Kelompok 4 :
UNIVERSITAS JAMBI
2022
SKENARIO
Tn. C usia 60 tahun, TB 169 cm, BB 58 kg datang ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi dengan
keluhan batuk darah yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah
segar bercampur dengan dahak, tidak disertai dengan campuran sisa makanan dan berjumlah ± 1
gelas kecil. Sejak 2 hari yang lalu, Tn. C mengaku batuk darah dialami sudah 3 kali.
Delapan bulan yang lalu Tn.C sudah pernah berobat ke puskesmas dan didiagnosis TB paru,
namun Tn. C hanya meminum obatnya selama 2 bulan dan tidak meminum obat lagi. Tn.C juga
mengeluhkan sesak napas sejak 1 bulan yang lalu. Sesak napas sering dikeluhkan oleh Tn.C
terutama jika banyak melakukan aktivitas. Sejak 2 hari ini sesak napas dirasakan semakin
memberat.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 140/80 mmHg, Nadi 90x/menit, suhu
36,10C, frekuensi nafas 32x/menit. Dari hasil pemeriksaan paru didapatkan sela iga melebar (+)
suara napas vesikuler (+/+), rhonki basah (-/+), wheezing (-/-), pemeriksaan jantung, abdomen dan
ekstremitas dalam batas normal. Dokter menduga Tn. C mengalami TB paru berulang sehingga
menyarankan Tn. C untuk dirawat dan merencanakan akan melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang untuk membantu memastikan penyakit Tn. C.
I. Identifikasi Masalah
3. Apa hubungan Riwayat penyakit tb pada pasien 8 bulan yang lalu serta penggunaan
obat tb yang hanya diminum 2 bulan dengan keluhan
15. Apakah sesak nafas yang dialami pasien sejak 1 bulan yang lalu merupakan
komplikasi dari tb paru 8 bulan yg lalu?
16. Dengan berhentinya tnc setelah minum obat 2 bulan apakah bisa dikatakan
pengobatan tnC berhasil atau gagal dan apakah akibat dari berhentinya Tn C meminum
obat?
Hempotisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau
sputum yang berdarah. Setiap proses yang mengganggu kesinambungan pembuluh darah
paru dapat mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang
merupakan manifestasi pertama dari tuberkulosis aktif. Batuk dengan dahak bercampur
darah (hemoptosis) yang dialami pasien menunjukkan adanya luka yang terdapat pada
saluran nafas bagian bawah. Terjadinya reaksi inflamasi kronis pada saluran nafas bagian
bawah pasien mengakibatkan batuk yang terus berlangsung selama berminggu-minggu
sehingga memicu pecahnya pembuluh disekitar area tersebut. Batuk berdarah dapat terjadi
karena adanya iritasi bronkus.Penyebab batuk berdarah (hemoptisis) terdiri dari penyakit
yang berhubungan dengan infeksi paru, neoplasma, kelainan struktur paru-paru pembuluh
darah jantung sistemik, gangguan pembekuan darah dan iatrogenik. penyebab tersering
pada pasien dewasa adalah penyakit yang berkaitan dengan infeksi paru dan
neoplasma.klasifikasi hemoptysis : Bercak (streaking), yaitu darah bercampur dengan
sputum, paling umum pada bronkitis. Volume kurang dari 15-20 mL/24 jam.
• Hemoptisis, dipastikan ketika total volume darah yang dibatukkan 20-600 mL di dalam
waktu 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini berarti perdarahan
dari pembuluh darah lebih besar dan biasanya karena kanker paru, pneumonia (necrotizing
pneumonia), TB atau emboli paru. Hemoptisis masif. Darah yang dibatukkan dalam waktu
24 jam lebih dari 600 mL- biasanya karena kanker paru, kavitas pada TB atau
bronkiektasis.
• Pseudohemoptisis, yaitu batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa pendarahan
buatan (factitious). Perdarahan yang terakhir biasanya karena luka disengaja di mulut,
faring atau rongga hidung
Sesak nafas – sumbatan yg disebabkan oleh sumbatan peradangn sal nafas oleh histamin
yang menghasilkan mucus berlebihan di sal nafas, penyumbatan yang hebat dapat
menghentikan aliran udara dan menyebakan kematian.
