Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai
dengan gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis. Penyakit ini dapat
ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan mikroskopik dari biopsi otak, tetapi
dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat berdasarkan manifestasi
neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan histopatologi.1

Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan


adanya ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari
pemeriksaan patologi anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati.
Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang terkena,
tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti dari istilah
diagnostik yang mencerminkan keadaan tersebut, seperti meningoensefalitis.2

Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat


dibandingkan meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti
kaku kuduk, maka penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.Karena
gejala sisanya pada 20-40% penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan
pada kecerdasan, motoris, penglihatan, pendengaran secara menetap. 3

1
Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal
tersebut dapat terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai pusat-
pusat fungsi otak. Karena ensefalitis secara difus mengenai anatomi jaringan otak,
maka sukar untuk menentukan secara spesifik dari gejala klinik kira-kira bagian
otak mana saja yang terlibat proses peradangan itu.2
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari
seluruh penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata
dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan
masalah tingkah laku.4

2
BAB II

REFLEKSI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

 Nama : An. N
 Jenis kelamin : Perempuan
 Lahir pada tanggal/umur : 19-02-2009 / 11 tahun 6 bulan
 Kebangsaan : Indonesia
 Agama : Islam
 Suku Bangsa : Kaili
 Nama ibu : Ny. H
 Usia ibu : 38 tahun
 Pekerjaan ibu : IRT
 Pendidikan terakhir ibu : SD
 Nama ayah : Tn. Y
 Usia ayah : 35 tahun
 Pekerjaan ayah : Buruh
 Pendidikan terakhir ayah : SMA
 Alamat : Jl. Gonenggati
 Tanggal masuk ruangan /jam : 24 Agustus 2020/01:00 pm WITA
 Diagnosis : Ensefalitis
 Anamnesis diberikan oleh : Kedua orang tua pasien
 Family Tree : Ayah Ib
u

16 tahun (sehat) 11 tahun (sakit) 4 tahun (sehat)

3
B. ANAMNESIS
a) Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran

b) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien anak perempuan usia 11 tahun 6 bulan rujukan dari rumah sakit
Kabelota masuk IGD Undata dengan keluhan Penurunan kesadaran yang
dialami sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengalami kejang pada seluruh
badan terutama anggota gerak dan wajah dengan gerakan berkedut dan
menyentak yang berulang-ulang selama ± 5 menit. Sebelum terjadinya
penurunan kesadaran, pasien mengalami demam selama 3 hari dan membaik
dengan obat penurun panas, nyeri kepala hebat dan muntah-muntah. Menurut
oangtua pasien, pasien sering mengalami nyeri kepala, nafsu makan menrun
dan penurunan berat badan selama 4 bulan terakhir. Mimisan (-), beringus (-),
batuk (-), sesak napas (-). Nafsu makan menurun. BAK lancar dan BAB
biasa.

c) Riwayat Penyakit Dahulu


- Keluhan baru pertama kali dirasakan
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat trauma kepala (-)

d) Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di dalam keluarga.

e) Anamnesis Antenatal dan Riwayat Persalinan


Riwayat kehamilan ibu yakni G3P3A0 dengan riwayat Ante Natal Care
(ANC) rutin. Riwayat sakit saat hamil tidak ada. Pasien merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Lahir di rumah dibantu oleh dukun lewat

4
persalinan normal, cukup bulan, sesuai masa kehamilan, lahir langsung
menangis, dengan berat badan lahir 2800 gram, panjang badan lahir ibu
pasien tidak mengingat pastinya sekitar 49 cm.

f) Penyakit yang sudah pernah dialami (Tanggal & Riwayat)


 Morbili : Belum pernah
 Varicella : Belum pernah
 Pertussis : Belum pernah
 Diare : Pernah mengalami
 Cacing : Belum pernah
 Batuk/pilek : Pernah mengalami
 Lain – lain : Tidak ada

g) Riwayat Kepandaian/Kemajuan Bayi :


