SNAKE BITE
Dokter Pembimbing :
dr. Nur Kartika Sari
Disusun oleh :
dr. Meliyana Dewi
LAPORAN KASUS
SNAKE BITE
Penyusun :
Hari/Tanggal :
Pembimbing
NIP : 199304042009032013
Portofolio Kasus
No. ID dan Nama Peserta : dr. Meliyana Dewi
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kayen, Kabupaten Pati
Topik : Gigitan Ular
Tanggal (kasus) : 22 Desember 2021
Nama pasien : Tn. S No. RM : 34813
Tanggal presentasi : Nama Pendamping : dr. Nur Kartikasari
Tempat presentasi : RSUD Kayen, Kabupaten Pati
Objektif presentasi :
√ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegara □ Tinjauan Pustaka
√ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi :
Pasien laki-laki usia 38 th datang dengan keluhan digigit ular sejak 1 jam SMRS
□ Tujuan:
Menganalisis etiologi timbulnya manifestasi keluhan penderita.
Menentukan diagnosis yang tepat sehingga mendapatkan penanganan yang tepat pula.
Bahan bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara membahas : □ Diskusi √ Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos
Data pasien : Nama : Tn. S Nomor Registrasi : 34813
Nama klinik : Telp : - Terdaftar sejak : 22 Desember 2021
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
± 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan digigit ular dan terasa
semakin nyeri, pasien mengatakan ular berwarna belang, sebesar jari telunjuk. Keluhan
yang dialami pasien pada ujung jari ibu kaki kiri. Terdapat bekas gigitan ular dan bengkak.
Pasien tidak mengeluh adanya rasa mual dan muntah.
2. Riwayat pengobatan :
Pasien belum berobat sebelumnya.
3. Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat keluhan serupa disangkal
- Riwayat rawat inap disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat DM disangkal
4. Riwayat Keluarga :
1. Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa
2. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal dengan istri dan 2 orang anaknya. Pasien berprofesi sebagai petani di
sawah. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
Kesan : sosial ekonomi menengah
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Composmentis, GCS E4V5M6 , tampak sakit ringan
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Frekuensi nadi : 84x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 22x/menit, reguler
Suhu : 36,4°C per axilla
VAS : 5-6
Rambut : warna hitam dan tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
diameter 2mm/2mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-)
Tenggorok : Tonsil : T1-1, hiperemis (-)
Leher : JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi servikal (-),
Toraks : retraksi (-), venektasi (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-).
Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar : (vesikuler / vesikuler)
suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di 2cm lateral linea mideoclavicularis sinistra, kuat
angkat (-), thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 cm medial linea medioclavicularis
sinistra
→ konfigurasi jantung kesan normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, warna sama dengan sekitar
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) , hepar dan lien tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : superior inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Tonus normotonus
Status Lokalis
Pada ujung jari ibu jari kaki kiri terdapat bekas gigitan ular (+), dan terdapat edem
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (21/12/20)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi rutin
Hemoglobin 15 g/dl 14-18
Hematokrit 44.9 % 40-48
Leukosit 4.8 ribu/µl 4-10
Trombosit 359 ribu/C 150 – 400
Wkt Perdarahan - menit 1-3
Wkt Pembekuan - menit 2-6
Kimia Klinik
GDS 100 mg/dl 70-170
Lain-lain
Rapid Test Antibody Non reactive Non reactive
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Snake Bite
Tatalaksana Snake Bite
SOAP
1. SUBJEKTIF :
Pasien mengeluhkan digigit ular sejak 1 jam SMRS dan terasa semakin nyeri,
pasien mengatakan ular berwarna belang, sebesar jari telunjuk. Keluhan yang dialami
pasien pada ujung jari ibu kaki kiri. Terdapat bekas gigitan ular dan bengkak. Pasien tidak
mengeluh adanya rasa mual dan muntah.
2. OBJEKTIF : hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit ringan,
kesadaran composmentis.
Pada pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan head to toe didapatkan dalam batas
normal. Pada pemeriksaan status lokalis pada ujung jari kelingking kiri terdapat luka
bekas gigitan ular dan edem.
Seluruh pemeriksaan tersebut mendukung diagnosis snake bite
3. “ Assesment’’ :
Snake bite
4. “ Plan” :
Assessment : snake bite
IP Dx : S:-
O:-
IP Tx : - ABU 1 vial dalam D5 200cc habis 1 jam
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj. Tofedex 2x1
- Inj. Ceftriaxon 2x1
- Inj. Dexametason 3x1
- Inj. ATS 1500 IU
IP Mx : Evaluasi keadaan umum, tanda vital dan balans cairan.
