Anda di halaman 1dari 12

Tugas Resume

SPGDT

untuk memenihi tugas keperawatan gawat darurat dengan dosen pengampu


Kuzzairi,S.Kep,Ns MH.,M.Kes

Disusun oleh :

Oktania Agus Riani

2B/18.062

Politeknik Negeri Madura


Jurusan Kesehatan
Program D3 keperawatan
2019/2020
1. Pengertian

SPGDT adalah sostem penanggulangan pasien gawat darurat terdiri dari Pra RS, RS, dan antar
RS. Berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is lifi and limb saving yang
melibatkan masyarakat umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan
komunikasi.
Menurut Depkes tahun 2006 dalam buku pedoman PPGD menyatakan sistem Penanggulangan
Gawat Terpadu adalah sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan
didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan
pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana maupun sehari - hari.
pelayanan medis sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu pelayanan pra RS, RS dan antar RS dan
memiliki 8
komponen yaitu :
a. Komponen/ Fase Deteksi
b. Komponen/ Fase Supresi
c. Komponen/ Fase Pra Rumah Sakit
d. Komponen / Fase Rumah Sakit
e. Komponen/Fase Rehabilitasi
f. Komponen Penanggulangan Bencana
g. Komponen Evaluasi/”Quality Control”
h. Komponen Dana

Unsur – unsur yang terlibat spgdt:

 Pelayanan oleh masyarakat umum dan khusus

 Petugas medis

 Pelayanan ambulan gadar

 Sistem komunikasi baik dalam keadaan sehari-hari maupun bencana.

Hakekat spgdt

 Kekuatan rantai ditentukan oleh mata rantai yang paling lemah.

 Pembinaan SPGDT harus dilakukan menyeluruh.

 Masyarakat aman sehat, masyarakat siaga, desa siaga, keluarga siaga, pemuda-pemudi siaga.

Pembinaan spgdt

 Harus menyeluruh sehingga tercipta :

 Masyarakat sehat

 Masyarakat siaga

 Desa siaga

 Keluarga siaga
 Pemuda pemudi siaga.

Pelayanan ambulan gadar

Menyelenggarakan kegiatan pelayanan terpadu dalam satu koordinasi dengan memperdayakan


ambulans milik puskesmas, milik klinik, milik rumah bersalin, rumah sakit maupun institusi non
kesehatan seperti PT jasa marga, jasa raharja, parpol, desa dan polisi

Spgdt-s

Rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yan saling terkait yang dilaksanakan ditingkat pra RS, di
RS, antar RS dan terjalin dalam suatu sistem.

Tujuan

 Korban / pasien tetap hidup

Rangkaian kegiatan

Pra RS

 Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat

 Penderita gadar dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gadar untuk


mendapatkan pertolongan medik

 Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam


khusus (satpam, pramuka, polisi dll)

 Pengangkutan penderita gadar untuk pertolongan lanjutan dari tempat


kejadian ke rs (sistem pelayanan ambulan)

 Dalam RS

 Pertolongan di unit gawat darurat rs

 Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)

 Pertolongan di ICU/ICCU

 Antar RS

 Rujukan ke RS lain (jika diperlukan)

 Organisasi dan komunikasi

Spgdt-bencana

Merupakan bentuk eskalasi dari SPGDT-S

Kerjasama antar unit pelayanan pra rs dan rs dalam bentuk pelayanan gadar terpadu sebagai
khususnya pada terjadinya korban massal yang memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan
pelayanan sehari-hari.

 Tujuan
 Menyelamatkan korban sebanyak-banyaknya.

 Badan penanggulangan bencana

 BNPB (badan nasional penanggulangan bencana)

 BPBD(badan penanggulangan bencana daerah)

 Basarnas

2. Tujuan Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu

SPGDT bertujuan untuk tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan

terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. Upaya pelayanan
kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus
dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin
terjadi.

Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi :


a. Penanggulangan penderita ditempat kejadian
b. Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke sarana
kesehatan yang lebih memadai
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan
penanggulangan penderita gawat darurat
d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli.
e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat ditempat rujukan
(unit gawat darurat dan ICU).
f. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat

3. Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu


A. Fase Deteksi
Fase ini dapat dideteksi dimana sering terjadi kecelakaan seperti Kecelakaan Lalu Lintas (KLL), derah
bekerja di pabrik yang berbahaya, tempat olahraga/main anak sekolah yang tidak memenuhi
syarat, di daerah mana sering terjadi tindak criminal, gedung umum mana rawan terjadi
rubuh/konstruksi tidak sesuai dengan kondisi tanah, daerah mana rawan terjadi gempa.

B. Fase Supresi
Kalau kita dapat mendeteksi apa yang menyebabkan kecelakaan atau diamana dapat terjadi
bencana/korban maka kita dapat melakukan supresi :
a. Perbaikan konstruksi jalan (Engineering)
b. Pengetahuan peraturan lalu lintas (Enforcement)
c. Perbaikan kualitas helm
d. Pengetahuan undang - undang lalu lintas
e. Pengetahuan peraturan keselamatan kerja
f. Pengetatan peraturan keselamatan kerja
g. Peningkatan patrol keamanan
h. Membuat “Disaster Mapping”

C. Sistem Pelayanan Medik Pra Rumah Sakit


1) Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang Awam dan Petugas Kesehatan (Sub -
Sistem Ketenagaan)
Pada umumnya yang pertama menemukan penderita gawat darurat ditempat musibah adalah
masyarakat yang dikenal dengan istilah orang awam. Oleh karena itu, sangatlah bermanfaat sekali
bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan dalam penanggulangan penderita
gawat darurat.

a. Klasifikasi orang awam


Ditinjau dari segi peranan dalam masyarakat orang awam dibagi 2 (dua) golongan :
1. Golongan awam biasa antara lain seperti, guru, pelajar,
ibu rumah tangga, petugas hotel dan lain - lain.
2. Golongan awam khusus antara lain :
a) Anggota polisi
b) Petugas Dinas Pemadam Kebakaran
c) Satpam/hansip
d) Petugas DLLAJR
e) Petugas SAR (Search and Rescue)
f) Anggota pramuka (PMR)
Kemampuan penanggulangan penderita gawat darurat
(Basic LifeSupport) yang harus dimiliki oleh orang awam
adalah:
a) Cara meminta pertolongan
b) Resusitasi kardiopulmoner sederhana
c) Cara menghentikan perdarahan
d) Cara memasang balut/bidai
e) Cara transportasi penderita gawat darurat
f) Tenaga perawat/ paramedic

2) Upaya Pelayanan Transportasi Penderita Gawat Darurat ( sub –system Transportasi)


AGD 118, Basic Trauma And Cardiac Life Support menguraikan bahwa tujuan transportasi adalah
memindahkan menderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana
kesehatan yang memadai. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi penderita gawat darurat
adalah :
1. Sebelum diangkat
a) Gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi
b) Perdarahan telah dihentikan
c) Luka-luka telah ditutup
d) Patah tulang telah difiksasi
2. Selama perjalanan, harus dimonitor kesadaran, pernapasan, tekanan darah, denyut nadi dan keadaan
luka
3. Ambulans gawat darurat harus mencapai tempat kejadian 6 -8 menit supaya dapat mencegah
kematian karena sumbatan jalan napas, henti napas, henti jantung, dan perdarahan
massif.
3) Upaya Pelayanan Komunikasi Medik untuk Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (Sub -
Sistem Komunikasi)Pada dasarnya pelayanan komunikasi di sektor kesehatan terdiri dari:
a. Komunikasi Kesehatan Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di
bidang administratif.
b. Komunikasi Medis Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di
bidang teknis - medis.
D. Fase Rumah Sakit
Di Indonesia terdapat sekitar 982 Rumah Sakit dengan UGD nya dengan kualitas yang bebeda - beda
dan tidak ada kerjasama/koordinasi dalam penanggulanagn pendderita gawat darurat maupun
penanggulangan bencana. Di suatu daerah sebaiknya kerja sama antar rumah sakit dilakukan dengan
”Regionalisasi”, seperti urban, Trauma Center Level I sebaiknya hanya satu dan biasanya adalah
“Teaching Hospital”dimana ada pendidikan specialis yang merupakan Recidency. Service
dan juga mempunyai tanggung jawab.

1) Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat


Rumah Sakit (Sub - Sistem Pelayanan Gawat Darurat)
Seringkali Puskesmas berperan sebagai pos terdepan dalam menanggulangi penderita sebelum
memperoleh penanganan yang memadai di rumah sakit. Oleh karena itu Puskesmas dalam wilayah
tertentu harus buka selama 24 jam dan mampu dalam melakukan hal- hal dibawah ini :

a. Melakukan resusitasi dan “life support”


b. Melakukan rujukan penderita-penderita gawat darurat sesuai
dengan kemampuan
c. Menampung dan menanggulangi korban bencana
d. Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah
sakit rujukan
e. Menanggulangi “false emergency” baik medical dan surgical
(bedah minor)
Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan laboratorium untuk menunjang diagnostic. Seperti :
Hb, Ht, leukosit, urine dan gula darah. Tenaga yang harus dimiliki adalah : 1 dokter umum
dan paramedis (2 - 3 orang paramedis yang sudah mendapatkan pendidikan tertentu dalam PPGD).
Rumah sakit merupakan terakhir dalam menanggulangi penderita gawat darurat. Oleh karena itu
fasilitas rumah sakit, dilengkapi sedemikian rupa sehingga mampu menanggulangi
penderita gawat darurat (“to save life and limd”).Unit gawat darurat merupakan salah satu unit
dirumah sakityang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan
merupakan bagian dari rangkaian upaya penanggulangan penderita gawat darurat yang perlu
diorganisir.
Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga
memadai sampai peralatan canggih, karena dengan demikian akan terjadi peghamburan dana dan
sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus
memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu :
a. Sistem rujukan penderita gawat darurat.
b. Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat darurat
Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut, maka kategorisasi (akreditasi) unit gawat darurat
tidak selalu sesuai dengan kelas rumah sakit yang bersasngkutan. Rumah sakit tertentu dapat
mengembangkan unit gawat darurat dengan kategorisasi yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kelas
rumah sakit tersebut.

2) Unit Pelayanan Intensif / ICU


ICU adalah ruang rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola
pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa.
E. Fase Rehabilitasi
Semua penderita yang cedera akibat kecelakaan maupun bencana
harus dilakukan rehabilitasi secara mental maupun fisik sehingga
mereka dapat kemabli berfungsi di dalam kehidupan masyarakat.
F. SPGDT dalam Penanggulangan Bencana
Dalam penanggulangan bencana ada beberapa prinsip yang harus disepakati :
a. Penanggulangan bencana adalah eskalasi penanggulangan gawat darurat sehari – hari.
b. Penanggulangan bencana tidak akan berhasil kalau penanggulangan gawat darurat sehari - hari
buruk.
c. Bencana dapat terjadi di daerah “Urban” atau daerah “Rural”
Bencana dapat terjadi :
a. Di rumah sakitnya sendiri
a. Korban bencana di bawa ke UGD/RS
b. Bencana dalam kota (Urban)
c. Bencana di luar (Rural)
d. Bencana di luar pulau (Regional)
e. Bencana Nasional
f. Bencana Huru - hara/Perang
Untuk daerah “Rural” tau diluar pulau maka sebaiknya didatangkan bantuan dari daerah “Urban”
jika :
1. Tingkat Penanggulangan gawat darurat sehari - hari di bawah standar nasional (Ada/tidaknya
spesialis Empat Besar/Ahli Bedah)
2. Jumlah korban melebihi kemampuan petugas/ahli bedah
3. Bantuan yang didatangkan adalah dengan memindahkan sarana:
a. PRA RS (AGD 118)
AGD 188 dalam keadaan bencana dapat berfungsi sebagai
a) Pengganti Puskesmas
b) Kamar operasi bedah minor
b. Unit AGD 118 dapat berfungsi sebagi RS lapangan
a) RS (UGD, Kamar Operasi, ICU, Farmasi, Rontgen,Laboratorium, Dapaur, Satpam, dll)

