Anda di halaman 1dari 64

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Skizofrenia


Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang
mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif,
mempengaruhi emosional dan tingkah laku (Depkes RI, 2015). Skizofrenia
berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi, terpecah dan
phrenia artinya pikiran. Jadi pikirannya terbagi atau terpecah. (Rudyanto, 2017).
2.1.1 Etiologi Skizofrenia
1. Keturunan
Menurut hukum Mendel skizofrenia diturunkan melalui genetik yang
resesif (Lumbantobing, 2017).
2. Gangguan anatomic
Dicurigai ada beberapa bangunan anatomi di otak berperan yaitu:
Pemeriksaan MRI menunjukan hilangnya atau 9 berkurangnya neuron
dilobus temporal (Lumbantobing, 2017).
2.1.2 Terapi Skizofrenia
1. Penanganan Biologis
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Terdapat 3 kategori
obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional,
newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
2. Penanganan psikologis
a. Terapi Psikodinamika
Terapi personal yang membantu pasien beradaptasi secara lebih efektif
terhadap stres dan membantu mereka membangun keterampilan sosial,
seperti mempelajari bagaimana menghadapi kritik dari orang lain.

3
b. Terapi berorintasi-keluarga
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan,
dan bagi pasien skizofrenia.
2.2 Isolasi Sosial
2.2.1 Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (Depkes RI, 2010).
2.2.2 Penyebab
Menurut Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan
yang spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan
interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1. Faktor perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat 2 menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari.
2. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh

4
satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
b. Faktor presipitasi Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat
ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal meliputi:
1. Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan
seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2. Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79).
2.2.3 Rentang respon
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah
yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
lingkungannya yang umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua
orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri) adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
b. Otonomi adalah kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama) adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan
menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan) adalah suatu hubungan saling
tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka membina
hubungan interpersonal.

5
2.2.4 Tanda dan gejala
a. Gejala subjektif
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa bosan
3. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
4. Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak”
dengan pelan
2. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
4. Mondar-mandir atau sikap mematung (Trimelia, 2011)
2.2.5 Mekanisme koping
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan
motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
2.2.6 Penatalaksanaan
a. Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya
perubahan faal dan biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan
bagian penting dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini
meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan
yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya,
memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara
verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.

6
I. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian pada isolasi sosial yaitu pada psikososial yakni
1. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti :
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok :
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
II. MASALAH KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Defisit perawatan diri
4. Gangguan persepsi sensori : halusinasi

III. ANALISA DATA


Data Masalah
Data subyektif : Isolasi sosial
- Klien mengatakan malas
berinteraksi dengan orang lain.
- Klien mengatakan merasa ditolak.
- Klien mengatkan merasa tidak
berguna.
Data obyektif :
- Menyendiri
- Kontak mata kurang
- Klien banyak diam dan tidak mau
bicara.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Isolasi Sosial

7
V RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N Dx Rencana Tindakan
o Keperawat Tujuan Intervensi Rasional
an
1 Isolasi sosial Pasien mampu SP 1
berinteraksi dengan - Identifikas - Untuk
orang lain. i dan mengetah
diskusikan ui
Kriteria evaluasi : dengan penyebab
Setelah ….x klien klien dari isolasi
mampu : penyebab sosial
- Menyadari dari isolasi klien.
penyebab dari sosial
isolasi sosial yang yang
dialaminya dialami.
- Berkenalan  Siapa
yang
satu
rumah
dengan - Untuk
pasien mengetah
? ui tentang
 Siapa keuntunga
yang n dan
dekat kerugian
dengan dari
pasien berinterak
? si dengan
 Siapa klien
yang menurut

8
tidak pendapat
dekat klien.
dengan - Agar klien
pasien dapat
? mulai
- Diskusika berinterka
n dengan si dengan
klien orang lain.
keuntunga - Agar
n dan menjadi
kerugian rutinitas
dari wajib
berinteraks yang perlu
i dengan dilakukan
orang lain. pasien

- Latih klien
berkenalan
.

- Masukan
dalam
jadwal
harian
klien.
Pasien mampu SP 2 - Untuk
berinteraksi dengan - Evaluasi mengetah
orang lain. latihan ui
sebelumny bagaiman
Kriteria evaluasi : a (SP 1) a
Setelah ….x klien - Latih klien perkemba

9
mampu : untuk ngan
- Menyebutkan berhubung kegiatan
kegiatan yang sudah an sosial sebelumn
dilakukan secara ya
sebelumnya bertahap - Agar
- Berkenalan dengan (dengan 1 Pasien
1 orang orang lain dapat
yang menghila
baru). ngkan
masalah
- Masukan isolasi
dalam sosialnya
jadwal dan dapat
harian berintera
klien ksi
dengan
baik
- Agar
menjadi
rutinitas
wajib
yang
perlu
dilakukan
pasien
Pasien mampu SP 3
berinteraksi dengan - Evaluasi - Untuk
orang lain. latihan mengetah
sebelumn ui
Kriteria evaluasi : ya (SP bagaiman
Setelah ….x klien 1,2) a respon

10
mampu : dan
- Menyebutkan perkemba
kegiatan yang sudah - Latih ngan atas
dilakukan klien kegiatan
sebelumnya berhubun yang
- Berkenalan/berhubun gan sosial telah
gan dengan 2 orang dengan 2 dilakukan
atau lebih orang sebelumn
atau ya
lebih. - Agar
Pasien
- Masukan dapat
dalam berintera
jadwal ksi
harian dengan
klien. orang
lain tidak
hanya 1
orang
tetapi
banyak
orang
- Agar
menjadi
rutinitas
wajib
yang
perlu
dilakukan
pasien

