Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL IPE

Dosen Pengampu: dr. Esa Indah Ayudia, M.Biomed

Kelompok 4 :

G1A121019 GRACELINE G1B121015 Elsa Volinda Sary


SALSABIELA
G1A121020 Tasya Fadilah Septiana G1B121016 Pira Nisa Putri
G1A121022 MEI LISA G1B121017 Atha Nadia
G1A121023 MUHAMMAD AKMAL G1B121018 Anisa Purnama Sari
RAHMATULLAH
G1A121024 Asri Yani
G1A121025 Mhd. Habib Dwi Mahendra

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022
SKENARIO

Tn. C usia 60 tahun, TB 169 cm, BB 58 kg datang ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi dengan
keluhan batuk darah yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah
segar bercampur dengan dahak, tidak disertai dengan campuran sisa makanan dan berjumlah ± 1
gelas kecil. Sejak 2 hari yang lalu, Tn. C mengaku batuk darah dialami sudah 3 kali.

Delapan bulan yang lalu Tn.C sudah pernah berobat ke puskesmas dan didiagnosis TB paru,
namun Tn. C hanya meminum obatnya selama 2 bulan dan tidak meminum obat lagi. Tn.C juga
mengeluhkan sesak napas sejak 1 bulan yang lalu. Sesak napas sering dikeluhkan oleh Tn.C
terutama jika banyak melakukan aktivitas. Sejak 2 hari ini sesak napas dirasakan semakin
memberat.

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 140/80 mmHg, Nadi 90x/menit, suhu
36,10C, frekuensi nafas 32x/menit. Dari hasil pemeriksaan paru didapatkan sela iga melebar (+)
suara napas vesikuler (+/+), rhonki basah (-/+), wheezing (-/-), pemeriksaan jantung, abdomen dan
ekstremitas dalam batas normal. Dokter menduga Tn. C mengalami TB paru berulang sehingga
menyarankan Tn. C untuk dirawat dan merencanakan akan melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang untuk membantu memastikan penyakit Tn. C.

Bagaimana penatalaksanaan manajemen komprehensif dan asuhan keperawatan pada Tn. C?

I. Identifikasi Masalah

1. Apa makna klinis dari batuk darah dan sesak nafas ?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya sesak nafas ?

3. Apa hubungan Riwayat penyakit tb pada pasien 8 bulan yang lalu serta penggunaan
obat tb yang hanya diminum 2 bulan dengan keluhan

4. Hasil interpretasi pf tuan C?

5. Diagnosis banding dari gejala yang dialami tuan C ?


6. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat di lakukan kepada tuan C ?

7. Apa data subjektif dan objektif dari kasus tersebut?

8. Apa diagnosis kerja dan etiologi

9. Epidemiologi penyakit pasien

10. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis kerja ?

11. Bagaiaman penatalaksanaan manajemen komprehensif ?

12. Bagaimana edukasi yang dapat diberikan kepada pasien ?

13. Bagaimana prognosis yang dialami oleh tn C?

14. Komplikasi dari penyakit tn C?

15. Apakah sesak nafas yang dialami pasien sejak 1 bulan yang lalu merupakan
komplikasi dari tb paru 8 bulan yg lalu?

16. Dengan berhentinya tnc setelah minum obat 2 bulan apakah bisa dikatakan
pengobatan tnC berhasil atau gagal dan apakah akibat dari berhentinya Tn C meminum
obat?

17. Bagaimana asuhan keperawatan pada TnC?

18. Bagaimana komunikasi trapeutik kita menangani pasien dalam kepatuhannya


dalam meminum obat?

II. Analisis Masalah

1. Apa makna klinis dari batuk darah dan sesak nafas ?

Hempotisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau
sputum yang berdarah. Setiap proses yang mengganggu kesinambungan pembuluh darah
paru dapat mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang
merupakan manifestasi pertama dari tuberkulosis aktif. Batuk dengan dahak bercampur
darah (hemoptosis) yang dialami pasien menunjukkan adanya luka yang terdapat pada
saluran nafas bagian bawah. Terjadinya reaksi inflamasi kronis pada saluran nafas bagian
bawah pasien mengakibatkan batuk yang terus berlangsung selama berminggu-minggu
sehingga memicu pecahnya pembuluh disekitar area tersebut. Batuk berdarah dapat terjadi
karena adanya iritasi bronkus.Penyebab batuk berdarah (hemoptisis) terdiri dari penyakit
yang berhubungan dengan infeksi paru, neoplasma, kelainan struktur paru-paru pembuluh
darah jantung sistemik, gangguan pembekuan darah dan iatrogenik. penyebab tersering
pada pasien dewasa adalah penyakit yang berkaitan dengan infeksi paru dan
neoplasma.klasifikasi hemoptysis : Bercak (streaking), yaitu darah bercampur dengan
sputum, paling umum pada bronkitis. Volume kurang dari 15-20 mL/24 jam.

• Hemoptisis, dipastikan ketika total volume darah yang dibatukkan 20-600 mL di dalam
waktu 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini berarti perdarahan
dari pembuluh darah lebih besar dan biasanya karena kanker paru, pneumonia (necrotizing
pneumonia), TB atau emboli paru. Hemoptisis masif. Darah yang dibatukkan dalam waktu
24 jam lebih dari 600 mL- biasanya karena kanker paru, kavitas pada TB atau
bronkiektasis.

