PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai
dengan gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis. Penyakit ini dapat
ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan mikroskopik dari biopsi otak, tetapi
dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat berdasarkan manifestasi
neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan histopatologi.1
1
Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal
tersebut dapat terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai pusat-
pusat fungsi otak. Karena ensefalitis secara difus mengenai anatomi jaringan otak,
maka sukar untuk menentukan secara spesifik dari gejala klinik kira-kira bagian
otak mana saja yang terlibat proses peradangan itu.2
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari
seluruh penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata
dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan
masalah tingkah laku.4
2
BAB II
REFLEKSI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Jenis kelamin : Perempuan
Lahir pada tanggal/umur : 19-02-2009 / 11 tahun 6 bulan
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Suku Bangsa : Kaili
Nama ibu : Ny. H
Usia ibu : 38 tahun
Pekerjaan ibu : IRT
Pendidikan terakhir ibu : SD
Nama ayah : Tn. Y
Usia ayah : 35 tahun
Pekerjaan ayah : Buruh
Pendidikan terakhir ayah : SMA
Alamat : Jl. Gonenggati
Tanggal masuk ruangan /jam : 24 Agustus 2020/01:00 pm WITA
Diagnosis : Ensefalitis
Anamnesis diberikan oleh : Kedua orang tua pasien
Family Tree : Ayah Ib
u
3
B. ANAMNESIS
a) Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
4
persalinan normal, cukup bulan, sesuai masa kehamilan, lahir langsung
menangis, dengan berat badan lahir 2800 gram, panjang badan lahir ibu
pasien tidak mengingat pastinya sekitar 49 cm.
6
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit berat
Kesadaran : Stupor (GCS = E4 V1 M1)
TB 145
= x 100 %=97 %=TB Normal
U 149
BB 24
= x 100 %=61 %=Gizi Sangat Kurang
TB 39
LK : 55 cm
LD : 62 cm
LLA : 17 cm
LP : 50 cm
Tanda Vital :
- Denyut Nadi : 74 ×/menit, irama regular
- Respirasi : 24 ×/menit, pola pernapasan regular
- Suhu aksilla : 36,70C
- Tekaana Darah : 120/90 mmHg
Kulit : Ruam (−), Rumple Leed (−), Efloresensi (−), Sianosis (−), Turgor
(−),
Lainnya : -
7
Kepala : Normocephali (−), Mikrocephali (−), Makrocephali (−)
Bentuk : Ubun-ubun tertutup (−), Ubun-ubun cekung (−), Deformitas (−)
Mata : Ikterus (−/−), Anemis (−/−), Cekung (−/−), Pupil isokor (−/−)
Lainnya, ..........................
Hidung : Rhinorrhea (−), ........................
Mulut : Sianosis (−), Bibir Kering (−), Lidah kotor (−), Stomatitis (−),
Lainnya, .................
Tonsil : T1 /T1 , Faring Hiperemis (−)
Telinga: Otorrhea (−), ......................