 Membalik : Pada usia 5 bulan
 Tengkurap : Pada usia 6 bulan
 Duduk : Pada usia 7 bulan
 Merangkak : Pada usia 8 bulan
 Berdiri berpegangan : Pada usia 10 bulan
 Berjalan : Pada usia 12 bulan
 Tertawa : Pada usia 3 bulan
 Berceloteh : Pada usia 1 bulan
 Memanggil papa mama : Pada usia 8 bulan

h) Anamnesis Makanan Terperinci Sampai Sekarang


0 - 6 bulan : Air Susu Ibu (ASI) ekslusif
6 bulan - 1 tahun : ASI + Bubur Sun
1 tahun - sekarang : Makanan rumah berupa nasi lembek, ikan, dan
lauk pauk lainnya yang dikonsumsi tiap
harinya dirumah
5
i) Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar lengkap

Kesan : Anak mendapatkan imunisasi Lengkap sesuai jadwal pemberian imunisasi


Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2017.

j) Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan


Pasien tinggal serumah dengan orang tua dan tiga saudaranya. Menurut
orang tua pasien rumah tempat tinggal pasien dan sekeluarga dikatakan layak
huni tetapi agak sempit. Pasien berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi
menengah kebawah. Pasien merupakan anak yang aktif serta sering bermain
dengan saudara-saudaranya.

6
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit berat
Kesadaran : Stupor (GCS = E4 V1 M1)

Umur : 11 tahun 6 bulan


Berat Badan : 24 kg
Panjang Badan : 145 cm
Status Gizi :
BB 24
= x 100 %=57 %=BB Sangat Kurang
U 42

TB 145
= x 100 %=97 %=TB Normal
U 149

BB 24
= x 100 %=61 %=Gizi Sangat Kurang
TB 39

LK : 55 cm
LD : 62 cm
LLA : 17 cm
LP : 50 cm

Tanda Vital :
- Denyut Nadi : 74 ×/menit, irama regular
- Respirasi : 24 ×/menit, pola pernapasan regular
- Suhu aksilla : 36,70C
- Tekaana Darah : 120/90 mmHg

Kulit : Ruam (−), Rumple Leed (−), Efloresensi (−), Sianosis (−), Turgor
(−),
Lainnya : -
7
Kepala : Normocephali (−), Mikrocephali (−), Makrocephali (−)
Bentuk : Ubun-ubun tertutup (−), Ubun-ubun cekung (−), Deformitas (−)
Mata : Ikterus (−/−), Anemis (−/−), Cekung (−/−), Pupil isokor (−/−)
Lainnya, ..........................
Hidung : Rhinorrhea (−), ........................
Mulut : Sianosis (−), Bibir Kering (−), Lidah kotor (−), Stomatitis (−),
Lainnya, .................
Tonsil : T1 /T1 , Faring Hiperemis (−)
Telinga: Otorrhea (−), ......................

LEHER :
Kelenjar getah bening : Pembesaran(-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran(-),Struma(-)
Kaku kuduk : Negatif
Massa lain :-

Dada
PARU :
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, massa (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Bronkovesikular (+/+), ronki (-/-), whezzing (-/-)

JANTUNG :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC V linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-), murmur (-)

8
ABDOMEN :
Inspeksi : Tampak datar, cembung(-),cekung(-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal, bising usus(-)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen(-), Shifting
dullnes(-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), distensi (-)
Lien : Spenomegali (-)
Hepar : Hepatomegali (-)

GENITALIA : Dalam batas normal

ANGGOTA GERAK : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)

TULANG : Fraktur (-), deformitas (-)


OTOT : Eutrofi (-)

↑∨↑ N ∨N
REFLEKS : Refleks fisiologis , refleks patologis
↑∨↑ N ∨N

9
1. Tanda rangsang menings:
Kaku kuduk(-)
Kernig sign (-)
Brudzsinsky 1 (-)
Brudzsinsky 2 (-)
Brudzsinsky 3 (-)
Brudzsinsky 4 (-)