• Pseudohemoptisis, yaitu batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa pendarahan
buatan (factitious). Perdarahan yang terakhir biasanya karena luka disengaja di mulut,
faring atau rongga hidung

Sesak nafas – sumbatan yg disebabkan oleh sumbatan peradangn sal nafas oleh histamin
yang menghasilkan mucus berlebihan di sal nafas, penyumbatan yang hebat dapat
menghentikan aliran udara dan menyebakan kematian.

2. Bagaimana mekanisme terjadinya sesak nafas ?


Sesak napas ini disebabkan penyempitan saluran napas. Penyempitan saluran napas ini
terjadi karena adanya hiperreaktifitas, sehingga menyebabkan spasme otot- otot polos
bronkus yang dikenal dengan bronkospasme, edema membrana mukosa dan hipersekresi
mukus, sehingga didalam saluran napas tersebut akan menyebabkan sulitnya udara yang
melewatinya. Hal ini membutuhkan kerja keras dari otot – otot pernapasan, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan bernapas.

3. Apa hubungan Riwayat penyakit tb pada pasien 8 bulan yang lalu serta penggunaan obat
TB yang hanya diminum 2 bulan dengan keluhan ?

untuk menentukan penyembuhan tuberkulosis paru membutuhkan waktu yang


lama,penderita harus minum obat selama minimal 6 bulan sehingga tidak banyak orang
yang rajin minum obat dengan cara ini. Apabila aturan minum obat tuberkulosis paru tidak
dipatuhi, penderita harus minum obat dari program awal lagi. Pengobatan tuberkulosis paru
yang tidak teratur merupakan penyebab utama dari kegagalan pengobatan tuberkulosis
paru (Soemantri Irman, 2009).

Seperti yang kita ketahui pada kasus ini Tn. C Delapan bulan yang lalu didiagnosis
TB paru dan hanya meminum obat selama 2 bulan lalu berhenti,dalam tipe penderita TB
paru Tn. A ini masuk dalam tipe Pengobatan setelah lalai (Default/ Drop Out): penderita
yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat. Dengan ini kita bisa mengetahui hubungan keluhan Tn. C dengan riwatyat
kesehatannya yang lalu.

Karena penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menahun, maka kegagalan


pengobatan tidak segera terlihat dampaknya. Proses dalam tubuh berjalan terus secara
kronis disertai perusakan jaringan paru, sehingga berdampak angka kesembuhan rendah,
angka kematian tinggi, kekambuhan meningkat dan yang lebih fatal adalah terjadinya
resistensi kuman terhadap beberapa obat anti tuberkulosis paru yang disebut sebagai MDR
(Multi Drug Resistensi).
SUMBER: Safitri, R., & Artini, B. (2015). Faktor Dominan yang Mempengaruhi Penderita
Tuberkulosis Melakukan Pengobatan di Wilayah Puskesmas Manukan Kulon Surabaya. Jurnal
Keperawatan, 4(2).

4. Hasil interpretasi pf tuan C?

Antropometri :

TB 169 cm

BB 58 kg

IMT (Indeks massa tubuh) : BB/TB2

: 58/1.692

: 58/2.8561

: 20.30 (normal)

Tanda Vital :

- Tekanan darah 140/80 mmHg (Hipertensi derajat 1)

- Nadi 90x/menit (Normal)

- Suhu 36,10C (Normal)

- Frekuensi nafas 32x/menit (Takipneu)

Dari hasil pemeriksaan paru didapatkan:

- Sela iga melebar (+) (abnormal)

- suara napas vesikuler (+/+) (Normal)


- rhonki basah (-/+) (abnormal, disebelah kiri dikarenakan aliran udara melalui
saluran nafas yang berisi sekret/eksudat atau akibat saluran nafas yang menyempit
atau oleh edema saluran nafas.)

- wheezing (-/-) (normal)

Pemeriksaan jantung, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.

5. Diagnosis banding dari gejala yang dialami tuan C ?

1. Tb paru

2. Pneumonia: Kesamaan gejala pneumonia dengan yang dialami Tn. A

- Demam

- Batuk kering, batuk berdahak kental berwarna kuning dan hijau, atau batuk
berdarah

- Selera makan menurun

3. Bronkiektasis : Kesamaan gejala bronkiektasis dengan yang dialami Tn. A

- Batuk berdarah.

- Batuk disertai dahak

- Berat badan turun.

4. Abses paru : Kesamaan gejala abses paru dengan yang dialami Tn. A

- Demam

- Kehilangan berat badan


5. Ca paru : Kesamaan gejala kanker paru dengan yang dialami Tn. A

- Batuk kronis yang dapat disertai dahak atau darah

- Berat badan turun

6. Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis ditandai dengan batuk dan produksi sputum yang


berlebihan (ekspektorasi) dengan disertai rasa kelelahan/lemah dan tidak
nyaman akibat batuk kronik berdahak tersebut.
Gejala klinis:

· batuk lama hingga berdarah

· sesak napas

· sakit kepala

· demam > 37,8 C

· nyeri dada di dinding atau dada saat batuk

· Sputum purulen

Alasan: penyakit yang diderita Tn. A tidak mengalami sakit kepala, nyeri
pada dada saat batuk dan batuk yang kronis atau telah diderita selama
berbulan-bulan hingga tahunan, sehingga diagnosis banding dapat
disingkirkan.
7. Emboli Paru

Emboli paru adalah Obstruksi sebagian atau total


sirkulasi arteri pulmonalis atau percabangannya akibat emboli trombus
atau emboli yang lain.

