Anda di halaman 1dari 21

PORTOFOLIO

ASMA BRONKIAL

Disusun oleh:
dr. Asa Suci Annisa

Pembimbing :
dr. Dini Rahayu

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RSUD H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI
2018

1
BAB I

STATUS PASIEN

I. PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 63 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Pedagang nasi gemuk
e. Pendidikan : SD
f. Alamat : RT 60, Jelutung

2. ANAMNESA
Keluhan utama : Sesak napas sejak tiga hari lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 3
hari lalu. Awalanya keluhan muncul setelah pasien memasak di tungku
dapur. Keluhan sesak dirasakan hilang timbul, terutama muncul pada
malam hari, setelah masak dan ketika kelelahan. Dalam tiga hari ini
keluhan semakin memberat. Keluhan seperti ini sudah berulang dari
pasien masih muda.
Dalam satu bulan keluhan sesak muncul bebrapa kali (pasien lupa
jumlahnya) dan dalam seminggu ada 3 kali dan terbangun pada malam
hari. Saat sesak melanda pasien tidak dapat berjalan, namun masih bisa
berbicara perlahan. Pasien tidak ada mengknsumsi obat rutin.
Selain itu, keluhan juga disertai dengan batuk yang kadang
berdahak. Dahak bewarna putih agak kental, ketika batuk pasien juga
mengeluhkan nyeri dada dan juga pusing. Bercak darah disangkal, mual

2
muntah disangkal. Saat pagi udara dingin pasien mengeluh sering keluar
ingus dan bersin-bersin jika terkena debu serta bulu kucing.
3. Riwayat Penyakit sebelumnya :
 Riwayat asma semenjak remaja (+)
 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (+) ± 5 bulan yang lalu
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat Diabetes melitus disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat keluhan yang sama pada cucu pertama (+)
 Ibu pasien memiliki riwayat asma (+)

5. Pemeriksaan Fisik

Kondisi umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 130/70mmHg
Nadi : 102 x/mnt
Respirasi : 27 x/mnt
Suhu : 36,8 °C
TB : 160 cm
BB : 65 kg
Gizi : baik

Status General:

Mata : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor


THT :
 Telinga : sekret -/-, kotoran telinga -/-
 Hidung : sekret -/-, kongesti -/-
 Tenggorokan : tonsil T1/T1, pharing hiperemis -/-, lidah normal,

3
bibir normal
Leher : JVP 5+1 cmH2O, pembesaran kelenjar -
Thorax : simetris kanan dan kiri, spider nevi (-), penggunaan otot-otot
pernapasan (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordisteraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Bawah Kanan : ICS IV Linea parasternal dextra
Bawah Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ 1 dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, penggunaan otot
pernapasan (-)
Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing +/+.

Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, sikatriks (-), spider nevi (-), luka
bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium(+)
Perkusi : tympani pada keempat kuadran
Ekstremitas :
Superior : kekuatan motorik 5/5, Akral hangat, CRT < 2 detik,
edema (-/-)
Inferior : kekuatan motorik 5/5, Akral hangat, CRT < 2 detik,
edema (-/-)

4
6. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan

7. Diagnosa Kerja
Asma Bronkial

8. Diagnosa Banding
 Bronkitis Kronik
 Emfisema paru
 Gagal Jantung Kiri

9. Anjuran Pemeriksaan
 Pemeriksaan spirometri
 Uji Kulit

10. Manajemen :
a. Promotif
- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
penyakitnya, bahwa penyakit tersebut oleh karena faktor genetik
yang sifatnya menurun dan kekambuhan penyakit dipicu oleh
beberapa faktor lingkungan, sehingga pencegahan untuk
menghindari kekambuhan penyakit tersebut yaitu dengan
mengindari alergen (asap tungku, bulu kucing dan suhu yang
dingin serta menghindari kelelahan).
- Memberikan informasi kepada pasien mengenai pengobatan
pasien.

b. Preventif
- Menganjurkan pasien untuk beristirahat yang cukup dan
mengurangi aktivitas berat

