Anda di halaman 1dari 24

PENDAHULUAN

Bakteri merupakan salah satu makhluk hidup yang jumlahnya banyak disekitar

kita. Bakteri pun berada di mana-mana. Di tempat yang paling dekat dengan kita pun

juga terdapat bakteri contohnya saja tas, buku, pakaian, dan banyak hal lainnya.

Maka dari itu bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup sering terjadi.

Karena banyaknya manusia yang mengabaikan penyakit tersebut karena terkadang

gejala awal yang diberikan biasa saja.1

Banyaknya manusia yang mulai tidak begitu peduli dengan gejala awal

terjangkitnya bakteri salah satunya adalah pada saluran pencernaan. Saluran

pencernaan adalah saluran yang sangat berperan dalam tubuh. Jika saluran

pencernaan terganggu akan cukup mengganggu aktivitas tubuh saat itu. Maka dari

itu, bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup banyak pada saat ini.

Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian kecil

saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organisme atau mikroorganisme yang

menyebabkan penyakit pada organisme lain.2

Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut dengan

patogenesis. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan mekanisme

perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang

memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan

penyakit. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme

hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata

telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat yang memungkinkan

terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam


tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta makanan, dan karena

beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh

manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal

sementara. Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi

tertentu dapat juga menimbulkan penyakit.1,2

Infeksi bakteri pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara

lain, pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia,

sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi

saluran kemih, dan lain-lain. Penanganan demam karena infeksi juga dapat diberikan

antipiretik seperti acetaminophen dan ibuprofen. Tatalaksana infeksi bakteri

memerlukan pengetahuan terhadap bakteri patogen penyebab penyakit, oleh karena

itu dalam memilih antibiotik pada anak diperlukan pertimbangan-pertimbangan

untuk memperhatikan faktor umur serta perkembangan anak. Penanganan infeksi

bakteri secara umum dibagi menjadi 1). Inhibisi sintesis dinding sel seperti, penisilin,

sefalosporin, vankomisin, basitrasin dll; 2). Inhibisi fungsi membran, seperti

amfoterisin B, kolistin dan imidazol; 3). Inhibisi sintesis protein seperti

Aminoglikosida (streptomisin, gentamisin), Makrolid (eritomisin, azitromisin dan

klaritomisin), Klindamisin, Tetrasiklin , Kloramfenikol; dan 4). Inhibisi sintesis asam

nukleat, seperti kuinolon, pirimetamin, rifampin, sulfonamidm trimetroprim dan

trimetreksat.5
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. AR

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir/Usia : 19/06/2012 usia 2 tahun 6 bulan

Tangga Masuk RS : 26/12/2014 pukul 12.00 wita

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Panas

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Panas dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, panas naik

turun, dan turun dengan obat penurun panas, kejang (-), menggigil (-),

perdarahan spontan (-), sakit kepala (-)

- Batuk (-)

- Flu (-)

- Mual (+), muntah (+) >5 kali sehari, muntah berisi makanan, darah (-), sakit

perut (+), nafsu makan menurun sejak sakit

- BAB cair satu kali berampas, warna kuning, tidak berbau, volume sedang,

darah (-), lendir (-), tidak nyeri saat BAB

- BAK biasa, tidak ada keluhan pada saat berkemih, warna urin kuning muda.
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Pasien tidak pernah mengalami panas,

muntah dan diare sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami

sakit yang serupa, DBD (-), malaria (-), batuk

(-), asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-),

DM (-).

Riwayat Sosial-Ekonomi : Menengah keatas

Riwayat Kebiasaan & Lingkungan : Sebelum sakit, anak sering bermain di tanah

dan jarang menggunakan alas kaki saat

bermain diluar rumah

Riwayat Kehamilan & Persalinan : G3P2A0, lahir secara spontan LBK di bantu

bidan di RS, setelah lahir bayi langsung

menangis, BBL = 3,3 kg, PBL = tidak

diketahui, tidak ada masalah sebelum,

selama, dan sesudah kelahiran.