Sistem SPGDT Pra Rumah Sakit( Pre Hospital Emergency Medical Servise) merupakan suatu
pendekatan yang sistematik untuk membawa penderita GD ke suatu tempat penanganan yang definitf.
Konsep AGD 118 adalah mendekatkan sarana GD ke penderita dan bukan penderita ke sarana GD.
Dalam SPGDT pada fase pra rumah sakit ini juga termasuk pendiidkan, pelatihan dan pemberian
sertifikat bagi personil yang terlibat dalam sistem.Konsep utama SPGDT pra RS difokuskan pada
kerangkawaktu penanggulangan pra RS yang dikenal sebagai “RESPONSE TIME”(waktu tanggap).
SPGDT Pra RS dibagi dalam beberapa sub - sistem:
a. Akses
b. Komunikasi
c. Penanggulangan di temapt kejadian
a) Ekstrikasi
b) Resusitasi
c) Stabilitasi
d. Transportasi yang cepat ke Rumah Sakit yang sesuai
e. Pembentukan triase dan RS lapangan bila terjadi “Mass Casualties: bencana atau peperangan
f. Pengaturan Personil
g. Pendidikan dan “Quality Improvement” (Gugus Kendali Mutu,GKM)
h. Orgasnisasi dan Kelembagaan

4. Faktor yang Mempengaruhi SPGDT


Ada beberapa hal yang mempengaruhi SPGDT pada penanggulangan bencana
di Rumah Sakit, yaitu:
1. Akses
a. Telepon 118 untuk pertolongan GD Medik .
b. Telepon 110 dan 113 untuk pertolongan kepolisian dan kebakaran.
2. Komunikasi
a. Masyarakat (minta tolong) ke system/akses
b. Komunikasi antar lembaga/unit dalam SPGDT
a) “Alarm Center” yang bertugas sebagai pusat komunikasi operasional SPGDT
b) Mempunyai kemampuan secara local, nasional maupun internasional
c) Design dari alarm center
d) Jenis alat komunikasi berupa radio, telpon, internet, dll
e) Bahasa menggunakan “Ten Code”
f) Bila terjadi bencana dibentuk : Outsid Command dan Onsite Command
Kedua sistem komando ini mempunyai komunikasi dengan frekuensi
yang berbeda tetapi terkoordinasi
3. Penaggulangan di Tempat Kejadian

A. Awam/Awam Khusus
Penderita umumnya ditemukan oleh orang terdekat dapat dikategorikan ebagai awam (guru
sekolah, orang tua, supir sekretaris dll) atau awam khusus (petugas pemadam kebakaran,
pramuka, polisi, satpam dll) Kemampuan awam dan awam khusus
dalam hal :
a. Cara meminta tolong
b. Bantuan Hidup Dasar (BLS)
c. Mengkontrol pendarahan
d. Memasang pembalut dan bidai
e. Transportasi
B. Paramedik
keberhasilan Paramedik AGD 118 sangat ditentukan oleh waktu tanggap (Response
Time).Penanggulangan terdiri atas assessment, bresusitasi, ekstrikasi, stabilisasi. Keempat komponen
penanggulangan ini dilakukan secara simultan dengan prioritas ABC dengan selalu memperhatikan
tulang belakang.
4. Transportasi
 Prinsip transportasi pra RS ialah untuk mengangkut penderita GD dengan cepat dan aman ke
RS/sarana yang sesuai, tercepat danterdekat.
 Kendaraan ambulan darat/khusus dapat difungsikan sebagia ambulan RS lapangan dan triase
lapangan pada keadaan korbanmasal atau bencana.
 Ambulan sepeda motor:
 Merupakan kedaran khusus bagi paramedic penolong yang menuju
ke lokasi penderita GD mendahului roda empat. Ambulan sepeda
motor ini harus dilengkapi perlatan resusitasi dan
tabilisasiyang“Portable”sesuai kemampuan/daya angkut sepeda
motor.
 Puskesmas keliling dapat ditingkatkan menjadi ambulan untuk
pelayanan AGD 118.
5. Personil