Gejala klinis:

· batuk berdarah

· sesak napas dan ronki


· nyeri dada pleuritik

· demam > 37,8 C

· pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan JVP dan pembengkakan


pada tungkai bawah.
Alasan: Dari gejala-gejala tersebut hampir sesuai dengan gejala klinis yang
dialami Tn. A, tetapi tidak disertai nyeri dada pleuritik dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan peningkatan JVP dan pembengkakan
pada tungkai bawah, sehingga diagnosis banding dapat disingkirkan.

8. Infeksi bakteri non mtb

9. Sarcoidosis

6. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat di lakukan kepada tuan C ?

1) Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik


untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat
dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan
nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah
satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi
tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa
menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan
supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah
yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
2) Foto thoraks PA dan lateral.

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.

a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
b. pada kavitas bayangannya dapat berupa cincin yang mula mula berdinding tipis,
lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
maka terlihat bayangan yang bergaris-garis.
c. Pada atelectasis terlihat sebagai fibrosis yang luas disertai penciutan 1 lobbus
maupun bagian paru dan terlihat bercak bercak halus diseluruh lapang p
d. penebalan pleura (pleuritis), perselubungan cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura

e. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

3) Pemeriksaan sputum BTA

Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA


positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran


klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan


M.tuberculosis positif

- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3
kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara:
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan sputum untuk BTA dilakukan dengan skala
IUALTD, yakni:

 Negatif. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang.


 Ada 1-9 BTA per 100 lapangan pandang. Sebutkan jumlah kuman yang
ditemukan.
 Ada 10-99 BTA per 100 lapangan pandang. Disebut + atau 1+.
 Ada 1-10 BTA per lapangan pandang. Disebut + + atau 2+.
 Ada >10 BTA per lapangan pandang. Disebut ++ + atau 3+.

4) Pemeriksaan TCM (tes cepat molekuler)

Pemanfaatan teknologi diagnosis TB dengan metode tes cepat berbasis molekuler


(Tes Cepat Molekuler / TCM TB) merupakan terobosan dalam percepatan
penanggulangan TB di Indonesia. Penggunaan TCM TB tersebut dapat
mempercepat diagnosis terduga TB dan TB resisten obat (TB RO) sehingga pasien
dapat didiagnosis dan diobati sedini mungkin. TCM TB dapat mendeteksi M.
tuberculosis dan resistensi terhadap rifampisin sebagai salah satu Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) yang utama hanya dalam waktu 2 jam. Dengan demikian jauh
lebih cepat bila dibandingkan dengan metode biakan dan uji kepekaan dengan
metode konvensional menggunakan media padat yang memerlukan waktu 3
sampai 4 bulan. Untuk mendiagnosis TB paru, spesimen yang digunakan pada
pemeriksaan TCM adalah dahak, baik yang didapat dengan berdahak langsung
ataupun dengan diinduksi. Namun pada anak-anak dapat juga digunakan spesimen
bilasan lambung ataupun feses. Sedangkan untuk TB ekstra paru, menggunakan
spesimen sesuai dengan lokasi infeksi, yang akan ditentukan oleh dokter yang
merawat.

 Uji resistensi obat


7. Apa data subjektif dan objektif dari kasus tersebut?

Data Subjektif :

 Tn a mengeluh batuk berdarah sejak 2hari yang lalu,


 darah berwarna merah segar campur dengan dahak
 pernah berobat ke puskesmas dan didiagnosis TB paru 8 bulan yang lalu
 meminum obatnya selama 2 bulan dan tidak meminum obat lagi
 Tn A juga mengeluhkan sesak napas sejak 1bulan yang lalu
 Sering sesak nafas saat banyak melakukan aktivitas berat
 sejak 2 hari yang lalu sesak nafas yang dirasakan semakin berat
 Data objektif :
 td 140/80 mmhg
 N 90x/menit
 S 36,1oC
 Rr 32x/menit
 Pemeriksaan paru didapatkan sela iga melebar positif
 suara napas vasikuler (+/+)
 Rhonki basah (-/+)
 wheezing (-/-)
 pemeriksaan jantung abdomen dan ekstremitas dalam batas normal

8. Apa diagnosis kerja dan etiologi ?

Diagnosis kerja

Tb paru dengan kasus setelah putus perobat (loss to follow up). Tb paru putus berobat
adalah Tb yang pernah diobati lebih dari satu bulan dan berhenti lebih dari 2 bulan.

Etiologi Tb Paru
Tuberkulosis Paru disebabkan karena infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis adalah basil tahan asam dan alkohol. Ini adalah bagian dari
kelompok organisme yang diklasifikasikan sebagai kompleks M. tuberculosis. Anggota
lain dari kelompok ini adalah, Mycobacterium africanum, Mycobacterium bovis, dan
Mycobacterium microti. Sebagian besar organisme mikobakteri lain diklasifikasikan
sebagai organisme mikobakteri non-TB atau atipikal.

