Anda di halaman 1dari 33

REFLEKSI KASUS OKTOBER 2021

“Human Immunodeficiency Virus & Tuberculosis Paru”

Nama : Andre Elia Abdians


No. Stambuk : N 111 20 062
Pembimbing : dr.Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2021

0
PENDAHULUAN

Penyakit HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquaired Immune

Deficiency Syndrome) mengalami peningkatan jumlah penderita tiap tahunnya

baik pada orang dewasa maupun anak di dunia maupun di Indonesia. Diduga

jumlah kasus HIV/AIDS ini menyerupai fenomena gunung es, yaitu kasus yang

diketahui hanya sekitar 1/10 dari jumlah kasus yang sebenarnya. Penyakit

HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Hal ini

karena pada Januari 2006, UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah

menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada

tanggal 5 Juni 1981.

Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan anak yang penting di

banyak negara dan merupakan masalah yang relative baru. Human

Immunodefficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus

dan subfamily lentiviridae. Dikenal dua serotype yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1

sebagai penyebab sindrom defisiensi imun yang tersering di seluruh dunia.

Sejak HIV menjadi pandemi di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia

terinfeksi HIV. Setiap tahun sekitar 400.000 bayi dilahirkan terinfeksi HIV akibat

penularan dari ibu ke anak (penularan vertikal). Di Indonesia, hingga Maret 2011,

jumlah anak penderita HIV/AIDS mencapai 1.119 orang, dengan jumlah penderita

dibawah lima tahun dilaporkan mencapai 514 anak. Dilaporkan juga sebanyak 34

anak usia bawah lima tahun (balita) di propinsi Papua positif mengidap infeksi

HIV.

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh


k u m a n T B ( M y c o b a c t e r i u m Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan

1
asam. Sebagian besar kuman TB menyerang paru,tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya.1
Tuberculosis sebenarnya dapat menyerupai penyakit paru lainnya
sepertipenumonia, penyakit paru interstitial bahkan keganasan akan tetapi dengan
anamnesisyang baik, tuberculosis dapat dengan mudah di tegakkan. Pada dasarnya
pasien dengansistem imun yang baik biasanya terserang tuberculosis hanya pada
satu area sajamisalnya pada paru atau salah satu organ ekstra paru sedangkan pada
pasien denganimmunokompeten, tuberculosis dapat terjadi lebih daripada satu
organ.1
TB paru primer merupakan TB paru yang muncul segera saat infeksi
pertamakali. Pada daerah dengan tingkat transmisi M. Tuberculosis, jenis penyakit
ini lebihsering muncul pada anak-anak. Daerah yang sering terlibat dalam TB
paru primeradalah lobus medial dan lobus bawah paru. Lesi yang terbentuk
biasanya terletak diperifer dan disertai dengan limfadenopati hilar atau
paratracheal yang biasanya sulitdideteksi secara radiologis. Pembesaran
limfonodus dapat menekan bronchus,menimbulkan obstruksi saluran nafas dan
menyebabkan kolaps paru segmental ataubahkan lobardanbermanifestasi sebagai
nodul kalsifikasi (fokus gohn). 2
Pada anak, faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang
terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah
endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak
baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti
perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB
pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius,
terutama dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif. Berarti bayi dari seorang ibu
dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin erat
bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi tersebut
terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius 2.

KASUS

2
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. FQ
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 27 Januari 2017
Usia : 4 Tahun 8 bulan
Tanggal masuk : 28 September 2021
Tanggal pemeriksaan : 30 September 2021
Nama Orang Tua : Ny. F
Pekerjaan orang tua : IRT
Alamat : Tinggede
Ruangan : Catelya

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang pasien anak perempuan berusia 4 tahun 8 bulan, datang dengan keluhan
sakit perut 4 hari SMRS, muntah sehabis makan, perut membesar, mulai sesak 4
hari SMRS, batuk berlendir, kulit berwarna kuning, mengalami penurunan BB,
pasien mengalami demam disertai sesak nafas pada malam hari sebelum
pemeriksaan, mual (+) muntah (+), batuk (+), sesak (+), BAB dan BAK dalam
batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien terkonfirmasi HIV dan sudah menjalani terapi ARV selama 3 bulan,
pasienjuga terkonfirmasi TB dan menjalani terapi selama 1 bulan, namun
berhenti. Penyakit kongenital (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien sedang menjalani terapi ARV dan pernah menjalani terapi TB, riwayat
penyakit kongenital (-)

Riwayat Sosial-ekonomi: Menengah

3
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Pasien lahir normal, BBL 3.1 kg, cukup bulan, dan merupakan anak pertama
Anamnesis Makanan :
Usia 0-2 bulan : ASI Eksklusif
Usia 2 bulan – 2 tahun : Susu formula
2 tahun-sekarang : makanan rumah