Kemampuan dan Kepandaian bayi : Tengkurap & mengangkat kepala saat usia 4

bulan, anak mulai duduk usia 8 bulan, dan

berjalan usia 15 bulan


Anamnesis Makanan :

- ASI usia 0-9 bulan

- Susu formula usia 9 bulan sampai sekarang

- Bubur saring usia 3 bulan

- Bubur nasi usia 6 bulan

- Nasi dan lauk pauk usia 12 bulan

Riwayat Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Kompos Mentis

Berat Badan : 14 kg

Tinggi Badan : 97 cm

Status Gizi : Z Score (-1) (0) SD  Gizi baik

TANDA VITAL

Denyut Nadi : 136 kali/menit

Suhu : 38,9oC

Respirasi : 44 kali/menit

Tekanan Darah: 90/60 mmHg

KULIT

Efloresens (-), ekimosis (-), petechiae (-), RLT (-)


KEPALA :

 Normocephal (+), ubun-ubun menutup (+), udem pada

wajah (+)

 Mata : palpebra udem (-), cekung (-), konjungtiva

anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), gerakan bola mata normal,

refleks cahaya (+/+)

 Hidung : Sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-)

 Telinga : Sekret (-/-)

 Mulut : bibir tidak tampak sianosis, bibir kering (-),

lidah kotor (-), gusi normal, tonsil T1/T1 hiperemis (-)

LEHER : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar

tiroid (-)

PARU

 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral,

retraksi intercosta (-)

 Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri

 Perkusi : sonor pada semua lapang paru

 Auskultasi : Bronkovesikuler +/+,Rhongki -/-,Wheezing -/-

JANTUNG

 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

 Palpasi : ictus cordis teraba pada interkosta V linea

midklavikula sinistra
 Perkusi : batas jantung atas teraba di sela interkosta II

linea parasternal sinistra; batas jantung kanan pada sela

interkosta IV linea midklavikula dekstra; batas jantung kiri

pada sela interkosta V linea midklavikula sinistra

 Auskultasi : bunyi jantung I & II murni reguler, bissing (-)

ABDOMEN

 Inspeksi : perut datar (+) , distensi (-), massa (-)

 Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal

 Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen

 Palpasi : nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)

Genitalia : Normal

Anggota gerak

 Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-/-)

 Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-/-)

Tulang belakang : tidak ada kelainan

Otot-otot : eutrofi, kekuatan otot =5

Refleks : Refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)


Pemeriksaan Laboratorium :

a. Pemeriksaan Darah Lengkap

WHOLE BLOOD Hasil Rujukan Satuan


Hemoglobin 13,0 12-14 g/dl
RBC 4,57 4,10-5,50 106/mm3
MCV 85 80-100 µm3
MCH 27,0 27,0-32,0 Pg
MCHC 33,7 32,0-36,0 g/dL
HCT 34,5 36- 44 %
PLT 341 200-400 103/mm3
WBC 19,9 4-10 103/mm3
Neutrofil - 2,0-7,7 %
Limfosit 1,7 1,0-4,0 %
Monosit 1,9 0,2-1,0 %
Eosinofil - 0,0-0,5 %
Basofil 0,1 0,0-0,2 %

RESUME

 Anak laki-laki usia 2 tahun 6 bulan masuk RS dengan keluhan panas

 Panas dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, panas naik

turun, dan turun dengan obat penurun panas

 Mual (+), muntah (+) >5 kali sehari, muntah berisi makanan, sakit perut (+),

nafsu makan menurun sejak sakit

 BAB cair satu kali berampas, warna kuning, tidak berbau, volume sedang,

tidak nyeri saat BAB

 Dari hasil pemeriksaan tanda vital diperoleh denyut nadi 136 kali/menit, suhu

38,9oC, respirasi 44 kali/menit, dan tekanan darah: 90/60 mmHg.

 Pada pemeriksaan fisik thorax, jantung dan abdomen, genitalia tidak

diperoleh kelainan.
 Hasil pemeriksaan darah rutin diperoleh leukositosis yakni 19,9.103/mm3

DIAGNOSIS KERJA : BACTERIAL INFECTION

TERAPI :

 IVFD Ringer Laktat 20 gtt/m

 Injeksi ceftriaxon 2 x 600 mg

 Injeksi dexametason 3 x 2,5 mg

 Imunos plus 1 x 1 Cth

 Sanmol 3 x 1 Cth

 Domperidon 3 x ½ Cth

ANJURAN PEMERIKSAAN :