2. Refleks fisiologis
Biceps (N/N)

Triceps (N/N)

Patella (N/N)

Achiles (N/N)

3. Refleks Patologis :

Babinski (+/+)

Chadock (+/+)

Hoofman trumner (-/-)

Oppenheim (+/+)

10
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal/Jam : 23 Agustus 2020 (Pukul 15.45 WITA)
Darah Lengkap :
Parameter Hasil Flags Nilai Rujukan Satuan
Leukosit 43,96 ↑ 3,6 – 11,0 103/uL
Eritrosit 2,94 3,8 – 5,2 106/uL
Hemoglobin 9,2 11,7 – 15,5 g/dl
Hematokrit 21,7 35 – 47 %
Trombosit 306 150 – 440 103/uL
MCV 73,8 80 – 100 fL
MCH 31,3 26 – 36 pg
MCHC 42,4 ↑ 32 – 36 g/dl

E. RESUME
Pasien anak perempuan usia 11 tahun 6 bulan rujukan dari rumah sakit
Kabelota masuk IGD Undata dengan keluhan Penurunan kesadaran yang dialami
sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengalami kejang pada seluruh badan terutama
ekstremitas dan wajah dengan gerakan berkedut dan epistaksis (-), rinore (-),
batuk (-), dispnu (-). Nafsu makan baik. Miksi lancar dan defekasi
biasa.menyentak yang berulang-ulang (klonik) selama ± 5 menit. Sebelum
terjadinya penurunan kesadaran, pasien sempat mengalami febris selama 3 hari
dan membaik dengan antipiretik, nyeri kepala hebat dan muntah-muntah. Menurut
oangtua pasien, pasien sering mengalami sefalgia, nafsu makan menurun dan
penurunan berat badan selama 4 bulan terakhir. epistaksis (-), rinore (-), batuk (-),
dispnea (-). Nafsu makan baik. Miksi lancar dan defekasi biasa.

11
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum sakit berat, kesadaran
stupor GCS E4V1M1, gizi kurag. Tanda-tanda vital, denyut nadi 74 ×/menit,
respirasi 24 ×/menit, suhu aksilla 36,70C.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu darah lengkap hasilnya
menunjukkan leukosit 43,96×103/uL yang berarti terjadi peningkatan leukosit di
dalam darah, eritrosit 2,9×106/uL (menurun), hemoglobin 9,2 g/dl (dalam batas
normal), hematokrit 21,7% (dalam batas normal) dan trombosit 306×103/mm3
(dalam batas normal).

F. DIAGNOSIS
Ensefalitis

G. TERAPI
Medikamentosa
- IVFD RL 8 tpm
- Inj. Meropenem 2x500mg
- Inj.Dexametason 3x3 mg
- Inj. Piracetam 3x500mg
- Inj. Phenitoin 2x80mg dalam NaCl 0,9% 50 ml
- Bubur saring 3x250 ml
- Susu/buah 3x100 ml

Diagnosis: Diagnosis Kerja : Ensefalitis

Diagnosis Banding : Meningitis , Abses Otak

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ensefalitis adalah suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya
disebabkan oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi
sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak. Inflamasi tersebut
mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak termasuk
konfusi mental dan kejang.1,2
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral
ensefalitis) disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla
spinalis. Dan ensefalitis sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat merupakan
hasil dari komplikasi infeksi virus saat itu.3

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem
kekebalan tubuh manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat
keparahan penyakit. Di Amerika Serikat, terdapat 5 virus utama yang
disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine Encephalitis, Western Equine
Encephalitis, La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999,  terjadi
wabah virus West Nile (disebarkan oleh nyamuk Culex) di kota New York.
Virus terus menyebar hingga di seluruh Amerika Serikat.3
Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia
(virus yang ditularkan nyamuk pengisap darah atau kutu) dan bertanggung
jawab untuk 50.000 kasus dan 15.000 kematian per tahun di sebagian besar
dari Cina, Asia Tenggara, dan anak benua India.4