5
- Menganjurkan pasien untuk menghindari asap tungku
- Menganjurkan keluarga menjaga kebersihan lingkungan rumah
- Menganjurkan pasien dan keluarga untuk tidak memelihara
hewan berbulu di rumah
- Menganjurkan pasien untuk menghindari makanan yang
berpotensi menimbulkan alergi

c. Kuratif
- Non farmakologi
- Istirahat yang cukup
- Menghindari faktor pencetus

- Farmakologi
Obat yang diberikan di puskesmas :
- Salbutamol tablet 3 x 2 mg
- Deksamethasone 2 x 4 mg
- Chlorpheniramine meleat 2 x 4 mg
- Omeprazole 100mg 3 x 1 tablet

d. Rehabilitasi
- Mengurangi aktivitas fisik yang berat
- Menjaga pola hidup yang sehat dan bersih

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel
dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang
termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan
suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea
dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari
saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat
berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2

B. Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini
adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan
gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.3
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan
prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat
ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5

C. Etiologi Asma Bronkhial


Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkial.
1. Faktor predisposisi

7
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu, hipersensitifitas saluran pernafasan juga bisa diturunkan
2. Faktor pencetus
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1) Inhalan yang masuk melalui saluran pernafasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan yang msuk melalui mulut seperti makanan dan obat-
obatan
3) Kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti
perhiasan logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Suhu yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma.
c. Stres
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma
d. Lingkungan kerja
e. Olahraga/aktivitas jasmani yang berat. 1

D. Klasifikasi Asma Bronkhial :


1. Berdasarkan etiologi
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu bunga, obat-
obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering

8
dihubungan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebabkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
Asma ekstrinsik dibagi menjadi :
1) Asma ekstrinsik atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut :
a) Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik
dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1
b) Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal
kehidupan , 85 % kasus timbul sebelum usia 30 tahun.
c) Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada
masa puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda.
2) Asma ekstrinsik non atopik
Memiliki sifat-sifat antara lain :
1) Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-
macam alergen yang spesifik
2) Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda
terhadap alergi yang tersensitasi dapat menjadi sensitif.
3) Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik
4) Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau
dikemudian hari
b. Intrinsik/idiopatik ( non alergik )
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
Sifat dari asma intrinsik :
1) Alergen pencetus sukar ditentukan

9
2) Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi
hasil negatif
3) Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma
dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda.
4) Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas
30 tahun dan disebut juga late onset asma
5) Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan
seringkali menimbulkan kemaian bila pengobatan tanpa disertai
kortikosteroid
6) Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun
tidak dapaat dibuktikan dengan keterlibatan IgE
7) Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik
8) Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid
misalnya sel LE
9) Riwayat keluarga jauh lebih sediking sekitar 12-48%
10) Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
2. Berdasarkan Keparahan Penyakit
a. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam
bebrapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 dalam 1 bulan,
fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak
expiratory folw ( PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second ( PEVI)
> 80%
b. Asma persisten ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1
hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari
terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEVI > 80%

10
c. Asma persisten sedang
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi menganggu aktifitas atau tidur,
gejala asma malam hari terjadi > 1 kali dalam seminggu, menggunakan
inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEVI >
60% dan < 80%
d. Asma persisten berat
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma
malam hari sering terjadi, aktivitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF
dan PEVI < 60%.
3. Berdasarkan terkontrol atau tidaknya asma
Dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol, asma terkontrol sebagian ( partial)
dan asma tak terkontrol. 1.2

F. Gejala Klinis Asma Bronkhial


Keluhan utama penderita asma ialah sesak nafas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti
bunyi mengi ( wheezing), batuk disertai serangan napas yang kumat-kumatan.
Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, berat ataupun
sedang dan sesak nafas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama
makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. 4
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing
tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila
dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernafasan, wheezing akan
terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu
ada, bahkan seringkali diikuti dengan sahak putih berbuih. Selain itu, makin
kental dahak maka keluhan sesak akan semakin berat.4
Tanda lain yang menyertai sesak nafas adalah pernafasan cuping hidung
yang sesuai dengan irama pernafasan. Frekuensi pernafasan terlihat meningkat
( takipnea) otot bantu pernafasan ikut aktif, dengan tampak gelisah. Pada fase
permulaan, sesak nafas akan diikuti dengan penurunan Pa02 dan PaCO2 tetapi
pH normal atau naik sedikit. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan

11
meperberat sesak nafas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan PH serta
meningkatkan PaCO2 darah. Salin itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan
denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi
kaekolamin dalam darah akibat respon hipoksemia.1

E. Patofisiologi Asma Bronkhial 1,2


Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi, seorang yang mempunyai alergi mempunyai kecendrungan
untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifiknya.
Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapapt pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan beronkus kecil.

Gambar 1. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut


meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat ( yang merupakan leukotrient),
faktor kemotatik eosinofil dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-

12
faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkiolus dan spasme otot
polos bronkiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
Pada asma diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
ekspirasi pada menekan bagian luar bronkiolus. Karena dalam paru selama
ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menybabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru hal ini
menyebabkan barrel chest

Asma : Infeksi kronis saluran


napas

Pemicu

Hiperreaktivitas

Sel mast
Melepas mediator :
Eosinofil
- Histamin
Limfosit - Prostaglandin\
- Leukotrientt
Netrofil

Bronkokontriksi,
hipersekresi mukus,
edema saluran nafas 13
F. Diagnosis 6
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan
adanya riwayat alergi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan
denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering,
mengi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal
ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang
merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa
(FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus
merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus
terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja

14
(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti
metakolin dan histamin.
c. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala serupa sepert gagal jantung
kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum.
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan.

G. Diagnosis Banding 1 2
1. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk
yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi,
lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
2. Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
3. Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan
edema paru.

H. Penatalaksanaan 7,4
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.

15
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan. Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan
nonmedikamentosa dan pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non-medikamentosa
a. Penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pengendali emosi
d. Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas Controller dan reliever.
a. Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka
panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai
dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
1) Kortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk
mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan
perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan
memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi
pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

16
2) Kortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu
diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka
panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.
3) Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada
asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan
untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.
4) Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas
lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi
menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan
memperbaiki faal paru.
5) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12
jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot
polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator
dari sel mast dan basofil.
6) Agonis beta-2 kerja lama, oral
7) Leukotrien modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan
pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek
bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat
alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator,
juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah
preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan.

17
Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis
reseptor leukotrien sisteinil).
8) Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
b. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
napas. Termasuk pelega adalah :
1) Agonis beta2 kerja singkat
Agonis beta-2 kerja singkat. Termasuk golongan ini adalah
salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di
Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.
Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos
saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan
permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari
sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat
bermanfaat sebagai praterapi pada exerciseinduced asthma
2) Kortikosteroid sistemik.
Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan
bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
3) Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok
efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.
Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik
vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi
yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah
ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
4) Aminofillin
5) Adrenalin

18
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai
berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada
penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian
intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).
3. Cara pemberian pengobatan
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi,
oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan
pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah :
a. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas
b. Efek sistemik minimal atau dihindarkan
c. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu
kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada
oral.

I. Komplikasi 1
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

I. Prognosis 4
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko
yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum
angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan

19
mendapat pengawasan yang cukup kirakira setelah 20 tahun, hanya 1% yang
tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami
serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.14 Pada penderita
yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan
angka kematian pada penderita

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut In : Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : EGC
2. Alsagaff H, Mukty A. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press
3. Morris MJ. 2011. Asthma.
4. Partridge MD. 2007. Examining the unmet need In adults with severe
asthma : Eur Respir Rev
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1023 / Menkes/ SK/ XI/2008 tentang pedoman
pengendalian penyakit asma. Jakarta
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan penyakit asma di indonesia.
7. Mcfadden ER. 2000. Penyakit asma In : Prinsip-prinsip ilmu penyakit Dalam
harrison. Jakarta :EGC

21

Anda mungkin juga menyukai