11
2.3 Defisit Perawatan Diri
2.3.1 Definisi
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul
pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering
mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan
gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik
dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky & Hanik,2015).
2.3.2 Penyebab
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor presdiposisi
1. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
2. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri. (Mukhripah & Iskandar,
2012:147 - 148).
b. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan
diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri
(Mukhripah & Iskandar, 2012: 148).
2.3.3 Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri
Menurut Nanda (2012),jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri : makan

12
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan secara mandiri
4. Defisit perawatan diri : eliminasi / toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
2.3.4 Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :
1. Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan
badan,memperoleh atau mendapatkan sumber air,mengatur suhu atau
aliran air mandi,mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan
tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian ,menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau
menukar pakaian.Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam,memilih pakaian,mengambil pakaian dan
mengenakan sepatu
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan
makanan,mempersiapkan makanan,melengkapi makanan,mencerna
makanan menurut cara yang diterima masyarakat,serta mencerna
cukup makanan dengan aman
4. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil,duduk atau bangkit dari
jamban,memanipulasi pakaian untuk toileting,membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat,dan menyiram toilet atau kamar kecil.

13
2.3.5 Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang perawatan tidak melakukan


diri seimbang diri tidak seimbang perawatan diri

Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

I. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


Fokus pengkajian defisit perawatan diri berada pada status mental yaitu :
Penampilan
[ ] tidak rapi [ ] penggunaan pakaian tidak [ ] cara berpakaian tidak
sesuai seperti biasa
II. MASALAH KEPERAWATAN
1. Defisit perawatan diri
2. Isolasi sosial
III. ANALISA DATA
Data Masalah
Data subyektif : Defisit perawatan diri
- Klien mengatakan malas mandi
- Klien mengatakan tidak tahu

14
cara makan yang baik.
- Klien mengatakan tidak tahu
cara dandan yang baik
- Klien mengatakan tidak tahu
cara eliminasi yang baik
Data obyektif :
- Badan kotor
- Dandanan tidak rapi
- Makan berantakan
- BAB/BAK sembarang tempat

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Defisit Perawatan diri

15
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N Dx Rencana Tindakan
o Keperawata Tujuan Intervensi Rasional
n
1 Defisit Pasien mampu SP 1
Perawatan melakukan - Identifikasi - Untuk
Diri perawatan diri  Kebersihan mengidenti
secara mandiri. diri fikasi
 Berdandan perawatn
Kriteria  Makan diri apa
evaluasi :  BAB/ BAK saja yang
Setelah … x - Jelaskan belum
pertemuan pentingnya pasien
pasien mampu : kebersihan diri terpenuhi
- Melakukan - Jelaskan alat
kebersihan dan cara
diri secara kebersihan diri - Agar
mandiri. pasien mau
melakukan

- Masukan dalam perawatan

jadwal kegiatan diri

pasien - Agar
pasien
mengetahui
alat apa
saja yang
diperlukan
untuk
kebersihan
dan diri dan

16
cara
melakukan
kebersihan
diri.
- Agar
menjadi
rutinitas
wajib yang
perlu
dilakukan
Pasien
Kriteria SP 2
evaluasi : - Evaluasi SP 1 - Untuk
Setelah … x mengetahui
pertemuan bagaimana
pasien mampu . - Jelaskan perkemban
- Melakukan pentingnya gan
berhias/berd berdandan kegiatan
andan secara sebelumnya
baik. - Latih cara - Agar
berdandan Pasien
 Klien laki- mengetahui
laki : manfaat
berpakaian, dari
menyisir berdandan
rambut, - Agar
bercukur Pasien bisa
 Klien melakukan
wanita : perawatan
berpakaian, diri dengan
cara

17
menyisir berdandan
rambut,
berhias
- Masukan dalam - Agar
jadwal harian menjadi
klien rutinitas
wajib yang
perlu
dilakukan
pasien
Kriteria SP 3
evaluasi : - Evaluasi SP 1,2 - Untuk
Setelah … x mengetahui
pertemuan bagaimana
pasien mampu : respon dan
- Melakukan - Jelaskan cara perkemban
makan dan alat makan gan atas
dengan baik. yang benar kegiatan
 Cara yang telah
mempersiap dilakukan
kan makan. sebelumnya
 Cara - Agar
merapikan pasien
alat makan. mengetahui
 Cara cara dan
merapikan alat apa
peralatan saja yang
makan perlu
setelah disiapkan
digunakan. ketika akan
makan

18
 Praktek
makan
sesuai
dengan
tahapan
makan yang - Agar
baik. menjadi
- Masukan dalam rutinitas
jadwal harian wajib yang
klien. perlu
dilakukan
pasien
Kriteria SP 4 :
evaluasi : - Evaluasi SP - Untuk
Setelah … x 1,2,3 mengetahui
pertemuan bagaimana
pasien mampu : respon dan
- Melakukan - Latih cara BAB pengemban
BAB/BAK dan BAK gan atas
secara  Jelaskan kegiatan
mandiri. tempat yang telah
BAB/BAK dilakukan
yang sesuai. - Agar
 Jelaskan dan Pasien
ajarkan cara mengetahui
membersihka cara dan
n diri setelah alat apa
BAB dan saja yang
BAK perlu
- Masukan dalam disiapkan
ketika akan

19
jadwal harian BAB/BAK
klien dan
memprakte
kan cara
membersih
kan diri
setelah
BAB/ BAK
- Agar
menjadi
rutinitas
wajib yang
perlu
dilakukan
pasien

2.4 Harga Diri Rendah


2.4.1 Definisi
Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa
perubahan dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi
kehidupan baik positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan
fisik, mental, dan psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami
sehingga berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang
berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (keliat, 2011).
2.4.2 Tanda dan Gejala
a. Mengejek dan mengkritik diri.
b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
c. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat.
d. Menunda keputusan.