13
Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan
kejadian tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan.1

ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, dan virus. Penyebab yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui
berbagai macam ensefalitis virus.5
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :6
a. Infeksi virus yang bersifat epidemik
 Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus
ECHO.
 Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes
zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis
lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela,
pasca vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Ada juga beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis


terbanyak adalah Herpes simpleks, arbovirus, Eastern and Western Equine,
La Crosse, St. Louis encephalitis. Penyebab yang jarang adalah Enterovirus

14
(Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies, cytomegalovirus
(CMV).[5,6]

Faktor Risiko2,3,6
Beberapa faktor yang menyebabkan risiko lebih besar adalah:
 Umur. Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-
anak atau orang tua.
 Sistem kekebalan tubuh semakin lemah. Jika memiliki defisiensi imun,
misalnya karena AIDS atau HIV, melalui terapi kanker atau transplantasi
organ, maka lebih rentan terhadap ensefalitis.
 Geografis daerah. Mengunjungi atau tinggal di daerah di mana virus
nyamuk umum meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.
 Kegiatan luar. Jika memiliki pekerjaan outdoor atau mempunyai hobi,
seperti berkebun, joging, golf atau mengamati burung, harus berhati-hati
selama wabah ensefalitis.
 Musim. Penyakit yang disebabkan nyamuk cenderung lebih menonjol di
akhir musim panas dan awal musim gugur di banyak wilayah Amerika
Serikat.

15
PATOFISIOLOGI 5

Pejalanan penyakit dari encephalitis mirip dengan pathogenesis dari viral


meningitis, yaitu virus mencapai Central Nervous System melalui darah

16
(hematogen) dan melalui saraf (neuronal spread). Penyebaran hematogen terjadi
karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral.
Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri
meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di
likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia mater.

Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui


neuron, misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua
penyakit tersebut, virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port
d’entry dan bergerak secara retrograd mengikuti axon-axon menuju ke nukleus
dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-saraf tepi dapat digunakan sebagai
jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat. Sesudah virus berada di
dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus dihancurkan. Dalam hal tersebut
virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk membuat protein yang
menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung
dengan sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel
tuan rumah membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses
ini dinamakan replikasi Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan
rumah dapat dihancurkan. Dengan demikian partikel-partikel viral tersebar
ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan penyebaran virus berhasil,
timbullah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disususl oleh
manifestasli lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam,
dan lemas-letih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan
susunan saraf pusat berupa gannguan sensorik dan motorik (gangguan
penglihatan, gangguan berbicara,gannguan pendengaran dan kelemahan anggota
gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan
nyeri kepala, mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat badan.5

Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh:5


 Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.
17
 Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah
tidak ada dalam jaringan otak.
 Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.
Tingkat eliminasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan aksonnya
terutama dianggap menggambarkan ensefalitis “pascainfeksi” atau alergi.
Korteks serebri terutama lobus temporalis, sering terkena oleh virus herpes
simpleks; arbovirus cenderung mengenai seluruh otak; rabies mempunyai
kecenderungan pada struktur basal.[7]

Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada Sistem Saraf Pusat tergantung
dari virulensi virus, kekuatan teraupetik dari sistem imun dan agen-agen
tubuh yang dapat menghambat multiplikasi virus. Banyak virus yang
penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu menginokulasi virus
Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada beberapa
virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem
imun yang lemah, merupakan faktor resiko utama.8
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar Sistem saraf pusat dan menyebar
baik melalui peredaran darah atau melalui sistem neural (virus herpes
simpleks, virus varisella zoster ). Patofisiologi infeksi virus lambat seperti
subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sampai sekarang ini masih belum
jelas. Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang
mengakibatkan fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan
respons inflamasi yang secara difus menyebabkan ketidakseimbangan
substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih (alba).9
Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor
membran sel saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak.
Sebagai contoh, virus herpes simpleks mempunyai predileksi pada lobus
temporal medial dan inferior.10
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum
jelas dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi
18
neural secara langsung dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau
olfaktorius. Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan
ludah.Infeksi primer biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya
subklinis atau berupa somatitis, faringitis atau penyakit saluran
nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi virus.Pada
infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa tahun
kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya
bermanifestasi sebagai herpes labialis.5
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi
lengket.Sel-sel darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat
kapiler-kapiler dalam otak. Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark.
Gejala-gejala neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak yang terjadi.
Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan koma.6
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan
tersebar dalam jaringan otak terutama dalam jaringan korteks.7
Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada
postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral seperti malaria falsifarum
dan ensefalitis fungal, dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik.
Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri)
atau virus herpes (badan inklusi intranuklear).6