LEHER :
Kelenjar getah bening : Pembesaran(-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran(-),Struma(-)
Kaku kuduk : Negatif
Massa lain :-
Dada
PARU :
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, massa (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Bronkovesikular (+/+), ronki (-/-), whezzing (-/-)
JANTUNG :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC V linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-), murmur (-)
8
ABDOMEN :
Inspeksi : Tampak datar, cembung(-),cekung(-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal, bising usus(-)
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen(-), Shifting
dullnes(-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), distensi (-)
Lien : Spenomegali (-)
Hepar : Hepatomegali (-)
ANGGOTA GERAK : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
↑∨↑ N ∨N
REFLEKS : Refleks fisiologis , refleks patologis
↑∨↑ N ∨N
9
1. Tanda rangsang menings:
Kaku kuduk(-)
Kernig sign (-)
Brudzsinsky 1 (-)
Brudzsinsky 2 (-)
Brudzsinsky 3 (-)
Brudzsinsky 4 (-)
2. Refleks fisiologis
Biceps (N/N)
Triceps (N/N)
Patella (N/N)
Achiles (N/N)
3. Refleks Patologis :
Babinski (+/+)
Chadock (+/+)
Oppenheim (+/+)
10
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal/Jam : 23 Agustus 2020 (Pukul 15.45 WITA)
Darah Lengkap :
Parameter Hasil Flags Nilai Rujukan Satuan
Leukosit 43,96 ↑ 3,6 – 11,0 103/uL
Eritrosit 2,94 3,8 – 5,2 106/uL
Hemoglobin 9,2 11,7 – 15,5 g/dl
Hematokrit 21,7 35 – 47 %
Trombosit 306 150 – 440 103/uL
MCV 73,8 80 – 100 fL
MCH 31,3 26 – 36 pg
MCHC 42,4 ↑ 32 – 36 g/dl
E. RESUME
Pasien anak perempuan usia 11 tahun 6 bulan rujukan dari rumah sakit
Kabelota masuk IGD Undata dengan keluhan Penurunan kesadaran yang dialami
sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengalami kejang pada seluruh badan terutama
ekstremitas dan wajah dengan gerakan berkedut dan epistaksis (-), rinore (-),
batuk (-), dispnu (-). Nafsu makan baik. Miksi lancar dan defekasi
biasa.menyentak yang berulang-ulang (klonik) selama ± 5 menit. Sebelum
terjadinya penurunan kesadaran, pasien sempat mengalami febris selama 3 hari
dan membaik dengan antipiretik, nyeri kepala hebat dan muntah-muntah. Menurut
oangtua pasien, pasien sering mengalami sefalgia, nafsu makan menurun dan
penurunan berat badan selama 4 bulan terakhir. epistaksis (-), rinore (-), batuk (-),
dispnea (-). Nafsu makan baik. Miksi lancar dan defekasi biasa.
11
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum sakit berat, kesadaran
stupor GCS E4V1M1, gizi kurag. Tanda-tanda vital, denyut nadi 74 ×/menit,
respirasi 24 ×/menit, suhu aksilla 36,70C.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu darah lengkap hasilnya
menunjukkan leukosit 43,96×103/uL yang berarti terjadi peningkatan leukosit di
dalam darah, eritrosit 2,9×106/uL (menurun), hemoglobin 9,2 g/dl (dalam batas
normal), hematokrit 21,7% (dalam batas normal) dan trombosit 306×103/mm3
(dalam batas normal).
F. DIAGNOSIS
Ensefalitis
G. TERAPI
Medikamentosa
- IVFD RL 8 tpm
- Inj. Meropenem 2x500mg
- Inj.Dexametason 3x3 mg
- Inj. Piracetam 3x500mg
- Inj. Phenitoin 2x80mg dalam NaCl 0,9% 50 ml
- Bubur saring 3x250 ml
- Susu/buah 3x100 ml
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ensefalitis adalah suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya
disebabkan oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi
sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak. Inflamasi tersebut
mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak termasuk
konfusi mental dan kejang.1,2
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral
ensefalitis) disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla
spinalis. Dan ensefalitis sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat merupakan
hasil dari komplikasi infeksi virus saat itu.3
13
Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan
kejadian tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan.1
ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, dan virus. Penyebab yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang
otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui
berbagai macam ensefalitis virus.5
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :6
a. Infeksi virus yang bersifat epidemik
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus
ECHO.
Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes
zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis
lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela,
pasca vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang
mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
14
(Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus, rabies, cytomegalovirus
(CMV).[5,6]
Faktor Risiko2,3,6
Beberapa faktor yang menyebabkan risiko lebih besar adalah:
Umur. Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-
anak atau orang tua.
Sistem kekebalan tubuh semakin lemah. Jika memiliki defisiensi imun,
misalnya karena AIDS atau HIV, melalui terapi kanker atau transplantasi
organ, maka lebih rentan terhadap ensefalitis.
Geografis daerah. Mengunjungi atau tinggal di daerah di mana virus
nyamuk umum meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.
Kegiatan luar. Jika memiliki pekerjaan outdoor atau mempunyai hobi,
seperti berkebun, joging, golf atau mengamati burung, harus berhati-hati
selama wabah ensefalitis.