Riwayat Imunisasi : Lengkap sesuai usia

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 15.5 kg
Tinggi Badan : 104 cm
Lingkar Kepala : 50 cm
Lingkar Dada : 55 cm
Lingkar Perut : 49 cm
Lingkar Lengan Atas 14 cm
Status Gizi : BB/U (-2) SD – 2 SD (BB normal)
TB/U (-2) SD – 2 SD (TB normal)
BB/TB (-2) SD – 2 SD (Gizi Baik)
Tanda Vital : Suhu : 36,9 °C
Denyut Nadi : 102 x/menit
Respirasi : 48x/menit
SpO2 : 90%
Kulit : Warna : kuning
Sianosis : (-)
Turgor : <2 detik (Kembali cepat)
Ruam : Tidak ada

Kepala : Normocephal

4
Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : Bulat, isokor (+/+)
Exophthalmus : (-/-)
Cekung : (-/-)
Hidung : Rhinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping
hidung (-).
Mulut : Lidah kotor (-), bibir pecah-pecah (-), sianosis (-)
Tonsil : T1/T1, Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-), mass
lain (-).
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral kanan=kiri, retraksi
(-), jejas (-), pola pernafasan kesan normal.

Palpasi : Ekspirasi dada simetris, vocal fremitus simetris kanan=kiri, nyeri


tekan (-), penonjolan/massa (-).

Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri


Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (+/+), wheezing (-/-).

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba pada SIC V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung

5
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : pekak pada regio kanan atas
Palpasi : Nyeri tekan (+)

Genitalia : Dalam batas normal


Anggota Gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)

Refleks +¿
: Fisiologis (++¿+ ++¿++ ¿ −¿− ¿ ¿
¿ ¿ ), patologis ( −¿−¿ ¿ )

PEMERIKSAAN PENUNJANG
30 September 2021
Laboratorium:
Darah Rutin:
Jenis Komponen Nilai Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 6,7 4,0 – 10,0 103/µl
RBC 3,46 4,50 – 6,50 106/µl
HGB 11,7 13 – 17 g/dl
HCT 15,1% 40,5 – 54,0 %
PLT 209 150 – 500 103/µl

RESUME
Seorang pasien anak perempuan berusia 4 tahun 8 bulan, datang dengan keluhan
sakit perut 4 hari SMRS, vomitus sehabis makan, perut membesar, mulai dispnea
4 hari SMRS batuk berlendir, ikterus, mengalami penurunan BB, pasien
mengalami febris disertai dispnea pada malam hari sebelum pemeriksaan. Nausea
(+) vomitus (+), batuk (+), dispnea (+), BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien terkonfirmasi HIV dan sudah menjalani terapi ARV selama 3 bulan, pasien
juga terkonfirmasi TB dan menjalani terapi selama 1 bulan, namun berhenti. Ibu
pasien juga terkonfirmasi HIV dan sedang menjalani pengobatan ARV, serta
pernah menjalani terapi OAT.

6
Pemeriksaan
Skoring TB :
Parameter 0 1 2 3 SKOR
Kontak TB Tidak - Laporan BTA (+) 3
jelas keluarga BTA
(-), BTA tidak
jelas/tidak tahu
Uji tuberculin Negatif - - Positif 3
(Mantoux) (≥10 mm
atau (≥5
mm pada
pasien
imunokom
promised
Berat badan/ - BB/TB < Klinis gizi - 1
keadaan gizi 90% buruk atau
BB/TB <70%
Demam yang - ≥ 2 minggu - - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - - 1
Pembesaran - ≥ 1 cm, - - -
kelejar limfe lebih dari 1
coli, aksila, KGB, tidak
inguinal nyeri
Pembengkakan - Ada - - -
tulang/sendi pembengka
panggul, lutut, kan
falang
Foto thoraks Normal/ Gambar - - -
kelainan sugestif
tidak mendukun
jelas g TB
Skor Total: 8

DIAGNOSIS: HIV + Tuberkulosis Paru

TERAPI:
- IVFD RL 14 tpm

7
- Paracetamol syrp, 3 x ½ cth
- Ambroxol 10 mg
3x1 pulv
CTM 1,8 mg

ANJURAN
- Foto rontgen thorax

FOLLOW UP
Tanggal : 01 Oktober 2021
Subjek (S) :Panas (-), sakit kepala (-),batuk (+) berlendir, flu (-), sesak (-),
nyeri menelan (-), sakit perut (-), mual (-), muntah(-),BAB
Biasa, BAK Lancar, Nafsu makan baik.
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
o Tekanan Darah : 110/80 mmHg
o Suhu : 36,3 0C
o Denyut Nadi : 93 kali/menit
o Respirasi : 28 kali/menit
d. Pemeriksaan Fisik
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (+) di cervical (s)
Thoraks: Rhonki (+/+)
e. Foto thoraks : Memperlihatkan adanya pembesaran pada parahilus dan
terdapat kalsifikasi.
Assesment (A) : TB Paru
Plan (P) :
- IVFD RL 14tpm
- Pengobatan Obat Anti TB (2HRZ) :
o Isoniazid (H) : 200 mg

