Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN KELOMPOK

“LEPTOSPIROSIS”

DI SUSUN OLEH :

1. Lulu Nuraeni (220300891)


2. Taufik Hadi Arba’i (220300926)

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2022
A. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme

berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan Leptospira. Penyakit ini dikenal

dengan berbagai nama seperti Mud fever, Slime fever (Shlamn fieber), Swam fever,

autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutter dan lain-lain.

Leptospirosis merupakan istilah untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Leptospira tanpa memandang serotipe tertentu. Hubungan gejala klinis dengan infeksi

oleh serotipe yang berbeda membawa pada kesimpulan bahwa satu serotipe Leptospira

mungkin bertanggungjawab terhadap berbagai macam gambaran klinis : sebaliknya,

satu gejala seperti meningitis aseptik, dapat disebabkan oleh berbagai serotipe. Karena

itu lebih disukai untuk menggunakan istilah umum Leptospirosis dibandingkan dengan

nama serupa seperti penyakit Weil dan demam kanikola.

B. PENYEBAB
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral genus Leptospira, family

leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis,

motil, obligat, dan berkembang pelan anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies

yaitu L interrogans yang pathogen dan L biflexa bersifat saprofitik (Judarwanto, 2009).

1. Patogen L Interrogans

     Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masing-masing

terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak, diantaranya; L. javanica, L.

cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain.

2. Non Patogen L. Biflexa

     Menurut beberapa penelitian, yang paling tersering menginfeksi manusia adalah:

L. icterohaemorrhagiae dengan resorvoir tikus, L. canicola dengan resorvoir anjing,

L. pomona dengan reservoir sapi dan babi.


     Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di antaranya

tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan

yang paling berisiko adalah kambing dan sapi. Resevoar utamanya di seluruh dunia

adalah binatang pengerat dan tikus.

C. TANDA DAN GEJALA

Menurut penelitian thoriq aziz (2019) gejala yang timbul akibat infeksi Leptospira

antara lain demam, menggigil, sakit kepala, malaise, muntah, konjungtivitis

(conjunctival suffusion) tanpa disertai eksudat serous/purulen, dan rasa nyeri pada

otot terutama otot betis (nyeri pada daerah gastrocnemius) dan otot punggung.

Gejala-gejala di atas biasanya akan tampak antara 4-9 hari. Masa inkubasi

Leptospirosis terjadi dalam 7-14 hari tetapi dapat pula terjadi dalam 20-21 hari.

Pada penderita yang memiliki kondisi tubuh dan respon imunitas yang baik, maka

mereka mampu segera membentuk antibodi sehingga mampu mengeliminasi bakteri

ini dan sembuh. Pada pasien yang mengalami gejala klinis tersebut dapat diberikan

penatalaksanaan berupa istirahat yang cukup dan pemberian antibiotik. Antibiotik

segera diberikan ketika mulai tanda dan gejala yang mencurigakan ke arah

Leptospirosis. Gejala klinis tersebut dapat timbul karna dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Faktor-faktor resiko insiden Leptospirosis antara lain faktor resiko

lingkungan dan faktor perilaku manusia.

Fase akut atau disebut pula sebagai fase septik dimulai setelah masa inkubasi yang

berkisar antara 2–20 hari. Timbulnya lesi jaringan akibat invasi langsung leptospira

dan toksin yang secara teoritis belum dapat dijelaskan, menandakan fase akut.

Manifestasi klinik akan berkurang bersamaan dengan berhentinya proliferasi

organisme di dalam darah. Fase kedua atau fase imun ditandai dengan

meningkatnya titer antibodi dan inflamasi organ yang terinfeksi. Secara garis besar
manifestasi klinis dapat dibagi menjadi leptospirosis an-ikterik dan ikterik. 1.

Leptospirosis an-ikterik. Fase septik dengan gejala demam, nyeri kepala, mialgia,

nyeri perut, mual. Dan muntah. Fase imun terdiri dari demam yang tidak begitu

tinggi, nyeri kepla hebat, meningitis aseptik, konjungtiva hiperemis, uveitis,

hepatospenomegali, kelainan paru, dan ruam kulit. 2. Leptospirosis ikterik. Fase

septik sama dengan fase an-ikterik. Manifestasi yang mencolok terjadi pada fase

imun, ditandai dengan disfungsi hepatorenal disertai diastesis hemoragik.