- Feses rutin & kultur feses

- Kultur darah

FOLLOW UP

Tanggal : 27 November 2014

Subjek (S) : Panas (-), BAB cair 2 x, warna kuning, tidak berbau, lendir

(+), ampas (+), darah (-), nafsu makan membaik, muntah 1 x

berisi obat

Objek (O) :

o Denyut Nadi : 100 kali/menit


o Respirasi : 32 kali/menit

o Suhu : 36,80 C

o Tekanan darah : 100/70 mmHg

o Keadaan umum baik, bibir kering, konjungtiva tidak anemis,

o Abdomen : perut cembung (+), distensi (-), bunyi peristaltik usus (+)

kesan normal, suara abdomen ialah timpano, nyeri tekan abdomen (-),

organomegali (-)

Assesment (A) : Bacterial infection

Plan (P) :

- IVFD dextrose 5% 15 tpm

- Injeksi ceftriaxon 2 x 600 mg

- Injeksi dexametason 3 x 2,5 mg

- Sanmol 3 x 1 Cth (jika panas)

- Domperidon 3 x ½ Cth (jika muntah)

Tanggal : 28 November 2014

Subjek (S) : Panas (-), BAB cair 1x, warna kuning, tidak berbau, lendir

(-), ampas (+), darah (-), nafsu makan membaik, muntah (-)

Objek (O) :

o Denyut Nadi : 112 kali/menit

o Respirasi : 36 kali/menit

o Suhu : 370 C

o Tekanan darah : 100/70 mmHg


o Keadaan umum baik, bibir kering (-), konjungtiva tidak anemis,

o Abdomen : perut cembung (+), distensi (-), bunyi peristaltik usus (+)

kesan normal, suara abdomen ialah timpani, nyeri tekan abdomen (-),

organomegali (-)

Assesment (A) : Bacterial infection

Plan (P) :

- IVFD dextrose 5% 15 tpm

- Injeksi ceftriaxon 2 x 600 mg

- Injeksi dexametason 3 x 2,5 mg

- Sanmol 3 x 1 Cth (jika panas)

- Domperidon 3 x ½ Cth (jika muntah)

Pasien Pulang Atas Permintaan Keluarga


DISKUSI

Pada kasus ini pasien di diagnosis sebagai Bacterial Infection,diagnosis ini

ditegakkan karena anak mengalami demam dengan suhu 38,9 oC dan terjadi

peningkatan kadar leukosit (leukositosis). Demam dapat disebabkan oleh infeksi dan

non infeksi, untuk demam karena infeksi dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,

jamur ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam

pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis,

tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakteri gastroenteritis, meningitis, ensefalitis,

selulitis, otitis media, isk dll.3

Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau

adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada

infeksi terjadi akibat mikro organisme merangsang makrofag atau PMN membentuk

PE (faktor pirogen endognik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumor necrosis factor), dan

IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim

cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin lah yang meningkatkan set

point hipotalamus. Kemampuan anak untuk bereaksi terhadap infeksi dengan

timbulnya manifestasi klinis demam sangat tergantung pada umur. Semakin muda

usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah set point dan memproduksi

panas. Bayi kecil sering terkena infeksi berat tanpa disertai dengan gejala demam.

(ismoedijanto, 20113 lain halnya dengan pasien pada kasus ini.3


Adapun klasifikasi demam berdasarkan suhu tubuh adalah sbb :4
Penanganan demam secara umum ialah mengusahakan agar anak tidur atau

istirahat agar metabolismenya menurun. Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak

meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas,

memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga

demam turun. Jangan menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat

turun mendadak. Ventilasi / regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Buka

pakaian/selimut yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh

darah perifer dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging).

Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi

vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat

mekanisme evaporasi maupun radiasi. Pada hipertermi, pendinginan permukaan kulit

(surfacecooling) dapat membantu. Tindakan simtomatik yang lain ialah dengan

pemberian obat demam. Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-

point di otak dan membuat pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran

panas ditingkatkan. Obat yang sederhana adalah asam salisilat dan derivatnya.
Rentang daya kerja obat ini cukup panjang, aman untuk dikonsumsi umum. Beberapa

golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun tidak

menyebabkan hipotermi bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal,

ibuprofen. Obat lain adalah obat yang bersifat antipiretik pada dosis rendah dan

menimbulkan hipotermi pada dosis tinggi seperti metamizol dan obat yang dapat

menekan pusat suhu secara langsung (chlorpromazine), mengurangi menggigil

namun dapat menyebabkan hipotermi dan hipotensi.3

Secara umum patogenesis bakteri adalah bakteri masuk ke tubuh inang

melalui bermacam-macam cara, antara lain saluran pernafasan, saluran pencernaan,

rongga mulut, kuku, dll. Pada pasien ini, diperoleh bahwa pasien mengalami BAB

dengan konsistensi cair dan berampas. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang

menyerang anak pada kasus masuk melalui saluran pencernaan.1

Setelah bakteri tersebut masuk melalui saluran pencernaan kemudian terjadi

proses adhesi-kolonisasi. Pada proses ini bakteri menempel pada permukaan sel

inang, perlekatan bakteri terjadi pada sel epitel. Pada proses ini, perlekatan bakteri ke

sel permukaan sel inang memerlukan protein adhesin. Adhesin dibagi menjadi dua,

yaitu fimbrial dan afimbrial. Adhesi fimbrial bertindak sebagai ligan dan berikatan

dengan reseptor yang terdapat pada permukaan sel host. Fili sering dikenal sebagai

antigen kolonisasi kerena peranannya sebagai alat penempelan pada sel lain. Toksin

yang dikeluarkan dari bakteri menyebabkan pengaruh negative terhadap sel iang

dengan cara mengubah metabolisme normal inang tersebut. Setelah proses adhesi-

kolonisasi, bakteri mengalami proses invasi. Invasi merupakan proses bakteri masuk

ke dalam sel inang dan menyebar ke seluruh tubuh, proses ini merupakan akses yang

lebih dalam dari bakteri. Setelah invasi mikroba mampu bertahan hidup dan
berkembang biak dalam sel inang. Dalam mempertahankan hidup bakteri harus

dapat bersaing untuk mendapat nutrisi. Setelah itu dapat mengakibatkan rusaknya

jaringan dan organ-organ tubuh.2

Ada beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen berbahaya

di lingkungannya, yaitu :5

- Innate Immunity

Merupakan mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik yang mencegah

masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah

terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa komponennya yaitu

1. Pemusnahan bakteri intraseluler oleh sel PMN dan makrofag

2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif

3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi


4. Protein fase akut : CRP yang mengikat mikroorganisme, selanjutnya

terjadi aktivasi komplemen melalui jalur klasik yang menyebabkan

lisis mikroorganisme

5. Produksi interferon alfa oleh leukosit dan interferon beta oleh

fibroblast

6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraseluler oleh sel NK

- Imunitas Spesifik Didapat

1. Imunitas humoral  produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B

2. Cell mediated immunity

Bakteri patogen mempunyai kemampuan memproduksi toksin yg berfungsi

sebagai alat utk merusak sel inang dan mendapatkan nutrisi yang diperlukan dari sel

inangnya. Secara umum dapat dibedakan 2 macam berdasarkan proses pembentukan

toksin oleh bakteri yaitu eksotoksin dan endotoksin.1,2

Eksotoksin Endotoksin
1. Diproduksi oleh sel bakteri hidup, Diproduksi oleh sel bakteri yang telah mati
konsentrasinya tinggi dlm media cair
2. Tersusun atas molekul polipeptida, Tersusun atas lipopolisakarida kompleks,
dimana gugus lemak mrpk penentu tingkat
toksisitasnya
3. Relatif tidak stabil pada pemanasan; Masih stabil pd 600C selama 2 jam tanpa
rusak pd >600C, toksin akan kehilangan mengubah daya toksisitasnya
daya toksisitasnya
4. Bersifat antigenik; mampu Tidak bersifat antigenik, tidak mampu
menstimulasi membentukan antibodi. menstimulasi pembentukan antitoksin.
Mampu merangsang pembentukan Hanya mampu membentuk antibodi terhadap
antitoksin gugus polisakaridanya
5. Bisa dibuat toksoid dgn. Penambahan Tidak dapat dibuat toksoid
formalin, asam, pemanasan dll.
6. Mempunyai sifat toksisitas tinggi, fatal Lebih ringan, pd dosis tinggi fatal
pd hewan coba pd dosis yg sangat kecil Diperlukan dosis tinggi untuk dapat
Dosis rendah sdh mampu menimbulkan menimbulkan gejala
gejala
7. Tidak menimbulkan demam pd inang Menimbulkan demam pd inang