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri intraseluler non-spora, non-motil,


obligat-aerobik, fakultatif, dan katalasenya negatif. Organisme ini bukan gram positif atau
gram negatif karena reaksinya yang sangat buruk dengan pewarnaan Gram. Sel-sel positif
yang lemah kadang-kadang dapat ditunjukkan pada pewarnaan Gram, sebuah fenomena
yang dikenal sebagai "sel hantu".

Organisme ini memiliki beberapa fitur unik dibandingkan dengan bakteri lain
seperti adanya beberapa lipid di dinding sel termasuk asam mikolat, faktor kabel, dan Wax-
D. Kandungan lipid yang tinggi dari dinding sel dianggap berkontribusi pada sifat-sifat
berikut dari infeksi Mycobacterium tuberculosis:

1) Resistensi terhadap beberapa antibiotic.

2) Kesulitan pewarnaan dengan pewarnaan Gram dan beberapa noda lainnya.

3) Kemampuan untuk bertahan hidup di bawah kondisi ekstrim seperti keasaman atau
alkalinitas ekstrim, situasi oksigen rendah, dan kelangsungan hidup intraseluler (dalam
makrofag).

Pewarnaan Ziehl-Neelsen adalah salah satu pewarnaan yang paling umum


digunakan untuk mendiagnosis TB. Sampel awalnya diwarnai dengan karbol fuchsin
(pewarnaan merah muda), dihilangkan warnanya dengan asam-alkohol, dan kemudian
diwarnai dengan pewarna lain (biasanya berwarna biru) yaitu methylene blue. Sebuah
sampel positif akan mempertahankan warna merah muda dari karbol fuchsin asli, maka
sebutannya alkohol dan basil tahan asam (AAFB).
Sifat unik: ada lipid pada didnding sel = asam mikolat , , lipid yang tebal : resistensi
pd ab ,tidak bisa dideteksi oleh gram , tahan asam atau basa ekstrim , bertahan pada rendah
o2 , dan intraselular , pewarnaan , merahmuda lalu dihilangkan dengan alcohol lalu
diwarnai kemablidengan metil blue , alcohol basilus (aafb)

Risk factor:

 Social ekonomi – mal nutrisi


 Immunosupresi
 Terapi immunosupresif – ca
 Pekerjaan – tambang dan konstruksi
 Pneumoconiosis

9. Epidemiologi penyakit pasien

Jumlah kasus tuberkulosis (TB) yang tidak terlaporkan dan tidak terdeteksi di
Indonesia sebelum pelaksanaan sistem pengawasan TB nasional pada tahun 2017 mencapai
47% dari total kasus, termasuk di dalamnya kasus TB lost to follow up atau hilang dari
pengamatan. Pasien yang termasuk dalam kelompok ini akan meningkatkan risiko
perburukan klinis, kambuh, gagal pengobatan, dan menjadi resisten terhadap obat, selain
itu mereka juga akan menjadi sumber penularan di masyarakat.

Tuberkulosis (TB) menjadi 1 dari 10 penyebab kematian tertinggi di dunia dari satu
agen infeksi, di atas Human Immunodeficiency Virus/Acquired ImmunoDeficiency
Syndrome(HIV/AIDS).1 Pada tahun 2017, menjangkit 10 juta orang di dunia, dimana 30
negara dengan beban tinggi/High Burden Countries(HBC), Indonesia termasuk di
antaranya menyumbang 87% dari total kasus TB di seluruh dunia.1, 2 Indonesia
mendudukiperingkat ketiga setelah India (27%) dan Cina (9%) yaitu sebesar 8%.1 Total
kasus TB di Indonesia pada tahun 2018 yaitu sebanyak 511.873 kasus dan Provinsi Jawa
Barat menduduki peringkat pertama dengan kasus terbanyak, yaitu 99.398 kasus,3 serta
Kota Bandung Menjadi salah satu kota penyumbang kejadian TB terbanyak dengan Case
Notification Rate (CNR) yaitu 402/100.000 populasi pada tahun 2018, dimana angka ini
meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu 261/100.000 populasi.Berdasarkan data yang
didapatkan dari Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, pada tahun
2017 di Indonesia terdapat 5.4% pasienyang dinyatakan hilang dari pengamatan dan
0.4%dinyatakan gagal berobat.. 5 Ber dasarkan datakesembuhan TB tahun 2018 yang
dikeluarkan olehP2TB Kota Bandung tahun 2019, terdapat sekitar250 orang per triwulan
pasien yang hilang daripengamatan. Pasien ini akan meningkatkan risikoperburukan klinis
dan terjadi komplikasi, kekambuhan,gagal pengobatan, dan resistan terhadap obat,
selainitu mereka akan menjadi sumber penularan dimasyarakat.

10. Bagaimana patofisiologi ?

Patofisiologi

Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan basil


aerob non-motil, dan tahan terhadap asam, pengeringan serta alkohol. Kuman TB yang
terhirup akan masuk ke dalam alveoli paru-paru dan mengembangkan lesi kecil yang
dinamakan sebagai fokus primer (fokus Ghon). Selanjutnya infeksi menyebar melalui
saluran limfe menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini mengakibatkan inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang akan membentuk
kompleks primer. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuk
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Pada saat terbentuknya
kompleks primer, maka TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks
primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.