3. Apa hubungan Riwayat penyakit tb pada pasien 8 bulan yang lalu serta penggunaan obat
TB yang hanya diminum 2 bulan dengan keluhan ?
Seperti yang kita ketahui pada kasus ini Tn. C Delapan bulan yang lalu didiagnosis
TB paru dan hanya meminum obat selama 2 bulan lalu berhenti,dalam tipe penderita TB
paru Tn. A ini masuk dalam tipe Pengobatan setelah lalai (Default/ Drop Out): penderita
yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat. Dengan ini kita bisa mengetahui hubungan keluhan Tn. C dengan riwatyat
kesehatannya yang lalu.
Antropometri :
TB 169 cm
BB 58 kg
: 58/1.692
: 58/2.8561
: 20.30 (normal)
Tanda Vital :
1. Tb paru
- Demam
- Batuk kering, batuk berdahak kental berwarna kuning dan hijau, atau batuk
berdarah
- Batuk berdarah.
4. Abses paru : Kesamaan gejala abses paru dengan yang dialami Tn. A
- Demam
6. Bronkitis Kronis
· sesak napas
· sakit kepala
· Sputum purulen
Alasan: penyakit yang diderita Tn. A tidak mengalami sakit kepala, nyeri
pada dada saat batuk dan batuk yang kronis atau telah diderita selama
berbulan-bulan hingga tahunan, sehingga diagnosis banding dapat
disingkirkan.
7. Emboli Paru
Gejala klinis:
· batuk berdarah
9. Sarcoidosis
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
b. pada kavitas bayangannya dapat berupa cincin yang mula mula berdinding tipis,
lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
maka terlihat bayangan yang bergaris-garis.
c. Pada atelectasis terlihat sebagai fibrosis yang luas disertai penciutan 1 lobbus
maupun bagian paru dan terlihat bercak bercak halus diseluruh lapang p
d. penebalan pleura (pleuritis), perselubungan cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura
- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3
kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan sputum untuk BTA dilakukan dengan skala
IUALTD, yakni:
Data Subjektif :
Diagnosis kerja
Tb paru dengan kasus setelah putus perobat (loss to follow up). Tb paru putus berobat
adalah Tb yang pernah diobati lebih dari satu bulan dan berhenti lebih dari 2 bulan.
Etiologi Tb Paru
Tuberkulosis Paru disebabkan karena infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis adalah basil tahan asam dan alkohol. Ini adalah bagian dari
kelompok organisme yang diklasifikasikan sebagai kompleks M. tuberculosis. Anggota
lain dari kelompok ini adalah, Mycobacterium africanum, Mycobacterium bovis, dan
Mycobacterium microti. Sebagian besar organisme mikobakteri lain diklasifikasikan
sebagai organisme mikobakteri non-TB atau atipikal.
Organisme ini memiliki beberapa fitur unik dibandingkan dengan bakteri lain
seperti adanya beberapa lipid di dinding sel termasuk asam mikolat, faktor kabel, dan Wax-
D. Kandungan lipid yang tinggi dari dinding sel dianggap berkontribusi pada sifat-sifat
berikut dari infeksi Mycobacterium tuberculosis:
3) Kemampuan untuk bertahan hidup di bawah kondisi ekstrim seperti keasaman atau
alkalinitas ekstrim, situasi oksigen rendah, dan kelangsungan hidup intraseluler (dalam
makrofag).
Risk factor:
Jumlah kasus tuberkulosis (TB) yang tidak terlaporkan dan tidak terdeteksi di
Indonesia sebelum pelaksanaan sistem pengawasan TB nasional pada tahun 2017 mencapai
47% dari total kasus, termasuk di dalamnya kasus TB lost to follow up atau hilang dari
pengamatan. Pasien yang termasuk dalam kelompok ini akan meningkatkan risiko
perburukan klinis, kambuh, gagal pengobatan, dan menjadi resisten terhadap obat, selain
itu mereka juga akan menjadi sumber penularan di masyarakat.