Musim. Penyakit yang disebabkan nyamuk cenderung lebih menonjol di
akhir musim panas dan awal musim gugur di banyak wilayah Amerika
Serikat.
15
PATOFISIOLOGI 5
16
(hematogen) dan melalui saraf (neuronal spread). Penyebaran hematogen terjadi
karena penyebaran ke otak secara langsung melalui arteri intraserebral.
Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri
meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di
likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia mater.
Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada Sistem Saraf Pusat tergantung
dari virulensi virus, kekuatan teraupetik dari sistem imun dan agen-agen
tubuh yang dapat menghambat multiplikasi virus. Banyak virus yang
penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu menginokulasi virus
Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada beberapa
virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem
imun yang lemah, merupakan faktor resiko utama.8
Pada umumnya, virus bereplikasi diluar Sistem saraf pusat dan menyebar
baik melalui peredaran darah atau melalui sistem neural (virus herpes
simpleks, virus varisella zoster ). Patofisiologi infeksi virus lambat seperti
subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sampai sekarang ini masih belum
jelas. Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang
mengakibatkan fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan
respons inflamasi yang secara difus menyebabkan ketidakseimbangan
substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih (alba).9
Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor
membran sel saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak.
Sebagai contoh, virus herpes simpleks mempunyai predileksi pada lobus
temporal medial dan inferior.10
Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum
jelas dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi
18
neural secara langsung dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau
olfaktorius. Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan
ludah.Infeksi primer biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya
subklinis atau berupa somatitis, faringitis atau penyakit saluran
nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari reaktivasi virus.Pada
infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa tahun
kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya
bermanifestasi sebagai herpes labialis.5
Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi
lengket.Sel-sel darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat
kapiler-kapiler dalam otak. Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark.
Gejala-gejala neurologist timbul karena kerusakan jaringan otak yang terjadi.
Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan koma.6
Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan
tersebar dalam jaringan otak terutama dalam jaringan korteks.7
Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada
postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral seperti malaria falsifarum
dan ensefalitis fungal, dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik.
Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri)
atau virus herpes (badan inklusi intranuklear).6
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG 8
a. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi adalah prosedur sering dilakukan di departemen gawat
darurat untuk mendapatkan informasi tentang cairan cerebrospinal (CSF).
Meskipun biasanya digunakan untuk tujuan diagnostik untuk
20
menyingkirkan potensi kondisi yang mengancam jiwa seperti meningitis
bakteri atau perdarahan subarachnoid, pungsi lumbal juga kadang-kadang
dilakukan untuk alasan terapeutik, seperti pengobatan pseudotumor
cerebri. Analisis cairan CSF juga dapat membantu dalam diagnosis
berbagai kondisi lain, seperti penyakit demielinasi dan meningitis.
b. MRI
MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan
gadolinium merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis.
Temuan khas yaitu peningkatan sinyal T2-weighted pada substansia grisea
dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan meninges biasanya meningkat
dengan gadolinium. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Gambaran ensefalitis pada MRI di dapatkan :
21
Gambar 1 . MRI pasien, perempuan, 8 tahun, dengan ensefalitis Rasmussen. A.
Desember 2008, pasien datang dengan keluhan kepala dan continu epilepsia
parsial. Terdapat lesi dengan pembengkakan otak lokal di lobus parietal dan
oksipital kanan serta cerebellar hemisphere kanan. B. April 2009, pasien yang
sama, sekarang hilang kesadaran dengan continua epilepsia partialis. Terdapat
perkembangan ensefalitis - hemispher otak kiri telah terlihat dengan
pembengkakan otak yang parah dan pergeseran struktur garis tengah
c. CT-Scan
22
Gambar 2. CT Scan otak pada seorang gadis dengan Rasmussen’s
encephalitis
d. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah lengkap, ditemukan jumlah leukosit meningkat.
Pemeriksaan cairan serobrospinal :cairan jemih, jumlah sel diatas normal,
hitung jenis didominasi oleh limfosit, protein dan glukosa normal atau
meningkat
Pemeriksaan lainnya : EEG didapatkan gambaran penurunan aktivitas atau
perlambatan
DIAGNOSIS BANDING10
- Meningitis TBC
Radang selaput otak. Ditemukan rangsang meningeal pada
pemeriksaan fisik.