Kuman dan penularan TB

Bicara 0 -2100 partikel

Batuk 0-3500 partikel

Bersin 4500-1 juta partikel


Penyebab terjadinya resistensi kuman TB adalah akibat pemberian terapi TB yang
tidak adekuat sehingga menyebabkan mutasi yang resisten. Selain itu, keterlambatan
diagnosis akan menyebabkan penyebaran galur resistensi obat semakin panjang.
Pemberian terapi OAT TB-MDR yang jangka pendek dengan monoterapi akan
menyebabkan bertambah banyak OAT yang resisten.

11. Bagaiaman penatalaksanaan manajemen komprehensif?

1. Terapi medikamentosa:

Obat anti-tuberkulosis (OAT) diberikan dalam 2 fase, yaitu fase intensif (3-5 OAT selama
2 bulan awal) dan fase lanjutan (INH-rifampisin) hingga 6-12 bulan. Penelitian telah
menunjukkan bahwa etambutol dosis 15-25 mg/KgBB/hari tidak menyebabkan neuritis
optika pada pasien hingga 1 0 tahun pascapengobatan.

Regimen untuk masing-masing jenis TB berbeda sebagai berikut:

- TB paru: 2HRZ-4RH

- TB paru berat (milier, destroyed lung) dan TB ekstra paru: 4-5 OAT selama 2 bulan fase
intensif, dilanjutkan dengan INH-rifampisin hingga genap 9-12 bulan terapi.

- Untuk TB milier dan efusi pleura, diberikan tambahan prednison 1-2 mg/KgBB/ hari
selama 2 minggu, yang kemudian dosis diturunkan bertahap selama 2 minggu sehingga
total waktu pemberian 1 bulan.

- Pada meningitis TB diberikan prednison selama 4 minggu dan diturunkan bertahap


selama 4 minggu (total 2 bulan). Pemberian steroid dimaksudkan untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah perlengketan jaringan.

- TB kelenjar superfisial: sama dengan TB paru.

Secara umum, obat TB (terutama rifampisin) sebaiknya diminum pada saat perut kosong,
yaitu 1 jam sebelum makan/minum susu, atau 2 jam sesudah makan. Untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi
dosis tetap (KDT) yang pemberiannya disesuaikan dengan berat badan

2. Terapi non-medikamentosa:

- Pendekatan Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS), yang meliputi:

- Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana Diagnosis TB
dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis Pengobatan dengan OAT dengan
pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO)

- Kesinambungan ketersediaan OAT dengan mutu terjamin

- Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TB

- Asuhan glZI, berperan penting dalam keberhasilan pengobatan TB. Tanpa asupan gizi
yang baik, pengobatan TB tidak akan mencapai hasil optimal.

3. Terapi profilakis, untuk kelompok risiko tinggi:

Profilaksis primer. Bertujuan untuk mencegah infeksi pada kelompok yang mengalami
kontak erat dengan pasien TB dewasa BTA positif. Terapi yang diberikan ialah NH 10 mg/
KgBB/ hari, diberikan selama kontak masih ada, minimal 3 bulan. Pada akhir bulan ketiga,
dilakukan uji tuberkulin ulang:

- hasil negatif dan kontak sudah tidak ada: proftlaksis primer dihentikan;

- hasil positif: dievaluasi apakah hanya infeksi TB atau sudah sakit TB:

jika hanya infeksi: dilanjutkan dengan profilaksis sekunder,

jika sakit TB: terapi OAT.

Profilaksis sekunder. Bertujuan untuk mencegah terjadinya sakit TB pada kelompok yang
sudah terinfeksi TB, tetapi belum sakit TB. Terapi yang diberikan ialah NH 5-10
mg/KgBB/ hari selama 6-12 bulan. Durasi 6-12 bulan merupakan waktu risiko tertinggi
terjadinya sakit TB pada orang yang sudah terinfeksi TB.

Regimen berbeda : 2RHZE/4RH

Tb ektra paru : 4- 5 bulan fase

Tb miler: tambahan predinos 1-2 mg/ kgbb dosis dturunkan bertahap dalam 1 bulam

Steroid untuk mengurangi proses inflamsi.

Rifamisin: pada perut kosong

Panduan OAT dalam dosis tetap sesuai bb

Cegah kontak [asien tb BTA (), selama kontak masih ada minimal 3 bulan

Jika infeksi; profilasksi sekunder – cegah tb pada kelompokyg terinfeksi tb tapi belom sakit
tb, inh 5-10 mg,

Loss to foloow up: obat kategori 2: 2RHZES/RHZE/5RHE

Kategori 2: tb yg sudah terapi > 1 bulan, kmbuh, gagal

12. Bagaimana edukasi yang dapat diberikan kepada pasien?

 Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain
selamabeberapa minggu pertamapengobatan untuk TB aktif
 Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil di mana
udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masihkurang, bukajendela dan gunakankipas
untuk meniupudara dalam ruangan ke luar.
 Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ini
merupakanlangkah pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuang masker
secara teratur.
 Meludahhendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan desinfektan (air sabun).
 Imunisasi BCG diberikan pada bayiberumur 3-14 bulan
 Hindariudara dingin.
 Usahakan sinar matahari dan udara segar masuksecukupnya ke dalam tempat tidur.
 Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutamapagihari.
 Semua barang yang digunakan penderitaharusterpisah begitu juga mencucinya dan tidak
boleh digunakan oleh orang lain.
 Makanan harustinggikarbohidrat dan tinggi protein.
 Edukasi kepada pasien mengenai penggunaan obat dengan rutin dengan cara meminta
pasien agar meminum obat dengan rutin, kemudian meminta keluarga pasien sebagai
pengawas bagi pasien dalam meminum obat