Tuberkulosis (TB) menjadi 1 dari 10 penyebab kematian tertinggi di dunia dari satu
agen infeksi, di atas Human Immunodeficiency Virus/Acquired ImmunoDeficiency
Syndrome(HIV/AIDS).1 Pada tahun 2017, menjangkit 10 juta orang di dunia, dimana 30
negara dengan beban tinggi/High Burden Countries(HBC), Indonesia termasuk di
antaranya menyumbang 87% dari total kasus TB di seluruh dunia.1, 2 Indonesia
mendudukiperingkat ketiga setelah India (27%) dan Cina (9%) yaitu sebesar 8%.1 Total
kasus TB di Indonesia pada tahun 2018 yaitu sebanyak 511.873 kasus dan Provinsi Jawa
Barat menduduki peringkat pertama dengan kasus terbanyak, yaitu 99.398 kasus,3 serta
Kota Bandung Menjadi salah satu kota penyumbang kejadian TB terbanyak dengan Case
Notification Rate (CNR) yaitu 402/100.000 populasi pada tahun 2018, dimana angka ini
meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu 261/100.000 populasi.Berdasarkan data yang
didapatkan dari Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, pada tahun
2017 di Indonesia terdapat 5.4% pasienyang dinyatakan hilang dari pengamatan dan
0.4%dinyatakan gagal berobat.. 5 Ber dasarkan datakesembuhan TB tahun 2018 yang
dikeluarkan olehP2TB Kota Bandung tahun 2019, terdapat sekitar250 orang per triwulan
pasien yang hilang daripengamatan. Pasien ini akan meningkatkan risikoperburukan klinis
dan terjadi komplikasi, kekambuhan,gagal pengobatan, dan resistan terhadap obat,
selainitu mereka akan menjadi sumber penularan dimasyarakat.
Patofisiologi
1. Terapi medikamentosa:
Obat anti-tuberkulosis (OAT) diberikan dalam 2 fase, yaitu fase intensif (3-5 OAT selama
2 bulan awal) dan fase lanjutan (INH-rifampisin) hingga 6-12 bulan. Penelitian telah
menunjukkan bahwa etambutol dosis 15-25 mg/KgBB/hari tidak menyebabkan neuritis
optika pada pasien hingga 1 0 tahun pascapengobatan.
- TB paru: 2HRZ-4RH
- TB paru berat (milier, destroyed lung) dan TB ekstra paru: 4-5 OAT selama 2 bulan fase
intensif, dilanjutkan dengan INH-rifampisin hingga genap 9-12 bulan terapi.
- Untuk TB milier dan efusi pleura, diberikan tambahan prednison 1-2 mg/KgBB/ hari
selama 2 minggu, yang kemudian dosis diturunkan bertahap selama 2 minggu sehingga
total waktu pemberian 1 bulan.
Secara umum, obat TB (terutama rifampisin) sebaiknya diminum pada saat perut kosong,
yaitu 1 jam sebelum makan/minum susu, atau 2 jam sesudah makan. Untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi
dosis tetap (KDT) yang pemberiannya disesuaikan dengan berat badan
2. Terapi non-medikamentosa:
- Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana Diagnosis TB
dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis Pengobatan dengan OAT dengan
pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO)
- Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TB
- Asuhan glZI, berperan penting dalam keberhasilan pengobatan TB. Tanpa asupan gizi
yang baik, pengobatan TB tidak akan mencapai hasil optimal.
Profilaksis primer. Bertujuan untuk mencegah infeksi pada kelompok yang mengalami
kontak erat dengan pasien TB dewasa BTA positif. Terapi yang diberikan ialah NH 10 mg/
KgBB/ hari, diberikan selama kontak masih ada, minimal 3 bulan. Pada akhir bulan ketiga,
dilakukan uji tuberkulin ulang:
- hasil negatif dan kontak sudah tidak ada: proftlaksis primer dihentikan;
- hasil positif: dievaluasi apakah hanya infeksi TB atau sudah sakit TB:
Profilaksis sekunder. Bertujuan untuk mencegah terjadinya sakit TB pada kelompok yang
sudah terinfeksi TB, tetapi belum sakit TB. Terapi yang diberikan ialah NH 5-10
mg/KgBB/ hari selama 6-12 bulan. Durasi 6-12 bulan merupakan waktu risiko tertinggi
terjadinya sakit TB pada orang yang sudah terinfeksi TB.
