Anda di halaman 1dari 20

Laporan WOC

LAPORAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) PADA


TN. B DI RUANG SHAFA SELAMA 21-27 MARET 2022 DI RSUD
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi


Tugas Keperawatan Dasar Profesi

Oleh :
Risky Monika
P1337420921215 (Aceh)

Pembimbing Klinik:
Erlangga GZN,Ns.,S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEMARANG
2022
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Menurut American College of Chest Physicians/American Society, (2015). Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekolompok penyakit paru menahun yang berlangsung
lama dan disertai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara (Padila, 2012). Ketiga
penyakit yang membentuk kesatuan PPOK adalah bronkitis kronis, emfisema dan asma
bronkial.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan peyakit kronik paru yang ditandai
dengan terbatasnya aliran udara di dalam saluran pernafasan yang tidak sepenuhnya
reversible. Gangguan bersifat progresif ini disebabkan oleh adanya inflamasi kronik akibat
gas yang bersifat racun bagi tubuh. Penyebab utama PPOK antara lain asap rokok, polusi
udara dari pembakaran, dan partikel-partikel gas berbahaya. Beberapa masalah akan timbul
sehingga mengakibatkan kegagalan pernafasan yang didefinisikan sebagai kegagalan ventilasi
dan kegagalan oksigenasi di sebabkan karena gangguan pusat pernafasan, gangguan otot
dinding dada dan peradangan akut jaringan paru yang menyebabkan sesak nafas
(Djojodiningrat D, 2014).
PPOK kadang-kadang disebut "emfisema" atau "bronkitis kronis". Emfisema biasanya
mengacu pada penghancuran kantung udara kecil di ujung saluran udara di paru-paru.
Bronkitis kronis mengacu pada batuk kronis dengan produksi dahak akibat peradangan di
saluran udara. COPD dan asma memiliki gejala yang sama (batuk, mengi, dan kesulitan
bernapas) dan orang-orang mungkin memiliki kedua kondisi tersebut (WHO, 2021).
B. Etiologi
Penyakit paru obstruksi kronik dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup
yang sebagian besar bisa di cegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-
90% kasus pada laki-laki dengan usia antara 30 sampai 40 tahun paling banyak menderita
PPOK (padila, 2012).
1. Kebiasaan merokok
Perokok aktif maupun pasif merupakan penyebab utama PPOK. Diperkirakan sekitar
80-90% kasus PPOK disebabkan oleh kebiasaan merokok atau menghirup asap rokok
dalam jangka panjang.
2. Polusi udara
Udara yang buruk akan menyebabkan partikel-partikel yang dihirup masuk kedalam
saluran pernapasan, sehingga dapat menyebabkan total beban paru- paru menjadi lebih
tingi. Dimana partikel yang dihirup akan menumpuk ke dalam saluran pernapasan
sehingga menyebabkan terjadinya penyumbatan.
3. Faktor Usia
PPOK paling sering dialami oleh orang yang berusia minimal 40 tahun yang memiliki
riwayat merokok. Insidensi ini meningkat seiring bertambahnya usia (Samiadi, 2017).
PPOK akan berkembang secara perlahan selama bertahun- tahun, gejala penyakit
umumnya muncul pada pengidap yang berusia 35 hingga 40 tahun (Kemenkes, 2018).
4. Infeksi
Riwayat infeksi pernafasan yang pernah dialami dikaitkan dengan terjadinya
pengurangan fungsi paru-paru dan meningkatkan gejala pernapasan. Infeksi sistem
pernapasan akut seperti pneumonia, brinkitis, dan asma orang dengan kondisi ini
beresiko terjadinya PPOK (Mansjoer, 2008).
5. Lapangan kerja berdebu
Debu organik dan anorganik serta bahan kimia dan asap dpat menjadi faktor rsiko
terjadinya PPOK.
B. Klasifikasi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson (2014), adalah:
1. Asma : Jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran nafas yang menimbulkan sesak
atau sulit bernafas, selain sesak nafas penderita juga mengalami nyeri dada, batuk
batuk dan juga nyeri.
2. Bronkitis kronik: Peradangan yang terjadi pada saluran udara atau saluran bronkus,
serangan bronchitis yang terjadi berulang kali dan berlanjut lebih dari beberapa
minggu dapat biasanya mengidentifikasikan terjadinya brinkitis kronik.
3. Emfisema: Penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau Alveolus pada paru-
paru, seiring waktu kerusakan kantong udara semakin parah sehingga membentuk
kantong besar dari beberapa kantong kecil yang pecah.
C. Manefestasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Tanda dan gejala (Smalzer & Bare, 2007):