IP Ex : Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien
FOLLOW UP
Tanggal Monitoring Keterangan
23/12/2021 S : Pasien mengeluh ibu jari kaki kiri IVFD RL 20 TPM
10.00 masih bengkak Inj. Ranitidin 2x1
Seruni O : KU baik, CM Inj. Tofedex 2x1
TD : 120/80 mmHg Inj. Ceftriaxon 2x1
HR : 98x/menit Inj. Dexametason 3x1
RR : 21x/menit
T : 36,5°C (axiller)
A : Snake Bite
24/12/2021 S : tidak ada keluhan IVFD RL 20 TPM
09.00 O : KU Baik, CM Inj. Ranitidin 2x1
Seruni TD : 120/70 mmHg Inj. Tofedex 2x1
HR : 79x/menit Inj. Ceftriaxon 2x1
RR : 20x/menit Inj. Dexametason 3x1
T : 36,5°C (axiller)
A :Snake Bite
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Viperidae (vipers, adders, pit vipers, and mocassins), Elapidae (cobras, mambas, kraits, coral snakes,
Australasian venomous snakes, and sea snakes), Atractaspididae (burrowing asps) — memiliki
kemampuan untuk menyuntikkan bisa menggunakan gigi yang telah termodifikasi (taring). 2
Bisa ular dihasilkan dan disimpan pada sepasang kelnjar di bawah mata dan dihubungkan ke taring
oleh Saluran racun menghubungkan kelenjar penghasil racun sampai dasar taring (fang).
Sampai saat ini belum ada aturan baku untuk membedakan ular berbisa atau tidak. Beberapa
ular yang tidak berbisa telah berevolusi menyerupai ular beracun begitu pula sebaliknya sehingga
terlihat hampir sama. Meskipun dalam beberapa hal ular berbisa memiliki ciri-ciri tertentu seperti
ukuran dan bentuk tubuhnya, pola kulitnya, perilaku dan suara jika dalam keadaan terancam. 1
Sebagai contoh ular jenis kobra sudah dikenal luas akan menegakkan tubuhnya, menyemburkan racun
dan secara agresif mematuk lawannya jika dalam kondisi terancam.
Ular penghasil bisa (snake venom) berbahaya, bisa yang dikeluarkannya 90% merupakan
protein sisanya merupakan nonenzim seperti protein nontoksis yang mengandung karbohidrat dan
logam. Bisa tersebut mengandung lebih dari 20 macam enzim yang berbeda termasuk phospholipases
A2, B, C, D hydrolases, phosphatases (asam sampai alkalis), proteases, esterases,
acetylcholinesterase, transaminase, hyaluronidase, phosphodiesterase, nucleotidase dan ATPase serta
nucleosidases (DNA & RNA).3
2 Bisa Ular
Beberapa enzim yang terkandung dalam bisa ular antara lain :
Zinc metalloproteinase haemorrhagins: Merusak endotel vaskular, mengakibatkan perdarahan.
Procoagulant enzymes: Mengandung serine protease dan enzim prokoagulan yang merupakan zat
pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang menstimulasi pembekuan darah
dengan membentuk benang fibrin pada aliran darah. Ironisnya proses ini membuat darah menjadi
sukar membeku karena hampir semua fibrin rusak dan faktor-faktor pembekuan darah tersebuat
akan berkurang dalam waktu sekitar 30 menit setelah gigitan ular.
Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, Sel darah merah, leukosit, platelet, saraf
tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain, menghasilkan aktifitas
neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan antikoagulan.
Acetylcholinesterase
Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.
Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga menybabkan edema,
munculnya bulla, lebam, dan nekrosis pada tempat gigitan. 1
Selain itu ada zat penyusun bisa ular yang bersifat neurotoksik post sinaps yaitu α-bungarotoxin
and cobrotoxin, yang terdiri atas 60-62 atau 66-74 asam aminio dan subunit fosfolipase A yang
melepaskan asetilkolin pada saraf tepi di neuromuscular junction dan mencegah pelepasan
neurotransmiter.