sumber: Superadmin. Tuberkolosis (TB) Direktorat Promosi Kesehatan


Kementerian Kesehatan RI.2016

a. Edukasi tentang penularan dan pencegahan penyakit TBC, seperti beri tau
pasien jika tbc itu menyebar melalui droplet dan ajarkan etika batuk dan bersin yg
benar
b. Edukasi kepatuhan meminum obat dengan cara menjelaskan manfaat
minum obat yg telah diberikan, buat kesepakatan minum obat dengan pasien atau
minta bantuan pengawas minum obat (PMO)
c. Edukasi pentingnya mencukupi asupan nutrisi dengan diet tinggi nutrisi
seperti makan makanan yg tinggi protein, vitamin dan mineral.
d. Edukasi tentang efek samping obat OAT yang diberikan seperti demam,
mual, muntah, kadar trombosit menurun,ruam, gatal dan lainnya.
e. Memberikan informasi pada pasien dan keluarga tentang gambaran
penyakit tuberkulosis
f. Edukasi pasien untuk menjalankan pola hidup sehat dan memperhatikan
sanitasi lingkungan.

13. Bagaimana prognosis yang dialami oleh tn C?

Mayoritas pasien dengan diagnosis TB memiliki hasil yang baik. Ini terutama karena
pengobatan yang efektif. Tanpa pengobatan, angka kematian tuberkulosis lebih dari 50%.
Kelompok pasien berikut ini lebih rentan terhadap hasil yang lebih buruk atau kematian
setelah infeksi TB:

 Usia ekstrem, lansia, bayi, dan anak kecil


 Keterlambatan dalam menerima pengobatan
 Bukti radiologis penyebaran luas.
 Gangguan pernapasan parah yang membutuhkan ventilasi mekanis
 Imunosupresi
 Multidrug Resistance (MDR) Tuberkulosis

14. Komplikasi dari penyakit tn C?

Tb relative jina, Komplikasi lebih sering pada pasien factor resiko:

- Kerusaka paruluar

- Kerusakan ganglia simpatik serviks

- Tb milier – meningitis tb

- Empyema

- Penumothoraks

- Amyloidosis systemic

Komplikasi Tb Paru

Kebanyakan pasien memiliki perjalanan penyakit yang relatif jinak. Komplikasi lebih
sering terlihat pada pasien dengan faktor risiko: Usia Ekstrem seperti lansia dan bayi,
keterlambatan pemberian obat, pasien imunosupresi, adanya bukti radiologis penyebaran yang
luas, dan Multidrug Resistenance (MDR) Tuberkulosis. Beberapa komplikasi yang terkait dengan
tuberkulosis adalah:

1. Kerusakan paru-paru yang luas


2. Kerusakan ganglia simpatis serviks yang mengarah ke sindrom Horner

3. Sindrom kesulitan pernapasan akut

4. Penyebaran milier (TB diseminata) termasuk meningitis TB

5. Empiema

6. Pneumotoraks

7. Amiloidosis sistemik

15. Apakah sesak nafas yang dialami pasien sejak 1 bulan yang lalu merupakan komplikasi dari
tb paru 8 bulan yg lalu?

Salah satu gejala TB paru yang memiliki kemiripan dengan penyakit lain yaitu sesak nafas.
Sesak nafas terjadi pada penyakit TB paru yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah setengah
bagian paru- paru. Sesak nafas yang merupakan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi
atau obstruksi dan saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Seperti yang kita
ketahui jika pasien sudah didiagnosis TB paru sejak 8 bulan yang lalu jadi Tb paru pada pasien ini
sudah lama dan sudah lanjut.

16. Dengan berhentinya tnc setelah minum obat 2 bulan apakah bisa dikatakan pengobatan tnC
berhasil atau gagal dan apakah akibat dari berhentinya Tn C meminum obat ?

Delapan bulan yang lalu Tn.C sudah pernah berobat ke puskesmas dan didiagnosis TB
paru, namun Tn. C hanya meminum obatnya selama 2 bulan dan tidak meminum obat lagi. Dan
sekarang mengalami gejala gejala tb lagi Dokter menduga Tn. C mengalami TB paru
berulang. Untuk pengobatan tn.C di katakan gagal karena obatnya terputus

Untuk kasus nya sekarang disebut Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang
pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan
berturut-turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan.

Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :


a. Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan
untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien danmeminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang

mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan
secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu pertama.

b. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan
setiap hari.

17. Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. C?

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. C
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Kota Jambi
Diagnosa medis : Tb paru
Tanggal masuk : 10 november 2022
Tanggal pengkajian : 10 november 2022

Identitas Penanggung Jawab


Tidak terkaji
2. Keluhan Utama
Tn. A datang dengan keluhan batuk darah sejak dua hari lalu (sudah tiga kali) darah yang
keluar berwarna merah segar bercampur dahak, tidak disertai dengan campuran sisa
makanan berjumlah kurang lebih satu gelas kecil.