Jenis personil yang diikutsertakan adalah:


A. Dokter
B. Paramedik Tingkat I, II, III
C. Universitas
D. Perawat
E. Non Medik: Administrator, mekanik, pekarya dll.Paramedik Merupakan personil mutlak harus
mempunyai keterampilan dalam penanggulangan penderita GD pra RS (dan kadang-kadang di UGD
6. Organisasi
Biasanya diperlukan waktu lebih dari 30 menit pada fase pra RS sebelum tiba di UGD untuk
tindakan pertolongan selanjutnya. Karena itu dibuthkan organisasi yang baik di semua tingkat.
Organsasi harus menjamin kesiapan pelayanan 24 jam perhari secra terus - menerus.Penilaian
orgasnisasi yang baik dilihat dari waktu tanggap yang baik. AGD 118 di beberapa daerah mempunyai
orgasnisasi yangbervariasi misalnya :
A. Yogyakarta : Dikoordinasi oleh PERSI cabang Yogyakarta dengan “Alarm Center” berpusat di
PMI cabang Yogyakarta.
B. Ujung Pandang : Dikoordinasi oleh RS Islam
C. Surabaya : Dikoordinasi oleh RS Dr. Soetomo
D. Jakarta :merupakan yayasan AGD 118 langsung di bawah
koordinasi IKABI Pusat Yayasan AGD 118 merupakan organisasi Tingkat Nasional yang
mempunyai fungsi standard yang harus diikuti oleh daerah namun diadaptasi sesuai dengan
kondisi setempat. Standard ini juga mencakup struktur
organisasi penataan personil, kurikulum pendidikan, standarisasi peralatan (medic dan non - medik),
logo, seragam, “badge” dll.

7. Pendidikan dan Quality I mprovement

Lembaga dari Pendidikan AGD adalah untuk:


A. Mendidik petugas paramedic dari lulusan SPK/AKPER untuk menjadi paramedic. Lama
pendidikan 2 - 3 tahun (120-300 jam ditambah magang).
B. Mendidik perawat di bidang P3K, resusitasi, stabilisasi, evakuasi darat, laut, udara, dan
mengemudi.
C. Mendidik awam/awam khusus dalam bidang P3K dan cara meminta tolong.
D. Menjalin hubungan dan “Fellowship” dengan luar negeri untuk pendidikan “Paramedik”, kursus-
kursus dll.
E. Membantu pelaksanaan pendidikan ATLS/ACLS bagi dokter – dokter yang bekerja di UGD atau
lembaga - lembaga GD lainnya di seluruh Indonesia.
F. Menyediakan sarana pendidikan dan perawatnya.

Rantai kelangsungan hidup (the chain of survival)