Selain terjadi BAB dengan konsistensi cair, pasien pada kasus ini juga

mengalami muntah-muntah, hal ini dapat terjadi karena toksin yang dihasilkan oleh

bakteri enterotoksin. Enterotoksin adalah eksotoksin yang aktivitasnya

mempengaruhi usus halus, sehingga umumnya menyebabkan cairan secara

berlebihan ke rongga usus, menyebabkan diare dan muntah – muntah. Enterotoksin

diproduksi oleh berbagai macam bakteri, termasuk orgnisme termasuk keracunan

makanan seperti Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Salmonella enteriditis, dan

Vibrio cholera disebut enterotoksin karena menyebabkan gastroenteritis.1,2

Sebelum kita menegakkan diagnosis bacterial infection terlebih dahulu harus

terpenuhi pemeriksaan biomarker infeksi untuk mendiagnosis banding terhadap

penyakit non infeksi. Biomarker infeksi adalah :5,6

- Pemeriksaan Biakan

 Kultur Darah  Bahan pemeriksaan berupa darah

 Kultur Urin  dapat berupa urin midstream, urin melalui kateter atau

pungsi suprapubik

 Kultur Feses  Dari biakan feses biasanya didapatkan bakteri

patogen seperti Salmonela, Shigela, Yersinia enterocolitica

Clostridium defficile, dll


 Nasofaring swab dan kulit  bakteri yang sering ditemukan pada

biakan bakteri patogen seperti Corynebacterium diphtheriae,

Bordetella pertusis, dll.

- Leukosit

Leukosit merupakan salah satu sel dalam sistem imun yang berperan dalam

melawan infeksi dan material asing lainnya. Nilai normalnya adalah 4.000-

11.000 sel/L. Leukositosis adalah peningkatan jumlah leukosit diatas normal.

Leukositosis (dengan sebagian besar neutrofil) dapat dijumpai pada keadaan

inflamasi non-spesific seperti pada infeksi, trauma, neoplasma, myocard

infaction, dan lainnya. Leukositosis yang disertai bacteremia hanya dijumpai

pada 60% kasus.

- Presipitasi

Uji presipitasi lebih sulit dan sensitivitasnya rendah. Prinsip uji ini adalah

terbentuknya presipitat akibat gabungan antigen antibodi. Cara ini dapat

dipakai untuk mendeteksi Haemophilus influenzae tipe B, Strepstococcus,

Enterotoksin E.Coli (ETEC), dll

- CRP

C-Reactive Protein (CRP) merupakan protein fase akut. CRP dihasilkan oleh

sel hepatosit akibat rangsangan sitokin anti-inflamasi ketika terjadi proses

inflamasi. CRP meningkat setelah 4-6 jam, nilainya menjadi dua kali lipat

setelah 8 jam dan mencapai puncaknya pada 36-50 jam dengan waktu paruh

19 jam.

Adapun beberapa keadaan yang dapat meningkatkan kadar CRP adalah :


Adapun kadar CRP dan kondisi yang menyertainya adalah :

- Procalcitonin

PCT dihasilkan oleh sel monosit yang berlekatan dengan jaringan dan tidak

dihasilkan dari monosit yang bersirkulasi. PCT bermanfaat sebagai

kemotaktik terhadap sel monosit lainnya. PCT terstimulasi terutama oleh

bakreri endotoksin. Peningkatan terjadi 2-4 jam, mencapai puncak 8-24 jam

dan nilainya menetap selama proses inflamasi.


Procalcitonin >2 (ng/mL) merupakan indikasi kuat adanya sepsis. Infeksi

bakteri gram negatif memberikan hasil PCT yang lebih tinggi daripada gram positif.

PCT kadarnya rendah akibat infeksi virus.

Pada kasus ini indikator atau biomarker yang dipakai sebagai penunjang

diagnosis bacterial infection adalah kadar leukosit dalam darah, dimana pada kasus

ini terdapat leukositosis sebesar 19,9.103/mm3.