Tb miler: tambahan predinos 1-2 mg/ kgbb dosis dturunkan bertahap dalam 1 bulam
Cegah kontak [asien tb BTA (), selama kontak masih ada minimal 3 bulan
Jika infeksi; profilasksi sekunder – cegah tb pada kelompokyg terinfeksi tb tapi belom sakit
tb, inh 5-10 mg,
Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain
selamabeberapa minggu pertamapengobatan untuk TB aktif
Ventilasi ruangan. Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil di mana
udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masihkurang, bukajendela dan gunakankipas
untuk meniupudara dalam ruangan ke luar.
Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja ini
merupakanlangkah pencegahan TB secara efektif. Jangan lupa untuk membuang masker
secara teratur.
Meludahhendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan desinfektan (air sabun).
Imunisasi BCG diberikan pada bayiberumur 3-14 bulan
Hindariudara dingin.
Usahakan sinar matahari dan udara segar masuksecukupnya ke dalam tempat tidur.
Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutamapagihari.
Semua barang yang digunakan penderitaharusterpisah begitu juga mencucinya dan tidak
boleh digunakan oleh orang lain.
Makanan harustinggikarbohidrat dan tinggi protein.
Edukasi kepada pasien mengenai penggunaan obat dengan rutin dengan cara meminta
pasien agar meminum obat dengan rutin, kemudian meminta keluarga pasien sebagai
pengawas bagi pasien dalam meminum obat
a. Edukasi tentang penularan dan pencegahan penyakit TBC, seperti beri tau
pasien jika tbc itu menyebar melalui droplet dan ajarkan etika batuk dan bersin yg
benar
b. Edukasi kepatuhan meminum obat dengan cara menjelaskan manfaat
minum obat yg telah diberikan, buat kesepakatan minum obat dengan pasien atau
minta bantuan pengawas minum obat (PMO)
c. Edukasi pentingnya mencukupi asupan nutrisi dengan diet tinggi nutrisi
seperti makan makanan yg tinggi protein, vitamin dan mineral.
d. Edukasi tentang efek samping obat OAT yang diberikan seperti demam,
mual, muntah, kadar trombosit menurun,ruam, gatal dan lainnya.
e. Memberikan informasi pada pasien dan keluarga tentang gambaran
penyakit tuberkulosis
f. Edukasi pasien untuk menjalankan pola hidup sehat dan memperhatikan
sanitasi lingkungan.
Mayoritas pasien dengan diagnosis TB memiliki hasil yang baik. Ini terutama karena
pengobatan yang efektif. Tanpa pengobatan, angka kematian tuberkulosis lebih dari 50%.
Kelompok pasien berikut ini lebih rentan terhadap hasil yang lebih buruk atau kematian
setelah infeksi TB:
- Kerusaka paruluar
- Tb milier – meningitis tb
- Empyema
- Penumothoraks
- Amyloidosis systemic
Komplikasi Tb Paru
Kebanyakan pasien memiliki perjalanan penyakit yang relatif jinak. Komplikasi lebih
sering terlihat pada pasien dengan faktor risiko: Usia Ekstrem seperti lansia dan bayi,
keterlambatan pemberian obat, pasien imunosupresi, adanya bukti radiologis penyebaran yang
luas, dan Multidrug Resistenance (MDR) Tuberkulosis. Beberapa komplikasi yang terkait dengan
tuberkulosis adalah:
5. Empiema
6. Pneumotoraks
7. Amiloidosis sistemik
15. Apakah sesak nafas yang dialami pasien sejak 1 bulan yang lalu merupakan komplikasi dari
tb paru 8 bulan yg lalu?
Salah satu gejala TB paru yang memiliki kemiripan dengan penyakit lain yaitu sesak nafas.
Sesak nafas terjadi pada penyakit TB paru yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah setengah
bagian paru- paru. Sesak nafas yang merupakan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi
atau obstruksi dan saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Seperti yang kita
ketahui jika pasien sudah didiagnosis TB paru sejak 8 bulan yang lalu jadi Tb paru pada pasien ini
sudah lama dan sudah lanjut.
16. Dengan berhentinya tnc setelah minum obat 2 bulan apakah bisa dikatakan pengobatan tnC
berhasil atau gagal dan apakah akibat dari berhentinya Tn C meminum obat ?
Delapan bulan yang lalu Tn.C sudah pernah berobat ke puskesmas dan didiagnosis TB
paru, namun Tn. C hanya meminum obatnya selama 2 bulan dan tidak meminum obat lagi. Dan
sekarang mengalami gejala gejala tb lagi Dokter menduga Tn. C mengalami TB paru
berulang. Untuk pengobatan tn.C di katakan gagal karena obatnya terputus
Untuk kasus nya sekarang disebut Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang
pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan
berturut-turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan.
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan
untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien danmeminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan
secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu pertama.
b. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan
setiap hari.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. C
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Kota Jambi
Diagnosa medis : Tb paru
Tanggal masuk : 10 november 2022
Tanggal pengkajian : 10 november 2022
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tidak terkaji
b. Kesadaran : Composmentis
c. BB/TB : 58 kg / 169 cm
d. Tanda-tanda vital
TD : 140/80 mmHg
HR : 90x/menit
RR : 32x/menit
Suhu : 36,10 C (demam subfebris)
2. Spiritual
Tidak terkaji
8. Data Penunjang
Tidak terkaji
9. Pengobatan
Tidak terkaji
B. Analisa Data
- Klien
menggunakan
otot bantu
pernafasan
- Pola nafas
klien
abnormal
(RR:
32x/menit)
- Hasil
pemeriksaan
paru: sela iga
melebar (+)
Ketidakadekuatan Ketidakpatuhan
DS:
pemahaman
(kurang motivasi)
- Klien
menolak
mengikuti
anjuran
dokter.
DO:
- Klien tidak
mengikuti
program
pengobatan
(minum obat
hanya 2
bulan)
- Klien terlihat
masih batuk
berdarah
sejak dua hari
lalu (sudah
3x)
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d penggunaan otot bantu
pernafasan
3. Ketidakpatuhan b.d ketidakadekuatan pemahaman (kurang motivasi)
D. Intervensi Keperawatan
- Monitor
bunyi napas
tambahan
- Monitor
sputum
(jumlah,
warna,
aroma)
Terapeutik
-Posisikan
semi fowler
atau fowler
-Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
- Ajarkan
teknik batuk
efektif
Kolaboras
i
Tahap
intensif:
- 4 tablet 4
KDT + 1000
mg
streptomisin
inj (56 hari)
- 4 tablet 4
KDT (28
hari)
Tahap
lanjutan:
- 4 tablet
RHE (20
minggu)
Pemantaua
n Respirasi
Observasi
-Monitor
frekuensi,
irama,
kedalaman,
dan upaya
napas
-Monitor
kemampuan
batuk efektif
-Monitor
adanya
sumbatan
jalan napas
-Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
2.
Ketidakpatuha Tujuan: Dukungan
n b.d Kepatuhan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
ketidakadekua Program
diharapkan tingkat kepatuhan klien meningkat
tan Pengobatan
dengan kriteria hasil:
pemahaman
Observasi
(kurang 1. Verbalisasi kemauan mematuhi program
motivasi) perawatan atau pengobatan -Identifikasi
kepatuhan
2. Verbalisasi mengikuti anjuran
menjalani
3. Perilaku menjalankan anjuran
program
4. Perilaku mengikuti program pengobatan
perawatan/pengobatan
Terapeutik
-Buat
komitmen
menjalani
program
pengobatan
dengan baik
-Buat jadwal
pendampinga
n keluarga
untuk
bergantian
menemani
pasien selama
menjalani
program
pengobatan,
jika perlu
Dokumentasik
an aktivitas
selama
menjalani
proses
pengobatan
-Diskusikan
hal-hal yang
dapat
mendukung
atau
menghambat
berjalannya
program
pengobatan
libatkan
keluarga
untuk
mendukung
program
pengobatan
yang dijalani
Edukasi
- Informasikan
program
pengobatan
yang harus
dijalani
- Informasikan
manfaat yang
akan diperoleh
jika teratur
menjalanai
program
pengobtan
- Anjurkan
keluarga
untuk
mendampingi
dan merawat
pasien selama
menjalani
program
pengobatan
- Anjurkan
pasien dan
keluarga
melakukan
konsultasi ke
pelayanan
kesehatan
terdekat, jika
perlu
18. Bagaimana komunikasi trapeutik kita menangani pasien dalam kepatuhannya dalam meminum
obat ?
Menurut WHO lansia adalah orang yang memiliki usia rentang 60-74 tahun (WHO).