8
o Rifampisin (R) : 300 mg
o Pirazinamid (Z) : 300 mg

Tanggal : 07 April 2017


Subjek (S) : Panas (-), sakit kepala (-),batuk (+) berlendir, flu (-),
sesak (-), nyeri menelan (-), sakit perut (-), mual (-),
muntah (-),BAB Biasa, BAK Lancar, Nafsu makan baik.
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
b. Suhu : 36,5 0C
c. Denyut Nadi : 98 kali/menit
d. Respirasi : 28 kali/menit
d. Pemeriksaan Fisik
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (+) di regio cervical (s)
Thoraks: Ronki (+/+)
Assesment (A) : TB Paru
Plan (P) :
- AFF INFUS
- Pasien diperbolehkan menjalani pengobatan rawat jalan dan tetap
melanjutkan pengobatan OAT
- Pengobatan Obat Anti TB (2HRZ) :
o Isoniazid (H) : 200 mg
o Rifampisin (R) : 300 mg
o Pirazinamid (Z) : 300 mg

DISKUSI

9
Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili

Retrovirus dan subfamily lentiviridae. Dikenal dua serotype yaitu HIV-1 dan

HIV-2. HIV-1 sebagai penyebab sindrom defisiensi imun yang tersering di

seluruh dunia.

Gambar 1. Gambaran skematik virion HIV

Virion virus memiliki bentuk yang hampir bulat. Selubung luarnya atau

kapsul viral terdiri dari lemak lapis ganda yang mengandung banyak tonjolan

protein. Duri-duri dua glikoprotein dan angka mengacu gp 120 dan gp41. Gp

mengacu pada glikoprotein dan angka mengacu pada massa protein dalam Dalton.

Gp120 adalah selubung permukaan eksternal duri dan gp41 adalah transmembran.

Terdapat protein matriks yang disebut p17 yang mengelilingi segmen suatu

protein capsid yang disebut p24. Di dalam kapsid, p24 terdapat dua untaian RNA

identik molekul preformed reverse transcriptase, integrase dan protease yang

sudah terbentuk. HIV adalah suatu retrovirus sehingga materi genetik berada

10
dalam bentuk RNA bukan DNA. Bagian luar (lemak) tidak tahan panas, bahan

kimia, maka HIV termasuk virus sensitive terhadap pengaruh lingkungan seperti

air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan

seperti eter, aseton, alkohol, dll. Tetapi relative resisten terhadap radiasi dan sinar

ultraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati

diluar tubuh. HIV juga dapat ditemukan dalam sel monosit, makroglia dan sel glia

jaringan otak.

Faktor resiko terjadinya transmisi adalah jumlah virus, kadar CD4, adanya

infeksi lain (hepatitis, sitomegalovirus), ketuban pecah dini, kelahiran

spontan/melalui vagina, prematuritas, dan pemberian ASI atau mixed feeding

(pemberian ASI dan susu formula bersama-sama).

Pada kasus diatas pasien mengidap HIV akibat transmisi vertikal dari ibu

pasien yang memiliki penyakit yang sama. Adapun faktor risiko terjadinya

transmisi pada pasien ini adalah kelahiran spontan/melalui vagina dan pemberian

ASI selama 6 bulan.

Dasar utama paogenesis HIV adalah kurangnya jenis limfosit T helper/

induser yang mengandung marker CD4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat

dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam

menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas

seluler terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan

membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut yaitu sel limfosit T4.

Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD4, virus masuk ke dalam target dan ia

melepas bungkusnya kemudian dengan enzim reverse transcriptase ia mengubah

11
bentuk RNA agar dapat bergabung DNA sel target. Selanjutnya sel yang

berkembang biak akan mengundang bahan genetic virus. Infeksi HIV dengan

demikian menjadi irreversible dan berlangsung seumur hidup. Pada awalnya

infeksi HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang diinfeksinya tetapi,

terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan) yang lambat laun akan

mengahabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T4. Setelah

beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah penderita akan terlihat

gejala klinis sebagai dampak infeksi HIV. Masa antara terinfeksinya HIV dengan

timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari

10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.

Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV

sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Pada fase ini terdapat masa

dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium

kurang lebih 3 bulan sejak tertular HIV yang dikenal dengan masa windows

period.

