Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai jaringan parenkim paru. Sebagian

besar disebabkan oleh adanya mikroorganisme yaitu virus atau bakteri dan

sebagian kecil disebabkan oleh adanya aspirasi, radiasi. Terdapat berbagai faktor

risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita

di negara berkembang.1 Faktor risiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada

masa bayi, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapatkan

imunisasi, tidak mendapatkan asupan air susu ibu (ASI) yang adekuat, malnutrisi,

tingginya prevalensi kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring serta tingginya

pajanan terhadap polusi udara (industri dan asap rokok).1,2

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di negara berkembang.2 Pneumonia merupakan penyebab utama angka

morbiditas dan mortalitas pada anak dengan usia dibawah dari 5 tahun. Dan

diperkirakan hamper seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta

anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia dan sebagian besar terjadi

di benua Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN)

terdapat 27,6 % angka kematian bayi dan 22,8 % angka kematian balita di

Indonesia yang disebabkan oleh penyakit system respiratori, khususnya yang

disebabkan oleh Pneumonia.1,3

Bronkopneumonia merupakan proses peradangan pada parenkim paru yang

terlokalisir yang biasanya menyerang bronkiolus dan mengenai alveolus

1
disekitarnya, yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti

bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronkopneumonia yang dijumpai pada anak

dan bayi paling sering diakibatkan oleh Streptococcus pneumonia dan

Haemophilus influenza.3

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini

dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.

Komplikasi bronkopneumonia jika tidak ditangani secara tepat yaitu dapat terjadi

otitis media akut (OMA), atelektasis, emfisema, meningitis, abses paru.1

Bronkopneumonia memiliki prognosis yang baik bila di diagnosis dini dan di

tangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi di dapatkan pada anak-anak dengan

keadaan malnutrisi energy-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.1,2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan

bronkus atau bronkiolus, serta alveolus yang bermanifestasi berupa distribusi

berbentuk bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru (patchy

distribution).1 Bronkopneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru

yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh

penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan

gangguan pertukaran gas setempat.1,3

B. EPIDEMIOLOGI

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di negara berkembang.2 Pneumonia merupakan penyebab utama angka

morbiditas dan mortalitas pada anak dengan usia dibawah dari 5 tahun. Dan

diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta

anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia dan sebagian besar terjadi

di benua Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN)

terdapat 27,6 % angka kematian bayi dan 22,8 % angka kematian balita di

Indonesia yang disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, khususnya yang

disebabkan oleh Pneumonia.1,3

3
C.ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :1,2,3
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus : Streptococcus group B, RSV.
b. Pada bayi :
- Virus : Virus parainfluenza, virus influenza, adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
- Organisme atipikal : chlamidia trachomatis, pneumocytis.
- Bakteri : Streptococcus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetellapertusis.
c. Pada anak-anak :
- Bakteri :Streptococcus, Staphylococcus aureus, Streptococcus Beta
Hemolyticus, Haemophillus Influenzae, Klebsiella Pneumonia, dan
Pseudomonas.
2. Faktor Non Infeksi

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

a. Bronchopneumonia hidrokarbon

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

atau karena aspirasi zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin.

b. Bronchopneumonia limfoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,

termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme

menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal,

atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang

sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang

terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi

bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.4

4
C. PATOFISIOLOGI

Pada umumnya bakteri penyebab melakukan proses invasif ke jaringan paru

perifer melalui saluran nafas, dan terjadi edema akibat reaksi jaringan sehingga

mempermudah proliferasi dan penyebaran bakteri ke jaringan sekitarnya.

Beberapa bagian paru yang terkena akan mengalami konsolidasi akibat terjadi

infiltrasi sel polimorfonuklear yang teraktivasi akibat adanya benda asing yang

masuk ke jaringan paru sehingga terjadi penumpukan sel polimorfonuklear, fibrin,

eritrosit, cairan edema dan ditemukannya bakteri di alveoli, oleh karenanya

stadium ini disebut sebagai stadium hepatisasi merah.5,6,7

Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, dan beberapa sel

leukosit lain serta deposisi fibrin akan mengalami proses fagositosis yang cepat.

Stadium ini disebut sebagai stadium hepatisasi kelabu. Pada stadium akhir jumlah

sel makrofag di alveoli akan meningkat dan sel akan berdegenerasi serta fibrin

akan menipis, kuman dan debris akan menghilang dan stadium ini disebut sebagai

stadium resolusi.7

Pada sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap

normal. Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat mencegah perjalanan

penyakit hingga stadium khas beberapa yang telah disebutkan diatas tidak terlihat

lagi. Beberapa bakteri tertentu lebih sering menimbulkan gejala tertentu jika

dibandingkan dengan bakteri lain. Pada Streptococcus pneumoniae akan

bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru,

namun pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus

(pneumonia lobaris).7,8

5
Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh Streptococcus

aureus pada neonatus karena streptococcus aureus menghasilkan berbagai toksin

dan enzim proteolitik seperti hemolizin, leukosidin, stafilokinase dan koagulase.