Peningkatan permeabilitas vaskular jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan renjatan
atau syok yang jika tidak tertangani dapat menyebabkan kematian. Seringkali bisa ular bersifat
neurotoksik yang menyebabkan kelumpuhan (paralysis) dan terhentinya pernapasan, serta
pengaruh kardiotoksik menyebabkan denyut jantung berhenti juga berpengaruh kepada terjadinya
miotoksik.2
Tabel 1 : Protein pada bisa ular dan kepentingan klinis 1
3 Epidemiologi
Pada tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun
termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia. 1 Di Amerika dilaporkan 4000-7000 kasus
gigitan ukar per tahun dengan rata-rata 4 kasus per 100.000 penduduk. Selama 5 tahun penelitian
retrospektif dari sekitar 25 kasus gigitan, 4 diantaranya memerlukan tindakan fasciotomi dan 2
memerlukan tandur kulit dengan rasio laki-laki : perempuan = 9 : 1 Dan 50% sering terjadi pada umur
18-28 tahun.5 Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus gigitan
ular per tahun. 1
4 Patogenesis
4.1. Gangguan pembekuan darah
Umumnya ular berbisa, bisanya mengandung serine protease, metaloproteinase yang
mengganggu hemostasis dengan aktivasi atau menghambat faktor koagulan atau platelet dan merusak
endotel vaskular. Enzim dalam bisa ular akan berikatan dengan reseptor platelet menginduksi atau
menghambat agregasi platelet. Enzim-enzim prokoagulan akan mengaktifkan protrombin, faktor
V,X,XIII dan pasminogen endogen. Kombinasi konsumsi aktivitas antikoagulan, terganggunya
jumlah dan fungsi platelet dan kerusakan dinding endotel pembuluh darah berakibat perdarahan yang
hebat pada pasien,
Penyakit pembekuan darah (koagulopati) ditandai defibrinasi yang berkaitan dengan jumlah
trombosit. Di samping itu dapat mengubah protrombin menjadi trombin dan mengurangi faktor V,VII,
protein C dan plasminogen.Tekanan di sistem kardiovaskuler menyebabkan DIC atau tekanan di otot
jantung. 2
4.2 Neurotoksik
Bisa ular yang bersifat neurotoksik akan menghambat eksitasi neuromuskular junction perifer
dengan berbagai cara. Sehingga gejala yang paling sering muncul adalah mengantuk, menunjukkan
bahwa ada kemungkinan pengaruh sedasi sentral yang terkait dengan molekul kecil non protein yang
terdapat dalam bisa ular king cobra. Hampir sebagian besar neurotoksin akan mengakibatkan
pamanjangan efek dari asetilkolin, sehingga muncul gejala paralisis seperti ptosis, ophtalmoplegia
eksternal, midriasis, dan depresi jalan napas dan total flacid paralysis seperti pada pasien dengan
Myastenia Gravis. Selain itu ada pola paralisis desendens yang sulit dijelaskan secara
patofisiologinya.
4.3 Hipotensi
Hipotensi yang terjadi pasca gigitan ular disebabkan karena banyak hal terkait bisa ular itu
sendiri. Ada beberapa faktor yang memepngaruhi permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
ekstravasasi plasma ke jaringan interstisiel. Selain itu zat-zat dalam bisa ular akan memiliki efek
langsung maupun tidak langsung terhadap otot jantung, otot polos dan jaringan lain. Melalui
bradykinin-potentiating peptide, efek hipotensif dari bradikinin akan semakin meningkat dengan
tidak aktifnya peptidyl peptidase yang berfungsi menghancurkan bradikinin dan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II. Penemuan patofisiologi ini merupakan awal mula sintesis
captopril dan ACE inhibitor lain.
5 Diagnosis
5.1 Anamnesa
Riwayat dan mekanisme kejadian, jenis ular yang menggigit (warna, ukuran, bentuk, ciri khas) dapat
ditanyakan langsung kepada korban gigitan, namun seringkali pasien tidak tahu. Selain itu perlu
ditanyakan waktu kejadian yang dapat mempengaruhi terapi dan prognosis pasien, gejala yang pasien
rasakan saat ini serta riwayat alergi, pengobatan (antikoagulan) dan penyakit terdahulu (jantung, paru,
ginjal).5
5.2 Manifestasi Klinis
- Gigitan ular tanpa masuknya bisa ular
Pada korban gigitan ular atau yang masih disangka tergigit ular biasanya akan muncul gejala
panik, cemas serta gelisah dikarenakan kerakutan yang biasa sehingga dapat muncul gejala kaku pada
ekstremitas ataupun vasovagal shock. Tekanan darah dan nadi akan meningkat disertai menggigil dan
berkeringat.
- Gigitan ular dengan masuknya bisa ular
o Tanda dan gejala awal
Setelah masuknya taring ular pada kulit akan muncul nyeri yang kemudian berkembang
sensasi terbakar, berdenyut dan nyeri akan bertambah hebat dan akan meningkat ke bagian
proksimal dari bagian yang tergigit. Pembesaran kelenjar getah bening regional sering
dijumpai (KGB ingunalis jika yang tergigit adalah ekstremitas inferior dan KGB axila jika
yang tergigit adalah ekstremitas superior.
4. Status lokalis :
1) terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda luka,
2) bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda inflamasi) yang muncul dalam
5 menit sampai 12 jam setelah kejadian
3) daerah sekitar gigitan nyeri,muncul bula
4) mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-denyut (tingling) di sekitar
wajah atau tungkai dan lengan.