Awalnya terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel CD4, yang

memicu perubahan konformasi pada gp120 sehingga memungkinkan pengikatan

dengan koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR4). Setelah itu terjadi

penyatuan pori yang dimediasi oleh gp41.

12
Gambar 2. Patogenesis HIV

Setelah berada di dalam sel CD4, salinan DNA ditranskripsi dari genom

RNA oleh enzim reverse transcriptase (RT) yang dibawa oleh virus. Ini

merupakan proses yang sangar berpotensi mengalami kesalahan. Selanjutnya

DNA ini ditranspor ke dalam nukleus dan terintegrasi secara acak di dalam genom

sel pejamu. Virus yang terintegrasi diketahui sebagai DNA provirus. Pada aktivasi

sel pejamu, RNA ditranskripsi dari cetakan DNA ini dan selanjutnya di translasi

menyebabkan produksi protein virus. Poliprotein prekursor dipecah oleh protease

virus menjadi enzim (misalnya reverse transcriptase dan protease) dan protein

13
struktural. Hasil pecahan ini kemudian digunakan untuk menghasilkan partikel

virus infeksius yang keluar dari permukaan sel dan bersatu dengan membran sel

pejamu. Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat menginfeksi sel yang

belum terinfeksi dan mengulang proses tersebut. Terdapat tiga grup (hampi semua

infeksi adalah grup M) dan subtipe (grup B domina di Eropa) untuk HIV-1.

Gambaran klinis infeksi HIV pada anak sangat bervariasi. Beberapa anak

dengan HIV-positif menunjukkan keluhan dan gejala terkait HIV yang berat pada

tahun pertama kehidupannya. Anak dengan HIV-positif lainnya mungkin tetap

tanpa gejala atau dengan gejala ringan selama lebih dari setahun dan bertahan

hidup sampai beberapa tahun. Disebut Tersangka HIV apabila ditemukan gejala

berikut, yang tidak lazim ditemukan pada anak dengan HIV-negatif. Gejala yang

menunjukkan kemungkinan infeksi HIV:

 Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih berat

(seperti pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir.

 Thrush: Eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan

mukosa pipi. Pasca masa neonatal, ditemukannya thrush tanpa pengobatan

antibiotik, atau berlangsung lebih dari 30 hari walaupun telah diobati, atau

kambuh, atau meluas melebihi bagian lidah – kemungkina besar merupakan

infeksi HIV. Juga khas apabila meluas sampai di bagian belakang

kerongkongan yang menunjukkan kandidiasis esofagus.

 Parotitis kronik: pembengkakan parotid uni- atau bi-lateral selama ≥ 14 hari,

dengan atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam.

14
 Limfadenopati generalisata: terdapat pembesaran kelenjar getah bening

pada dua atau lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang

mendasarinya.

 Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas: tanpa adanya infeksi virus yang

bersamaan seperti sitomegalovirus.

 Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (> 38° C) berlangsung ≥ 7

hari, atau terjadi lebih dari sekali dalam waktu 7 hari.

 Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal,

perkembangan terlambat, hipertonia atau bingung (confusion).

 Herpes zoster.

 Dermatitis HIV: Ruam yang eritematus dan papular. Ruam kulit yang khas

meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala, dan

 Molluscum contagiosum yang ekstensif.

 Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative lung disease).

Pada pasien ini ditemukannya beberapa gejala infeksi HIV seperti yang

dijelaskan diatas yaitu antara lain adanya diare berulang, trush, limfadenopati,

demam yang berulang, dan dermatitis HIV.

Setelah terjadi infeksi HIV tidak segera timbul gejala, oleh karena

diperlukan waktu untuk terjadinya replikasi virus yang kemudian memegang

peran dalam timbulnya berbagai gejala klinis dan laboratorium. Hal ini berarti

masa inkubasi infeksi HIV sangat berbeda-beda tergantung kepada dosis infeksi

dan daya tahan tubuh inang. Infeksi yang terjadi vertikal > 50% masa inkubasinya

sekitar satu tahun, dan 78% sekitar dua tahun.

15
Sistem tahapan klinis untuk anak menurut WHO yang telah diadaptasi.

Digunakan untuk anak berumur < 13 tahun dengan konfirmasi laboratorium untuk

infeksi HIV (HIV Ab pada umur > 18 bulan, tes virologi DNA atau RNA untuk

umur < 18 bulan).