Toksin dan enzim ini akan menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi serta

koagulase yang berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif

yang mengkoversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terbentuk eksudat

fibrinopurulen. Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang

memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.

Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan

etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.

Berdasarkan lokasi lesi di paru, pneumonia dibagi menjadi Pneumonia lobaris,

pneumonia interstitialis, dan bronkopneumonia.4

Pada keadaan normal saluran pernafasan steril dari daerah subfaring sampai

parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme

pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.

Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang

diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, immunoglobulin, makrofag alveolar,

dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih

mekanisme di atas terganggu atau bila virulensi organisme bertambah. Agen

infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora

komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.1,4

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan

ikat paru yang bisa lobular (bronkopneumonia), lobar, atau interstitial. Secara

6
patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Stadium yang disebut sebagai stadium hiperemis, mengacu pada respon

peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini

ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemis ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari

sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

tersebut mencakup histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamine dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan

permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan

gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan

saturasi oksigen hemoglobin.1,9

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Stadium yang disebut sebagai stadium hepatisasi merah, terjadi sewaktu

alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh

penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan leukosit, eritrosit dan

cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.1,9

7
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Stadium yang disebut sebagai stadium hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu

sel-sel darah putih menkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini

endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis

sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di resorbsi, lobus masih

tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu

dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.1,9

4. Stadium IV (7-11 hari)

Stadium yang disebut juga sebagai stadium resolusi, yang terjadi sewaktu

respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa fibrin dan eksudat lisis dan

diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1,9

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi

saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak

dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,

dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan

sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal

penyakit, anak akan mendapat batuk setalah beberapa hari, di mana pada awalnya

berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Diagnosis ditegakkan bila

ditemukan 3 dari 5 gejala berikut.1,3

1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

dada.

2. Panas badan

3. Batuk

8
4. Ronki basah halus-sedang nyaring (crackles)

5. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrate difus

6. Leukositosis

E. KLASIFIKASI
Kejadian pneumonia pada balita dan anak di tandai dengan adanya manifestasi

klinis berupa demam, batuk, pilek, yang disertai sesak napas dan tarikan dinding

dada bagian bawah kedalam serta sianosis pada infeksi yang berat. Adapun

penentuan klassifikasi klinis penyakit bronkopneumonia dibagi menjadi dua

kelompok yakni kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun dan kelompok umur < 2

bulan. Untuk anak berumur 2 bulan - < 5 tahun, klassifikasi dibagi atas bukan

bronkopneumonia, bronkopneumonia, dan bronkopneumonia berat sedangkan

untuk anak yang berumur kurang dari 2 bulan, maka di klasifikasikan atas bukan

bronkopneumonia dan bronkopneumonia berat. Bronkopneumonia berat pada

anak umur 2 bulan - <5 tahun dilihat dari adanya kesulitan bernapas dan/atau

tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, sedangkan pada anak umur < 2

bulan disertai dengan adanya napas cepat dan/atau tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam.

a. Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas

disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Chest

indrawing), adanya sianosis sentral, dan anak tidak sanggup minum.

b. Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai

adanya nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat pada anak umur 2 bulan -

< 1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 - <5

tahun adalah 40 kali permenit, adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih

9
sanggup minum.

c. Bukan bronkopneumonia batuk tanpa pernfasan cepat atau penarikan dinding

dada.

F. MANIFESTASI KLINIK
Sebagian besar gambaran klinis bronkpneumonia pada anak berkisar antara

ringan hingga sedang, sehingga dapat melakukan rawat jalan. Hanya sebagian

kecil yang bersifat berat dan dapat mengancam kehidupan yang dapat

menyebabkan komplikasi sehingga memerlukan perawatan di Rumah sakit.

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak yaitu

imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala

klinis yang tidak khas terutama pada bayi, dan faktor pathogenesis.1,10

Gambaran klinik bronkopneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-

ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut ;

1. Gejala infeksi umum yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan nafsu makan, adanya keluhan gastrointestinal yaitu seperti

mual, muntah atau diare dan terkadang ditemukan gejala infeksi

ekstrapulmoner.

2. Gejala pada pernafasan yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,

nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.