Aplikasi dari sistem SPGDT yang terdiri dari 5 rantai rangkaian yaitu
 Segera mengenali tanda-tanda henti jantung dan mengaktifkan sistem respon
kegawatdaruratan.
 Keluhan nyeri dada atau kesulitan bernafas yang menyebabkan penderita mencari
pertolongan atau penolong menghubungi layanan gadar adalah kunci penting dari rantai ini.
RJP segera (Early CPR) dengan melakukan penekanan pada daerah kompresi dada. RJP efektif jika
segera dilaksanakan saat penderita kolaps, pelaksanaan RJP harus secara konsisten melaksanakan dan
melihat efek positif dari resusitasi tersebut.
 Defibrilasi segera ( Early Defibrilation ) adalah hal yang sangat penting untuk memperbaiki
angka kelangsungan hidup. Defibrilator Eksternal Otomatis (DEO) di tangan orang yang telah
terlatih dapat memperbaiki angka kelangsungan hidup diluar rumah sakit. Angka keberhasilan
akan menurun sebanyak 7-10% dalam setiap menit keterlambatan penggunaan defibrilator.
 Bantuan hidup lanjut yang efektif
Pertolongan lebih lanjut oleh paramedis di tempat kejadian merupakan rantai penting untuk
keberhasilan manajemen henti jantung . Petugas ACLS membawa alat-alat untuk membantu
ventilasi, obat-obat intravena, obat untuk mengontrol aritmia, dan stabilisasi penderita untuk
dirujuk ke rumah sakit yang terdekat dan memadai.
 Perawatan pasca henti jantung yang terintegrasi
kelima rantai keberhasilan ini merupakan mata rantai keberhasilan hidup dari ILCOR
(International Liaison Committee on Resuscitation). Tiga rantai pertama merupakan bagian
dari bantuan hidup dasar yaitu akses segera kelayanan gawat darurat, RJP segera, dan
Defebrilasi segara.
Triage
Triage adalah suatu proses yang mana korban digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan
kondisinya dengan kata lain pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya
trauma/penyakit serta kecepatan penanganan/pemindahannya
 Prinsip seleksi korban didasarkan atas :
 Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam ukuran menit
 Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam ukuran jam
 Ruda paksa ringan
 Sudah meninggal
 Prioritas pertolongan berdasarkan labelisasi warna
 Prinsip Triage pada SPGDT-S : mendahulukan korban yang kondisinya berat sekali
sedangkan
 Prinsip Triage pada SPGDT-B mendahulukan korban yang kondisinya ringan (karena bisa
diberdayakan untuk membantu).
Prosedur triage pada spgdt memakai prosedur start
 START : Simple Triage and Rapid Treatment
 Langkah 0
 Panggil korban yang masih bisa berjalan untuk mendekat ke arah petugas yang
berada di lokasi aman ( collecting area ). Korban yang bisa berjalan mendekat
diberikan label HIJAU
 Langkah 1
(airway + breathing, disederhanakan menjadi R atau Respiration)
1. Cek pernafasan, apabila tidak bernafas buka jalan nafasnya, jika tetap tidak bernafas
berikan label HITAM
2. Pernafasan > 30 kali / menit
3. Pernafasan 10 – 30 kali/mnt kelangkah berikutnya
 Langkah 2
(circulation, disederhanakan menjadi P atau Perfusion)
1. Cek Capillary test ( tekan pangkal kuku ibu jari tangan penderita) kemudian lepas,
apabila kembali merah lebih dari 2 detik (> 2 detik) berikan label MERAH.
2. Apabila pencahayaan kurang untuk capillary tes, lakukan cek nadi radialis, apabila
tidak teraba atau lemah berikan label MERAH
3. Apabila nadi radialis teraba ke langkah berikutnya
 langkah 3 ( Mental Status )
1. Berikan perintah sederhana kepada penderita, apabila mengikuti berikan label
KUNING
2. Apabila tidak dapat mengikuti perintah berikan label MERAH.
Harus diperhatikan
 Setelah melakukan langkah-langkah triage dan memberikan label/tanda pada penderita segera
menuju ke penderita lain yang belum di triage.
 Triage harus selalu di evaluasi untuk menghindari kemungkinan terjadi kesalahan waktu
triage atau bisa juga perubahan terjadi ketika kondisi penderita membaik atau memburuk.
 Pada musibah masal atau bencana, tagging triage dilakukan hanya satu menit untuk masing
korban.
Labelisasi warna dalam triage spgdt
 Merah (kondisi berat) : korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera (gangguan
ABCD) dan korban-korban dengan :
 Syok oleh berbagai kausa
 Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas atau distress nafas)
 Hipotensi
 Trauma kepala dengan pupil anisokor
 Perdarahan eksternal masif.
 Kuning (kondisi sedang) korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat
ditunda sementara, termasuk :
 Korban dengan resiko syok
 Fraktur multiple
 Fraktur femor/pelvis
 Luka bakar luas
 Gangguan kesadaran /trauma kepala
 Trauma tumpul thorak/abdomen tanpa shock, tanpa sesak
 Hijau (kondisi ringan) : kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat ditunda, seperti :
 Fraktur minor
 Luka minor
 Hitam ( korban yang telah meninggal )
 Tidak ada respon pada semua rangssangan
 Tidak ada respirasi spontan
 Tidak ada bukti aktivitas jantung
 Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

Anda mungkin juga menyukai