Stadium 1

Tanpa gejala (asimtomatik) Limfadenopati generalisata persisten (Persistent

generalized lymphadenopathy=PGL)

Stadium 2

 Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan

 Erupsi pruritik papular

 Dermatitis seboroik

 Infeksi jamur pada kuku

 Keilitis angularis

 Eritema Gingiva Linea - Lineal gingival erythema (LGE)

 Infeksi virus human papilloma (wart) yang luas atau moluskum

kontagiosum (> 5% area tubuh)

 Luka di mulut atau sariawan yang berulang (2 atau lebih episode dalam 6

bulan)

 Pembesaran kelenjar parotis yang tidak dapat dijelaskan

 Herpes zoster

 Infeksi respiratorik bagian atas yang kronik atau berulang (otitis media,

otorrhoea, sinusitis, 2 atau lebih episode dalam periode 6 bulan)

Stadium 3

16
 Gizi kurang yang tak dapat dijelaskan dan tidak bereaksi terhadap

pengobatan baku

 Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (> 14 hari)

 Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (intermiten atau konstan,

selama > 1 bulan)

 Kandidiasis oral (di luar masa 6-8 minggu pertama kehidupan)

 Oral hairy leukoplakia

 Tuberkulosis paru

 Pneumonia bakteria berat yang berulang (2 atau lebih episode dalam 6

bulan)

 Gingivitis atau stomatitis ulseratif nekrotikans akut

 LIP (lymphoid interstitial pneumonia) simtomatik

 Anemia yang tak dapat dijelaskan (< 8 g/dl), neutropenia (< 500/mm3)

atau

 Trombositopenia (< 30.000/mm3) selama lebih dari 1 bulan

Stadium 4

 Sangat kurus (wasting) yang tidak dapat dijelaskan atau gizi buruk yang

tidak bereaksi terhadap pengobatan baku

 Pneumonia pneumosistis

 Dicurigai infeksi bakteri berat atau berulang (2 atau lebih episode dalam 1

tahun, misalnya empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,

meningitis, tidak termasuk pneumonia)

17
 Infeksi herpes simpleks kronik (orolabial atau kutaneous selama > 1 bulan

atau viseralis di lokasi manapun)

 Tuberkulosis ekstrapulmonal atau diseminata

 Sarkoma Kaposi

 Kandidiasis esofagus

 Anak < 18 bulan dengan symptomatic HIV seropositif dengan 2 atau lebih

dari hal berikut: Oral thrush, +/– pneumonia berat, +/– gagal tumbuh, +/–

sepsis berat.

 Infeksi sitomegalovirus (CMV) retinitis atau pada organ lain dengan onset

> 1 bulan

 Toksoplasmosis susunan syaraf pusat (di luar masa neonatus)

 Kriptokokosis termasuk meningitis

 Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, koksidiomikosis,

penisiliosis)

 Kriptosporidiosis kronik atau isosporiasis (dengan diare > 1 bulan)

 Infeksi sitomegalovirus (onset pada umur >1 bulan pada organ selain hati,

limpa atau kelenjar limfe)

 Penyakit mikobakterial diseminata selain tuberkulosis

 Kandida pada trakea, bronkus atau paru

 Acquired HIV-related recto-vesico fistula

 Limfoma sel B non-Hodgkin’s atau limfoma serebral

 Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)

 Ensefalopati HIV

18
 HIV-related cardiomyopathy

 HIV-related nephropathy

Pada kasus diperoleh menurut tahapan klinis untuk anak menurut WHO

adalah pasien termasuk dalam stadium 3 gejala seperti yang disebutkan diatas

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan


oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah
penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.3
Sumber penularan TB adalah melalui inhalasi droplet pasien TB paru BTA
positif, baik dewasa maupun anak, namun pasien TB dengan BTA negative masih
memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB, tingkat penularan pasien TB
BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negative dengan hasil kultur positif
adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negative dan foto toraks
positif adalah 17%.3
Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier
mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya olehmekanisme imunologis nonspesifik, sehingga
tidak terjadi respon imunologi s spesifik. Akan tetapi, pada sebagian
kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu
yangtidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB yangsebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian
kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkanakan terus berkembang biak di
dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang
dinamakan fokus ghon (fokusprimer).4
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju
k e l e n j a r l i m f e r e g i o n a l , y a i t u kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika

19
fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara
fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya
komplek primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada
saat terbentuknya komplek primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal
tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.4

A. Bagan Patogenesis TB

Inhalasi Mycobacterium tuberculosis


Kuman mati Fagositosis oleh makrofag alveolus
paru
kuman hidup berkembang biak Masa
Pembentukan focus primer Inkubasi (2-
Penyebaran limfogen
Kompleks primer *2) 12 minggu)
Uji tuberculin Penyebaran hematogen *1)
Terbentuk imunitas selular
(+) TB Primer *3)
spesifik
Sakit TB Infeksi TB
Komplikasi komples primer Imunitas optimal
Komplikasi penyebaran hematogen
Meninggal
Komplikasi penyebaran limfogen
Imunitas turun,
sembuh Reaktivitas/reinfeksiSakit TB *4)

Catatan :

20
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadic (occult
hematogenic spread) .kuman TB kemudian membuat focus koloni
diberbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Focus ini berpotensi
mengalami reaktivitas di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari focus primer (1), limfangitis (2), dan
limfadenitis (3).
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran
hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik,
hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.
4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya
bisa melalui proses reaktivitas focus lama TB (endogen) atau reinfeksi
(infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen).

