PPOK
Disusun Oleh :
RIFKI ALBANA
200803101015
Pembimbing :
dr. Dewi Susilowati
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. PPS
No. RM : 10-22-48
Umur : 80 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : lain-lain
Alamat : karang kundi, polanharjo, klaten
Bangsa : WNI
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Tanggal masuk RS : 3 juni 2014
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke UGD RS PKU Delanggu dengan keluhan sesak nafas
RPS
keluhan dirasakan pasien sejak pagi hari, pasien sebelumnya pernah menglami
hal serupa namun tidak sampai di bawa kerumah sakit hanya di tidurkan
kemudian sembuh dengan sendirinya. Demam (-), nyeri dada (-), riwayat
trauma (-), batuk berdahak (+) sejak 2-3 hari yang lalu dahak kuning
RPD
pasien menderita HT tak terkontrol, riwayat asma (+)
Riwayat sosial
pasien merupakan perokok aktif sejak lama, sehari bisa menghabiskan 1-2
bungkus rokok
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : afebris
Pernapasan : 32x/menit
Sianosis : (-)
Ikterik : (-)
Oedema anasarka : (-)
KEPALA
Ekspresi wajah : tampak sesak
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Leher : retraksi m. Sternocleidomastoideus (+)
THORAK
Inspeksi
jejas (-), retraksi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang tertinggal,
sela iga sedikit melebar. Tulang iga dan sternum agak cembung
Palpasi
Simetris lapang paru kanan dan kiri pada saat keadaan statis maupun
dinamis, nyeri tekan (-), vocal fremitus sama pada kedua sisi tetapi
lemah.
Perkusi
Sonor-Hipersonor
Cardiomegali (-)
Auskultasi
Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, tetapi suara nafasnya
melemah, expirasi memanjang, wheezing -/-, ronkhi basah kasar +/+
S1/S2 regular
ABDOMEN
Inspeksi
Kesan dbn
Auskultasi
Peristaklik (+) normal
Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), organomegali (-), ascites (-).
Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen.
Ekstremitas
Kesan dbn
D. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 12.700 4.0-12.0 ribu/uL
AT 504 150-400
Hb 12.4 14,0-18,0 g/dL
Ht 34,3 % 40-48%
Ureum 35 10-50
Keratinin 1,6 0.6-1.1
SGOT 178 6-25
SGPT 17 4-30
GDS 196
SpO2 73(71) (95-100%)
E. Diagnosa Kerja
PPOK
Hipertensi Grade II
F. Terapi di IGD
Infus RL 20 tpm
O2 sungkup
Aminophilin 1 amp drip
Inj. Ranitidin 1 amp
Inj. Metil prednisolon amp
Pasang DC
Nebulizer: ventolin 1 : 1 fomicort
Amlodopin 10 mg PO
Inj. Ceftriaxone 2x1 amp
ICU penuh, rujuk
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
A. DEFINISI
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran
udara ini bersifat progresif dan behubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang beracun/ berbahaya. Istilah penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau
Chronic Obstructif Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelempokkan penyakit-
penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini
mulai dikenal pada akhir 1950an dan permulaan tahun 1960an. Masalah yang menyebabkan
terhambatmya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada
parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimasksud adalah Bronkitis Kronik (masalah dalam
saluran pernapasan), emfisema (masalah dalam parenkim). Ada beberapa ahli yang
menambahkan ke dalam kelompok ini yaitu Asma Bronkial Kronik, Fibrosis Kistik dan
Bronkiektasis. Secara logika penyakit asma bronkial seharusnya dapat digolongkan ke dalam
golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam
golongan PPOK.
Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK bila
obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis
kronik, emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam kelompok PPOK jika keparahan
penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua
penyakit ini belum dapat digabungkan ke dalam PPOK.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease (GOLD) 2006,
PPOK dibagi atas 4 derajat yaitu :
C. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi
paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
Pursed
lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
pada gagal napas kronik.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
suara napas vesikuler normal, atau melemah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
Uji bronkodilator
o Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
o Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai
awal dan < 200 ml
o Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung
pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF),
Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian
kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan.
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per
hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
CT Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta
derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh
foto toraks polos
Mengetahui fungsi respirasi paru
Scan ventilasi perfusi
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh
Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.1,2
D. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi
paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.