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai


yang berat. Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga
perlahan-lahan.[5]
Mulainya sakit biasanya akut, walaupun tanda-tanda dan gejala sistem
saraf sentral (SSS) sering didahului oleh demam akut non spesifik dalam
beberapa hari. Pada anak, manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan
hiperestesia, sedangkan pada bayi dapat berupa iritabilitas dan letargi. Nyeri
19
kepala paling sering pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita
nyeri retrobulbar. Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher,
punggung dan kaki, dan fotofobia. Masa prodromal ini berlangsung antara 1-
4 hari kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis, yang berat ringannya
tergantung dari keterlibatan meningen dan parenkim serta distribusi dan
luasnya lesi pada neuron. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gelisah,
perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang. Kadang-kadang disertai
tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia, dan
paralisis saraf otak. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan
sampai meningen. Selain itu, dapat juga timbul gejala dari infeksi traktus
respiratorius atas (mumps dan enterovirus) atau infeksi gastrointestinal
(enterovirus) dan tanda seperti exantem (enterovirus, measles, rubella, herpes
viruses), parotitis,atau orchitis .5,7,8

DIAGNOSIS

Secara umum gejala berupa trias ensefalitis :4


1. Demam
2. Kejang
3. Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum dengan tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala
yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, papil edema, kejang,
kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-
tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luasnya abses.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG 8
a. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi adalah prosedur sering dilakukan di departemen gawat
darurat untuk mendapatkan informasi tentang cairan cerebrospinal (CSF).
Meskipun biasanya digunakan untuk tujuan diagnostik untuk

20
menyingkirkan potensi kondisi yang mengancam jiwa seperti meningitis
bakteri atau perdarahan subarachnoid, pungsi lumbal juga kadang-kadang
dilakukan untuk alasan terapeutik, seperti pengobatan pseudotumor
cerebri. Analisis cairan CSF juga dapat membantu dalam diagnosis
berbagai kondisi lain, seperti penyakit demielinasi dan meningitis.
b. MRI
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan
gadolinium merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis.
Temuan khas yaitu peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea
dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan meninges biasanya meningkat
dengan gadolinium. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Gambaran ensefalitis pada MRI di dapatkan :

 Perubahan patologis yang biasanya bilateral pada bagian medial


lobus temporalis dan bagian inferior lobus frontalis ( adanya lesi ).
 Lesi isointens atau hipointens berbentuk bulat cincin, noduler atau
pola homogen dan menyangat dengan kontras, tempat predileksi
pada hemisfer (grey-white junction), pada T1WI.
 Hiperintens lesi pada T2WI dan pada flair tampak hiperintens .

