Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN FARMAKOLOGI

I. Identitas
Nama : An. M
Usia : 3 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Cikulak
Agama : Islam
Suku : Jawa

II. Resume
An. M usia 3 tahun datang ke Puskesmas Cibogo dengan keluhan gatal
pada malam hari. Keluhan gatal yang dirasakan pasien sejak 1 minggu yang
lalu disertai bintik-bintik kemerahan.. Gatal tidak disertai nyeri, namun
terdapat demam ±1 hari dan batuk pilek. Awalnya lesi terlihat di kedua sela-
sela jari tangan, namun semakin lama lesi semakin menyebar dan bertambah
banyak hingga ke seluruh badan. Pada lesi ini kering dan tidak berisi cairan.
Karena keluhan gatal tersebut pasien sering menggaruknya. Gatal tidak hilang
meskipun pasien mandi dan mengganti pakaian. Pasien belum melakukan
pengobatan apapun. Diketahui dari alloanamnesis bahwa nenek pasien
memiliki keluhan serupa. Keluarga pasien mengaku bahwa sering meletakkan
baju ditempat tidur dan jarang mengganti sprei tempat tidur.

III. Diagnosis
Scabies
IV. Tatalaksana
1) Preventif
Menjaga kebersihan dan kelembaban kulit, memakai pakaian yang
menyerap keringat untuk dipakai sehari-hari
2) Promotif
- Merendam pakaian, handuk, sprei yang dipakai oleh penderita dengan
air panas, kemudian dicuci dengan deterjen (dicuci terpisah),
selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari langsung dan diseterika.
- Kasur dan bantal yang digunakan pasien dijemur dibawah sinar
matahari langsung.
- Menjaga kebersihan badan (mandi minimal 2x sehari).
- Menjelaskan mengenai penyakit scabies dan penularannya
3) Kuratif
- Anti scabies : Permetrin krim 5% oles malam hari, didiamkan
selama 8-14 jam lalu dibilas dengan 2x pemakaian Anti histamine
- Chlorpeneramine maleat 2x ½ Tablet

V. Farmakologi
Chlorpeniramine Maleate
Chlorpheniramin maleat atau lebih dikenal dengan CTM merupakan
salah satu antihistaminika yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa
kantuk). Namun, dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai
obat tidur dibanding antihistamin sendiri. Keberadaanya sebagai obat tunggal
maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan
untuk rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat beristirahat.
CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan
efek samping dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui
mekanisme aksi dari CTM sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin
dalam tubuh manusia.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus dan bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk
mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan
histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-
UI,1995 disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging dan
bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.
Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf
pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu
reaksi yang lambat. Efek samping ini menguntungkan bagi pasien yang
memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka yang dituntut
melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna
CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan.
Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan
CTM merupakan efek samping dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM
adalah sebagai antihistamin yang menghambat pengikatan histamin pada
resaptor histamin.

Dosis
Dewasa: 3 - 4 kali sehari 0.5 - 1 tablet.
Anak-anak 6 - 12 tahun: 0.5 dosis dewasa.
Anak-anak 1 - 6 tahun: 0.25 dosis dewasa.

Efek Samping
Sedasi, gangguan gastro intestinal, efek muskarinik, hipotensi,
kelemahan otot, tinitus, eufria, sakit kepala, merangsang susunan saraf pusat,
reaksi alergi, kelainan darah

Permetrin

Permetrin merupakan piretroid dan neurotoksin sintetis. Mekanisme


fisiologi dasar yang terjadi pada parasit atau artropoda yang dikenai adalah
induksi abnormalitas di sepanjang membran sel yang tereksitasi yang
menyebabkan hipereksitabilitas sensorik, gangguan koordinasi, dan
kelumpuhan. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh gangguan pada membran
saraf melalui adanya hambatan pergerakan ion natrium dari luar membran sel
ke dalam yang menyebabkan lambatnya masukan natrium pada akhir
depolarisasi. Selanjutnya, pemanjangan permeabilitas ion natrium selama fase
eksitatori mempengaruhi aktivitas repetitif pada jalur sensorik dan motorik.

Efek inhibitori yang ditimbulkan dapat juga terjadi pada kanal kalsium
serta mempengaruhi ATPase, dan reseptor asetilkolin, GABA, serotonin, dan
benzodiazepin. Beberapa penelitian pada ikan yang terpapar dengan permetrin
in vivo menujukan adanya pengaruh terhadap konsumsi O2 dan menyebabkan
penurunan aktivitas enzim mitokondria. Keadaan tersebut menghambat sistem
transpor mitokondria dan atau komponen rantai respirasi yang menyebabkan
efek toksik terhadap mitokondria.

Farmakokinetik

Farmakokinetik secara sistemik sangat minimal karena hanya sebagian


kecil konsentrasi obat diserap ke dalam tubuh. Meskipun demikian,
distribusinya ke organ-organ tubuh masih belum diketahui secara pasti.

Absorbsi

Pada pemberian sediaan krim 5% dan krim bilas 1% secara topikal,


sebanyak ≤ 2% diabsorbsi secara sistemik dengan onset 10 – 15 menit dan
durasi 10 hari.

Distribusi

Informasi mengenai distribusi permetrin pada jaringan tubuh serta


cairan tubuh manusia pada pemberiam topikal tidak tersedia. Tidak diketahui
apakah permetrin menembus sawar plasenta pada pemberian topikal. Tidak
diketahui apakah permetrin didistribusikan pada air susu manusia, namun
dilaporkan pernah ditemukan pada air susu hewan.

Metabolisme

Permetrin secara cepat dimetabolisme oleh hidrolisis ester menjadi


metabolit inaktif dengan laju yang lebih cepat dibandingkan laju absorbsi
perkutan, sehingga konsentrasi permetrin plasma pada pemberian topikal
(krim 5% atau lotion 1%) sulit terdeteksi. Trans-permetrin dimetabolisme di
hati dan menghasilkan alkohol fenoksibenzil (PBOH) dan asam
fenoksibenzoat (PBCOOH).

Eliminasi

Metabolit utamanya dieksresikan melalui urin dan telah terdapat sejak


7 jam setelah pengaplikasian permetrin topikal. Kadar eksresi tertinggi
terdapat dalam 48 jam setelah terapi namun masih terdapat sedikit kadar
metabolit yang terdeteksi dalam urin beberapa individu dalam 28 hari setelah
terapi. Residu pada rambut masih dapat ditemukan hingga 10 hari.
Konsentrasi cis-permetrin dan trans-permetrin memuncak pada 3-4 jam
pemberian dan secara cepat menurun dengan konsentrasi cis-permetrin lebih
tinggi dibanding trans-permetrin dan menurun di bawah kadar deteksi dalam
25 jam.

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B.G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Rogelio Tornero-Velez, Jimena Davis, Edward J. Scollon, James M. Starr, R.
Woodrow Setzer, Michael-Rock Goldsmith, et al. A Pharmacokinetic Model of cis-
and trans-Permethrin Disposition in Rats and Humans With Aggregate Exposure
Application. Toxicological Sciences. 2012; 130(1): 33-47

Yoon KS, Gao JR, Lee SH. Permethrin-Resistant Human Head Lice, Pediculus
Capitis, and Their Treatment. Arch Dermatol. 2003;139(8):994-1000

Anda mungkin juga menyukai