3. Riwayat Kesehatan Klien


a. Riwayat kesehatan sekarang : Terdapat penggunaan otot bantu pernapasan,
penuruan berat badan, penurunan suara nafas vesikuler, demam subfebris. Untuk
pemeriksaan jantung, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.
b. Riwayat kesehatan masa lalu : Tb paru (8 bulan lalu)
c. Riwayat kesehatan keluarga : Tidak terkaji

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tidak terkaji
b. Kesadaran : Composmentis
c. BB/TB : 58 kg / 169 cm
d. Tanda-tanda vital
TD : 140/80 mmHg
HR : 90x/menit
RR : 32x/menit
Suhu : 36,10 C (demam subfebris)

5. Pemeriksaan Head to Toe


a. Kulit : Tidak terkaji
b. Kepala : Tidak terkaji
c. Mata : Tidak terkaji
d. Telinga : Tidak terkaji
e. Hidung : Tidak terkaji
f. Mulut : Tidak terkaji
g. Leher : Tidak terkaji
h. Paru-paru :
- Iga melebar (+)
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Ronchi basah (-/+)
- Wheezing (-/-)
- Penurunan suara nafas vesikuler
i. Jantung : Dalam batas normal
j. Abdomen : Dalam batas normal
k. Ekstremitas : Dalam batas normal

6. Pola Kegiatan Sehari-Hari


· Nutrisi : Pasien mengalami penurunan BB
· Istirahat & Tidur : Tidak Terkaji
· Eliminasi : Tidak Terkaji
· Personal Hygiene : Tidak Terkaji
· Mobilitas & Aktivitas : Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluh sesak nafas
terutama jika banyak melakukan aktivitas

7. Data Psikososial & Spiritual


1. Psikososial
· Pola pikir dan persepsi : Tidak terkaji
· Persepsi diri : Tidak terkaji
· Konsep diri : Tidak terkaji
· Hubungan/komunikasi : Tidak terkaji
· Kebiasaan seksual : Tidak terkaji

2. Spiritual
Tidak terkaji

8. Data Penunjang

Tidak terkaji

9. Pengobatan

Tidak terkaji
B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


No.

Hambatan upaya Pola nafas tidak efektif


DS:
nafas
- Klien
mengeluh
sesak napas
- Klien
mengeluh
batuk
berdarah dua
hari lalu,
darah
berwarna
merah segar
bercampur
dahak.
DO:

- Klien
menggunakan
otot bantu
pernafasan
- Pola nafas
klien
abnormal
(RR:
32x/menit)
- Hasil
pemeriksaan
paru: sela iga
melebar (+)

Ketidakadekuatan Ketidakpatuhan
DS:
pemahaman
(kurang motivasi)
- Klien
menolak
mengikuti
anjuran
dokter.

DO:

- Klien tidak
mengikuti
program
pengobatan
(minum obat
hanya 2
bulan)
- Klien terlihat
masih batuk
berdarah
sejak dua hari
lalu (sudah
3x)

C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d penggunaan otot bantu
pernafasan
3. Ketidakpatuhan b.d ketidakadekuatan pemahaman (kurang motivasi)
D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


N
Keperawatan Keperawata
o.
n
1. Manajeme
Pola nafas Tujuan:
n Jalan
tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Napas
b.d hambatan diharapkan pola napas membaik dengan
Observasi
upaya nafas kriteria hasil:
- Monitor
1. Dispnea menurun pola napas
(frekuensi,
2. Penggunaan otot bantu nafas menurun kedalaman,
usaha
3. Frekuensi napas membaik
napas)

- Monitor
bunyi napas
tambahan

- Monitor
sputum
(jumlah,
warna,
aroma)

Terapeutik

-Posisikan
semi fowler
atau fowler

-Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi

- Ajarkan
teknik batuk
efektif

Kolaboras
i

Tahap
intensif:

- 4 tablet 4
KDT + 1000
mg
streptomisin
inj (56 hari)

- 4 tablet 4
KDT (28
hari)

Tahap
lanjutan:

- 4 tablet
RHE (20
minggu)

Pemantaua
n Respirasi
Observasi
-Monitor
frekuensi,
irama,
kedalaman,
dan upaya
napas
-Monitor
kemampuan
batuk efektif
-Monitor
adanya
sumbatan
jalan napas
-Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
2.
Ketidakpatuha Tujuan: Dukungan
n b.d Kepatuhan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
ketidakadekua Program
diharapkan tingkat kepatuhan klien meningkat
tan Pengobatan
dengan kriteria hasil:
pemahaman
Observasi
(kurang 1. Verbalisasi kemauan mematuhi program
motivasi) perawatan atau pengobatan -Identifikasi
kepatuhan
2. Verbalisasi mengikuti anjuran
menjalani
3. Perilaku menjalankan anjuran
program
4. Perilaku mengikuti program pengobatan
perawatan/pengobatan

Terapeutik

-Buat
komitmen
menjalani
program
pengobatan
dengan baik

-Buat jadwal
pendampinga
n keluarga
untuk
bergantian
menemani
pasien selama
menjalani
program
pengobatan,
jika perlu

Dokumentasik
an aktivitas
selama
menjalani
proses
pengobatan

-Diskusikan
hal-hal yang
dapat
mendukung
atau
menghambat
berjalannya
program
pengobatan
libatkan
keluarga
untuk
mendukung
program
pengobatan
yang dijalani

Edukasi
- Informasikan
program
pengobatan
yang harus
dijalani

- Informasikan
manfaat yang
akan diperoleh
jika teratur
menjalanai
program
pengobtan

- Anjurkan
keluarga
untuk
mendampingi
dan merawat
pasien selama
menjalani
program
pengobatan

- Anjurkan
pasien dan
keluarga
melakukan
konsultasi ke
pelayanan
kesehatan
terdekat, jika
perlu
18. Bagaimana komunikasi trapeutik kita menangani pasien dalam kepatuhannya dalam meminum
obat ?