21
Gambar 1 . MRI pasien, perempuan, 8 tahun, dengan ensefalitis Rasmussen. A.
Desember 2008, pasien datang dengan keluhan kepala dan continu epilepsia
parsial. Terdapat lesi dengan pembengkakan otak lokal di lobus parietal dan
oksipital kanan serta cerebellar hemisphere kanan. B. April 2009, pasien yang
sama, sekarang hilang kesadaran dengan continua epilepsia partialis. Terdapat
perkembangan ensefalitis - hemispher otak kiri telah terlihat dengan
pembengkakan otak yang parah dan pergeseran struktur garis tengah

c. CT-Scan

Sifat atau komposisi jaringan dapat ditentukan dengan melihat


kepadatan atau nilai Hounsfield. Ada empat kategori kepadatan secara
umum, yaitu pengapuran tulang atau yang sangat padat dan putih terang,
kepadatan jaringan lunak yang menunjukkan berbagai nuansa warna abu-
abu, kepadatan lemak yang berwarna abu-abu gelap dan udara yang
berwarna hitam. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, dimungkinkan
untuk menentukan bagian yang terlihat pada CT scan apapun, dan CT scan
kepala pada khususnya.
CT scan kepala dapat menunjukkan :
 CT bisa menunjukkan hipodens pada pre kontras-hyperdensity
pada post kontras salah satu atau kedua lobus temporal, edema /
massa dan kadang-kadang peningkatan kontras.
 Lesi isodens atau hipodens berbentuk bulat cincin, noduler atau
pola homogen dan menyangat dengan kontras, tempat predileksi
pada hemisfer (grey-white junction).
 Biasa ditemukan edema cerebri.
 Kadang disertai tanda-tanda perdarahan

22
Gambar 2. CT Scan otak pada seorang gadis dengan Rasmussen’s
encephalitis

d. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium :
 Pemeriksaan darah lengkap, ditemukan jumlah leukosit meningkat.
 Pemeriksaan cairan serobrospinal :cairan jemih, jumlah sel diatas normal,
hitung jenis didominasi oleh limfosit, protein dan glukosa normal atau
meningkat
 Pemeriksaan lainnya : EEG didapatkan gambaran penurunan aktivitas atau
perlambatan

DIAGNOSIS BANDING10

- Meningitis TBC
Radang selaput otak. Ditemukan rangsang meningeal pada
pemeriksaan fisik.
- Abses otak
Radang bernanah pada jaringan otak. Dalam otak mula-mula terjadi
radang lokal disertai serbukan leukosit polimorfonuklear. Disekeliiling
daerah yang meradang, berproliferasi jaringan ikat dan astrosit, yang
membentuk kapsul. Jaringan yang rusak, mencair dan terbentuklah
abses. Abses otak disebabkan terutama oleh penyebaran infeksi telinga
tengah atau mastoiditis. Bisa soliter atau multipel.

23
Pada CT scan tampak area hipodens di daerah korteks atau
persambungan kortikomeduler yang bisa soliter atau multipel. Pada
pemberian media kontras tampak enhancemenet berbentuk cincin
sekeliling daerah hipodens. Di luar daerah yang enhancement tampak
edema perifokal.

Pada MRI : T1WI memperlihatkan gambaran lesi dengan daerah


sentral lesi yang hipointens yang dikelilingi oleh lingkaran tipis
iso/hiperintens. Sedangkan T2WI memperlihatkan daerah sentral lesi
yang hiperimtens yang dibatasi oleh kapsul yang hipointens serta
dikelilingi oleh edema yang hiperintens

PENATALAKSANAAN4,5,6

Tujuan utama adalah untuk mendiagnosa pasien secepat mungkin sehingga


mereka menerima obat yang tepat untuk mengobati gejala. Hal ini sangat penting
untuk menurunkan demam dan meringankan tekanan yang disebabkan oleh
pembengkakan otak.
Pasien dengan ensefalitis yang sangat parah beresiko bagi komplikasi sistemik
termasuk shock, oksigen rendah, tekanan darah rendah, dan kadar natrium rendah.