Seperti yang kita ketahui bahwasanya kita sedang berhadapan dengan pasien lansia jadi
komunikasi terapeutik yang bisa kita lakukan Mundakir (2006) mengidentifikasi beberapa teknik
komunikasi yang dapat Digunakan perawat dalam berkomunikasi dengan lansia sebagai berikut.
1) Teknik asertif
Asertif adalah menyatakan dengan sesungguhnya, terima klien apa adanya. Perawat bersikap
menerima yang menunjukkan sikap peduli dan sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan
klien serta berusaha untuk mengerti/memahami klien. Sikap ini membantu perawat untuk menjaga
hubungan yang terapeutik dengan lansia.
2) Responsif
Reaksi spontan perawat terhadap perubahan yang terjadi pada klien dan segera melakukan
klarifikasi tentang perubahan tersebut. Teknik ini merupakan bentuk perhatian perawat kepada
klien yang dilakukan secara aktif untuk memberikan ketenangan klien. Berespons berarti bersikap
aktif atau tidak menunggu permintaan dari klien.
3) Fokus
Dalam berkomunikasi, sering kita jumpai lansia berbicara panjang lebar dan mengungkapkan
pernyataan-pernyataan di luar materi dan tidak relevan dengan tujuan terapi. Sehubungan dengan
hal tersebut, perawat harus tetap fokus pada topik pembicaraan dan mengarahkan kembali
komunikasi lansia pada topik untuk mencapai tujuan terapi. Sikap ini merupakan upaya perawat
untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang diinginkan.
4) Suportif
Lansia sering menunjukkan sikap labil atau berubah-ubah. Perubahan ini perlu disikapi dengan
menjaga kestabilan emosi klien lansia dengan cara memberikan dukungan (suportif).
Contoh:
Tersenyum dan mengangguk ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan
menghargai lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga
lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikian, diharapkan klien
termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan,
jangan mempunyai kesan menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan
kepercayaan klien kepada perawat. Contoh ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
support/motivasi kepada lansia
sebagai berikut.
“Saya yakin Bapak dapat mampu meminum obat ini sampai habis”, “Jika
5) Klarifikasi
Klarifikasi adalah teknik yang digunakan perawat untuk memperjelas informasi yang disampaikan
klien. Hal ini penting dilakukan perawat karena seringnya perubahan yang terjadi pada lansia dapat
mengakibatkan proses komunikasi lancar dan kurang bisa dipahami. Klarifikasi dilakukan dengan
cara mengajukan pertanyaan ulang atau meminta klien memberi penjelasan ulang dengan tujuan
menyamakan persepsi.
Pada kasus ini kita bisa mengklarifikasi pengetahuam klien tentang pentinys kepatuhan meminum
obat
Perubahan yang terjadi pada lansia terkadang merepotkan dan seperti kekanak-kanakan.
Perubahan ini harus disikapi dengan sabar dan ikhlas agar hubungan antara perawat dan klien
lansia dapat efektif. Sabar dan ikhlas dilakukan supaya tidak muncul kejengkelan perawat yang
dapat merusak komunikasi dan hubungan perawat dan klien.
III. Kesimpulan
Diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien sesuai kasus
adalah Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d penggunaan otot bantu pernafasan,
Risiko termoregulasi tidak efektif d.d proses penyakit (infeksi) dan Ketidakpatuhan b.d
ketidakadekuatan pemahaman (kurang motivasi).
Daftar Pustaka
Adigun R, singh R. Tuberculosis. National Library of Medicine (NCBI). 2022
Adigun R, Singh R. Tuberculosis. [Updated 2022 Jan 5]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan [PUBMED] Avileble from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/
Ilya Putri Redhian, I. P. R. (2011). Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Anak dan
Orangtua (Doctoral dissertation, Diponegoro University).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tata Laksana Tuberkulosis. Kemenkes RI. 2019 Desember.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI
Tamara, D. V., Nurhayati, S., & Ludiana, L. (2021). PENERAPAN INHALASI SEDERHANA
MENGGUNAKAN AROMATERAPI DAUN MINT (MENTHA PIPERITA)
TERHADAP SESAK NAFAS PADA PASIEN TB PARU. Jurnal Cendikia Muda, 2(1),
40-49.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.