PENDAHULUAN
Pada setiap kasus yang dilaporkan sebagai gigitan ular, harus dipastikan
apakah gigitan tersebut disebabkan ular berbisa. Hal tersebut dapat ditentukan antara
lain dari luka bekas gigitan yang terjadi. Jika identifikasi sulit ditentukan, gejala dan
tanda akibat gigitan bisa ular menjadi dasar untuk menegakkan diagnosis.4
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. Hajar
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Alamat : RT 08 Desa Ture
Agama : Islam
Tanggal MRS : 11 Juni 2018
2.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan jari telunjuk kanan terasa nyeri sejak ± 10
jam setelah di gigit ular.
2
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat digigit ular sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluhan yang serupa (-)
Riwayat Pekerjaan dan Sosial
Pasien merupakan seorang petani karet
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15
Tanda-tanda Vital :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,5 0C
Status Generalisata
Kepala dan leher
Kulit :Warna sawo matang, hiperpigmentasi (-), jaringan parut (-),
pertumbuhan rambut normal, turgor baik.
Kepala : Bentuk simetris, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edem pelpebra (-/-),
Reflek cahaya (+/+), pupil isokor
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : Bentuk normal, bibir kering (-), bibir sianosis (-), mukosa anemis (-),
gusi berdarah (-).
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-).
3
Thoraks
Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pergerakan dinding dada yang
tertinggal, jejas (-)
Palpasi : Pergerakan dada simetris, fremitus taktil dada kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada thorak dextra dan sinistra
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V di linea midklavikularis
sinistra selebar 2-3 jari
Perkusi :
Batas jantung kanan : ICS IV, linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V, linea midklavikularis sinistra
Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatrik (-), venektasi (-), jaringan parut (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) di regio epigastrium
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema +/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Gerak +/+ +/ +
4
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus N/N N/N
Refleks fisiologis +/+ +/+
Refleks patologis -/- -/-
Status Lokalisata :
Regio manus dextra :
Inspeksi : fang mark (+), edema (+), hiperemis (+)
Palpasi : nyeri tekan pada tangan kanan, akral hangat, CRT < 2
detik
Gerakan : gerak aktif dan pasif dextra tidak terbatas
5
GDS 111 mg/dl
6
Inj. Dexamethasone 3
x 1 amp IV
13 Juni S: luka masih terasa nyeri (-) Pasien Pulang
2018 O: TD : 120/70
Edema (-) , Hiperemis (-)
A: Post snake bite
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan gigitan ular berbisa maupun tidak
berbisa yang mengakibatkan luka tusukan yang ditimbulkan oleh taring ular.
3.2 Epidemiologi
Diperkirakan setidaknya 421.000 kasus envenomasi (injeksi bisa terhadap
korban melalui sengatan/ gigitan oleh hewan berbisa) dan 20.000 kematian timbul
setiap tahunnya di seluruh dunia akibat gigitan ular. Sebagian besar perkiraan
kejadian gigitan ular dijumpai di Asia Selatan dan Asia Tenggara, Sub-Sahara
Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kasus gigitan ular yang bervariasi
secara geografik dan musiman, terutama pada daerah pedesaan tropikal dimana
pelaporan dan pendataan masih kurang, dan sifat pengobatan tradisional yang
kadang lebih dipilih dibandingkan pengobatan medis, berkontribusi terhadap
kesulitan untuk mempelajari epidemiologi gigitan ular.5
3.3 Klasifikasi
Derajat berat kasus gigitan ular berbisa umumnya dibagi dalam 4 skala,
yaitu derajat 1 (minor) = tidak ada gejala, derajat 2 (moderate) = gejala lokal,
derajat 3 (severe) = gejala berkembang ke daerah regional, derajat 4 (major) = gejala
sistemik.6
8
Tabel 1 ini adalah tabel skor dari derajat beratnya kasus gigitan ular
berbisa dari famili Crotalidae dan famili Elapidae.6
Tabel 1. Klasifikasi gigitan ular berbisa
Famili Crotalidae 9 Famili Elapidae 6
Derajat Derajat Gejala dan tanda Derajat Gejala dan tanda
1. Minor Tredapat tanda bekas 0 – none Riwayat digigit ular,
gigitan / taring, tidak pembengkakan lokal
ada edem, tidak nyeri, dengan tanda guratan,
tidak ada gejala sistemik, tidak ada gangguan
tidak ada koagulopati. Neurologis
2. Moderate Terdapat tanda bekas 1 – moderate Derajat 0 ditambah
gigitan/taring, edem gejala neurologis atau
lokal, tidak ada gejala disertai eforia, mual,
sistemik, tidak ada muntah, parestesia,
Koagulopati ptosis, kelemahan otot,
paralisis, sesak
3. Severe Terdapat tanda bekas 2 – severe Gejala pada derajat 1
gigitan, edem regional ditambah paralisis otot
(2 segmen dari ekstremitas), pernapasan dalam 36
nyeri yang tidak teratasi oleh jam pertama
analgesik, tidak ada tanda
sistemik, teradapat tanda
koagulopati.