24
Setiap komplikasi yang mengancam nyawa harus diatasi segera dengan perawatan
yang tepat.

Penderita dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai


menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka,
pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah. Tata laksana yang dikerjakan
sebagai berikut :
a. Mengatasi kejang adalah tindakan cepat, karena kejang pada ensefalitis
biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang
sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam
bentuk infus selama 3 menit.
b. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
c. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh
anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi
dalam 3 dosis.
d. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol
diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit.
Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam
e. Pengobatan kausatif.
Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak
(ensefalitis bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik
parenteral. Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes
simplek diberikan Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb
per hari selama 10 hari. Jika terjadi toleransi maka diberikan Adenine
arabinosa (vidarabin). Begitu juga ketika terjadi kekambuhan setelah
pengobatan dengan Acyclovir. Dengan pengecualian penggunaan Adenin
arabinosid kepada penderita ensefalitis oleh herpes simpleks, maka
pengobatan yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang
25
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem
organ yang terserang. Efektivitas berbagai cara pengobatan yang
dianjurkan belum pernah dinilai secara objektif
f. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh.
g. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.

KOMPLIKASI

Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan


susunan saraf pusat yang mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris,
epileptik, penglihatan dan pendengaran, sistem kardiovaskuler,
intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap. Gejala
sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid),
hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.11

PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan.


Disamping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan
penyulit yang dapat muncul selama perawatan. Prognosis jangka pendek
dan panjang sedikit banyak bergantung pada etiologi penyakit dan usia
penderita. Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat.
Ensefalitis yang disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks memberi
prognosis yang lebih buruk daripada prognosis virus entero7.
Kematian karena ensefalitis masih tinggi berkisar antara 35-50 %.
Dari penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa.
Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih menderita retardasi mental, epilepsi dan
masalah tingkah laku
PENCEGAHAN12

 Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi

26
 Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika
serangga aktif menggigit.
 Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
 Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi
bayi baru lahir
 Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis
(mumps, measles/campak)
 Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan
berpergian ke daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut
CDC (Centers for Disease Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan
pada orang yang akan menghabiskan waktu satu bulan atau lebih di daerah
penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus Japanese
Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.

BAB IV
KESIMPULAN

27
 Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai
dengan gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis
 Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral
ensefalitis) disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla
spinalis. Dan ensefalitis sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat
merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus saat itu.
 Mikroorganisme yang menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering
ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak
atau reaksi radang akut.
 Gejala sistem saraf sentral biasanya dimulai dengan demam. pada anak,
manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan hiperestesia, sedangkan
pada bayi dapat berupa iritabilitas dan letargi. Nyeri kepala paling sering
pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita nyeri retrobulbar.
Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher, punggung dan
kaki, dan fotofobia selain itu ada juga Gejala-gejala tersebut dapat berupa
gelisah, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang.
 Diagnosis dari ensefalitis dapat ditegakkan dengan melihat manifestasi
klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik
didapatkan tandatanda menings sign dan pada emeriksaan penunjang biasa
dilakukan MRI, EEG dan CT-scan.
 Tujuan Penanganan dari Ensefalitis adalah mempertahankan fungsi organ,
yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma yaitu
mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara
enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,
koreksi terhadap gangguan asam basa darah.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G,
Bathur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview. Accessed January
5,2016
2. Soldatos ,Ariane MD. Encephalitis. Available from
http://www.childrenshospital.org/az/Site832/mainpageS832P0.html.Accessed
January 4,2016
3. NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February
16,2011.Availablefrom:http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_men
ingitis/detail_encephalitis_meningitis. Accessed January 5,2016
4. Todd, Mundy.MD. Encephalitis. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/. Accessed on January 5, 2016.
5. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi
Anak. Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000;hal373-5.
6. Todd, Mundy.MD. Encephalitis causese. Michael D, Burg MD. 2012.
Available from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page2_em.htm.
Accessed on January 5, 2016.
7. Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Ed.15 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1996;hal880-2.
8. Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust,
John C.M. In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International
Edition. New York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54
9. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G,
Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-workup. Accessed January
4,2016
10. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential
Diagnoses. Richard G, Bachur,MD. Updated on April 19 th, 2011. Available

29
from http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential. Accessed
January 5,2016
11. Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html.Acces
sed on January 4, 2016.
12. Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012.
Available from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm.
Accessed on January 6, 2016.

30

Anda mungkin juga menyukai