B. Perjalanan Alamiah (kalender perjalanan penyakit TB primer

21
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang
konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu
kalender terjadinya TB di berbagai organ :

Kompleks primer
sebagian besar
sembuh sendiri (3-24
bulan) Erosi bronkus TB Tulang

Pleural effusion Meningitis TB TB Ginjal


infeksi (3-6 bulan) Milier (dalam 12 (setelah 5
bulan) tahun)

hipersensitivitas Kekebalan didapat

Tes tuberculin positif

1 Tahun
2-12 minggu
(6-8 minggu)

Resiko tertinggi untuk

Komplikasi local dan Resiko menurun


diseminata

Penegakkan diagnosis TB Paru ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan


fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis memegang peranan sangat penting
mengingat diagnosis TB Paru pada anak sebagian besar ditegakkan secara klinis.
Pada kasus, pasien ini memiliki keluhan berupa batuk yang berlendir
dialami sudah 3 bulan, pasien juga mengalami demam yang tidak menentu sejak 4

22
hari sebelum masuk rumah sakit.Sebelumnya, pasien juga ada kontak langsung
dengan yang mengalami batuk lama.Dari keluhan tersebut ini merupakan
beberapa gejala respiratoti dari TB Paru.
Pada kasus ini, pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis,
tekanan darah : 110/70 mmHg, suhu: 38,6 oC, nadi: 120 kali/menit, respirasi : 38
kali/menit. Skor TB 8.Didapatkan pembesaran kelenjar getah bening di cervical
(+) dan rhonki (+/+).Temuan-temuan ini sudah sesuai dengan teori menyangkut
gambaran klinis TB paru.
Pada kasus ini juga, didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium hematologi
rutin menunjukkan:
Jenis Nilai Hasil Nilai Rujukan Satuan
Komponen
WBC 4,7 4,0 – 10,0 103/µl
RBC 4,93 4,50 – 6,50 106/µl
HGB 12,3 13 – 17 g/dl
HCT 37,5 40,5 – 54,0 %
PLT 146 150 – 500 103/µl
Pada pemeriksaan foto thoraks memperlihatkan adanya pembesaran pada
parahilus dan terdapat kalsifikasi pada paru.Berdasarkan hasil tersebut
membuktikan bahwa pasien ini menderita TB Paru.
Adapun kemungkinan penyebab terjadinya demam pada kasus ini adalah
disebabkan karena adanya infeksi virus, akibat sistem imunitas tubuh yang belum
adekuat.Sistem imunitas dapat terganggu, juga bisa disebabkan oleh asupan
nutrisi yang tidak adekuat, ditandai dengan adanya anoreksia. Infeksi virus
umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus, dan bisa diterapi secara suportif
dengan perbaikan nutrisi, pemberian suplemen untuk meningkatkan daya tahan
tubuh seperti vitamin dan tirah baring.5
Adapun faktor risiko infeksi TB pada kasus ini adalah adanya riwayat
kontak atau pajanan terhadap pasien yang hasil BTA (+), yaitu kakek pasien.
Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa
disekitarnya, karena kuman TB sangat jarang ditemukan didalam secret

23
endobronkhial pasien anak. Selain itu, jumlah kuman TB anak biasanya sedikit
(pausibasiler), tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit
tersebut sudah mampu menyebabkan sakit.Selain itu, lokasi infeksi primer yang
kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah
parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi sputum.6
Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal,
yaitu sedikitnya jumlah kuman (pausibasiler) dan sulitnya pengambilan specimen
(sputum), sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan dahak tidak
menyingkirkan diagnosis TB anak. Adapun gejala sistemik TB anak adalah
sebagai berikut:7
1. Berat badan turun tanpa sebab yang baik yang jelas atau berat badan tidak
naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan
perbaikan gizi yang baik
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas.
demam umumnya tidak tinggi. keringat malam saja bukan meruapakn
gejala spesifik TB pada anak apbila tidak disertai gejala sistemik umum
lain
3. Batuk lama (≥3 minggu), bersifat non-remitting (tidak pernah reda, atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
6. Diare persisten (≥2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan).Prinsip pengobatan TB pada anak:8
- OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat
- Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan
- pengobatan TB dibagi 2 tahap:
o tahap intensif, selama 2 bulan pertama
o tahap lanjutan, 4-10 bulan selanjutnya.