4. Major Terdapat tanda bekas gigitan ,
edem yang luas terdapat tanda
sistemik (muntah, sakit kepala,
nyeri pada perut dan dada, syok),
trombosis sistemik
9
3.5 Patofisiologi
10
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan
usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur.
Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang
dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah,
sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular
dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban.
Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat
bisa ular.8
acid esterase menyebabkan terjadi KID.6 Pada kasus yang berat bisa ular dapat
menyebabkan kerusakan permanen, gangguan fungsi bahkan dapat terjadi amputasi
pada ekstremitas.9
11
3.6 Gambaran klinis
Gejala lokal
- Edema
- Nyeri tekan pada luka gigitan
- Ekimosis dalam 30 menit sampai 24 jam
Gejala sistemik
- Hipotensi
- Kelemahan otot
- Berkeringat
- Menggigil
- Mual dan muntah
- Hipersalivasi
- Nyeri kepala
- Pandangan kabur
12
Gejala khusus
-
Hematotoksik, perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritoneum, otak, gusi, melena dan hematemesis, perdarahan
kulit(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuria, koagulasi
intravascular diseminata
-
Neurotoksik, hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernafasan,
ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflex abnormal, dan
kejang.
-
Kardiotoksik, hipotensi, henti jantung.10
13
bervariasi sesuai spesies yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksi pada
korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain tanda gigitan ular(fang marks),
nyeri lokak, perdarahan lokal, memar, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis
jaringan.
3.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah:
Menghalangi/memperlambat absorbsi bisa ular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik.10
14
Usaha menghambat absorbsi dapat dilakukan dengan memasang tourniket
beberapa centimeter di proksimal gigitan atau di proksimal pembengkakan yang
terlihat, dengan tekanan yang cukup untuk menghambat aliran vena tapi lebih
rendah dari tekanan arteri. Tekanan dipertahankan dua jam. Penderita
diistirahatkan supaya aliran darah terpacu. Dalam 12 jam pertama masih ada
pengaruh bila bagian yang tergigit direndam dalam air es atau didinginkan dengan
es.11
Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma atau darah dan
pemberian vasopresor untuk menanggulangi syok. Mungkin perlu diberikan
fibrinogen untuk memperbaiki kerusakan sistem pembekuan. Dianjurkan juga
pemberian kortikosteroid.11
Tindakan Pelaksanaan
15
1. Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah
Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang
mengandung alkohol
Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat
daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang
berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan
adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau ateri.
16
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat
pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way:9
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam,
jika derajat meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Derajat Beratnya Taring atau Ukuran zona edema/ Gejala sistemik Jumlah vial
evenomasi gigi eritemato kulit (cm) venom
I Minimal + 2-15 - 5
II Sedang + 15-30 + 10
17
berulang. Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae
untuk tidak menjalani operasi minimal 2 minggu setelah gigitan
Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frizen (dan
antivenin)
Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah,
fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit
Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota
badan
Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase),
diawali dengan sulfas atropin
Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari
penggunaan obat – obatan narkotik depresan
Terapi profilaksis
Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang
dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp,
B.fragilis
Beri toksoid tetanus
Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi.