20
e. Sulit bergaul.
f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
g. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan halusinasi.
2.4.3 Penyebab
a) Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak
realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak
akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam
mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan
melakukan sesuatu.
b) Presipitasi
Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah
hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang
prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stressor yang dapat
mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang
penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang
tidak tepat, misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan
saudara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi
dan kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stressor pencetus dapat
berasal dari internal dan eksternal:
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.

21
2.4.4 Rentang Respon

Keterangan:
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang
pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek
psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain.
I. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian pada harga diri rendah yaitu pada psikososial
1. Konsep diri
a. Citra tubuh :
b. Identitas :
c. Peran diri :
d. Ideal diri :
e. Harga diri :
II. MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
2. Koping individu tidak efektif

22
3. Isolasi sosial
4. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
5. Risiko perilaku kekerasan
III. ANALISA DATA
Data Masalah
Data subyektif : Gangguan konsep diri : Harga diri
- Klien mengatakan tidak rendah
memiliki kelebihan apapun
- Klien mengatakan putus asa
- Klien mengatakan malu dengan
dirinya yang tidak berguna.
Data obyektif :
- Kontak mata kurang
- Bicara lambat.
- Pakaian tidak rapi
- Lebih banyak menunduk

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

23
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N Dx Rencana Tindakan
o Keperawat Tujuan Intervensi Rasional
an
1 Gangguan Pasien mampu SP 1
konsep meningkatkan harga - Identifika - Untuk
diri : harga dirinya. si dan mengidentifik
diri rendah diskusika asi
Kriteria evaluasi : n dengan kemampuan
Setelah ….x klien positif dari
pertemuan, pasien kemampu pasien
mampu : an dan
- Mengidentifikasi aspek - Untuk
kemampuan dan positif mengetahui
aspek positif yang kegiatan apa
yang dimiiki dimiliki saja yang bisa
- Menilai klien dilakukan
kemampuan yang - Bantu pasien
dapat digunakan klien
- Menetapkan/mem dalam - Memberikan
ilih kegiatan yang menilai kesempatan
sesuai dengan kemampu kepada pasien
kemampuan an yang untuk
- Melakukan masih memilih
kegiatan yang dapat kegiatan yang
sudah dipilih dilakukan pertama kali
sesuai . akan
kemampuan - Bantu dilakukan
klien - Melakukan
untuk aktifitas dapat

24
memilih membantu
kegiatan pasien dalam
sesuai penyembuhan
kemampu (HDR)
an - Agar menjadi
rutinitas
wajib yang
- Latih perlu
klien dilakukan
dalam pasien
kegiatan
yang
sudah
dipilih
sesuai
dengan
kemampu
an.
- Masukan
dalam
jadwal
harian
klien.
Pasien mampu SP 2
meningkatkan harga - Evaluasi - Untuk
dirinya. SP 1 mengetahui
bagaimana
Kriteria evaluasi : perkembang
Setelah ….x - Latih an kegiatan
pertemuan, pasien klien sebelumnya
- Agar pasien

25
mampu : untuk bisa
- Menyebutkan melakuka melakukan
kegiatan yang n kegiatan
sudah dilakukan kegiatan yang sesuai
sebelumnya. kedua dengan
- Melakukan yang kemampuan
kegiatan kedua sudah pasien
yang sudah dipilih - Agar
dipilih sesuai sesuai menjadi
kemampuan dengan rutinitas
kemampu wajib yang
an perlu
- Masukan dilakukan
dalam pasien
jadwal
harian
klien
Pasien mampu SP 3
meningkatkan harga - Evaluasi - Untuk
dirinya. SP 1,2 mengetahui
bagaimana
Kriteria evaluasi : respon dan
Setelah ….x perkembang
pertemuan, pasien - Latih an atas
mampu : klien kegiatan
- Menyebutkan kegiatan yang telah
kegiatan yang ketiga dilakukan
sudah dilakukan yang sebelumnya
sebelumnya. sudah - Menyempat
- Melakukan dipilih kan pasien
untuk

26
kegiatan ketiga sesuai memilih
yang sudah dengan kemampuan
dipilih sesuai kemampu lain
kemampuan an.
-
- Masukan - Agar
dalam menjadi
jadwal rutinitas
harian wajib yang
klien. perlu
dilakukan
pasien

2.5 Halusinasi
2.5.1 Definisi
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara
yang sebenarnya tidak ada.(Yudi hartono;2012;107)
2.5.2 Etiologi
Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
(Biologis,Psikologis dan sosial).
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan
gangguan seperti:
a. Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal dan
citim limbik .Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam
belajar,daya ingat dan berbicara
b. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal,perinatal
neonatus dan kanak kanak

27
2. Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi ganguan orientasi realitas adalah penolakan atau
kekerasan dalam hidup klien. Penolakan dapat dirasakan dari
keluarga,pengasuh atau teman yang bersikap dingin,cemas,tidak peduli
atau bahkan terlalu melindungi sedangkan kekerasan dapat bisa berupa
konflik dalam rumah tangga merupakan lingkungan resiko gangguan
orientasi realitas.
3. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan
orientasi realitas seperti kemiskinan,konflik sosial,budaya,kehidupan
yang terisolir disertai stres yang menumpuk. .(Yudi hartono;2012;108)
2.5.3 Jenis-Jenis Halusinasi
Beberapa jenis halusinasi ini sering kali menjadi gejala penyakit
tertentu,seperti skizofrenia.Namun terkadang juga dapat disebabkan oleh
penyalahgunaan narkoba ,demam,depresi atau demensia,berikut ini jenis
jenis halusianasi yang mungkin saja mengintai pikiran manusia.
1. Halusinasi Pendengaran (Audio)
Halusinasi yang menunjukan persepsi yang salah dari bunyi, musik,
kebisingan atau suara. Pada penderita skizofrenia gejala umum adalah
mendengarkan suara dua orang atau lebih yang berbicara pada satu sama
lain,ia mendengar suara berupa kritikan atau komentar tentang dirinya,
prilaku atau pikirannya.
2. Halusinasi penglihatan
Sebuah persepsi yang salah pada pandangan. Isi dari halusinasi dapat
berupa apa saja tetapi biasanya orang atau tokoh seperti manusia
Misalnya, seseorang merasa ada orang berdiri di belakangnya