24
- pasien TB dengan gejala klinis berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal, dirujuk ke fasilitas yankes rujukan
- pada kasus TB tertentu, sepeti TB milier, efusi pleura TB, meningitis TB
diberikan prednisone 1-2 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
- panduan OAT untuk anak di Indonesia:
o kategori 3 macam obat : 2HRZ/4HR
o kategori 4 macam obat : 2HRZE/4-10HR
- panduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk KDT (kombinasi
dosis tetap)

Tabel 1. OAT yang biasa dipakai, dosis dan efek sampingnya8

Nama Obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping


(mg/kgbb/hari) (mg/hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 Gangguan GI, reaksi
kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna orange
kemerahan
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar,
arthralgia, gangguan
GI
Etambutol (E) 20 (15-25) - Neuritis optic, visus
berkurang, buta
warna merah hijau,
hipersensitivitas GI
Streptomisin (S) 15-40 1000 Ototoksik,
nefrotoksik

25
Dosis Kombinasi pada TB Anak8

Berat Badan (kg) 2 bulan RHZ (75/50/150 mg) 4 bukan RH (75/50 mg)

5–9 1 tablet 1 tablet

10 – 14 2 tablet 2 tablet

15 – 19 3 tablet 3 tablet

20 – 32 4 tablet 4 tablet

- Jika BB ≥33 kg, dosis disesuaikan dengan tabel 1 diatas.


- jika BB < 5kg, sebaiknya rujuk ke RS
- tidak boleh memberi obat setengah dosis tablet
- perhitungan pemberian tablet diatas sudah memperhatikan kesesuaian
dosis per kgbb.

Tatalaksana pencegahan dengan isoniazid :


Sekitar 50-60 % anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan
BTA (+), akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan
mengalami sakit TB. Infeksi pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat
(misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian
kemoprofilaksis untuk mencegah terjadinya sakit TB.
Cara pemberian isoniazid untuk pencegahan sesuai dengan table berikut :
Umur HIV Hasil Pemeriksaan Tatalaksana
Balita (+)/(-) Infeksi laten TB INH profilaksis
Balita (+)/(-) Kontak (+), Uji tuberculin (-) INH profilaksis
> 5 tahun (+) Infeksi laten TB INH profilaksis
> 5 tahun (+) Sehat INH profilaksis
> 5 tahun (-) Infeksi laten TB Observasi
> 5 tahun (-) Sehat Observasi

26
Keterangan :
1. Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB
(7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
2. Setiap bulan (saat pengambilan obat isoniazid) dilakukan pemantauan
terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke-2,
ke-3, ke-4, ke-5 atau ke-6, maka harus segaera ditukar ke regimen
terapi TB anak dimulai dari awal.
3. Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala
TB selama 6 bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis
dapat dihentikan.
4. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu
diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

Pelaksanaan uji tuberculin :


A. Persiapan penyuntikan tuberculin
1. Bahan (antigen) yang digunakan untuk uji tuberculin di Indonesia yaitu
Purified Protein Derivativeatau biasanya disingkat dengan PPD. PPD
yang digunakan adalah PPD RT 23 dengan Tween 80.
2. Tulislah tanggal pada setiap vial dari PPD pada waktu PPD tersebut
dibuka. Jangan menggunakan PPD yang sudah dibuka lebih dari 30 hari.
3. PPD harus disimpan di tempat yang dingin (suhu 2 – 8 derajat Celcius)
yaitu dalam refrigrator (lemari es) atau dalam cool-box atau vaccine-
carrier dengan cool-pack. Jangan menyimpan dalam freezer sebab PPD
tidak boleh beku. PPD yang beku, tidak dapat digunakan untuk Uji
Tuberkulin dan harus dibuang.
4. Simpanlah PPD ditempat yang terlindung dari sinar matahari. Jika PPD
tersebut terpapar dengan sinar matahari untuk suatu jangka waktu yang
lama, PPD tersebut tidak dapat digunakan lagi.