Meningitis aseptik dan disfungsi ginjal merupakan tanda dari fase imun. Gejala

dapat bertahan hingga 6 hari sampai lebih dari 4 minggu, dengan rata-rata 14 hari.

Sekitar 10% kasus leptospirosis berkembang menjadi Weil disease yaitu

leptospirosis berat yang disertai ikterus, gagal ginjal, dan perdarahan paru.

Mortalitas tetap tinggi walaupun dengan perawatan ICU dan akan meningkat

apabila perawatan kurang memadai. Kasus leptospirosis berat dapat terjadi tanpa

disertai ikterus. Pada anakanak dan dewasa, leptospirosis ditandai dengan demam,

mialgia, dan nyeri kepala. Letargi, muntah, nyeri perut, fotofobia, artralgia, batuk,

diare, atau konstipasi. Meskipun keluhan demam merupakan gejala utama, suatu

penelitian di Hawai menemukan bahwa demam timbul bervariasi. Dari kasus

leptospirosis yang terdiagnosis secara serologi, didapatkan 5% pasien tidak disertai

riwayat demam dan 55% kasus pada saat datang tidak terdapat demam. Mialgia dan

nyeri kepala merupakan gejala yang paling banyak dikeluhkan dan merupakan

keluhan utama dari 25% pasien


D. Phatway
E. PENATALAKSANAAN
Adapun penatalaksanaan :
1. Kasus yang berat biasanya diobati dengan dosis tinggi secara IV dengan
penisilin G
2. Reaksi Jarisch - Herxheimer mungkin terjadi setelah dimulainya terapi
antimikroba
3. Kasus yang tidak begitu berat diobati secara oral dengan antibiotik seperti
doxycycline (2 mg/kg sampai 100 mg setiap 12 jam selama 5-7 hari),
tetrasiklin, ampisilin atau amoksisilin .
4. Sefalosporin generasi ketiga, seperti ceftriaxone dan cefotaxime, dan antibiotik
kuinolon mungkin juga efektif.
5. Monitoring dan perawatan suportif yang sesuai, misalnya dialisis, ventilasi
mekanik.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah lengkap

2. Fungsi ginjal

3. Fungsi hati

4. Serologi

5. Mikroskop medan gelap

6. Kultur

7. Diagnosis post mortem : PCR ,pengecatan imunohistokimia


G. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi 10 hari ,dengan kisaran 2-30 hari

Manifestasi klinis :

a. ringan , influenza - like illness ( ILI )

b. sindrom Weil ditandai dengan ikterus , gagal ginjal , perdarahan dan miokarditis
dengan aritmia •

c. meningitis / meningoencephalitis

d. perdarahan paru dengan gagal nafas.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics. Leptospirosis. Dalam: Pickering LK, penyuinting. Redbook: Report
of The Committee on Infectious Disease. 25th ed. Elk Grove Village, Il: American Academy of
Pediatrics; 2000:h. 370- 2.
Hickey PW, Denners D. Leptospirosis. Medicine J 2002; 2:h.1-17.
Speck WT, Toltziis P. Leptospirosis. Dalam: Behrman RE, Kliecman RM, Nelson WE, penyunting,
Nelson Textbook of Pediatric; edisi ke-16. Philadelphia, Tokyo: WB.Saunders; 2000, h.908-9.
Chaparro S, Montoya J.G. Borrelia & leptospirosis species. Dalam: Current Diagnosis & Treatment
in Infectious Diseases, Wilson W.R, Sande M.A, penyunting. Edisi pertama. New York, Toronto:
Lange Med Bool/ McGraw-Hill; 2001.h.680-9.
Bannister BA, Begg NT, Gillespie S. Penyunting. Leptospirosis. Dalam: Infectious disease, Bannister
BA, Begg NT, Gillespie S, penyunting. Edisi pertama. Cambridge: Blackwel Scinece 1996.h.195-8

Anda mungkin juga menyukai