28
3. Halusinasi Pengecapan (Gustatorius)
Sebuah persepsi yang salah mengenai rasa. Misalnya seorang
individu mungkin mengeluh telah mengecap rasa logam secara terus
menerus.
4. Halusinasi penciuman (Olfaktori)
Halusinasi ini melibatkan berbagai bau yang tidak ada. bau ini
biasanya tidak menyenangkan seperti mau muntah ,urin,feses asap atau
daging busuk .Kondisi ini juga sering disebut sebagai Phantosmia dan
dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan saraf di bagian indra
penciuman.
5. Halusinasi sentuhan (Taktil)
Ini adalah sebuah persepsi atau sensasi palsu terhadap sentuhan atau
suatu yang terjadi di dalam atau pada tubuh .Halusinasi sentuhan ini
umumnya merasa seperti ada suatu yang merangkak di bawah atau pada
kulit.
6. Halusinasi somatik
Ini mengacu pada saat seseorang mengalami perasaan tubuh mereka
merasakan nyeri yang parah misalnya akibat mutilasi atau pergeseran
sendi.pasien juga melaporkan bahwa ia juga mengalami penyerahan oleh
hewan pada tubuh mereka seperti ular merayap dalam perut. (Yudi
hartono;2012;109).
2.5.4 Proses terjadinya masalah
Tahap halusinasi
1. Sleep desorder
Sleep desorder adalah halusinasi tahap awal seseorang sebelum muncul
halusinasi
a. Karakteristik : Seseorang merasa banyak masalah,ingin
menghindar dari lingkungan takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah.

29
b. Perilaku : Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus
sehingga terbiasa menghayal dan menganggap hayalan awal
sebagai pemecah masalah
2. Comforthing
Comforthing adalah halusinasi tahap menyenangkan. cemas sedang
a. Karakteristik : Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti
cemas,kesepian,rasa bersalah,takut,dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan cemas.
b. Perilaku : Klien terkadang tersenyum,tertawa sendiri,menggerakan bibir
tanpa suara,pergerakan mata yang cepat respon verbal yang lambat,diam
dan berkonsentrasi
3. Condeming
Condeming adalah tahap halusinasi menjadi menjijikan : Cemas berat
a. Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan.Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumber yang presepsikan.Klien mungkin merasa
dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain
b. Perilaku : Ditandai dengan meningkatnya tanda tanda sistem syaraf
otonom akibat ansietas otonom seperti peningkatan denyut
jantung,pernafasan dan tekanan darah,rentang perhatian dengan
lingkungan berkurang dan terkadang asyik dengan pengalaman sendori
dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
4. Controling
Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa : Cemas berat
a. Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halisinasi dan menyerah pada halusinasi trsebut.
b. Perilaku : Perilaku klien taat pada perintah halusinasi,sulit berhubungan
dengan orang lain,respon perhatian terhadap lingkungan
berkurang,biasanya hanya beberapa detik saja.

30
5. Conquering
Concuering adalah tahap halusinasi panik umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi
a. Karakteristik : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika mengikuti
perintah halusinasi.
b. Perilaku : Perilaku panik,resiko tinggi mencederai,bunuh diri atau
membunuh orang lain. (Yudi Hartono ;2012;108).
2.5.5 Tanda gejala
Tanda gejala bagi klien yang mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Bicara,senyum dan tertawa sendiri
2. Mengatakan mendengar suara
3. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang mistis
4. Tidak dapat memusatkan konsentrasi
5. Sulit membuat keputusan
6. Ketakutan
7. Tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri
8. Banyak keringat(Yudi Hartono ;2012;109)
2.5.6 Akibat Halusinasi
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri,orang lain
dan lingkungan.ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar
kesadarannya.(Iskandar;2012;56).
2.5.7 Mekanisme Koping penderita gangguan halusinasi
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor: pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman
internalnya
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan

31
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses
masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi
cemas(Iskandar;2012;58)
2.5.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara:
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan ,kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi sebaiknya pada permulaan dilakukan secara individu
dan usahakan terjadi kontak mata jika perlu pasien di sentuh atau
dipegang
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya.pendekatan sebaiknya secara
persuasif tapi nstruktif.perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul di telanya serta reaksi obat yang diberikan
3. Memberi aktifitas kepada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan
fisik,misalnya berolahraga,bermain,atau melakukan kegiatan untul
menggali potensi keterampilan dirinya
4. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat kesinambungan dalam asuhan
keperawatan (Budi ana dkk;2011;147).

I. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


Fokus pengkajian klien dengan kasus halusinasi berada pada status mental
yaitu :
Persepsi
[ ] Pendengaran [ ] Penglihatan [ ] Perabaan
[ ] Pengecapan [ ] Penghidu

32
II. MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi.
2. Risiko bunuh diri.
3. Isolasi sosial

III. ANALISA DATA


Data Masalah
Data subyektif : Gangguan persepsi sensori :
- Klien mengatakan mendengar Halusinasi
suara bisikan seseorang.
- Klien mengatakan senang dengan
suara-suara tersebut.
Data obyektif :
- Klien tertawa sendiri.
- Klien berbicara sendiri

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

33
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N Dx Rencana Tindakan
o Keperawata Tujuan Intervensi Rasional
n
1 Gangguan Pasien mampu SP 1
persepsi mengontrol - Bantu pasien - Untuk
sensori : halusinasinya. mengenali mengidenti
Halusinasi halusinasi : isi, fikasi
Kriteria waktu terjadinya, halusinasi
evaluasi : frekuensi, situasi pasien.
Setelah ….x pencetus,
pertemuan, perasaan saat
pasien mampu : terjadi halusinasi. - Untuk
- Mengenali - Latih mengontrol mengontrol
halusinasi halusinasi halusinasi
yang dengan cara yang
dialaminya menghardik. dialami
. - Masukkan dalam pasien.
- Mengontro kegiatan harian - Agar
l pasien. menjadi
halusinasin rutinitas
ya dengan wajib yang
cara perlu
menghardi dilakukan
k, pasien
Pasien mampu SP 2
mengontrol - Evaluasi kegiatan - Untuk
halusinasinya. yang lalu (SP 1) mengetahui
bagaimana
Kriteria perkemban

34
evaluasi : - Latih gan
Setelah ….x berbicara/bercaka kegiatan
pertemuan, p dengan orang sebelumny
pasien mampu : lain saat a
- Mengontro halusinasi - untuk
l muncul. mengontrol
halusinasin - Masukkan dalam halusinasi
ya dengan, jadwal kegiatan yang
bercakap- harian pasien. dialami
cakap. pasien
- Untuk
mengetahui
koping
pasien
Pasien mampu SP 3
mengontrol - Evaluasi kegiatan - Untuk
halusinasinya. yang lalu (SP 1 mengetahui
& 2) bagaimana
Kriteria respon dan
evaluasi : perkemban
Setelah ….x - Latih kegiatan gan atas
pertemuan, agar halusinasi kegiatan
pasien mampu : tidak muncul yang telah
- Mengontro Tahapannya : dilakukan
l  Jelaskan sebelumny
halusinasin pentingnya a
ya dengan aktivitas - agar pasien
cara yang teratur tidak
melakukan untuk berfokus
kegiatan. mengatasi pada

35
halusinasi halusinasin
 Diskusikan ya.
kegiatan
yang biasa
dilakukan.
 Latih pasien
dalam
melakukan
aktivitas.
 Susun jadwal
kegiatan
sehari-hari
sesuai
dengan
aktivitas - Agar
yang telah menjadi
dilatih (dari rutinitas
bangun pagi- wajib yang
tidur perlu
malam). dilakukan
- Pantau pasien
pelaksanaan
kegiatan
tersebut, berikan
penguatan pada
pasien.
Pasien mampu SP 4 :
mengontrol - Evaluasi - Untuk
halusinasinya. kegiatan lalu (SP mengetahui
1,2,3) bagaimana

36
Kriteria respon dan
evaluasi : pengemban
Setelah ….x - Tanyakan gan atas
pertemuan, program kegiatan
pasien mampu : pengobatan. yang telah
- Mengikuti dilakukan
program - Agar
pengobata Pasien tahu
n secara - Jelaskan dan
optimal pentingya kembali
penggunaan obat mengingat
pada gangguan program
jiwa. pengobatan
apa saja
- Jelaskan akibat yang akan
bila tidak dilakukan
digunakan sesuai
program. - Agar
Pasien
- Jelaskan akibat dapat
putus obat. memahami
pentingnya
- Jelaskan cara pengobatan
mendapatkan bagi
obat/berobat. dirinya.
- Agar
Pasien
- Jelaskan mengetahui
pengobatan akibat dari
(5B). ketidakatur
an dalam

37
pengobatan
- Latih pasien - Agar
minum obat. Pasien
mengetahui
- Masukkan dalam efek dari
jadwal harian putus obat
pasien. - Agar
Pasien
mengetahui
dimana dan
bagaimana
cara
mendapatk
an obat
atau
pengobatan
- Agar
Pasien
mengetahui
prosedur
pengobatan
- Agar
Pasien
dapat
minum
obat secara
mandiri
dan teratur
- Agar
menjadi

38
rutinitas
wajib yang
perlu
dilakukan
dalam
kehidupan
sehari-hari

2.6 Resiko Bunuh Diri


2.6.1 Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa.( Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
2.6.2 Jenis-jenis Bunuh Diri
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh
diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan
padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap
kebutuhan-kebutuhannya
2.6.3 Tahap-tahap resiko bunuh diri
1. Suicidal Ideation
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan,
bahkan klien pada tahap ini tidak akan menungkapkan idenya apabila
tidak di tekan.
2. Suicidal Intent

39
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan perencanaan
yang konkrit untuk melakukan bunuh diri
3. Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang
dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya,
tetapi sudah oada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
5. Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien mempunyai indikasi individu
yang ingin mati dan tidak mau diselamatkan. Misalnya, minum ibat
yang mematikan.
2.6.4 Tanda dan Gejala
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
6. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
7. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
8. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal)
9. Pengangguaan (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalamkarier).
10. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
11. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

40
2.6.5 Predisposisi
1. Faktor psikologi
a. Kebencian terhadap diri sendiri
Bunuh diri merupakan hasil dari bentuk penyerangan atau
kemarahan terhadap orang lain dan di manifestasikan atau di
tunjukan pada diri sendiri (Stuard dan videbeck, 2011).
b. Teori psikodinamika Menyatakan bahwa depresi karna kehilangan
suatu yang di cintai, rasa keputusasaan, kesepian dan kehilangan
harga diri (Shadock, 2011).
2. Faktor sosial budaya
a. Beberapa faktor yang mengarah kepada bunuh diri adalah kemisknan
dan ketikmampuan memenuhi kebutuhan dasar, pernikahan yang
hancur, keluarga dengan orang tua tunggal ( Towsend , 2009 ).
b. Faktor budaya yang di dalamnya adalah faktor spiritual, nilai yang di
anut oleh keluarga, pandangan terhadap perilaku yang menyebabkan
kematian berdampak pada angka kejadian bunuh diri (Krch et al,
2008).
c. Kehilangan, kurangnya dukungan sosial dan peristiwa keidupan
yang negatif dan penyakit fisik kronis. Baru-baru ini perpisahan
perceraian dan penurunan dukungan sosial merupakan faktor
penting berhubungan dengan resiko bunuh diri.(Stuard, 2013).
2.6.6 Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.