Menurut WHO lansia adalah orang yang memiliki usia rentang 60-74 tahun (WHO).
Seperti yang kita ketahui bahwasanya kita sedang berhadapan dengan pasien lansia jadi
komunikasi terapeutik yang bisa kita lakukan Mundakir (2006) mengidentifikasi beberapa teknik
komunikasi yang dapat Digunakan perawat dalam berkomunikasi dengan lansia sebagai berikut.

1) Teknik asertif

Asertif adalah menyatakan dengan sesungguhnya, terima klien apa adanya. Perawat bersikap
menerima yang menunjukkan sikap peduli dan sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan
klien serta berusaha untuk mengerti/memahami klien. Sikap ini membantu perawat untuk menjaga
hubungan yang terapeutik dengan lansia.

2) Responsif

Reaksi spontan perawat terhadap perubahan yang terjadi pada klien dan segera melakukan
klarifikasi tentang perubahan tersebut. Teknik ini merupakan bentuk perhatian perawat kepada
klien yang dilakukan secara aktif untuk memberikan ketenangan klien. Berespons berarti bersikap
aktif atau tidak menunggu permintaan dari klien.

3) Fokus

Dalam berkomunikasi, sering kita jumpai lansia berbicara panjang lebar dan mengungkapkan
pernyataan-pernyataan di luar materi dan tidak relevan dengan tujuan terapi. Sehubungan dengan
hal tersebut, perawat harus tetap fokus pada topik pembicaraan dan mengarahkan kembali
komunikasi lansia pada topik untuk mencapai tujuan terapi. Sikap ini merupakan upaya perawat
untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang diinginkan.

4) Suportif

Lansia sering menunjukkan sikap labil atau berubah-ubah. Perubahan ini perlu disikapi dengan
menjaga kestabilan emosi klien lansia dengan cara memberikan dukungan (suportif).
Contoh:

Tersenyum dan mengangguk ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan
menghargai lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga
lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikian, diharapkan klien
termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan,
jangan mempunyai kesan menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan
kepercayaan klien kepada perawat. Contoh ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
support/motivasi kepada lansia

sebagai berikut.

“Saya yakin Bapak dapat mampu meminum obat ini sampai habis”, “Jika

Bapak memerlukan bantuan saya siap membantu.”

5) Klarifikasi

Klarifikasi adalah teknik yang digunakan perawat untuk memperjelas informasi yang disampaikan
klien. Hal ini penting dilakukan perawat karena seringnya perubahan yang terjadi pada lansia dapat
mengakibatkan proses komunikasi lancar dan kurang bisa dipahami. Klarifikasi dilakukan dengan
cara mengajukan pertanyaan ulang atau meminta klien memberi penjelasan ulang dengan tujuan
menyamakan persepsi.

Pada kasus ini kita bisa mengklarifikasi pengetahuam klien tentang pentinys kepatuhan meminum
obat

6) Sabar dan ikhlas

Perubahan yang terjadi pada lansia terkadang merepotkan dan seperti kekanak-kanakan.
Perubahan ini harus disikapi dengan sabar dan ikhlas agar hubungan antara perawat dan klien
lansia dapat efektif. Sabar dan ikhlas dilakukan supaya tidak muncul kejengkelan perawat yang
dapat merusak komunikasi dan hubungan perawat dan klien.
III. Kesimpulan

Diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien sesuai kasus
adalah Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d penggunaan otot bantu pernafasan,
Risiko termoregulasi tidak efektif d.d proses penyakit (infeksi) dan Ketidakpatuhan b.d
ketidakadekuatan pemahaman (kurang motivasi).

Daftar Pustaka
Adigun R, singh R. Tuberculosis. National Library of Medicine (NCBI). 2022

Adigun R, Singh R. Tuberculosis. [Updated 2022 Jan 5]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan [PUBMED] Avileble from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara. Buku ajar respirasi. Medan: USU Press; 2017.
https://www.researchgate.net/publication/338738082_Characteristics_of_Lost_to_Follow_Up_T
uberculosis_Patients_from_Four_Hospitals_in_Bandung_Bahasa_Karakteristik_Pasien_
Tuberkulosis_Lost_to_Follow_Up_dari_Empat_RS_di_Kota_Bandung Characteristics of
Tuberculosis Lost to Follow Up Patients from FourHospitals in BandungAzizah
Muthiaha*, Noormarina Indraswarib, Budi Sujatmikob Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran

Ilya Putri Redhian, I. P. R. (2011). Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Anak dan
Orangtua (Doctoral dissertation, Diponegoro University).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tata Laksana Tuberkulosis. Kemenkes RI. 2019 Desember.

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. 2007
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tamara, D. V., Nurhayati, S., & Ludiana, L. (2021). PENERAPAN INHALASI SEDERHANA
MENGGUNAKAN AROMATERAPI DAUN MINT (MENTHA PIPERITA)
TERHADAP SESAK NAFAS PADA PASIEN TB PARU. Jurnal Cendikia Muda, 2(1),
40-49.

Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.

Anda mungkin juga menyukai