Gambar 5 : Manifestasi klinis pasien dengan gigitan ular
Beberapa faktor yang berpengaruh pada kematian akibat gigitan antara lain 1
1. Serum Anti Bisa Ular : pemberian dosis yang tidak adekuat atau anti bisa ular yang hanya
spesifik untuk satu jenis spesia ular tertentu
2. Waktu ketika mendapat terapi yang adekuat pada pusat layanan kesehatan memanjang akibat
korban biasanya terlebih dahulu datang pada pengobatan alternatif atau masalah pada
transportasi
3. Adanya kegagalan multifungsi pada sistem organ sebagai contoh syok hemoragik atau
sepsis ,dan obstruksi jalan nafas
6 Klasifikasi
a. Penatalaksanaan
Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular adalah untuk menetralisisr
toksin, mengurangi angka kesakitan, dan mencegah komplikasi. Alur yang harus dilakukan adalah
:
Pertolongan pertama
Rujukan ke rumah sakit
Penilain klinis dan resusitasi dengan cepat dan tepat
Mengenali spesies ular jika memungkinkan
Melakukan pemeriksaan penunjang
Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU)
Observasi respon terhadap pemberian SABU
Terapi suportif dan perawatan luka gigitan
Rehabilitasi serta terapi komplikasi
Biasanya setelah kejadian tergigit ular akan dilakukan beberapa cara tradisional untuk
penanganan pertama, namun sebaiknya cara- cara tersebut tidak dilakukan :
Menyedot bisa ular dengan mulut
Memasang torniquet dengan ketat di sekitar luka gigitan karena bisa mengakibatkan nyeri,
bengkak dan menghambat aliran darah ke ekstremitas perifer
Melakukan ompres panas, dingin atau penyayatan luka
Pemberian ramuan herbal atau kompres es 1,5
Yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama pada korban gigitan ular sebelum ke rumah
sakit (pre hospital) :
Pastikan ABC dan monitor tanda-tanda vital (Nadi, Laju pernafasan, Tekanan Darah, Suhu)
kemudian lakukan resusitasi dengan kristaloid sekitar 500- 1000 cc.
Pembatasan pergerakan dan imobilisasi pada daerah sekitar gigitan
Segera rujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang memadai
Jangan berikan SABU terlebih dahulu 1,2,5
Rumah sakit
Selalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous system Exposure (hindari
hipotermia) dan evaluasi tanda-tand syok (takipnea, takikardia, hipotensi, perubahan status
mental). Pemberian SABU berdasarkan derajat gigitan ular. 1
Keadaan yang memerlukan resusitasi segera jika adanya tanda-tanda syok dari
- Efek bisa ular pada cardiovascular seperti hipovilemia, syok perdarahan, pelepasan mediator
inflamasi dan yang jarang yaitu anafilaksis primer
- Gagal nafas karena paralisis otot pernafasan
- Cardiac arrest karena hiperkalemia akibat rhabdomyolisis
ii. Antibiotik
Antibiotik profilaksis spektrum luas masih direkomendasikan yaitu cephalosporin generasi
tiga dengan spektrum luas gram negatif (Ceftriaxone) akan menekan pertumbuhan bakteri
yang mengakibatkan infeksi sekunder.
iii. Analgesik
Jika diperlukan dapat diberikan analgetik kuat seperti golongan opioid : petidin dengan dosis
dewasa 50-100 mg, anak-anak 1-1,5 kg/kgBB atau morfin dengan dosis dewasa 5-10 mg dan
anak-anak 0,03-0,05 mg/kg
b. Komplikasi
Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan sindrom kompartemen. Nekrosis yang
luas mungkin memerlukan tindakan debridemen atau amputasi karena kerusakan pada jaringan
yang lebih dalam. Di kemudian hari dapat saja timbul osteomyelitis, dan ulkus kronis. Jika setelah
gigitan ular sempat terjadi paralisis otot pernapasan yang mengakibatkan hipoksia otak dan bisa
mengakibatkan defisit neurologis menetap.
c. Monitoring
Pada pasien dengan gagal nafas dapat diberikan oksigen, intubasi atau bagging manual dan
biasanya akan membaiki dalam 1 bulan. Dapat juga diberikan anticholinesterase. Tirah baring dan
pembatasan gerak untuk menghindari trauma diperlukan pada pasien dengan gangguan
hemostasis, dapat diberikan transfusi FFP (fresh Frozen Plasma) dan Cryoprecipitate dengan
konsentrat platelet, namun jika tidak ada dapat diebrikan Whole Blood. Kadang diperlukan
vasopressor sejenis dopamin atau norepinefrin pada pasien dengan syok atau kerusakan
miokardium dan dialisi jika terjadi AKI. Adanya rhabdomyolisis mengakibatkan asidosis
metabolik seperti pada crush injury dapat dikoreksi dengan natrium bicarbonat sesuai dosis
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pendamping,