41
2.6.7 Rentang Respon
Menurut Fitria (2012) mengemukakanrentang harapan-putus harapan
merupakan rentang adaptif-maladaptif

Keterangan:
1. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri
secarawajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
2. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnyadapat Imempertahankan diri, seperti seseorang merasa
patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap
pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap yang kurang
tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya untuk mempertahankan
diri.
4. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diriakibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
5. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
2.6.7 Mekanisme Koping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara
sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) dalam Yollanda,
Amadea(2018) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego
yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi
I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

42
II. ANALISA DATA
Data Masalah
Data subyektif : Resiko bunuh diri
- Klien mengatakan hidupnya tak
berguna lagi.
- Klien mengatakan ingin mati
- Klien mengatakan sudah bosan
hidup.

Data obyektif :
- Ekspresi murung.
- Tak bergairah

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko bunuh dir

43
IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N Dx Rencana Tindakan
o Keperawata Tujuan Intervensi Rasional
n
1 Resiko bunuh Pasien tidak SP 1
diri melakukan - Identifikasi - Untuk
percobaan bunuh benda- mengidentif
diri. benda yang ikasi benda
dapat apa saja
Kriteria evaluasi : membahay yang dapat
Setelah ….x akan membahaya
pertemuan, pasien pasien. kan pasien
mampu : - Untuk
- Mengidentifikas - Amankan menghindar
i benda-benda benda- i pasien
yang dapat benda yang bunuh diri
membayakan dapat - Agar
dirinya. membahay mencegah
- Mengendalikan akan terjadinya
diri terhadap pasien. RBD
dorongan bunuh - Lakukan - Untuk
diri. kontrak mengendali
treatment kan dan
mengontrol
- Ajarkan keinginan
cara untuk
mengendali bunuh diri
kan - Agar Pasien
dorongan dapat
bunuh diri. mengontrol

44
ingin bunuh
- Latih cara diri
mengendali - Agar
kan menjadi
dorongan rutinitas
bunuh diri wajib yang
- Masukkan perlu
dalam dilakukan
jadwal pasien
harian
pasien.
Pasien tidak SP 2
melakukan - Evaluasi - Untuk
percobaan bunuh kegiatan mengetahui
diri. yang lalu bagaimana
(SP 1) perkemban
Kriteria evaluasi : gan
Setelah ….x kegiatan
pertemuan, pasien - Identifikasi sebelumnya
mampu : potensi/ - Aspek
- Menyebutkan aspek positif
kegiatan yang positif dapat
sudah dilakukan pasien. mengalihka
sebelumnya - Dorong n pasien
- Mengidentifikas pasien - Untuk
i aspek positif untuk menghindar
dan menghargai berpikir i terjadinya
diri sebagai positif RBD
individu yang terhadap - Untuk
berharga. dirinya. mengetahui

45
- Dorong koping
pasien pasien
untuk
menghargai
diri sebagai
individu
yang
berharga.
Pasien tidak SP 3
melakukan - Evaluasi - Untuk
percobaan bunuh kegiatan mengetahui
diri. yang lalu bagaimana
(SP 1 & 2) respon dan
Kriteria evaluasi : perkemban
Setelah ….x gan atas
pertemuan, pasien - Identifikasi kegiatan
mampu : pola koping yang telah
- Menyebutkan yang dilakukan
kegiatan yang diterapkan sebelumnya
sudah dilakukan pasien. - Untuk
sebelumnya. - Nilai pola mengetahui
- Mengidentifikas koping koping
i pola koping yang bisa pasien
yang konstruktif dilakukan. - Untuk
dan - Identifikasi menilai
menerapkannya. pola koping koping dari
yang pasien
konstruktif. - Untuk
- Dorong mengetahui
pasien koping

46
memilih pasien
pola koping - Agar pasien
yang bisa
konstruktif. mengalihka
- Anjurkan n RBD
pasien - Agar
menerapka menjadi
n pola rutinitas
koping wajib yang
yang perlu
konstruktif dilakukan
dalam pasien
kegiatan
harian.
Pasien tidak SP 4 :
melakukan - Buat - Agar Pasien
percobaan bunuh rencana bisa
diri. masa melupakan
depan yang rencana
Kriteria evaluasi : realistis bunuh
Setelah ….x bersama dirinya
pertemuan, pasien pasien. - Untuk
mampu : - Identifikasi mengetahui
- Menyebutkan cara bagaimana
kegiatan yang mencapai caranya
sudah dilakukan rencana agar pasien
sebelumnya. masa bisa
- Membuat depan yang mencapai
rencana masa realistis. rencana
depan yang masa

47
realistis dan depannya
melakukan - Beri - Kegiatan
kegiatan dorongan dapat
pada mengalihka
pasien n pasien
untuk dalam RBD
melakukan
kegiatan
dalam
meraih
masa
depan yang
realistis.

2.7 Waham
2.7.1 Definisi
Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan
kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh
orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah
kehilangan kontrol (Direja, 2016).
2.7.2 Etiologi
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi
otak Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :
1. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan
menilai dan menilik terganggu.
2. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan
kemampuan berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal
(ekspresi dan gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan
hubungan sosial).
3. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
4. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.