27
5. Alat suntik (semprit) yang digunakan untuk uji tuberkulin ini adalah
semprit sekali-pakai khusus untuk tuberkulin yaitu semprit 1 cc dengan
jarum 26 – 27 gauge yang panjangnya 1 cm dan 20o bevel.
Cara melakukan uji tuberkulin
1. Cara mengambil Tuberkulin PPD dari vial:
a. Tusukkan jarum secara vertikal ke dalam vial
b. Ambil tuberkulin PPD sebanyak 0,1 ml dengan cara membalik vial
kemudian cabut jarum dari vial.
c. Ganti jarum dengan yang baru (ukuran No 26/ 27 G). Jarum yang sudah
digunakan untuk mengambil PPD dari vial tidak boleh digunakan untuk
menyuntikkan PPD tersebut.
2. Pemilihan lokasi penyuntikan , a dan antisepsis
a. Lokasi pada volar lengan bawah 5-10 cm di bawah lipatan siku atau daerah
1/3 tengah dari lengan bawah
b. Pilih area yang bersih dari luka, lesi kulit atau jaringan parut
c. Lakukan asepsis dan antisepsis dengan kapas alcohol
3. Penyuntikan secara intra kutan / intra dermal
a. Masukkan jarum secara perlahan, lubang ujung jarum menghadap ke atas,
membentuk sudut 5–15° dengan permukaan lengan.
b. Lubang ujung jarum harus masuk tepat di dalam permukaan kulit (sampai
sebatas lubang ujung jarum).
4. Pengecekan suntikan
a. Setelah dilakukan injeksi yang benar, akan terlihat intradermal wheal
(penonjolan di tempat penyuntikkan berwarna pucat dengan gambaran
pori-pori seperti kulit jeruk) dengan diameter 5–6mm.
b. Setelah jarum suntik dicabut, daerah penyuntikkan jangan diusap atau
ditekan dengan kapas atau alat lain.
c. Jika tidak berhasil (tidak terlihat intradermal wheal), lakukan ulangan pada
lokasi paling sedikit berjarak 5 cm dari tempat suntikan sebelumnya.
d. Jangan dilingkari dengan pulpen/spidol, karena dapat menghalangi
pembacaan hasil. Data-data dicatat di dalam catatan medis.

28
5. Pencatatan data
a. Catat data yang diperlukan pada catatan medis, yaitu berupa tanggal dan jam
dilakukannya penyuntikan, lokasi penyuntikan dan nomer lot PPD.
Interpretasi hasil Uji Tuberkulin
Tabel Hasil Pembacaan Uji Tuberkulin
Pembacaan Indurasi Penafsiran

Negatif 0-4 Tidak ada infeksi


Sedang dalam masa inkubasi
Anergi
Positif meragukan 5-9 Infeksi M.Atipik
BCG
Infeksi TB alamiah
Kesalahan teknis
Positif 10 - 14 Infeksi TB alamiah
BCG
Infeksi M atipik
≥ 15 Sangat mungkin infeksi TB
alamiah

Komplikasi TB paru:
a. Tuberkulosis meningitis (pasa sistem saraf pusat)
b. Tuberkulosis kulit (Skrofuloderma)
c. Tuberkulosis Milier
d. Tuberkulosis kelenjar (kelenjar limfe superficial)
e. Tuberkulosis Pleura (Efusi pleura)
f. Tuberkulosis jantung (pericarditis TB)
g. Tuberkulosis peritonitis (Abdomen)
h. Tuberkulosis ginjal
i. Tuberkulosis tulang/sendi

29
Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu,
keadaan immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB
sebelumnya.Prognosis bisa membaik bila pengobatannya lebih cepat ditangani
dan pengobatannya teratur.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI, 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak.


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta.
2. WHO Indonesia. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Rujukan TingkatPertama di Kabupaten/Kota . Alih bahasa: Tim
Adaptasi Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
3. World Health Organization. 2011. World Global Tuberculosis Control 2011.
GenevaWorld Health Organization.
4. Nastiti N, 2013. Buku Ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta.
5. IDAI, 2014. Current Update on Pediatric Respirology Cases. Jakarta
Pediatric Respiratory Forum. Jakarta.
6. Rudolph M. Abraham, Hoffman E. I. Julian, Rudolph D. Colin.
2006.Buku Ajar Pediatri. Vol.2. Ed ke-20. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
7. Hardiono, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak.Ed.I. 2004. Jakarta: BadanPenerbit IDAI.
8. Setyanto Budi,D., 2008.Buku Ajar Respirologi Anak Ed.1. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.Jakarta
9. WHO Indonesia. 2009. Pelayanan Anak di Rumah Sakit; Pedoman bagi

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta.

Penerbit WHO INdonesia.

10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu

Kesehatan Anak. Jakarta. Penerbit Infomedika.

11. Ditjen PPM dan PL. Depkes RI statistic Kasus HIV/AIDS di Indonesia.

Juni 2006 [serial online], diakses dari URL:

http://www.lp3y.org/content/AIDS/sti.htm

31
12. World health organization. Country office for Indonesia. Dalam pedoman

pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat pertama

kabupaten/kota. Ed.1 bahasa Indonesia; Jakarta: 2009.

13. Robbins, cotran, kumar. Buku ajar patologi. Ed 7. EGC; Jakarta 2007

14. Retnowati E. Pemeriksaan laboratorium infeksi HIV pada anak. Juli 2011.

[serial online], diakses dari URL:

http://mkdujuldes2009.files.wordpress.com/2011/07/dr-endang.pdf

32

Anda mungkin juga menyukai