1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak nafas
4. Sesak nafas saat aktivitas
5. nafas berbunyi Mengi atau wheezing
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Batuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan obat bantu pernafasan
9. Suara nafas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
D. Patofisiologi

E. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran : Pemeriksaan dengan GCS bertujuan untuk mengkaji tingkat kesadaram
pasien. Tanda-tanda vital : pemeriksaan TTV dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien
dalam rentang normal atau tidak yang meliputi tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan
dan suhu.
2. Kulit
Pemeriksaan pada kulit bertujuan untuk mengetahui warna, kelembahan, dan turgor kulit
pemeriksaan pada kulit juga untuk mengetahui ada tidaknya edema
3. Kepala rambut
Pemeriksaan pada kepala/rambut dilakukan untuk mengetahui kesimetrisan kepala, warna
rambut, kebersihan kepala dan ada edema
4. Mata
Pemeriksaan pada mata dilakukan untuk mengetahui :
- Fungsi pengelihatan : kanan dan kiri baik buruk
- Ukuran pupil : kanan dan kiri (normal 2mm) isokot/uniskor
- Konjungtiva : anemis/tidak anemis
- Lensaitis : warna lensa dan kekeruhan lensa
- Oedema palpehta : ada tidaknya vedom
- Palpebra : kanan dan kiri ada tidaknya petosis
- Skelera : ikterik/tidak ikterik
5. Telinga
Pemeriksaan pada telinga dilakukan untuk mengetahui:
- Fungsi pendengaran : kanan dan kiri Baik buruk
- Kebersihan : kanan dan kiri bersih/kotor.
- Daun telinga : kanan dan kiri simetris, elastis, lesi ada/tidak
- Fungsi keseimbangan : kanan dan kiri baik buruk
- kesetrimen : kanan dan kiri tidak ada/ada
6. Hidung dan sinus
Pemeriksaan pada hidung dilakukan untuk mengetahui:
- Infeksi : kesimetrian
- Fungsi penciuman : baik buruk
- Pembengkakan : cada tidak polip ada tidak
- Kebersihan : bersihl/kotor
- Pendarahan Serumen : tidak ada ada/tidak
7. Mulut dan tenggorokan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui
- Membrane mukosa : Kering lembab dan pucat tidak
- Keadaan gigi : Lengkap tidak
- Tanda cadang : rada/tidak
- Trismus : ada tidak kesulitan buka mulut.
- Kesulitan menelan : disfagia ada/tidak
8. Leher
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui
- Trakealsimetritidak): simetris/tidak
- Carotid bruid : ada bunyi bruid tidak
- JVP : ada/ tidak
- Kelenjar limfe : ada pembesaran tidak ada pembengkakan/tidak
- Kelenjar toreid Kaku koduk : ada tidak
9. Thorax/paru
- Inspeksi : simetris tidak. RR, menggunakan otot bantu tidak
- Palpasi : ekspansi paru simetris/tidak
- Perkusi Auskultasi : resonan/tidak pada kedua lapang paru vesilculer, ada suara
tambahan tidak (ronkhi, wheezing)
10. Jantung
- Inspeksi : ictus condis terlihat tidak
- Paspasi : rictus cordis teraba pada ICS ke berapa
- Perkusi : batas batas jantung
- Auskultasi : S1 dan S2 tendengar jelas tidak ada tidak bunyi tambahan s3 dan
- s4, murmur dan gallop ada tidak
11. Abdomen
- Inspeks : siimetris/tidak, ada jaringan parut tidak, vena menonjol/tidak asites/tidak
- Auskultasi : mengetahui frekuensi bising usus
- Perkusi : Tympani/tidak
- Palpasi : hepar dan limfa teraba tidak ada pembesaran hepar danlimfa/tidak.
12. Genitalia : kebersihan, ada tanda-tanda radang tidak. Ada lesi tidak
13. Rectal : ada hemoroid/tidak, ada lesi atau kemerahan tidak ada massa tidak
14. Ekstermitas atas : kanan dan kiri perahaan akral, ada oedema tidak, genggaman tangan
kuat/tidak
Ekstermitas bawah : kanan dan kiri perabaan akral, ada oedema tidak, kekuatan ROM :
gerakan aktif/tidak, perlu dibantu/tidak. Kekuatan otot : otot lemah/kuat
15. Vascular perifer
- Capilari refille : normal/tidak (normal 2detik)
- Clubbing : menonjol/tidak
- Perubahan warna : sianosis tidak
- (kuku kulit bibir)
F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:
1. Radiologi (foto toraks).
2. Spirometri
3. Pemeriksaan EEG (Electroenchelopatigram).
4. Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi
hipoksia kronik)
5. Analisa gas darah
6. Mikrobiologi sputum diperlukan untuk pemilihan antibiotic bila terjadi
eksaserbasi.
G. Penatalasanaan Medis
Secara umum penatalaksanaan PPOK adalah sebagai berikut:
a. Pemberian obat obatan
1. Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi digunakan
oral atau sistemik.
2. Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka
panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat
digunakan dalam bentuk oral atau sistemik.
3. Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi.
Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
4. Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan simptomatik
bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
5. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan secara
rutin merupakan kontraindikasi.

Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:


1. Mempertahankan patensi jalan nafas.
2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
3. Meningkatkan masukan nutrisi.
4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan.
6. Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1) Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronikMemperbaiki kemampuan penderita
dalam melaksanakan aktivitas harian
2) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas pasien: Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, status,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
2) Keluhan utama: Keluhan utama yang bisa muncul pada pasien PPOK adalah sesak
nafas yang sudah berlangsung lama sampai bertahun-tahun dan batuk dan lemah
(Muttaqin, 2014).
3) Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan utama sesak
nafas,kemudian di ikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, lendir dan
sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas (Muttaqin, 2014).
4) Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita
penyakit yang sama sebelumnya, apakah klien sering merokok dan terpapar dengan
polusi udara.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga: apakah keluarga klien memiliki riwayat penyakit
seperti yang klien rasakan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada pasien PPOK, yakni:
1) Inspeksi
Pada pasien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan, serta penggunaan otot bantu pernafasan. Pada saat inspeksi, biasanya
dapat terlihat pasien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang
terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan dan
pernafasan abnormal yang tidak efektif (Muttaqin, 2014).
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun ( Muttaqin,
2014).
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
mendatar atau menurun.
4) Pada auskultasi
sering didapatkan bunyi suara nafas ronkhi basah halus dan wheezing sesuai tingkat
keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

B. Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2016)


1. Bersihan jalan nafas tidak efetif b.d spasmen jalan nafas, hpersekresi dijalan nafas, sekresi
yang tertahan dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, wheezing
dan/atau ronkhi (D.0149).
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas, penurunan energi, posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru dibuktikan dengan dipnea, penggunaan otot bantu pernafasan,
pola nafas abnormal (D.0005)
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidak seimbangan ventilasi-perfusi dibuktikan dengan
dispnea (D.0003)
4. Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah dibuktikan dengan akral terasa
dingin (D.0009)
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
dibuktikan dengan dispnea saat beraktivitas (D.0056)
6. Gangguan pola tidur b.d restraint fisik dibuktikan dengan mengeluh sulit tidur (D.0055)