- Abses otak
Radang bernanah pada jaringan otak. Dalam otak mula-mula terjadi
radang lokal disertai serbukan leukosit polimorfonuklear. Disekeliiling
daerah yang meradang, berproliferasi jaringan ikat dan astrosit, yang
membentuk kapsul. Jaringan yang rusak, mencair dan terbentuklah
abses. Abses otak disebabkan terutama oleh penyebaran infeksi telinga
tengah atau mastoiditis. Bisa soliter atau multipel.
23
Pada CT scan tampak area hipodens di daerah korteks atau
persambungan kortikomeduler yang bisa soliter atau multipel. Pada
pemberian media kontras tampak enhancemenet berbentuk cincin
sekeliling daerah hipodens. Di luar daerah yang enhancement tampak
edema perifokal.
PENATALAKSANAAN4,5,6
24
Setiap komplikasi yang mengancam nyawa harus diatasi segera dengan perawatan
yang tepat.
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
26
Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika
serangga aktif menggigit.
Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan
Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi
bayi baru lahir
Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis
(mumps, measles/campak)
Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan
berpergian ke daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut
CDC (Centers for Disease Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan
pada orang yang akan menghabiskan waktu satu bulan atau lebih di daerah
penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus Japanese
Encephalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.
BAB IV
KESIMPULAN
27
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai
dengan gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis
Ensefalitis terdiri dari 2 tipe yaitu: ensefalitis primer (acute viral
ensefalitis) disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak dan medulla
spinalis. Dan ensefalitis sekunder (post infeksi ensefalitis) dapat
merupakan hasil dari komplikasi infeksi virus saat itu.
Mikroorganisme yang menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering
ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak
atau reaksi radang akut.
Gejala sistem saraf sentral biasanya dimulai dengan demam. pada anak,
manifestasi klinik dapat berupa sakit kepala dan hiperestesia, sedangkan
pada bayi dapat berupa iritabilitas dan letargi. Nyeri kepala paling sering
pada frontal atau menyeluruh, remaja sering menderita nyeri retrobulbar.
Biasanya terdapat gejala nausea dan muntah, nyeri di leher, punggung dan
kaki, dan fotofobia selain itu ada juga Gejala-gejala tersebut dapat berupa
gelisah, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, dan kejang.
Diagnosis dari ensefalitis dapat ditegakkan dengan melihat manifestasi
klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik
didapatkan tandatanda menings sign dan pada emeriksaan penunjang biasa
dilakukan MRI, EEG dan CT-scan.
Tujuan Penanganan dari Ensefalitis adalah mempertahankan fungsi organ,
yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma yaitu
mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara
enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,
koreksi terhadap gangguan asam basa darah.
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G,
Bathur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview. Accessed January
5,2016
2. Soldatos ,Ariane MD. Encephalitis. Available from
http://www.childrenshospital.org/az/Site832/mainpageS832P0.html.Accessed
January 4,2016
3. NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February
16,2011.Availablefrom:http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_men
ingitis/detail_encephalitis_meningitis. Accessed January 5,2016
4. Todd, Mundy.MD. Encephalitis. Michael D, Burg MD. 2012. Available from
http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/. Accessed on January 5, 2016.
5. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi
Anak. Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000;hal373-5.
6. Todd, Mundy.MD. Encephalitis causese. Michael D, Burg MD. 2012.
Available from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page2_em.htm.
Accessed on January 5, 2016.
7. Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Ed.15 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1996;hal880-2.
8. Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust,
John C.M. In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International
Edition. New York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54
9. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Workup. Richard G,
Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-workup. Accessed January
4,2016
10. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential
Diagnoses. Richard G, Bachur,MD. Updated on April 19 th, 2011. Available
29
from http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential. Accessed
January 5,2016
11. Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html.Acces
sed on January 4, 2016.
12. Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012.
Available from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm.
Accessed on January 6, 2016.
30