48
2.7.3 Jenis-jenis Waham
a. Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus
atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Waham Agama
Keyakinan terhadap sesuaru agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c. Waham curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang yang mau merugikan atau
mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
d. Waham somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau sebagian tubuhnyta terserang
penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
e. Waham nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2.7.4 Tanda dan Gejala
1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk, dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).
2. Fungsi emosi
Afek tumpul kurang respons emosional, afek datar, afek tidak
sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen.
3. Fungsi motorik.
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik
gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi
stimulus yang jelas, katatonia.

49
4. Fungsi sosial kesepian.
5. Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah
Dalam tatanan keperawatan jiwa respons neurobiologis yang sering
muncul adalah gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi.
I. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian dengan kasus waham dapat dilihat dari status mental yaitu :
1. Proses pikir
[ ] Sirkumstansial [ ] Tangensial [ ] Kehilangan asosiasi
[ ] Flight of ideas [ ] Blocking [ ] Perseverasi
2. Isi pikir
[ ] Obsesi [ ] Fobia [ ] Hipokondria
[ ] Depersonalisasi [ ] Ide terkait [ ] Pikiran magis
3. Waham
[ ] Agama [ ] Somatik [ ] Kebesaran [ ] Curiga
[ ] Nihilistik [ ] Sisip pikir [ ] Siap pikir [ ] Kontrol pikir
II. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
2. Gangguan isi pikir : waham
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis
III ANALISA DATA
Data Masalah
Data subyektif : Gangguan proses pikir :
- Klien mengatakan sebagai orang waham
hebat.
- Klien mengatakan memiliki
kekuatan luar biasa

Data obyektif :
- Banyak kata (logorrhoe)
- Menyendiri

50
- Menyendiri
- Mudah tersinggung
- Sangat waspada
- Tidak tepat menilai
lingkungan/realitas

IV. Diagnosa Keperawatan


Gangguan proses pikir : waham

51
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Dx Rencana Tindakan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan Pasien mampu SP 1
proses pikir : berorientasi - Identifikasi - Untuk
waham dengan realita kebutuhan mengetahui
pasien. kebutuhan
Kriteria evaluasi : pasien
Setelah ….x - Bicara - Agar pasien
pertemuan, pasien konteks tidak terus
mampu : realita (tidak berada pada
- Berorientasi mendukung keyakinan
kepada realitas atau yang salah.
secara membantah
bertahap. waham - Untuk
- memenuhi pasien). mengalihkan
kebutuhan - Latih pasien pikiran
dasarnya. untuk pasien
memenuhi - Agar
kebutuhann menjadi
ya “dasar”. rutinitas
- Masukkan wajib yang
dalam perlu
jadwal dilakukan
harian pasien
pasien.
Pasien mampu SP 2
berorientasi - Evaluasi - Untuk
dengan realita kegiatan mengetahui
yang lalu bagaimana

52
Kriteria evaluasi : (SP 1) perkembang
Setelah ….x an kegiatan
pertemuan, pasien sebelumnya
mampu : - Identifikasi - Untuk
- Menyebutkan potensi/ mengetahui
kegiatan yang kemampuan kemampuan
sudah yang apa saja
dilakukan. dimiliki. yang
- Menyebutkan - Pilih dan dimiliki
serta memilih latih pasien
kemampuan potensi/atau - Agar Pasien
yang dimiliki kemampuan bisa
- Melakukan yang mengendalik
kegiatan yang dimiliki an
sudah dipilih wahamnya
sesuai dengan - Masukan dengan
kemampuan dalam kegiatan
yang dimiliki jadwal sesuai
harian dengan
pasien kemampuan
nya
- Agar
menjadi
rutinitas
wajib yang
perlu
dilakukan
pasien
Pasien mampu SP 3
berorientasi - Evaluasi - Untuk

53
dengan realita kegiatan mengetahui
yang lalu bagaimana
Kriteria evaluasi : (SP 1 & 2) respon dan
Setelah ….x perkembang
pertemuan, pasien an atas
mampu : - Pilih kegiatan
- Menyebutkan potensi/ yang telah
kegiatan yang kemampuan dilakukan
sudah yang sebelumnya
dilakukan. dimiliki - Untuk
- Menyebutkan - Pilih dan mengetahui
serta memilih latih potensi kemampuan
kemampuan kemampuan apa saja
yang dimiliki lain yang yang
- Melakukan dimiliki dimiliki
kegiatan yang pasien
sudah dipilih - Masukan - Agar Pasien
sesuai dengan dalam bisa
kemampuan jadwal mengendalik
yang dimiliki kegiatan an
pasien. wahamnya
dengan
kegiatan
sesuai
dengan
kemampuan
nya
- Agar
menjadi
rutinitas
wajib yang

54
perlu
dilakukan
pasien

2.8 Resiko Perilaku Kekerasan


2.8.1 Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah
tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan – perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Dermawan dan Rusdi, 2013).
2.8.2 Tanda dan Gejala
Menurut (Fitria, 2010) tanda dan gejala peilaku kekerasan antara lain :
1. Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata – kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar dn ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/oranglain,
merusak lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : mendominasi cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral dan kreativitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan sosial.