C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi Latihan batuk Efektif
tidak efetif berhubungan keperawatan selama 5 X 24
Defenisi: Melatih pasien yang tidak
dengan spasme jalan jam maka Bersihan Jalan
memiliki kemampuan batuk secara
nafas, hipersekresi Napas Meningkat, dengan
efektif untuk membersihkan laring-
dijalan nafas, sekresi Kriteria Hasil:
trakea dan bronkiolus dari sekret atau
yang tertahan 1. Batuk efektif meningkat
benda asing dijalan napas
dibuktikan dengan batuk 2. Produksi sputum menurun
tidak efektif, sputum 3. Mengi Wheezing menurun Tindakan

berlebih, mengi, 4. Dispnea menurun Observasi:

wheezing dan/atau 5. Gelisah menurun 1. Identifikasi kemampuan batuk

ronkhi 6. Frekunsi nafas membaik 2. Monitor adanya retensi sputum

7. Pola nafas membaik 3. Monitor tanda dan gejala infeksi


saluran nafas

Defenisi Kemampuan 4. Monitor input dan output (mis,

membersihkan sekret jumlah, karakteristik)

atau obstruksi jalan Terapeutik :


nafas untuk 1. Atur posisi semi-fowler

mempertahankan jalan 2. Pasang perlak dan bengkok di

nafas tetap paten


pangkuan pasien
3. Buang sekret di tempat sputum.
Edukasi :
1. Jelaskan dan tujuan batuk
efektif
2. Anjurkan menarik nafas dalam
dari hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan selama 8 detik)
3. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali.
4. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke -3.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberiak mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu.
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Menejemen Jalan Nafas
berhubungan dengan keperawatan selama 5 X 24
Definisi: mengidentfikasi dan
hambatan upaya nafas, jam maka pola napas
mengelola kepatenan jalan nafas.
penurunan energi, membaik dengan kriteria
posisi tubuh yang hasil: Tindakan :

menghambat ekspansi 1. Jalan nafas paten Observasi :

paru dibuktikan dengan 2. Sekret berkurang 1. Monitor pola nafas ( frekuensi,

dipnea, penggunaan 3. Frekuensi nafas dalam kedalaman, usaha napas )

otot bantu pernafasan, batas normal 2. Monitor bunyi nafas tambahan (

pola nafas abnormal 4. Klien mampu melakuan mis, gurgling, mengi, wheezing,

Batuk efektif dengan ronkhi kering )

benar 3. Monitor sputum ( jumlah,

Defenisi: Inspirasi dan/ warna, aroma )


atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi Teraupeutik :
adekuat 1. Pertahankan kapatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-
lift ( jaw-thrust jika curiga
trauma Servikal )
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
6. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
7. Berikan oksigen , jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari,jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran,mukolitik, jika perlu

Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Tindakan Terapi oksigen


gas berhubungan dengan keperawatan 5x24 jam
Defenisi: Memberikan tambahan
ketidak seimbangan diharapkan pertukaran gas
oksigen untuk mencegah dan
ventilasi perfusi, meningkat, dengan kriteria
mengatasi kondisi kekurangan
perubahan membran hasil:
oksigen jaringan
alveolus kapiler, 1. dispnea menurun
dibuktikan dengan Tindakan
2. bunyi napas tambahan
dispnea. Observasi:
menurun
1. monitor kecepatan aliran
3. PO2 membaik
oksigen
Defenisi: Kelebihan 4. Pola nafas membaik 2. monitor posisi alat terapi
atau kekurangan oksigen oksigen
dan/atau 3. monitor aliran oksigen secara
karbondioksidapada periodik dan pastikan fraksi
membran alveolus- yang diberikan cukup.
kapiler 4. monitor efektifitas terapi
oksigen (mis: oksimetri, analisa
gas darah) jika perlu
5. monitor kemampuan
melepaskan oksigen dan
atelektasis.
6. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasanga
oksigen
Terapeutik
1. Bersihan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan
napas
3. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahkan,
jika perlu
5. Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
6. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilisasi pasien
Edukasi :
1. Ajarkan pasien dan kelurgan cara
menggunakan oksigen di rumah.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi penentukan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur

Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen energi


ketidakseimbangan keperawatan selama 5 X 24
Defenisi: Mengidentifikasi dan
antara suplai dan jam, toleransi aktivitas
mengelola penggunaan energi untuk
kebutuhan oksigen meningkat dengan Kriteria
mengatasi atau mencegah kelelahan
dibuktikan dengan hasil:
dan mengoptimalkan proses
dispnea saat 1. saturasi oksigen
pemulihan.
beraktivitas meningkat.
2. kemudahan dalam Tindakan
Defenisi: Ketidak- aktivitas sehari-hari Observasi:
cukupan energi untuk meningkat. 1. Identifikasi gangguan fungsi
melakukan aktivitas 3. keluhan lelah menurun. tubuh yang mengakibatkan
sehari-hari 4. dispnea saat aktivitas kelelahan.
menurun. 2. Monitor kelelahan fisik dan
5. Tekanan darah membaik emosional.
6. frekuensi napas 3. Monitor pola dan jam tidur .
membaik. 4. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman
dan rendah stimulus (mis:
cahaya, suara, kunjungan).
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif.
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan.
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpisah
atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring.
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan intervensi Reduksi ansietas
situasional keperawatan selama 5 X 24
Defenisi: meminimalkan kondisi
jam diharapkan tingkat
individu dan pengalaman subjektif
Definisi : kondisi kecemasan menurun dengan
terhadap objek yang tidak jelas dan
emosional dan Kriteria hasil:
spesifik akibat antisipasi bahaya yang
pengalaman subjektif 1. Verbalisasi khawatir
memungkinkan individu melakkan
individu terhadap objek akibat kondisi yang
tindakan untuk menghadapi ancaman.
yang tidak jelas dan dihadapi menurun.
spesifik akibat antisipasi 2. Perilaku gelisah Tindakan
bahaya yang menurun Observasi:
memungkinkan individu 3. Vital sign dalam batas 1. Identifikasi saat tingkat
melakkan tindakan normal ansietas berubah
untuk menghadapi 4. Pola tidur membaik 2. Monitor tanda-tanda ansietas
ancaman. 5. Kosentrasi membaik (verbal dan non verbal)
6. Perasaan keberdayaan Terapeutik
membaik 1. Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan.
2. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memuungkinkan.
3. Pahami situasi yang membuat
ansietas dengarkan dengan
penuh perhatian.
4. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan.
Edukasi
1. Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis.
2. Anjurkan keluarga tetap
bersama pasien.
3. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
4. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas jika perlu

Teknik Relaksasi

Definisi : untuk mengurangi rasa


cemas, nyeri dan ketegangan otot.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan.
2. Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan
sesudah latihan.
3. Monitor respon terhadap
terapi relaksasi.
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan.
2. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgesik atau tindakan medis
lain, jika sesuai.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, jenis relaksasi yang
tersedia (misal. Napas dalam,
meditasi, relaksasi otot
progresif)
2. Anjurkan mengambil posisi
nyama.
3. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi.
4. Demontrasikan dan latih teknik
relaksasi yang dipilih (napas
dalam, peregangan atau
D. Fokus Evaluasi
Implementasi adalah tahap ke empat dalam proses keperawatan yang merupakan
serangkaian kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh perawat secara langsung pada
klien. Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana
tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/ dibuat.
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi
keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi atau
tidak teratasi dengan mengacu pada kriteria hasil yang di targetkan pada intervensi
keperawatan. Evaluasi menggunakan SOAP.
DAFTAR REFERENSI

Bare & Smeltzer. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart.
EGC.

Brunner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa
Yasmin Asih. EGC.

Danusantosos halim. (2010). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, edisi2. EGC.

Djojodiningrat D. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 6th ed.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia.

Kosasih, Alvin, S.,Agus, D., Temmangsonge,R.Pakki, Titin, M. (2008). Diagnosis dan


tatalaksana kegawatdaruratan paru (CV Sagung).

Tim Pokja SDI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperwatan Indonesia (SIKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.edisi 1.
Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018). Standar Luaran Keperwatan Indonesia. Edisi 1

Anda mungkin juga menyukai