G. PROSEDUR DIAGNOSTIK
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis

merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab

tidak mudah dilakukan karena memerlukan fasilitas laboratorium yang memadai.

Oleh karena itu, bronkopneumonia pada anak umumnya di diagnosis berdasarkan

10
gambaran klinis yang menunjukan adanya keterlibatan sistem respiratori serta

adanya gambaran radiologis. Prediktor paling kuat yang menunjukkan adanya

bronkopneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori

sebagai berikut : takipnea, sesak, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan

suara napas melemah. 1,10

Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas bronkopneumonia pada

balita,world health organization (WHO) mengembangkan pedoman diagnosis dan

tatalaksana yang sederhana. Gejala klinik sederhana tersebut meliputi napas cepat,

sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera di rujuk ke pelayanan

kesehatan. 1,10

A. Anamnesis
Bronkopneumonia pada anak pada umumnya di diagnosis dengan anamnesis

berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan adanya keterlibatan gejala pada

system pernafasan/respiratory. Prediktor paling kuat yang menunjukkan adanya

pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai

berikut : takipnea, batuk, pernapasan cuping hidung, retraksi, bunyi ronchi dan

suara napas melemah.1,10

B. Pemeriksaan Fisik
Tabel 1. Pemeriksaan fisis1,10
INSPEKSI 1. Adanya pernapasan cuping hidung
2. Adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam ketika menarik napas (Retraksi)
3. Tampak kulit yang sianosis
4. Anak terlihat lemah

11
PALPASI 1. Vocal fremitus yang menurun dan tidak simetris

PERKUSI 1. Adanya bunyi pekak pada kedua lapangan paru

AUSKULTASI 1. Bunyi ronchi (+)


2. Merintih
3. Suara napas melemah

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tabel 2. Pemeriksaan penunjang1,10

Pemeriksaan Darah rutin 1. Etiologi virus dan mycoplasma  leukosit


dalam batas normal atau sedikit meningkat
2. Etiologi bakteri  Leukositosis yang berkisar
antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan
predominan sel PMN.
3. Infeksi pada Chlamydia pneumoniae
ditemukan Sel Eosinofilia (+)
Radiologi Bronchopneumonia  ditandai dengan adanya
gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-
bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru Round Pneumonia
Mikrobiologi Pemeriksaan biakan bakteri pada darah (+) dan Kultur
(+) ditemukan adanya spesies bakteri Streptococcus,
Staphylococcus aureus, Streptococcus beta
hemolyticus, Haemophillus influenzae, Klebsiella
pneumonia, dan Pseudomonas.
C- Reactive Protein Meningkat pada keadaan infeksi bakteri dan virus

12
H. PENATALAKSANAAN

Sebagian besar bronkopneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi

perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya pada keadaan

toksik, distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar

yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus

dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.11

Dasar penatalaksanaan bronkopneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal

dengan antibiotik yang sesuai serta tindakan suportif. Pengobatan suportif

meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan

keseimbangan asam dan basa, elektrolit dan gula darah. Nyeri dan demam dapat

diberikan antipiretik dan analgetik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi secara

adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus segera dipantau dan diatasi.11

1. Bronkopneumonia rawat jalan

Pada bronkopneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini

pertama secara oral yaitu amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan

berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektivitas yang

mencapai 90 %. Penelitian multicenter di Pakistan menemukan bahwa pada

pneumonia rawat jalan, dengan pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali

sehari mempunyai efektivitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah

25 mg/KgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/KgBB TMP-20 mg/KgBB

Sulfametoksazol.Makrolid baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat

digunakan sebagai terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial

pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae

13
dan bakteri atipik.12

2. Bronkopneumonia rawat inap

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta

lactam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap beta

laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin,

amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.

Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia

tanpa komplikasi.13,14

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai

sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis

dan meningitis, dengan antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik

spektrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosid,

atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik oral selama

10 hari.13,14

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan

adalah antibiotik beta laktam dengan/atau tanpa klavulanat, pada kasus yang lebih

berat diberikan beta laktam/klavulanat yang dikombinasikan dengan makrolid

baru intravena, atau sefalosporin generasi ke tiga. Bila pasien sudah tidak demam

atau keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral dan

berobat jalan. Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan

antibiotic beta laktam, ampisillin, atau amoksisillin yang dikombinasikan dengan

kloramfenikol. Tetapi banyak juga peneliti yang melaporkan resistensi

Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae terhadap antibiotik

14
golongan kloramfenikol. .12,13

I. KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empisema thoracis, pericarditis

purulenta, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis

purulenta, dan pada keadaan yang fatal dapat menyebabkan Syok Sepsis.