55
2.8.3 Etiologi
Faktor Predisposisi
Yosep & Sutini (2014) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan :
a) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian massal dan sebagainya.
b) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
c) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
d) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
2.8.4 Mekanisme Koping
Mekanisme koping klien dapat membantu klien untuk
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum di gunakan
adalah mekanisme pertahanan ego menurut Yosep (2011), seperti :
1. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu
seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
3. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan
dari kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
4. Reaksi formasi

56
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan
dengan apa yang benar-benar di lakukan orang lain.
2.8.5 Sumber Koping
Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagai
menjadi 4, yaitu sebagai berikut :
1. Personal Ability meliputi : kemampuan untuk mencari informasi
terkait masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan
alternatife, kemampuan mengungkapkan / konfrontasi perasaan
marah., tidak semangat untuk menyelesaikan masalah, kemampuan.
2. Sosial Support meliputi : dukungan dari keluarga dan masyarakat,
keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai
budaya
3. Material Assets meliputi : penghasilan yang layak, tidak ada benda
atau barang yang biasa dijadikan asset, tidak mempunyai tabungan
untuk mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan
kesehatan.
4. Positive Belief meliputi : distress spiritua, adanya motivasi, penilaian
terhadap pelayanan kesehatan.
I. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
Fokus pengkajian untuk perilaku kekerasan adalah
1. Faktor predisposisi
Pelaku Korban Saksi
Aniaya fisik ______ th _____th _____th
Aniaya seksual ______ th _____th _____th
Penolakan ______ th _____th _____th
Kekerasan dalam keluarga ______ th _____th _____th
Tindakan criminal ______ th _____th _____th
2. Status mental
a. Aktivitas motoric
[ ] Lesu [ ] Tegang [ ] Gelisah [ ] Agitasi
[ ] Tik [ ] Grimasen [ ] Tremor [ ] Kompulsif

57
b. Interaksi selama wawancara
[ ] Bermusuhan [ ] tidak kooperatif [ ] mudah tersinggung
[ ] kontak mata kurang [ ] defensive [ ] curiga

I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Inefektif proses terapi
8. Koping keluarga inefektif
II. ANALISA DATA
Data Masalah
Data subyektif : Perilaku Kekerasan
- Klien mengatakan ada yang
mengejek
- Klien mengatakan mengancam
orang yang telah mengejek
dirinya.
- Klien berbicara keras dan kasar
Data obyektif :
- Agitasi
- Meninju
- Membanting
- Melempar
- Menjauh dari orang lain
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan

58
IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
N Dx Rencana Tindakan
o keperawata
Tujuan Intervensi Rasional
n
1 Perilaku Pasien mampu SP 1 :
kekerasan
mengendalikan - Identifikasi - Agar
perilaku kekerasan. dan klien
diskusikan mengetah
Kriteria evaluasi : dengan klien ui apa
Setelah …. x penyebab, penyebab
pertemuan pasien tanda dan dari
mampu : gejala serta perilaku,
- Mengidentifikasi akibat dari PK tanda dan
penyebab dan gejala
tanda perilaku serta
kekerasan. - Latih cara akibat
- Menyebutkan jenis fisik I : tarik dari
perilaku kekerasan nafas dalam perilaku
yang pernah kekerasan
dilakukan. yang
- Menyebutkan selama ini
akibat dari dilakukan
perilaku kekerasan - Masukan dan
yang dilakukan. dalam jadwal terjadi
- Menyebutkan cara harian klien. klien.
mengontrol - Teknik
perilaku kekerasan tarik
secara : nafas
 Fisik dalam
 Sosial/verbal akan
 Spiritual menghasi
lkan

59
 Patuh obat hormone
endorphin
, dimana
hormone
tersebut
akan
membuat
seseorang
lebih
rileks dan
lebih
tenang.
- Agar
menjadi
kegiatan
rutin yang
bisa
dilakukan
klien jika
gejala
tindak
perilaku
kekerasan
mulai
muncul
kembali.
SP 2
- Evaluasi - Untuk
kegiatan mengeta
yang lalu hui
( SP 1) apakah

60
intervens
- Latih cara i
fisik 2 : sebelum
pukul nya
bantal/kasur sudah
dilakuka
n atau
- Masukan belum.
dalam jadwal - Agar
harian klien
pasien. dapat
melampi
askan
amarahn
ya pada
benda
yang
tidak
akan
menimb
ulkan
cedera
pada
klien.
- Agar
menjadi
kegiatan
rutin
yang
bisa
dilakuka

61
n klien
jika
gejala
tindak
perilaku
kekerasa
n mulai
muncul
kembali.
SP 3
- Evaluasi - Untuk
kegiatan mengeta
yang lalu hui
( SP 1,2) apakah
intervens
- Latih secara i
sosial/verbal sebelum
: menolak nya
dengan baik, sudah
meminta dilakuka
dengan baik, n atau
mengungkap belum.
kan dengan - Agar
baik. klien
- Masukan dapat
dalam jadwal bersosial
harian isasi
pasien. dengan
baik
dengan

62
orang
lain.

- Agar
menjadi
kegiatan
rutin yang
bisa
dilakukan
klien jika
gejala
tindak
perilaku
kekerasan
mulai
muncul
kembali.
SP 4
- Evaluasi - Untuk
kegiatan mengeta
yang lalu hui
( SP 1,2,3) apakah
intervens
- Latih cara i
spiritual : sebelum
berdoa, nya
sholat sudah
dilakuka
n atau

63
belum.
- Masukkan - Melatih
dalam jadwal klien
harian pasien beribada
h dapat
membua
t klien
lebih
tenang,
dan
dapat
mencura
hkan
segala
keluh
kesah
pada
Tuhan
Yang
Maha
Esa
- Agar
menjadi
kegiatan
rutin
yang
bisa
dilakuka
n klien
jika
gejala

64
tindak
perilaku
kekerasa
n mulai
muncul
kembali.
SP 5
- Evaluasi - Untuk
kegiatan mengeta
yang lalu hui
( SP 1,2,3 & apakah
4) intervens
i
- Latih patuh sebelum
obat : nya
 Minum sudah
obat dilakuka
secara n atau
teratur belum.
dengan - Untuk
prinsip 5 mensuks
B eskan
 Susun program
jadwal pengobat
minum an klien.
obat
secara
teratur
- Masukan - Agar
dalam jadwal menjadi

65
harian kegiatan
pasien. rutin
yang
bisa
dilakuka
n klien
jika
gejala
tindak
perilaku
kekerasa
n mulai
muncul
kembali.

66

Anda mungkin juga menyukai