Penanganan infeksi bakteri secara umum dibagi menjadi :5

 Inhibisi sintesis dinding sel  dinding sel bakteri menjadi lisis

Contoh obat : penisilin, sefalosporin, vankomisin, basitrasin dll

 Inhibisi fungsi membran sel  kerusakan atau kematian sel

Contoh obat : amfoterisin B, kolistin dan imidazol serta triazol

 Inhibisi sintesis protein  membunuh bakteri

Contoh obat : Aminoglikosida (streptomisin, gentamisin), Makrolid

(eritomisin, azitromisin dan klaritomisin), Klindamisin, Tetrasiklin ,

Kloramfenikol
 Inhibisi sintesis asam nukleat  hambat sintesis RNA dan DNA

bakteri

Contoh obat : kuinolon, pirimetamin, rifampin, sulfonamidm

trimetroprim dan trimetreksat.

Jenis antibiotika untuk anak yang perlu mendapat perhatian :5

1. Fluorokuinolon

Pemakaian fluorokuinolon secara umum merupakan kontraindikasi untuk

anak <18 tahun karena menyebabkan kerusakan tulang rawan (artropati)

pada hewan percobaan. Tetapi tidak terbukti pada manusia. Maka,

direkomendasikan bahwa kuinolon dapat digunakan pada anak apabila

 Tidak ada obat lain yang sensitif terhadap kuman penyebab

 Pasien yang multiresistant

2. Tetrasiklin

Pemakaian tetrasiklin pada anak telah dibatasi oleh karena dapat

menyebabkan warna gigi permanen kecoklatan apabila diberikan pada

anak berumur <8 tahun, sebagai akibat gangguan pembentukan

(hipoplasia) dentin dan email gigi.

Pada infeksi bila hasil laboratorium menunjukkan adanya tanda infeksi

(leukosit darah <5.000 atau >15.000, hitung neutrofil darah>1500, leukosit urin di

atas 10/lpb, leukosit tinja >5/lpb), anak segera masuk RS dan langsung mendapatkan

pengobatan antimikrobial secara empirik. Pada kelompok yang tidak memenuhi

kriteria ini, maka ada 2 pilihan yaitu, melakukan kultur urin, kultur darah, kultur

cairan serebro spinalis. Berikan ceftriaxon dan diminta kontrol kembali setelah 24

jam setelah melakukan kultur urin dan observasi terlebih dulu. Pada anak dengan
usia kurang dari 28 hari, pendekatan sebaiknya lebih agresif dengan langsung

memasukan ke RS untuk mendapatkan terapi antimikrobial secara empirik. Pada

kelompok usia 3- 36 bulan, risiko adanya bakteriemia pada anak dengan demam

sekitar 3-11%. Bakteriemia tidak terjadi pada kelompok ini bila leukosit <15.000

dengan suhu >39OC, sedang kemungkinan bakteriemia akan 5 kali lipat bila lekosit

>15.000. Pada kelompok ini langsung dilakukan kultur darah dan pemberian

ceftriaxon. Pada kelompok anak di atas 36 bulan, pengobatan bisa dilakukan secara

etiologik, dengan memperhatikan adanya kegawatan.3

Berdasarkan teori diatas, maka pasien masuk kategori usia yang

kemungkinan bakteremia 5 kali lipat, sehingga seharusnya pada pasien ini dilakukan

kultur darah dan pemberian ceftriaxon. Dosis ceftriaxon yang diberikan adalah 2 x

600 mg/IV.

Prognosis pasien pada pasien ini adalah dubia dikarenakan pasien menjalani

perawatan hanya 2 hari, dan`walaupun demam pada kasus ini sudah turun dan tidak

muntah, namun BAB pada anak ini masih berampas dan cair.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2010. Mikrobiologi Kedokteran : Edisi 23. Jakarta

: EGC

2. Gupte, Statish. 2008. Mikrobiologi Dasar : Edisi 3. Jakarta : Bina Rupa Aksara

3. Ismoedijanto. 2010. Demam Pada Anak. Jakarta : Jurnal Sari Pediatri, Vol. 2,
No. 2, Agustus 2000: 103 – 108

4. Bannister, B., Gillespie, S., Jones, J., 2009, Infection Microbiology and

Management: Third Edition, USA: Blackwell Publishing

5. Suryawan, A, 2014, Continuing Education Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak, IDAI, Jawa Timur

6. Hsaiao, M., Barker, D., 2013, Fever In The New Millenium: A Review of

Recent Sudy of Marker of Serious Bacteri al Infection In Fever Children: USA,

Journal of Current Opinion on Peadiatri Volume.17.56-61

Anda mungkin juga menyukai