18
Hindari berjalan pada malam hari terutama di daerah berumput dan
bersemak – semak
Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan teliti
Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita yang
tergigit akibat kejadian semacam itu.10
3.10 Prognosis
Gigitan ular berbisa berpotensi menyebabkan kematian dan keadaan yang
berat, sehingga perlu pemberian antibisa yang tepat untuk mengurangi gejala.
Ekstremitas atau bagian tubuh yang mengalami nekrosis pada umumnya akan
mengalami perbaikan, fungsi normal, dan hanya pada kasus-kasus tertentu
memerlukan skin graft.13
19
BAB IV
ANALISIS KASUS
Diagnosa pasien adalah snake bite digiti II manus dextra, yang didapatkan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan tangan terasa sakit, bengkak, dan kemerahan setelah di gigit ular.
Pasien di gigit di jari telunjuk tangan kanan ± 10 jam SMRS. Sebelumnya pasien
mengatakan jari telunjuk tangan kanannya digigit ular saat pasien sedang
memotong karet di kebun. ± 9 jam SMRS pasien berobat ke puskesmas Sungai
Duren dan diberikan suntikan penghilang nyeri, dan petugas puskesmas
menyarankan pasien ke RSUD Raden Mattaher untuk mendapatkan suntikan anti
bisa ular. Mual (+), muntah (-) pusing (-), sakit kepala (+), demam (-). Menurut
pasien ular yang menggigit pasien berwarna hijau dan sebesar ibu jari kaki.. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Status lokalisata pasien ditemukan :
Regio manus dextra :
Inspeksi : fang mark (+), edema (+), hiperemis (+)
Palpasi : nyeri tekan pada tangan kanan, akral hangat, CRT < 2
detik
Gerakan : gerak aktif dan pasif dextra tidak terbatas
Lalu dilakukan pemeriksaan darah rutin. Hasil pemeriksaan darah rutin
didapatkan dalam batas normal. Tatalakasana yang diberikan adalah:
Terapi cairan RL dan Dextrose 5% 20 tpm
pemberian SABU (serum anti bisa ular)
Inj. Ceftriaxone 1x2gr
Inj. Ranitidine 2x1 amp
Inj. Dexamethasone 3 x 1 amp IV
Hal ini sesuai dengan teori, dimana gejala lokal yang ditemukan berupa nyeri,
dan edema. Dan juga dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
darah rutin. Hal ini dilakukan untuk penatalaksanaan selanjutnya. Tatalaksana
yang diberikan bertujuan untuk :
20
Menghalangi memperlambat absorbsi bisa ular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik.
Diberikan juga antibiotik sebagai terapi profilaksis.
21
BAB V
KESIMPULAN
Snake bite dapat terjadi kapan saja. Gigitan ular tersebut dapat berbisa dan
tidak berbisa. Gigitan ular yang berbisa mengandung lebih dari 90 % protein.
Setiap racun mengandung lebih dari seratus protein yang berbeda, enzim ( yang
merupakan 80-90 % dari viperid dan 25-70 % dari racun elapid ), racun
polipeptida non-enzimatik, dan tidak beracun protein seperti faktor
pertumbuhan saraf. Kandungan bisa ular ini lah yang nanti akan menyebabkan
gejala lokal, gejala sistemik dan gejala khusus. Maka dari itu pecegahan dari
penyebaran bisa ular serta penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan untuk
mendapatkan prognosis yang baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
4. Gold BS, Dart RC, Barish RA. Bites of venomous snakes. N Engl J
Med, 2002; 347:347-56.
23
10. Sudoyo, A.W.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006
11. De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
12. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen
POM Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
13. Holve S. Envenomation. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pedi- atrics. Edisi ke-16. Philadelphia:WB
Saunders com- pany, 2000. h. 2174-8.
24