Empisema thoracis merupakan komplikasi yang tersering yang terjadi pada

pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.15 Akumulasi cairan: cairan dapat

menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding dada (disebut efusi pleura)

dan dapat pula terjadi empiema. Chest tube (atau drainage secara bedah) mungkin

dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan.9

15
BAB III

KESIMPULAN

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan

bronkus atau bronkiolus, serta alveolus yang bermanifestasi berupa distribusi

berbentuk bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru (Patchy

Distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang

disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh

penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan

gangguan pertukaran gas setempat. Bronkopneumonia merupakan proses

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya menyerang

bronkiolus dan mengenai alveolus disekitarnya, yang dapat disebabkan oleh

bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Bronkopneumonia yang dijumpai pada anak dan bayi paling sering diakibatkan

oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.

Bronchopneumonia memiliki 4 stadium perkembangan dalam patofisiologinya

yaitu Stadium hiperemis, stadium hepatisasi merah, stadium hepatisasi kelabu dan

stadium resolusi. Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis

dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan

bakteri penyebab tidak mudah dilakukan karena memerlukan fasilitas

laboraturium yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya di

diagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan adanya keterlibatan

sistem respiratori serta adanya gambaran radiologis. Prediktor paling kuat yang

16
menunjukkan adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu

gejala respiratori sebagai berikut : Takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi,

ronchi dan suara napas melemah.Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu

dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit,

misalnya pada keadaan toksik, distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau

ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia

pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus

dirawat inap. Komplikasi bronkopneumonia jika tidak ditangani secara tepat yaitu

dapat terjadi Otitis Media Akut (OMA), atelektasis, emfisema, meningitis, abses

paru. Bronkopneumonia memiliki prognosis yang baik bila di diagnosis dini dan

di tangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi di dapatkan pada anak-anak

dengan keadaan malnutrisi energy-protein dan datang terlambat untuk pengobatan

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak. Edisi

pertama. IDAI.2013

2. Banaszak I, Breborowicz A. Pneumonia in Children [series online] 2013 [cited

20 Apryl 2018] Available from: URL:

http://creativecommons.org./licenses/by/3.0

3. Pleatz MW, Rohde GG, Welte T et al. advances in the prevention,

management, and treatment of Community Acquired pneumonia version 1

referees 2 Approved [Series online] F1000Research 2016.

4. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S.R. 2013. Buku Ajar Infeksi dan

Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

5. Singh Y. Pathophysiology of Community Acquired Pneumonia [Series online]

2012 [cited 20 Apryl 2018]

6. Khawaja et al. etiology and outcome of severe community acquired

pneumonia in immunocompetent adults [Series online] BMC Infectious

disease 2013 [cited 20 Apryl 2018]Available from URL

:http://www.biomedcentral.com/1471-2334/13/94

7. Elloriaga G ; Pineda D. Basic concepts on Community Acquired Bacterial

Pneumonia in Pediatrics [Series Online] iMedPub Journals 2016[cited 20

Apryl 2018] Available from URL :http://www.imedpub.com/

18
8. Al Dahri F et al. Pulmonary infection lobar pneumonia, Bronchopneumonia,

Interstitial Pneumonia [Series Online] iMedPub Journals 2016 [cited 20 Apryl

2018]

9. Martel, J. Bronchopneumonia [series online]2015[cited 20 Apryl 2018]

Available from: URL:

http://www.healthline.com/health/broncpneumonia?toptoctest=expand

10. Scott J et al. The Definition of Pneumonia and The Assesment of Severity and

Clinical Standardization in The Pneumonia Etiology Research for Child 2014

11. Bradley J et al. The management of community Acquired Pneumonia in

Infants and Children [Series online] IDSA Guidelines 2013 [cited 3Mei 2018]

Available from URL : jbradley@rchsd.org

12. Morrow BM et al. Guideline for the diagnosis, prevention, and treatment of

pediatrics ventilator associated pneumonia [Series online] Division of

Pediatrics Pulmonology and Intensive care 2013[cited 3 Mei 2018] Available

from URL : robin.green@up.ac.za

13. Health and Social Policy. Acute management of Community Acquired

Pneumonia [Series Online] Division of General practice Public Health System

2018 [cited 3 Mei 2018]

14. Health Study [Series online] 2014 [cited 20 Apryl 2018] Available from URL :

http://creativecommons.org./licenses/by/3.0

15. Pabary R. Complicated pneumonia in Children. [Series Online] Depertement

of Pediatrics Respiratory Medicine 2013[cited 3 Mei 2018]Available from

URL : i.balfourlynn@imperial.ac.uk

19

Anda mungkin juga menyukai