kaki yang terjadi sebagai hasil dari
kecelakaan atau trauma.
 Yang paling penting di sini adalah
meminimalkan perdarahan, shock, dan
infeksi
TRAUMA VASKULER
 Lesi vaskuler besar yang tersering adalah
arteri poplitea dan arteri radialis, arteri
inguinalis, arteri brachialis dan arteri
femoralis.
 Cedera ini dapat menimbulkan pendarahan
besar pada luka terbuka atau pendarahan di
dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang
dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi
ekstremitas menunjukkan gangguan aliran
darah arteri. Hematoma yang membesar
dengan cepat, menunjukkan adanya trauma
vaskular.
 Pengelolaan pendarahan arteri besar berupa
Kontrol pendarahan dengan penekanan
untuk pembuluh darah proksimal dari cedera
(misalnya, tekanan femoralis di luka
ekstremitas bawah) dan resusitasi cairan
yang agresif. Syok dapat terjadi akibat
kurangnya volume darah akibat pendarahan
yang masif.
ARTRITIS SEPSIS
 Artritis sepsis adalah suatu invasi langsung
berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri,
virus, mikrobakteri, dan jamur, tetapi
patogen bakteri adalah yang paling signifikan
memiliki kemampuan dalam memberikan
kerusakan pada sendi.
 Tanda dan gejalanya antara lain:
 Demam
 Nyeri parah pada sendi yang terkena, terutama
ketika menggerakkan sendi
 Pembengkakan sendi yang terkena
 Hangat di daerah sendi yang terkena

 Penatalaksanan awal :
 Drainase
 Antibiotik
 mobilisasi
OSTEOMIELITIS AKUT
 Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut
atau kronik pada tulang dan struktur
sekundernya karena infeksi oleh bakteri
piogenik.
 Gejala klinis : demam, keletihan, malaise,
Infeksi saluran napas, saluran kemih, telinga
atau kulit sering mendahului osteomielitis
hematogen.
PENATALAKSANAAN
 Resusitasi cairan
 Antibiotika.

 Pemeriksaan biakan darah.

 Imobilisasi anggota gerak yang terkena

 Analgetik antipiretik
SINDROM EMBOLI LEMAK
 Sindrom emboli lemak merupakan keadaan
pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Respon patologis ini terjadi 28-
48 jam setelah terjadinya trauma.
 Emboli berasal dari lemak sumsum tulang
dan jaringan lemak, kemudian melalui
robekan vena masuk ke sirkulasi dan paru-
paru, bersama lemak globules melewati
kapier paru mausk ke sirkulasi sistemik dan
menuju ke otak, ginjal jantung dan kulit.
 TRIAS SINDROM EMBOLI LEMAK
 Perubahan pulmonee (takipnea, dispnea, dan ronki
(+)
 Disfungsi serebri (nyeri kepala, letargi, stupor, dan

koma)
 Ptekiae (timbul 2-3 hari pasca trauma, hilang

setelah 7 hari dan khas timbul pada dada bagian


atas, dasar leher dan konjungtiva palpebra)
GURD CRITERIA, DIAGNOSIS FES
MEMBUTUHKAN SETIDAKNYA 1 TANDA
DARI KRITERIA MAYOR DAN SETIDAKNYA 4
TANDA DARI KRITERIA MINOR
 Kriteria mayor :
 Petekhie axiler atau subkonjungtival.
 Terjadi sebentar saja (4 – 6 jam).
 Hipoksemia, PaO2 di bawah 60 mmHg.
 Depresi saraf pusat yang tidak sesuai dengan
hipokseminya, dan edema pulmonal
 Kriteria minor :
 Takikardilebih dari 110 bpm
 Demam lebih dari 38,5ºC.
 Emboli tampak pada retina pada pemeriksaan
fundoskopi.
 Lemak terdeteksi pada urine.
 Penurunan hematokrit atau jumlah platelet yang
mendadak dan tidak diketahui penyebabnya.
 Peningkatan LED atau viskositas plasma.
 Gumpalan lemak tampak pada sputum.
 Penanganan emboli lemak dapat digunakan
heparin untuk menambah hidrolisis dan
menghilangkan emboli. Kortikosteroid dapat
mengurangi trauma jaringan paru.
 Bila terjadi kesulitan pernapasan, dapat
dipasang intubasi endotrakeal dan jika perlu
dapat dilakukan trakeostomi yang diikuti
hiperventilasi pada penderita yang
mengalami anoksia otak.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai