Anda di halaman 1dari 59

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan atas nikmat serta karunia Allah SWT yang
telah memberikan rahmat, hidayah serta pertolongannya sehingga proposal usulan
penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Self-Efficacy dengan Kematangan
Karir Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Psikologi Unibi Bandung” dapat
diselesaikan. Proposal usulan penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk maju ke tahap selanjutnya yaitu mendapatkan persetujuan mengenai tema
yang diangkat berjudul “Hubungan Antara Self-Efficacy dengan Kematangan
Karir Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Psikologi Unibi Bandung”, serta
mendapatkan dosen pembimbing skripsi dan untuk menuju sidang skripsi yang
sesungguhnya.
Penulisan proposal usulan penelitian ini terdiri dari tiga Bab. Pada Bab I,
peneliti menjelaskan mengenai fenomena yang terjadi di Fakultas Psikologi
UNIBI. Mahasiswa tingkat akhir pada tahap perkembangannya berada di tahap
eksplorasi di mana salah satu tugasnya yaitu berkaitan dengan pekerjaan atau
karir. Akan tetapi masih terdapat mahasiswa yang bingung dalam memutuskan
pilihan karirnya yang di mana hal ini diasumsikan adanya keterkaitan dengan self-
efficacy. Pada Bab II akan dijelaskan teori yang digunakan sebagai landasan
berpikir. Dalam penelitian ini teori yang digunakan yaitu self-efficacy dari
Bandura dan kematangan karir dari Super. Selanjutnya pada Bab III akan
menjelaskan metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti.
Selama proses penyusunan proposal usulan penelitian ini, tentunya peneliti
banyak mengalami hambatan dan rintangan. Akan tetapi peneliti dapat
menyelesaikan proposal usulan penelitian ini berkat bimbingan serta dukungan
dari banyak pihak. Meskipun demikian, proposal usulan penelitian ini masih
memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para dosen penguji usulan penelitian.

i
Bandung, Juni 2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
DAFTAR BAGAN..................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah................................................................................12
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian................................................................13
1.4 Kegunaan Penelitian................................................................................13
1.4.1 Kegunaan Teoritis............................................................................13
1.4.2 Kegunaan Praktis.............................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................14
2.1 Self-Efficacy.............................................................................................14
2.1.1 Pengertian Self-Efficacy...................................................................14
2.1.2 Dimensi Self-Efficacy.......................................................................15
2.1.3 Sumber-sumber Self-Efficacy...........................................................16
2.1.4 Proses Yang Mempengaruhi Self-Efficacy.......................................18
2.2 Kematangan Karir...................................................................................20
2.2.1 Pengertian Kematangan Karir..........................................................20
2.2.2 Aspek Kematangan karir..................................................................22
2.2.3 Perkembangan Karir Masa Remaja Akhir dan Dewasa...................23
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir...................26
2.3 Kerangka Berpikir...................................................................................29
2.4 Hipotesis..................................................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................34
3.1 Rancangan Penelitian..............................................................................34
3.2 Variabel Penelitian..................................................................................34
3.2.1 Identifikasi Variabel.........................................................................34
3.2.2 Definisi Operasional Variabel..........................................................35

ii
3.3 Alat Ukur.................................................................................................35
3.3.1 Alat Ukur Self-Efficacy....................................................................36
3.3.2 Alat Ukur Kematangan Karir...........................................................37
3.3.3 Uji Validitas.....................................................................................39
3.3.4 Uji Reliabilitas.................................................................................40
3.3.5 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Self-Efficacy..........41
3.3.6 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Kematangan Karir. 41
3.4 Populasi dan Sampel...............................................................................41
3.5 Analisis Data...........................................................................................42
3.5.1 Menguji Signifikansi........................................................................43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor Skala Self-Efficacy.........................................................................36


Tabel 3.2 Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Efficacy..........................................................37
Tabel 3.3 Skor Skala Kematangan Karir...............................................................38
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Alat Ukur Kematangan Karir.................................................38
Tabel 3.5 Kategori Reliabilitas..............................................................................41
Tabel 3.6 Kategori Derajat Korelasi......................................................................43

iv
DAFTAR BAGAN

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Persaingan bebas yang terjadi di saat era globalisasi ini mengharuskan
para mahasiswa sebagai calon tenaga kerja terdidik, berjuang untuk dapat
mengalahkan pesaingnya agar bisa lolos menjadi karyawan di perusahaan atau
menjadi pegawai di lembaga pemerintahan yang dituju. Seringkali banyaknya
jumlah peminat dari suatu perusahaan bisa menjadi sangat membludak tetapi yang
diterima sebagai pegawai hanya sebagian kecil individu saja. Hal tersebut akan
membuat tingkat persaingan menjadi semakin tinggi dan hanya mereka yang
memiliki kriteria berupa spesialisasi atau keahlian tertentu yang akan dapat
bertahan dalam persaingan untuk memperoleh pekerjaan [CITATION Jul16 \l 1057 ].
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada tahun 2019 telah
terjadi kenaikan angka jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang,
yang didapatkan angka 7,05 juta orang pada Agustus 2019. Sebelumnya pada
periode Agustus 2018 memperoleh angka 7,04 juta orang. Menurut kepala BPS
Suhariyanto mengatakan pertambahan jumlah angka pengangguran disebabkan
oleh meningkatnya jumlah angkatan kerja di Negara Indonesia [CITATION Jul16 \l
1057 ]. Sementara menurut Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia
mencatat bahwa jumlah pengangguran untuk tingkat pendidikan menengah atas
(sarjana) sangat tinggi. Disisi lain jumlah kompetensi angka tenaga kerja usia
produktif berjumlah sebesar 133,6 juta orang dengan 82 juta orang atau kurang
lebih 60 persen dilihat dari pendidikan yang ditempuh hanya berada di level
Sekolah Menengah Pertama [CITATION Per16 \l 1057 ].
Calon tenaga kerja terdidik seperti mahasiswa pastinya akan menghadapi
tantangan besar untuk berkarir. Seiring dengan berkembangnya kondisi ekonomi,
sosial, dan budaya yang semakin berkembang pesat mengharuskan setiap individu
untuk berlomba meningkatkan kompetensi keahlian agar mampu untuk menjawab
tantangan karir. Menurut (Pinasti, 2011) menyebutkan beberapa tantangan yang
akan dihadapi oleh mahasiswa dalam memilih karir, seperti ketidakpastian karir,
2

mendapatkan akses mengenai informasi dan program pengembangan karir, serta


tantangan-tantangan yang meliputi ekonomi dan teknologi. Oleh karena itu,
mahasiswa sangat perlu memiliki kesiapan diri untuk menghadapi tantangan dan
kesulitan dalam menghadapi proses penyesuaian diri dengan lingkungan,
khususnya kesiapan diri memasuki dunia pekerjaan untuk berkarir sesuai dengan
minat mereka.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 disebutkan bahwa
adanya peningkatan angka pengangguran dari tahun ke tahun. Melihat jumlah
pengangguran yang semakin meningkat ditambah membludaknya jumlah
angkatan kerja, dan tantangan dalam mempersiapkan diri untuk memasuki dunia
pekerjaan maka tidak ada cara bagi mahasiswa selain mempersiapkan karir
dengan sebaik mungkin. Persiapan dapat dimulai dengan mencari sumber-sumber
informasi mengenai karir dan dunia kerja yang dipilih melalui proses eksplorasi
yang efektif sehingga ketika mahasiswa harus memilih karir mereka telah siap,
kesiapan itulah yang disebut dengan kematangan karir (Umam, 2015).
Menurut Super (2001), kematangan karir merupakan suatu kemampuan
individu untuk berhasil dalam mengatasi (menjalani) tugas-tugas dan peralihan-
peralihan dalam perkembangan karir serta kesiapan untuk memilih karir yang
tepat sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya. Kematangan karir meliputi
segala pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan dalam
memilih pekerjaan, dan kemampuan-kemampuan individu untuk menentukan
langkah menuju karir yang diharapkan. Kurangnya kemampuan individu dalam
hal-hal yang telah dijelaskan mengindikasikan bahwa individu memiliki
kematangan karir yang rendah atau memiliki ketidakmatangan karir.
Kematangan karir yang rendah akan berdampak pada kesalahan dalam
memilih pekerjaan atau pekerjaan yang dipilih tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikan yang sudah ditempuh Pinasti (2011). Saat ini banyak ditemukan para
sarjana yang bekerja atau berprofesi tidak sesuai dan tidak sejalan dengan latar
belakang pendidikannya. Selain dikarenakan lowongan kerja yang belum
memadai dengan jumlah pencari pekerjaan, serta ketidaksesuaian kriteria
pekerjaan yang mencakup latar belakang pendidikan juga dapat dipicu oleh
3

institusi-institusi maupun lembaga-lembaga pemerintah dan swasta terkait, ketika


membuka lowongan pada satu posisi namun tidak mempertimbangkan latar
belakang pendidikan. Sempitnya lowongan pekerjaan memaksa para pencari kerja
menerima pekerjaan yang ditawarkan daripada harus menjadi pengangguran.
Seligman (1994) memberikan sumbangan berupa pandangannya mengenai
pentingnya kematangan karir bagi kehidupan individu. Kematangan karir dapat
meningkatkan level kompetensi, meningkatkan tujuan karir dan mewujudkan karir
bagi individu. Meningkatkan tujuan karir berkaitan dengan sikap mandiri,
perencanaan yang matang, memiliki komitmen tinggi, motivasi dan efikasi diri.
Kematangan karir dapat meningkatkan kualitas keyakinan diri mengenai berbagai
kemampuan dalam hal minat, nilai dan kepribadian serta mampu mendukung
tercapainya kesuksesan bagi karir individu.
Penelitian mengenai tingkat kematangan karir pada mahasiswa pernah
diteliti oleh Jatmika (2015) pada mahasiswa UBM yang hasilnya membuktikan
lebih dari setengah sampelnya menunjukkan kematangan karir yang rendah
sehingga dapat dikatakan belum matang dalam karir. Hal demikian membuktikan
bahwa pengetahuan serta keinginan mahasiswa untuk memperoleh segala sesuatu
mengenai informasi dan wawasan menegenai dunia kerja serta kemampuan
mahasiswa dalam mengambil keputusan secara umum masih belum dapat dicapai
guna menentukan karir yang akan dijalaninya. Di kalangan mahasiswa
kemampuan merencanakan karir masih menjadi masalah, permasalahan terjadi
dikarenakan mahasiswa tidak mengetahui sama sekali apa yang mereka inginkan.
Para mahasiswa terkendala dalam mencari informasi serta kurang mendapat
petunjuk dari orang tua dan kurang memiliki keyakinan dalam mengambil resiko
membuat mereka ragu dalam menentukan pilihan karirnya.
Hal di atas sejalan dengan penelitian Widyatama (2015) yang melakukan
sebuah studi tentang kematangan karir mahasiswa Jurusan Psikologi di salah satu
universitas swasta di Kota Bandung. Hasilnya menunjukkan sebanyak 54%
mahasiswa masih berada pada tahap tingkatan kematangan karir yang dikatakan
belum matang. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagian besar mahasiswa yang
diteliti belum aktif untuk memanfaatkan dengan menyeluruh berbagai macam
4

sumber informasi karir yang tersedia sehingga dalam memutuskan pilihan karir
hanya berdasar pada informasi yang diketahui seadanya. Rendahnya tingkat
kematangan karir para mahasiswa tersebut disebabkan karena beberapa faktor
seperti faktor minat, pengalaman, dan kemampuan eksplorasi karir yang dimiliki
oleh mahasiswa. Artinya, mahasiswa belum mampu mengeksplorasi dengan
memanfaatkan berbagai sumber informasi karir yang tersedia sehingga dalam
memutuskan pilihan karir hanya berdasarkan pada sumber informasi yang kurang
luas.
Arnett menyebutkan (dalam Santrock, 2012) berdasarkan tahapan
perkembangannya, mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di perguruan
tinggi dapat digolongkan transisi dari masa remaja ke nasa dewasa yang disebut
emerging adulthood yang terjadi dari usia 15 sampai 25 tahun. Pada usia awal dua
puluhan keinginan untuk pengambilan keputusan karir biasanya menjadi sangat
serius seiring dengan eksplorasi mereka terhadap berbagai kemungkinan karir
yang ingin mereka geluti. Di perguruan tinggi hal demikian sering kali berarti
memilih jurusan atau spesialisasi pekerjaan di bidang tertentu. Memasuki awal
hingga pertengahan usia dua puluhan, banyak individu yang sudah menuntaskan
pendidikan atau pelatihan mereka dan mulai bekerja paruh waktu.
Menurut Super (dalam Sharf, 2013) berkenaan dengan karir individu
dalam tahap perkembangannya, mahasiswa berada pada tahap eksplorasi karir
yang berlangsung pada usia 15-25 tahun. Tahap ini mencakup segala usaha
individu untuk mendapatkan segala informasi yang lebih lengkap dan akurat
mengenai hal-hal tentang pekerjaan, memilih alternatif karir, memutuskan karir
dan mulai bekerja. Pada tahapan ini individu memiliki tugas perkembangan karir
yaitu crytallizing di mana individu akan mengklarifikasi tentang apa yang mereka
lakukan, specifying di mana individu akan menentukan pilihan karir sehingga
dapat menemukan pekerjaannya, serta implementing di mana individu akan
membuat perencanaan yang lebih matang dan mendalam untuk dapat memenuhi
tujuan karir mereka. Selanjutnya menurut Super menjelaskan, bahwa usia
mahasiswa (18-25 tahun) telah sampai pada tahap spesifikasi dan implementasi
preferensi dalam bekerja.
5

Hal serupa juga diungkapkan oleh Vaillant (dalam Santrock, 2012), yang
menjelaskan bahwa mahasiswa termasuk kategori dewasa awal (sekitar usia 20-30
tahun) merupakan tahap adaptasi dengan kehidupan. Individu dewasa awal mulai
membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, sehingga bisa
dianggap mampu dan mempunyai peran atau posisi dalam masyarakat.
Selanjutnya Dariyo (dalam Tangkeallo, Purbojo, Sitorus, 2014) mengatakan
bahwa periode mahasiswa dianggap sebagai periode realistik, masa dewasa awal
ditandai dengan adanya keinginan untuk mengaktualisasikan segala bentuk ide
dan pemikiran yang diperoleh selama menjalankan pembelajaran di tempat
pendidikan, untuk persiapan masa depannya nanti. Pada masa dewasa muda,
individu akan menggunakan pengetahuan yang telah diketahui untuk mengejar
tujuan di masa depan seperti berkeluarga, berkarir dan bekerja.
Bekerja merupakan sesuatu yang memiliki berbagai macam fungsi, tidak
hanya sebagai penopang hidup seseorang, tetapi juga supaya berguna bagi
kehidupan masyarakat, dengan bekerja seseorang akan memperoleh hal-hal
mengenai status, afiliasi dan berbagai produk masyarakat Brown & Lent (2013).
Sehingga bekerja merupakan salah satu komponen pokok dalam aktivitas
kehidupan seseorang dan bisa mempengaruhi keseluruhan kepuasan hidup
individu. Bekerja sangat berkaitan dengan karir, seperti dikemukakan oleh Super
Brown & Lent (2013) yang menyebutkan bahwa karir merupakan segala
rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam kehidupan seseorang, karena dalam
kehidupan sebagian besar waktu individu akan digunakan untuk bekerja. Dengan
bekerja individu dapat berinteraksi dengan individu lain sehingga bekerja sangat
berperan dalam proses kehidupan karir individu.
Karir dapat diperoleh melalui pekerjaan (job) seperti tukang jahit; hobi
seperti pebulutangkis; profesi seperti dokter atau guru; dan dapat diperoleh
melalui peran hidup seperti pemimpin masyarakat. Menurutnya, bekerja sebagai
apapun yang terpenting ditandai oleh adanya keberhasilan dan kemakmuran
personal dan finansial, maka apa yang individu kerjakan dapat disebut sebagai
karir (Surya dalam Indah 2017). Menurut (Healy dalam Indah 2017) karir dapat
terjadi pada individu yang mencakup sebelum bekerja (preoccupational), selama
6

bekerja (occupational), dan akhir masa bekerja (postoccupational). Lebih lanjut ia


menjelaskan posisi preoccupational merupakan posisi yang sangat penting dalam
perjalanan karir individu, sebab dapat menjadi awal menuju kesuksesan karir. Jika
pada posisi ini individu mengalami kegamangan karir, maka ia cenderung
mengalami masalah dalam menjalani karirnya. Posisi preoccupational yang
dimaksud dimulai dari orientasi karir, pengambilan keputusan karir yang
diwujudkan dengan adanya pilihan pekerjaan tertentu dan memulai karir dalam
bidang pekerjaan tertentu (Healy dalam Indah 2017). Sesuatu disebut karir jika
mengimplikasi adanya pendidikan yang diwujudkan dengan keahlian tertentu
untuk mencapai suatu keberhasilan, dedikasi atau komitmen serta kebermaknaan
personal dan finansial. Karir terentang sejak sebelum bekerja, ketika bekerja, dan
masa-masa mengakhiri pekerjaan sehingga karir dapat dipersiapkan sepanjang
kehidupan seseorang (Budiman dalam Indah 2017).
Mempersiapkan diri serta pemilihan dalam menjalankan suatu pekerjaan
atau karir merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting [ CITATION
Joh12 \l 1057 ]. Untuk dapat melakukan hal tersebut maka individu akan
menempuh pendidikan agar mendapatkan pengetahuan yang mereka minati
sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapat. Salah satu cara
individu untuk mendapat pengetahuan yaitu dengan menempuh pendidikan formal
melalui jalur pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa, pendidikan tinggi
merupakan jenjang pendidikan setelah meyelesaikan pendidikan menengah atas
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, hingga
doktoral yang disediakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi
diselenggarakan untuk mempersiapkan individu terdidik menjadi bagian
masyarakat yang memiliki keahlian akademik sehingga menjadi individu
profesional untuk dapat mengembangkan, menerapkan, hingga menciptakan
sumbangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Perguruan tinggi bertanggung jawab untuk membantu mahasiswa
membuat pilihan karir yang tepat, tujuannya adalah untuk mempersiapkan
7

mahasiswa dalam dunia kerja dan meningkatkan kemampuan kerja mereka. Di


antara program yang perlu diberikan kepada mahasiswa adalah konseling karir
atau program pengembangan karir dalam bentuk kegiatan seperti seminar, talk
show, atau workshop yang berkaitan dengan karir [CITATION Adm20 \l 1057 ]. Pada
setiap perguruan tinggi harus memberikan persiapan seperti pengetahuan,
pembelajaran dan pelatihan kepada para mahasiswanya, bagaimana cara
mendapatkan pekerjaan setelah lulus yang bertujuan agar mahasiswa akan siap
dalam menghadapi tantangan di dunia kerja
Salah satu perguruan tinggi swasta yang terdapat di Kota Bandung yaitu
Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia Bandung. UNIBI didirikan dengan
tujuan menghasilkan pengusaha-pengusaha muda (young entrepreneur) serta
memenuhi tuntutan akan tenaga ahli madya dan sarjana profesional yang berjiwa
entrepreneur di bidang teknologi, komunikasi, seni, psikologi, dan bisnis. Sebagai
universitas pertama yang berwawasan entrepreneur di Indonesia, UNIBI telah
merancang kurikulum dan metode perkuliahan secara khusus berupa kuliah
entrepreneurship, wawasan IT mutakhir, peluang bisnis, dan sejak dini
menanamkan semangat entrepreneurship [CITATION uni \l 1057 ].
Menurut Kemahasiswaan Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia
Bandung dari wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 1 Juni 2020
menyebutkan, UNIBI adalah universitas yang mengedepankan entrepreneur,
tentunya sangat menunjang para mahasiswa untuk bisa memilih karir setelah
mereka lulus, yaitu dengan memberikan pelajaran berupa mata kuliah yang
berhubungan dengan dunia kerja seperti bimbingan karir, entepreneurship,
character building, global leadership, business plan serta memberikan seminar,
workshop, dan pelatihan-pelatihan yang bertujuan agar mahasiswa siap ketika
terjun di masyarakat ataupun di dunia kerja serta mampu mempertimbangkan
pilihan karirnya di masa depan melalui keilmuannya dan bimbingan karir yang
telah disediakan oleh pihak universitas.
Selanjutnya dari hasil wawancara dengan admin Fakultas Psikologi
Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia Bandung pada tanggal 1 Juni 2020
mengungkapkan bahwa Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas yang
8

cukup diminati di Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia Bandung. Hal


tersebut terlihat dari jumlah mahasiswa yang dari tahun-ketahun mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Dengan semakin meningkatnya jumlah mahasiswa
psikologi, Fakultas Psikologi UNIBI menerapkan capaian pembelajaran pada
mahasiswa di antaranya berkenaan dengan karir, yaitu pada bagian keterampilan
khusus (pengembangan diri) disebutkan bahwa mahasiswa Fakultas Psikologi
UNIBI harus mampu merencanakan dan mengembangkan karir dan
pengembangan dirinya sendiri (career and personal development).
Untuk tercapainya hal tersebut berdasarkan wawancara peneliti pada
tanggal 1 Juni 2020 dengan admin dan juga dosen Fakultas Psikologi UNIBI
disebutkan bahwa dalam mempersiapkan mahasiswa untuk bisa siap ketika harus
masuk ke dalam dunia kerja atau berkarir, Fakultas Psikologi UNIBI
menyelenggarakan berbagai program kepada mahasiswa seperti memberikan
seminar, workshop, study tour pada beberapa bidang psikologi. Fakultas
memberikan kesempatan pada mahasiswa psikologi tingkat akhir yang sudah lulus
mata kuliah tertentu untuk menambah pengalaman sebagai asisten laboratorium,
memberikan kesempatan kepada mahasiswa bekerja di biro psikologi,
mengaplikasikan ilmu PTP (Pengantar Tes Psikologi) yang didapat dengan
menjadi tester dan melakukan skoring seperti pada kegiatan psikotes guna
mengetahui minat dan bakat anak sekolah. Mahasiswa juga secara akademik
diberikan mata kuliah bimbingan karir di mana mata kuliah tersebut mengajarkan
tugas-tugas perkembangan karir sehingga mahasiswa diharapkan memiliki karir
yang matang ketika sudah lulus kuliah.
Meskipun sudah ada program untuk mempersiapkan mahasiswa ke dalam
dunia kerja atau karir seperti yang telah disebutkan di atas, ternyata masih terdapat
mahasiswa psikologi UNIBI yang belum mengetahui bidang pekerjaan seperti apa
yang akan diambilnya. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh
peneliti kepada 15 mahasiswa tingkat akhir semester VIII Fakultas Psikologi
UNIBI, mereka belum memahami bidang-bidang pekerjaan yang sesuai dengan
latar belakang pendidikannya. Bahkan ketika pertama kali memutuskan untuk
memilih jurusan di perguruan tinggi pun tanpa didasari oleh pertimbangan yang
9

matang. Dari 15 mahasiswa yang diwawancara, 10 mahasiswa mengungkapkan


masih merasa bingung dalam memilih dan menetapkan pekerjaan. Selain itu,
terdapat juga mahasiswa yang kurang jelas mengetahui bidang psikologi apa yang
mereka pilih atau mereka minati. Beberapa mahasiswa psikologi tingkat akhir
UNIBI terdapat pula yang belum dapat menentukan pilihan yang akan dipilih di
bidang psikologi. Mereka sebenarnya memiliki minat di satu bidang psikologi
tertentu akan tetapi belum dapat memutuskan pada bidang psikologi mana yang
diminati. Namun ada juga mahasiswa yang sudah dapat menetapkan tujuan baik
pada bidang psikologi maupun pekerjaan yang akan dipilih.
Fenomena yang ditemukan peneliti di lapangan mengindikasikan adanya
masalah pada mahasiswa UNIBI tingkat akhir yang berkenaan dengan
kematangan karir mereka. Kematangan karir yaitu kemampuan untuk membuat
pilihan karir yang sesuai sehingga dalam kematangan karir individu harus mampu
merencanakan karirnya agar mampu mengambil keputusan karir dengan tepat
serta mampu mengeksplorasi dan memiliki wawasan yang luas mengenai dunia
kerja. Terkait hal yang telah disebutkan berdasarkan wawancara yang peneliti
lakukan kepada mahasiswa psikologi di dapatkan hasil 6 dari 10 mahasiswa yang
belum mampu memilih pekerjaan atau bidang dalam psikologi dikarenakan
mereka tidak yakin apakah akan mampu atau tidak dalam mengerjakan pekerjaan
tersebut. Mahasiswa tidak yakin karena merasa hanya memiliki kemampuan yang
biasa saja sehingga seringkali selalu melakukan kesalahan dalam mengerjakan
tugas dari dosen. Kemudian mereka merasa memiliki sedikit pengalaman serta
tidak yakin apakah berpotensi di bidang psikologi yang dipilih dan tidak yakin
apakah bisa menjalani pilihannya dengan benar. Namun terdapat juga mahasiswa
yang sudah yakin dengan kemampuan yang telah dimiliki dalam menentukan karir
yang akan dipilihnya. Mereka berusaha untuk selalu mencari informasi terkait
dunia kerja dan terus belajar mengenai bidang psikologi yang menjadi minatnya
serta mencoba beberapa kegiatan yang dapat menunjang karirnya tersebut.
Dari data yang telah dijelaskan, menggambarkan bahwa terdapat beberapa
mahasiswa yang tidak yakin terhadap kemampuannya walaupun terdapat juga
sebagian mahasiswa yang sudah yakin dengan kemampuannya, antara
10

ketidakyakinan dan keyakinan tersebut merupakan faktor dalam diri individu.


Ketidakyakinan dan keyakinan bisa diartikan sebagai self-efficacy. Menurut
(Bandura 1997) self efficacy adalah penilaian keyakinan individu tentang
kemampuan dirinya mengorganisasikan dan menjelaskan serangkaian tindakan
yang diperlukan untuk mencapai berbagai bentuk kinerja yang telah ditetapkan.
Self efficacy memiliki peran penting dalam mempengaruhi usaha yang dilakukan
seseorang untuk dapat memiliki kekuatan usaha sehingga seseorang dapat
memprediksi keberhasilan yang akan dicapai. Dengan adanya self efficacy,
individu mempunyai dorongan dalam diri untuk berusaha mengatasi hambatan
dalam mencapai mencapai hasil dan keputusan yang diinginkan.
Penelitian yang dilakukan Patton & Creed (Patton, 2019) pada pelajar di
Australia berhasil mengungkap bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan
kematangan karir adalah self-efficacy. Mereka melakukan studi tentang self-
efficacy dan menemukan bahwa pelajar yang memiliki self-efficacy tinggi akan
lebih menguasai berbagai tugas akademis dan setelah lulus akan lebih mampu
untuk matang dalam berkarir daripada pelajar yang memiliki self-efficacy rendah.
Pelajar dengan self-efficacy rendah kurang menguasai tugas-tugas akademis,
mereka menganggap bahwa tugas akademis adalah sebagai beban yang ingin
mereka hindari. Setelah lulus, mereka akan kesulitan dalam menentukan pilihan
karir yang tepat untuk masa depannya. Selain itu hasil penelitian menunjukkan
bahwa self-efficacy merupakan prediktor yang signifikan untuk memprediksi
prestasi dan kematangan karir.
Penelitian lain oleh Taylor dan Betz (dalam Safarina 2016) menemukan
bahwa individu yang memiliki self-efficacy rendah cenderung ragu-ragu dalam
memutuskan karir mereka di masa depan. Hal ini juga ditegaskan oleh penelitian
Luzzo (dalam Safarina 2016) yang menemukan hubungan antara efikasi diri
dengan kematangan karir. Hasil penelitian ini mendukung studi yang dilakukan
oleh Taylor dan Betz menunjukkan bahwa self-efficacy sangat mempengaruhi
kematangan karir individu.
Hal senada diungkapkan oleh (Lent, Brown, dan Hackett dalam Safarina
2016), yang mengidentifikasikan tiga variabel dominan yang mempengaruhi
11

perkembangan kematangan karir individu yaitu (1) self-efficacy, adalah keyakinan


individu akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan menyelesaikan
sebuah tugas untuk mencapai kinerja yang diinginkannya, (2) harapan hasil
(outcome expectations), yaitu keyakinan individu tentang hasil yang akan
didapatkannya ketika mencapai sebuah kinerja tertentu. (3) tujuan pribadi
(personal goals), yaitu kemampuan individu dalam merancang tujuan yang ingin
dicapainya sehingga dengan adanya tujuan ini perilaku individu menjadi terarah
dan memunculkan motivasi untuk mencapainya, hal ini menunjukkan bahwa self-
efficacy merupakan prediktor dari kematangan karir
Penelitian-penelitian di atas sejalan dengan pendapat yang diutarakan oleh
Bandura (1997) bahwa orang yang memiliki self-efficacy tinggi akan
mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi hambatan dalam mencapai
tujuannya. Itulah sebabnya mengapa individu yang mempunyai self-efficacy tinggi
akan lebih siap menentukan karir mana yang tepat untuk dirinya. Self-efficacy
merujuk pada tingkat kepercayaan dan keyakinan diri individu akan kemampuan
yang dimilikinya, sehingga individu mampu menunjukkan perilaku yang
diinginkan serta dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan dan mencapai
prestasi yang baik. Ketika individu yakin terhadap kemampuan yang dimiliki,
individu akan merasa mampu menghadapi tantangan dalam hal yang berkaitan
dengan karir. Sebaliknya, individu yang merasa keyakinan bahwa kemampuan
yang dimiliki rendah maka individu akan kurang merasa mampu merencanakan
masa depannya dalam hal ini berarti menentukan karir tepat.
Self-efficacy akan mengembangkan usaha untuk meningkatkan dan
mempersiapkan keterampilan dan kemampuan mahasiswa dalam rangka meraih
karir yang mereka inginkan, serta berusaha mengatasi hambatan yang mahasiswa
hadapi dalam rangka pencapaian karir. Mahasiswa dengan self-efficacy tinggi
memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan, sementara mahasiswa dengan
self-efficacy rendah akan cenderung menghindari tugas tersebut (Al-Arifin, 2015).
Mahasiswa dengan self-efficacy tinggi akan mempunyai keyakinan tentang
kemampuan dalam melakukan suatu tugas yaitu mencapai kematangan karir,
sebaliknya mahasiswa yang memiliki self-efficacy rendah akan memiliki
12

keyakinan yang rendah pula mengenai usaha untuk mencapai kematangan


karirnya.
Dari fenomena-fenomena serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang
telah dipaparkan, menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tingkat akhir
secara umum masih berada pada taraf belum siap untuk menentukan arah karirnya
dikarenakan mahasiswa merasa tidak yakin dengan apa yang ingin dicapainya.
Kurangnya keyakinan dalam diri mahasiswa menjadikan mahasiswa ragu-ragu
untuk mengembangkan kemampuannya dalam melakukan eksplorasi karir,
membuat perencanaan karir, mengambil keputusan karir dan juga wawasan
mengenai dunia kerja menjadi sangat kurang. Padahal menurut teori Super (dalam
Sharf, 2013) usia mahasiswa tingkat akhir (18-25 tahun) seharusnya sudah pada
tahap spesifikasi dan implementasi di mana individu mampu dalam membuat
perencanaan yang lebih matang untuk dapat memenuhi tujuan karir mereka serta
memiliki keyakinan sehingga mampu untuk menentukan arah karir yang sesuai
dengan keinginannya.
Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan oleh peneliti dan berdasarkan
hasil beberapa penelitian-penelitian yang telah disebutkan, peneliti memandang
bahwa penelitian ini penting untuk dilakukan guna mengetahui apakah subjek
yang akan diteliti yaitu mahasiswa psikologi UNIBI tingkat akhir memiliki self-
efficacy yang akan berdampak pada kematangan karir. Penelitian mengenai self-
efficacy dan kematangan karir pernah diteliti oleh Putri (2018), namun fokus
penelitiannya belum meninjau dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada
penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan self-efficacy dan kematangan karir
serta ingin meninjau perbedaan kematangan karir dari jenis kelamin.
Terdapat faktor-faktor internal yang memengaruhi kematangan karir yaitu
jenis kelamin, Sejumlah peneliti Allison & Cosette (2017) menyatakan terdapat
hubungan antara jenis kelamin dan kematangan karir. Berdasarkan temuan
mereka, perempuan harus mempertimbangkan keluarga dan melahirkan anak
selama pengambilan keputusan karir dan bahwa rasa diskriminasi dialami oleh
perempuan ketika mengorbankan karir untuk kehidupan keluarga. (Cook dalam
Nuraini 2018) perempuan sering dibatasi oleh harapan tradisional dan budaya
13

ketika terkait dengan pengembangan karir, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
peran jenis kelamin berkaitan dengan kematangan karir.
Jenis kelamin merupakan faktor internal dalam kesiapan seseorang dalam
mengatasi tugas-tugasnya terutama pada usia untuk memasuki dunia kerja (Sisca
2015). Jenis kelamin dibagi menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam
memilih jurusan ataupun pekerjaan (karir) dapat dikatakan bahwa seseorang yang
memiliki kematangan karir akan siap dalam mengatasi tugas-tugas yang diprediksi
dan mereka akan mampu berpartisipasi dalam pekerjaannya. Menurut penelitian
yang dilakukan MacNair dan Brown (dalam Sisca 2015), kematangan karir
perempuan lebih tinggi daripada kematangan karir laki-laki, hal tersebut
dikarenakan dalam menjalin hubungan dengan orang lain perempuan cenderung
berinteraksi secara langsung sehingga akan jauh lebih mudah untuk mencari dan
mendapatkan informasi tentang karir. Pada laki-laki cenderung berfokus pada
dirinya sendiri untuk menjadi lebih mandiri. Penelitian Patton & Creed (dalam
Patton 2019) juga menemukan bahwa hubungan antara tujuan karir dan eksplorasi
karir perempuan yang memiliki self-efficacy, lebih kuat dibandingkan dengan
laki-laki. Dalam penelitian juga ditemukan bahwa perempuan memiliki
kematangan karir yang lebih baik jika dibandingkan dengan kematangan karir
laki-laki.
Namun berbeda hal dengan penelitian yang dilakukan oleh Jatmika (2015)
yang membandingkan nilai kematangan karir laki-laki dan perempuan mahasiswa
tingkat akhir Fakultas Sosial dan Humaniora UBM. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa tidak ada perbedaan nilai kematangan karir antara laki-laki dan perempuan,
hal ini menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki
kemampuan dalam perencanaan karirnya. Begitu juga dengan penelitian Safarina
(2016) dalam penelitiannya mengenai efikasi diri dan kematangan karir
menemukan bahwa efikasi diri berperan dalam memberikan sumbangan terhadap
kematangan karir. Pada penelitian Safarina (2016) juga meneliti tentang
perbedaan kematangan karir ditinjau dari jenis kelamin, hasil penelitian
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan kematangan karir antara jenis kelamin
laki-laki dan perempuan. Tetapi di negara seperti Afrika selatan (Watson dalam
14

Safarina 2016) dan Nigeria (Achebe dalam Safarina 2016) yang menyebutkan
bahwa laki-laki memiliki kematangan karir lebih tinggi, suatu hal yang sangat
kontradiktif yang didapat dari hasil penelitian dan tidak menunjukkan keajegan
tingkat kematangan karir antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, maka
peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan antara Self-Efficacy dengan
Kematangan Karir serta perbedaan kematangan karir antara laki-laki dan
perempuan pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Psikologi Universitas
Informatika dan Bisnis Indonesia Bandung”.

1.2 Identifikasi Masalah


Mahasiswa tingkat akhir rata rata berada pada umur 21 atau 25 tahun yang
berada di antara masa remaja akhir menuju masa dewasa awal. Menurut Super
(dalam Sharf, 2013), tahap perkembangan karir remaja dan dewasa awal
memasuki tahap eksplorasi yang berlangsung pada usia 15-25 tahun. Di mana
tahapan ini meliputi usaha individu untuk memperoleh informasi yang lebih
lengkap dan akurat tentang pekerjaan, memilih alternatif karir, memutuskan dan
mulai bekerja. Akan tetapi, masih terdapat beberapa kelompok mahasiswa
Fakultas Psikologi UNIBI yang kurang berusaha dalam mencari informasi
pekerjaan serta ragu dalam pengambilan keputusan bidang yang diminati untuk
pekerjaan nantinya. Dengan adanya tugas-tugas tertentu dalam setiap tahapan
perkembangan, maka hal ini berkaitan dengan teori Super mengenai kematangan
karir. Menurut Super kematangan karir didefinisikan sebagai keberhasilan
individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan vokasional yang khas pada
tahap perkembangan karir. Kematangan karir dapat dilihat dari 4 aspek yaitu,
perencanaan karir (career planning), eksplorasi karir (career exploration),
pengambilan keputusan (decision making), dan informasi dunia kerja (world of
work information).
Mahasiswa yang belum dapat menetapkan pilihan karirnya merasa bahwa
dirinya tidak yakin apakah mereka akan mampu atau tidak dalam mengerjakan
suatu pekerjaan atau memilih bidang psikologi. Adanya ketidakyakinan
mahasiswa akan kemampuannya hal ini berkaitan dengan teori self-efficacy
15

(Bandura, 1997) yaitu keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk mengatur


dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu
pencapaian. Self-efficacy memiliki tiga dimensi, yaitu level, generality, dan
strength. Dengan demikian berdasarkan pemaparan di atas, maka perumusan
masalah yang disusun oleh peneliti dalam penelitian ini adalah ingin melihat:
1. “Bagaimana hubungan antara self-efficacy dengan kematangan karir pada
mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UNIBI?”
2. “Apakah terdapat perbedaan tingkat kematangan karir pada Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNIBI dilihat dari jenis kelamin?”

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


1.3.1 Maksud Penelitian
Untuk mendapatkan hasil mengenai hubungan self-efficacy dengan
kematangan karir pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UNIBI.
1.3.2 Tujuan Penelitian
1. Untuk memperoleh data empiris mengenai hubungan self-efficacy dengan
kematangan karir pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UNIBI.
2. Untuk melihat perbedaan tingkat kematangan karir antara mahasiswa laki-
laki dan perempuan berdasarkan dari faktor yang mempengaruhinya yaitu
jenis kelamin.

1.4 Kegunaan Penelitian


1.4.1 Kegunaan Teoritis
1. Untuk memberikan informasi pada pengembangan ilmu psikologi
khususnya psikologi perkembangan dan pendidikan mengenai hubungan
self-efficacy dengan kematangan karir pada mahasiswa tingkat akhir.
2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan acuan dalam
mengadakan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
16

1.4.2 Kegunaan Praktis


Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai self-efficacy dengan kematangan karir khususnya bagi
mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UNIBI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Self-Efficacy
2.1.1 Pengertian Self-Efficacy
Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Menurut
Bandura (1997) self-efficacy yaitu keyakinan individu akan kemampuannya
mengorganisasikan dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dibutuhkan
untuk menghasilkan sesuatu yang ingin dicapai. Bagaimana orang bertingkah laku
dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan
kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan
keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang
memuaskan.
Self-efficacy (Bandura, 1997) memiliki beragam dampak, keyakinan
semacam itu mempengaruhi tindakan yang orang pilih untuk diikuti, berapa
banyak usaha yang mereka lakukan dalam usaha yang diberikan, berapa lama
mereka akan bertahan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, ketahanan
mereka terhadap kesulitan, apakah pola pikir mereka menghalangi diri atau
membantu diri sendiri, serta bagaimana stres dan depresi yang mereka alami
dalam mengatasi tuntutan lingkungan yang membebani, dan tingkat pencapaian
yang mereka sadari. Selanjutnya Bandura (1997), menyatakan bahwa self-efficacy
merupakan sebuah faktor yang penting dalam menentukan berhasil tidaknya
seseorang.
Suharsono dan Istiqomah (2014) juga mengatakan bahwa self-efficacy
merupakan suatu keyakinan seseorang akan kemampuan untuk berhasil dalam
situasi sosial tertentu, self-efficacy memegang peran utama bagaimna seseorang
mencapai tujuan, tugas dan tantangan. Kusrieni (2014) mengatakan bahwa efikasi
diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri yang paling
berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari hari, karena self-efficacy yang
dimiliki oleh setiap individu sangat berpengaruh dalam menentukan tindakan

17
18

yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk berbagai pikiran
tentang kejadian yang akan dihadapi.
Baron dan Greenberg (Rahmawati dkk, 2014) menjelaskan bahwa self-
efficacy sebagai suatu keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk
melakukan tugas-tugas tertentu yang spesifik dan self-efficacy lebih bersifat lebih
spesifik dan terbatas dibandingkan dengan kepercayaan diri dan harga diri. Suroso
(2014) juga menjelaskan bahwa self-efficacy mengacu pada seberapa besar
keyakinan seseorang pada kemampuannya melakukan sejumlah aktivitas karir dan
kemampuannya menyelesaikan tugas-tugas karir dan juga self-efficacy merupakan
keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas
karir yang didasarkan atas kesadaran diri terhadap pentingnya pekerjaan, nilai dan
harapan pada hasil yang akan dicapai.
Berdasarkan definisi dan penjelasan yang dirumuskan oleh beberapa ahli,
maka dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan sikap atau perasaan yakin
atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak ragu dalam
tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang
disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam
berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain,
memiliki dorongan untuk berprestasi serta mengenal kelebihan dan
kekurangannya. Self-efficacy berperan sebagai keyakinan pada diri individu dalam
menentukan suatu pilihan, dan membuat keputusan. Individu dengan self-efficacy
yang kuat dapat dengan mudah dalam menentukan suatu pilihan dan pengambilan
keputusan untuk menjalankan masa depan.

2.1.2 Dimensi Self-Efficacy


Bandura (1997), membagi dimensi self-efficacy menjadi tiga dimensi yaitu
level, generality dan strenght.
1. Level
Keyakinan pada setiap individu berbeda-beda, hal ini mungkin terbatas
pada adanya tuntutan tugas yang sederhana, meluas ke permintaan yang cukup
sulit, atau termasuk tuntutan kinerja yang paling berat dalam domain fungsi
19

tertentu. Rentang kemampuan yang dirasakan seseorang diukur terhadap tingkat


permintaan tugas yang menunjukkan berbagai tingkat tantangan atau kesulitan
untuk kinerja yang sukses. Pada suatu tugas atau kegiatan, jika tidak ada
hambatan untuk diatasi, maka kegiatan ini akan mudah untuk dilakukan, sehingga
setiap orang memiliki self-efficacy tinggi untuk hal ini. Misalnya, dalam
mengukur keefektifan lompat tinggi, para atlet menilai kekuatan dari
keyakinannya bahwa mereka dapat melompati palang pada ketinggian yang
berbeda. Seseorang dapat meningkatkan keyakinannya dengan mencari kondisi
yang mana dapat menambahkan tantangan dan kesulitan terhadap kinerjanya.
2. Generality
Orang-orang dapat menilai diri mereka sendiri berhasil di berbagai macam
aktivitas atau hanya dalam aktivitas tertentu. Generalitas dapat bervariasi pada
sejumlah dimensi yang berbeda, di antaranya tingkat kesamaan aktivitas,
modalitas di mana kemampuan ditunjukkan (perilaku, kognitif, afektif), ciri
kualitatif dari situasi, dan karakteristik individu kepada siapa perilaku tersebut
ditunjukkan.
3. Strength
Hal ini terkait dengan kekuatan dari self-efficacy seseorang ketika
berhadapan dengan tuntutan tugas atau suatu permasalahan. Self-efficacy yang
rendah dapat dengan mudah ditiadakan dengan pengalaman yang menggelisahkan
ketika menghadapi suatu tugas. Orang yang memiliki keyakinan kuat dalam
kemampuan mereka akan bertahan dalam upaya mereka meskipun banyaknya
kesulitan dan rintangan yang dihadapi. Mereka tidak mudah putus asa dalam
menghadapi kesulitan. Semakin kuat rasa keyakinannya, semakin besar ketekunan
dan semakin tinggi kemungkinan bahwa kegiatan yang dipilih akan berhasil
dilakukan.

2.1.3 Sumber-sumber Self-Efficacy


Self-efficacy yang terbentuk dalam diri individu memiliki beberapa sumber
atau hal yang mempengaruhinya. Bandura (1997) menyebutkan sumber dari self-
efficacy ada empat, yaitu:
20

1. Mastery experience (Pengalaman pribadi)


Pengalaman pribadi adalah sumber informasi efikasi yang paling
berpengaruh karena memberikan bukti yang paling otentik tentang apakah
seseorang dapat melakukan apa pun yang diperlukan untuk berhasil. Suatu
keberhasilan dapat membangun sebuah kekuatan yang kuat dalam satu keyakinan
seseorang. Sedangkan kegagalan dapat melemahkannya, terutama jika kegagalan
terjadi sebelum rasa keyakinan terbentuk. Jika orang hanya mengalami
keberhasilan yang mudah, mereka mengharapkan hasil yang cepat dan mudah
putus asa oleh suatu kegagalan.
Resiliensi efikasi yang kuat membutuhkan pengalaman dalam mengatasi
rintangan melalui usaha yang gigih. Beberapa kesulitan dan kemunduran dalam
pencapaian manusia menjalani tujuan yang bermanfaat dalam kesuksesan
biasanya membutuhkan usaha yang berkelanjutan. Kesulitan memberikan
kesempatan untuk belajar bagaimana mengubah kegagalan menjadi sukses dengan
mengasah kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol yang lebih baik
terhadap kejadian. Setelah orang menjadi yakin bahwa mereka memiliki apa yang
diperlukan untuk berhasil, mereka dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan
dan dengan cepat bangkit dari kemunduran. Dengan bertahan melalui masa-masa
sulit, mereka bangkit dari kesulitan yang lebih kuat dan lebih mampu.
2. Vicarious experience (Pengalaman orang lain)
Seseorang tidak hanya bergantung pada pengalaman aktif sebagai satu-
satunya sumber informasi tentang kemampuan mereka. Penilaian keyakinan
sebagian dipengaruhi oleh pengalaman yang dilakukan orang lain yang dimediasi
melalui pencapaian yang dimodelkan. Suatu pengalaman orang lain berfungsi
sebagai alat efektif lain untuk mendorong rasa keyakinan seseorang. Seseorang
menilai dirinya dengan mengetahui melalui pengalaman orang lain.
3. Verbal persuasion (Persuasi verbal)
Persuasi verbal atau persuasi sosial berfungsi sebagai sarana lebih lanjut
untuk memperkuat keyakinan seseorang karena mereka memiliki kemampuan
untuk mencapai apa yang mereka cari. Lebih mudah untuk mempertahankan
keyakinan jika orang yang signifikan mengekspresikan keyakinan pada
21

kemampuannya dari pada jika mereka menyampaikan keraguan dalam


menghadapi kesulitan. Persuasi verbal sendiri mungkin terbatas dalam
kekuatannya untuk menciptakan peningkatan yang bertahan lama, tetapi dapat
meningkatkan perubahan diri jika penilaian positif dalam batas-batas yang
realistis. Orang yang terpikat secara verbal mereka memiliki kemampuan untuk
menguasai tugas-tugas yang diberikan dengan memobilisasi upaya yang lebih
besar dan mempertahankannya dari pada jika mereka memendam keraguan diri
dan juga pada kekurangan pribadi ketika kesulitan muncul.
Persuasi verbal dapat menyebabkan orang berusaha cukup gigih untuk
berhasil, keyakinan yang menguatkan diri mendorong pengembangan
keterampilan dan rasa keyakinan pribadi. Oleh karena itu, hal ini memiliki
dampak terbesar pada orang-orang yang memiliki beberapa alasan untuk percaya
bahwa mereka dapat menghasilkan efek melalui tindakan mereka (Chambliss, &
Murray, dalam Bandura, 1997).
4. Physiological and affective states (Keadaan psikologis dan emosional
seseorang)
Dalam menilai kemampuan, individu mengandalkan sebagian informasi
somatik yang disampaikan melalui keadaan fisiologis dan emosional. Indikator
somatik dari keyakinan seseorang sangat relevan dalam domain yang melibatkan
pencapaian fisik, fungsi kesehatan, dan mengatasi stresor. Seseorang sering
membaca aktivasi fisiologis mereka dalam situasi stres atau berat sebagai tanda
kerentanan terhadap disfungsi. Individu lebih cenderung mengharapkan
kesuksesan ketika mereka tidak dilanda oleh situasi yang tidak menyenangkan
daripada jika mereka dalam keadaan tegang atau gelisah. Seseorang juga
berpengaruh terhadap keyakinan diri seseorang. Mereka menafsirkan reaksi stres
dan ketegangan sebagai tanda-tanda kerentanan terhadap kinerja yang buruk.

2.1.4 Proses Yang Mempengaruhi Self-Efficacy


Proses-proses yang mempengaruhi self-efficacy menurut Bandura (1997),
proses psikologis dalam self-efficacy yang turut berperan dalam diri manusia ada 4
yakni proses kognitif, motivasional, afeksi dan proses seleksi.
22

1. Proses Kognitif
Keyakinan yang kuat akan mempengaruhi pola pemikiran yang dapat
meningkatkan atau melemahkan performansinya. Orang-orang yang memiliki self
efficacy yang tinggi mengambil perspektif masa depan dalam menata kehidupan
mereka. Banyak perilaku manusia, yang bertujuan, diatur oleh pemikiran yang
mewujudkan tujuan-tujuan yang diwujudkan. Pengaturan tujuan pribadi
dipengaruhi oleh penilaian kemampuan diri. Semakin kuat self-efficacy yang
dirasakan, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan seseorang untuk diri mereka
sendiri dan semakin kuat komitmen mereka (Bandura & Wood, dalam Bandura,
1997). Tujuan yang menantang meningkatkan tingkat motivasi dan pencapaian
kinerja.
2. Proses Motivasi
Kemampuan untuk motivasi diri dan tindakan bertujuan berakar pada
aktivitas kognitif. Bayangan masa depan dapat dimulai dari pemikiran saat ini
hingga pemikiran untuk kedepannya. Individu akan termotivasi untuk
menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tujuannya. Kebanyakan motivasi
manusia dihasilkan secara kognitif. Dalam motivasi kognitif, orang memotivasi
diri mereka sendiri dan memandu tindakan mereka secara antisipatif melalui
latihan pemikiran. Mereka membentuk keyakinan tentang apa yang dapat mereka
lakukan, mereka mengantisipasi kemungkinan hasil yang positif dan negatif dari
kegiatan yang berbeda, dan mereka menetapkan tujuan untuk diri mereka sendiri
dan merencanakan tindakan yang dirancang untuk mewujudkan masa depan yang
berharga dan menghindari tindakan yang tidak menyenangkan. Self-efficacy
memegang peranan penting pada pengaturan kognitif, khusunya motivasi.
3. Proses Afektif
Self-efficacy memiliki peran penting dalam regulasi afektif pada diri
individu. Tiga cara self-efficacy mempengaruhi besarnya tingkat emosionalitas
individu, yaitu melalui pelatihan pada kontrol diri individu yaitu melalui
pemikiran, tindakan, dan afek. Cara yang berorientasi pada pemikiran dalam
pengaturan afektif mengambil dua bentuk. Self-efficacy menciptakan bias
perhatian dan mempengaruhi apakah peristiwa kehidupan ditafsirkan, diwakili
23

secara kognitif, dan diambil dengan cara yang ramah atau emosional yang
mengganggu. Bentuk kedua dari pengaruh pada kemampuan kognitif yang
dirasakan untuk mengendalikan emosional yang mengganggu yaitu melatih
pikiran ketika hal tersebut mengganggu aliran kesadaran.
Dalam cara yang berorientasi pada tindakan, self-efficacy mengatur
keadaan emosional dengan mendukung tindakan yang efektif untuk mengubah
lingkungan dengan cara mengubah potensi emosinya. Cara yang berorientasi pada
afek melibatkan self-efficacy untuk memperbaiki keadaan emosional yang tidak
menyenangkan, seperti dengan latihan mengendalikan kecemasan, suasana hati
yang depresi, dan reaksi-reaksi stres biologis.
4. Proses Seleksi
Individu merupakan bagian dari produk lingkungan. Individu memilih
lingkungan mereka dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki dan itu
akan mempengaruhi gambaran individu tersebut. Self-efficacy memiliki peran
penting dalam individu untuk memilih jenis aktivitas dan lingkungannya. Individu
akan memilih lingkungan yang mampu meningkatkan potensi yang dimilikinya.
Individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan memilih dan bertahan pada
kegiatan yang dirasa sulit.

2.2 Kematangan Karir


2.2.1 Pengertian Kematangan Karir
Menurut Super (dalam Sharf, 2013) kematangan karir adalah kesadaran
seseorang akan kemampuan untuk membuat pilihan karir yang sesuai, termasuk
kesadaran akan hal-hal yang dibutuhkan dalam membuat keputusan karir, serta
tingkatan pilihan karir yang realistis dan konsisten sepanjang tahap
perkembangannya. Powell & Luzzo (dalam Patton, 2019) memandang hal yang
sama dengan Super yakni kematangan karir merupakan suatu ukuran dari
kesiapan individu untuk membuat keputusan karir berdasarkan sikap dan
pengetahuan dari pembuatan keputusan karir.
Kemudian Yost & Corbishly (dalam Sharf, 2013) mendefinisikan
kematangan karir sebagai kemampuan untuk bernegosiasi dengan tugas-tugas dan
24

perubahan-perubahan yang berkaitan dengan perkembangan karir, serta kesiapan


dalam menyelaraskan pilihan karir dengan usia dan tingkatan perkembangan karir.
Sejalan dengan pendapat Yost & Corbishly, Savickas (dalam Sharf, 2013)
menyatakan bahwa kematangan karir mengarah kepada kesiapan individu untuk
membuat informasi, membuat keputusan karir yang berkaitan dengan usia dan
mengatasi tugas perkembangan karir.
Super (dalam Sharf, 2013) mendeskripsikan lima komponen utama
mengenai kematangan karir, kelima komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berorientasi pada pilihan pekerjaan, di mana hal ini berkaitan dengan pilihan
karir dan menggunakan informasi mengenai pekerjaan tersebut.
2. Informasi dan perencanaan mengenai pekerjaan yang diminati, yaitu informasi
yang spesifik terhadap pekerjaan yang ingin digeluti.
3. Konsistensi terhadap pilihan pekerjaan, tidak hanya konsisten terhadap pilihan
pekerjaan dari waktu ke waktu, tetapi juga konsisten terhadap tingkatan dan
bidang pekerjaan tersebut.
4. Kristalisasi dari sifat, termasuk tujuh indeks dari sikap terhadap pekerjaan.
5. Bijaksana atas pilihan pekerjaan yang mengacu pada hubungan antara pilihan
dan kemampuan, aktivitas dan minat.
Super (dalam Sharf, 2013) memandang bahwa karir sebagai jalan dalam
peristiwa-peristiwa kehidupan, tahapan-tahapan pekerjaan serta peranan
kehidupan lainnya yang keseluruhannya menyatakan tanggung jawab individu
pada pekerjaan dalam keseluruhan tugas perkembangannya. Super membuat
tahapan-tahapan perkembangan karir yang dicirikan dengan tugas-tugas yang
spesifik pada masing-masing tahapan perkembangan karir tersebut. Super
kemudian membuat suatu inventori yang dapat mengukur sejauh mana tugas-
tugas perkembangan karir individu yang sudah dilalui dapat sesuai dengan
karakteristik perkembangan karir yang diharapkan pada usia tertentu yang
disebutkan dengan istilah kematangan karir.
Berdasarkan definisi dan penjelasan yang dirumuskan oleh beberapa ahli
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kematangan karir adalah suatu tahap
perkembangan karir individu yang ditandai oleh adanya persiapan untuk meraih
25

masa depan. Persiapan yang dilakukan tersebut meliputi menacari informasi karir,
memahami diri dalam bentuk menelusuri dan menemukan bakat dan minat,
memilih karir di masa depan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki
untuk mencapai karir yang sesuai dengan tuntutan tugas perkembangan karir pada
masa remaja hingga dewasa awal. Kematangan karir ini secara umum
menggambarkan tentang orientasi karir dari individu yang mencakup komponen
perencanaan karir dan eksplorasi karir serta kemampuan dalam mengambil
keputusan karir dan pengetahuan mengenai dunia kerja.

2.2.2 Aspek Kematangan karir


Menurut Super (dalam Sharf, 2013) mengatakan bahwa kematangan karir
dapat diukur berdasarkan aspek sebagai berikut:
1. Perencanaan Karir ( Career Planning)
Aspek ini mengukur seberapa banyak pemikiran individu yang diberikan
pada berbagai aktivitas mencari informasi dan seberapa banyak mereka merasa
mengetahui tentang berbagai aspek kerja. Banyaknya perencanaan yang dilakukan
seseorang sangat penting untuk konsep ini. Beberapa aktivitas atau kegiatan yang
termasuk adalah belajar tentang informasi karir, berbicara dengan orang dewasa
mengenai rencana-rencana, mengikuti kursus-kursus yang akan membantu dalam
memutuskan suatu karir, berpartisipasi di dalam kegiatan ekstrakulikuler atau
mencoba pekerjaan-pekerjaan paruh waktu dan memperoleh pelatihan atau
pendidikan untuk suatu pekerjaan. Selain itu, konsep ini berhubungan dengan
pengetahuan tentang kondisi pekerjaan, syarat pendidikan, pandangan pekerjaan,
perbedaan pendekatan-pendekatan untuk masuk ke dalam pekerjaan dan
kesempatan-kesempatan untuk maju. Perencanaan karir mengacu pada seberapa
banyak individu merasa bahwa dia tahu tentang kegiatan tersebut, bukan seberapa
banyak dia benar-benar tahu. Skor rendah pada tahapan ini jika individu merasa
tidak perlu memikirkan rencana karir.
2. Eksplorasi Karir (Career Exploration).
Keinginan untuk mengeksplorasi atau mencari informasi adalah konsep
dasar untuk skala eksplorasi karir. Di dalam aspek ini mencakup keinginan
26

individu untuk menggunakan sumber daya seperti orang tua, kerabat lainnya,
teman, guru, para konselor, buku-buku dan film-film. Selain keinginan, eksplorasi
karir juga berkaitan dengan seberapa banyak informasi yang telah diperoleh
individu dari sumber tersebut. Eksplorasi karir berbeda dengan perencaan karir,
perencanaan karir fokus dengan pemikiran dan perencanaan mengenai masa depan
sedangkan eksplorasi karir berkaitan dengan penggunaan sumber daya, tetapi
keduanya berfokus pada sikap terhadap kerja.
3. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
Merupakan gagasan di mana individu harus mengetahui bagaimana
keputusan karir menjadi penting dalam konsep kematangan vocational Super.
Konsep ini berhubungan mengenai kemampuan menggunakan pengetahuan dan
pemikiran untuk membuat rencana karir. Dalam pengambilan keputusan, individu
diberi situasi di mana orang lain harus membuat keputusan karir dan diminta
untuk memutuskan keputusan yang terbaik. Sehingga individu harus tahu
bagaimana membuat keputusan karir yang baik untuk dirinya sendiri.
4. Informasi dunia kerja. ( World of Work Information)
Konsep informasi dunia kerja ini memiliki dua komponen dasar. Pertama
berhubungan dengan pengetahuan terhadap tugas-tugas penting perkembangan
seperti, ketika orang lain akan mengeksplor minat-minat dan kemampuan-
kemampuan mereka, bagaimana orang lain belajar mengenai pekerjaan-pekerjaan
mereka dan alasan mengapa terdapat orang-orang yang merubah pekerjaannya.
Konsep berikutnya mencakup pengetahuan terhadap tugas-tugas pekerjaan pada
beberapa pekerjaan yang dipilih dan juga perilaku bekerja. Beberapa mahasiswa
sering memiliki informasi yang keliru mengenai bagaimana mendapatkan suatu
pekerjaan dan bagaimana berperilaku sewaktu mereka mendapatkan suatu
pekerjaan.
Orientasi karir adalah istilah umum yang mencakup konsep-konsep
perencanaan karir, eksplorasi karir, pengambilan keputusan, dan informasi dunia
kerja. Skor total orientasi karir memberikan satu ringkasan dari setiap keempat
aspek tersebut.
27

2.2.3 Perkembangan Karir Masa Remaja Akhir dan Dewasa


Teori Super (dalam Sharf, 2013), roles membentuk konteks untuk melihat
tahap dasar pengembangan karir: exploration, establisment, maintenance, dan
disengagement. Pada tahap exploration terdiri sub tahap yaitu crystallizing,
specifying dan implementation. Pada tahap selanjutnya yaitu establisment,
mempunyai tugas yaitu stablizing, consolidating, dan advancing. Sub tahap
holding, updating dan innovating membentuk tahap maintenance. Terakhir, pada
tahap disengagement yaitu termasuk deceleration, retirement planning dan
retirement living. Aspek kunci dari teori Super adalah tahapan-tahapan ini tidak
sepenuhnya terkait dengan usia. Individu bisa saja melakukan recycle atau terus
melewati tahapan-tahapan ini pada waktu yang berbeda-beda bagi tiap orang
dalam hidupnya.
Mahasiswa berada pada tahap eksplorasi, di mana menurut Super, (dalam
Sharf, 20013), tahap eksplorasi berlangsung pada usia 15-25 tahun. Tahap ini
meliputi usaha individu untuk mendapatkan ide yang lebih baik dari informasi
pekerjaan, memilih alternatif karir, memutuskan pekerjaan dan mulai bekerja.
Pada tahap ini terdiri dari tiga sub tahapan, yaitu crystallizing, specifying dan
implementing. Berikut penjelasan mengenai sub tahapan tersebut:
a. Tentative (15-17/18 tahun)
Pada tahap ini memiliki tugas perkembangan crystallizing. Crystallizing
adalah tahap di mana seseorang mengklarifikasi tentang apa yang mereka lakukan.
Mereka belajar tentang bagaimana untuk bisa memasuki jenis pekerjaan yang
sesuai dengan mereka dan mereka mempelajari keterampilan yang dibutuhkan
oleh pekerjaan yang menarik minat mereka. Banyak siswa SMA yang melewati
tahapan ini. Pada tahap ini mereka mulai merealisasikan kemampuannya, minat-
minat dan nilai yang berlaku pada tahap ini. Pengalaman kerja dan
pengetahuannya tentang pekerjaan membuat orang tersebut memperkecil
pilihannya. Ketika orang tersebut ingin mengubah bidang yang diinginkannya hal
ini dapat saja dilakukan seperti orang dewasa dapat melakukannya kapan saja, dan
orang tersebut mulai lagi dengan mengkaji ulang minat-minatnya, kemampuan
dan nilai-nilai yang dimilikinya.
28

b. Transition (18 – 21/22 tahun).


Pada tahap ini memiliki tugas perkembangan specifying. Bagi lulusan
perguruan tinggi, spesifikasi terjadi di awal 20-an. Bagi seseorang yang mencari
pekerjaan langsung setelah lulus SMA, spesifikasi terjadi lebih awal. Karena pada
usia ini harus memilih pekerjaan full-time pertama mereka, mereka diminta untuk
menentukan pilihan mereka sehingga mereka dapat menemukan pekerjaannya.
Bagi mereka yang lulus sekolah atau menempuh pendidikan khusus seperti
pendidikan dokter atau teknik kimia mereka juga sudah dapat menentukan pilihan
mereka. Mereka harus sudah lebih spesifik dalam memilih karir, maupun jenis
pekerjaan khusus dalam bidang karir yang diminatinya. Hal ini dapat diawali
dengan melakukan kerja paruh waktu saat liburan. Sebagai contoh, dapat bekerja
paruh waktu sebagai asisten perawat di rumah sakit, sehingga dengan demikian ia
dapat memperkuat bahwa pilihannya tersebut tepat atau sesuai.
c. Trial-little commitment (22 – 24/25 tahun).
Pada tahapan ini memiliki tugas perkembangan implementing.
Implementing adalah tahapan terakhir sebelum bekerja. Pada tahap ini, orang
membuat perencanaan yang lebih matang untuk memenuhi tujuan karir mereka.
Mereka dapat mulai menghubungi dengan bertemu orang-orang yang dapat
membantu mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Pada tahap ini juga mereka
mencoba berkonsultasi dengan konselor dalam perencanaan karir dan penempatan
dalam suatu pekerjaan. Mereka juga membuat lamaran pekerjaan, mengikuti tes
seleksi atau interview, serta memutuskan beberapa calon employers.
Transisi dari masa remaja ke dewasa disebut sebagai beranjak dewasa
(emerging adulthood) yang terjadi dari usia 18 sampai 25 tahun (Arnett, dalam
Santrock, 2012). Arnett (Santrock, 2012) mendeskripsikan lima ciri-ciri orang
yang beranjak dewasa sebagai berikut:
1. Eksplorasi identitas, khususnya dalam relasi romantis dan pekerjaan.
2. Ketidakstabilan, Perubahan tempat tinggal sering terjadi selama masa dewasa
awal, sebuah masa di mana juga sering terjadi ketidakstabilan dalam hal relasi
romantis, pekerjaan, dan pendidikan.
29

3. Self-focused, individu yang berada di masa beranjak dewasa cenderung


terfokus pada diri sendiri, dalam arti mereka kurang terlibat dalam kewajiban
sosial, melakukan tugas dan berkomitmen terhadap orang lain, serta
mengakibatkan mereka memiliki otonomi yang besar dalam mengatur
kehidupannya sendiri.
4. Feeling in-between, banyak orang di masa beranjak dewasa tidak menganggap
dirinya sebagai remaja ataupun sepenuhnya sudah dewasa dan berpengalaman.
5. Usia dengan berbagai kemungkinan, sebuah masa di mana individu memiliki
peluang untuk mengubah kehidupan mereka.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir


Super (Sharf, 2013) mengemukakan kematangan karir dalam
perkembangannya banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun luar diri
remaja, di antaranya sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1) Intelegensi
Merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang secara menyeluruh, salah
satunya kemampuan dalam pengambilan keputusan. Untuk itu intelegensi
turut berperan aktif dalam menentukan keberhasilan individu menentukan
pilihan dan keputusan karirnya.
2) Bakat
Dalam perkembangan karir, individu dapat mengetahui bahwa dirinya cocok
disuatu bidang dari faktor bawaaan atau potensi yang dimilikinya.
3) Minat
Merupakan kecenderungan pada sesuatu yang menarik hati. Begitu juga jika
disangkutkan dengan karir, tentu saja individu memainkan peran minat dalam
ketertarikannya terhadap pemilihan suatu jurusan atau pekerjaan, dengan
minat sesuatu akan menjadi lebih baik untuk dikerjakan.
4) Kepribadian
Karakteristik seseorang merupakan faktor pendukung, dalam keberhasilan
menyelesaikan tugas perkembangan karirnya, misalnya dari tes kepribadian
30

seseorang dapat mengetahui kategori pekerjaaan yang sesuai dengan


kepribadiannya.
5) Harga Diri (Self Esteem)
Merupakan faktor yang penting pula dalam menentukan keberhasilan karir
individu, karena dalam menilai sejauh mana dirinya merasa pantas pada
sebuah jabatan, individu bukan hanya melihat dari perilaku yang telah
dilakukan sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan
orang-orang penting di lingkungannya serta dari sikap penerimaan,
penghargaan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya.
6) Nilai
Seseorang beranggapan suatu jabatan itu bernilai tinggi atau rendah tergantung
penilaiannya dalam memandang suatu pekerjaan yang ingin dicapainya, oleh
karena itu nilai dapat menjadi faktor yang penting dalam memilih suatu
pekerjaan.
b. Faktor Eksternal
1) Keluarga
Dari lingkungan keluargalah individu dapat menentukan keberhasilan
karirnya, karena ada beberapa orang disana yang dapat menjadi inspirasi
ataupun pembelajaran yang mengembangkan dirinya untuk dapat menentukan
pilihan karirnya.
2) Latar Belakang Sosial Ekonomi
Latar belakang sosial mempengaruhi remaja dalam mengambil keputusan.
Begitu juga dalam penentuan karirnya, latar belakang sosial ekonomi turut
menjadi bahan pertimbangan seseorang dalam menentukan keputusan
karirnya. Namun, tidak jarang semua orang yang dari latar belakang
ekonominya tinggi juga sukses dikehidupan masa depannya, namun tidak
menutup kemungkinan seseorang yang berlatarbelakang ekonominya rendah
dapat hidup sukses di masa depannya, jika individu itu mau berusaha dan
berpikiran maju.
3) Gender
31

Terkadang dalam memandang sebuah jurusan atau pekerjaan, beberapa dari


individu melihatnya dari sudut pandang gender yang mengkualifikasikan
pekerjaan mana yang lebih pantas dikerjakan oleh laki-laki dan mana yang
pantas dikerjakan oleh seorang perempuan.
4) Teman Sebaya
Lingkungan teman sebaya juga mempengaruhi individu dalam penentuan
pilihan karirnya, tidak jarang orang yang labil mudah terpengaruh dengan
bujukan teman sebayanya untuk mengikuti jejaknya atau menjadi pilihan yang
tepat karena ia merasa nyaman dengan lingkungan yang lebih banyak teman
seumurannya ataupun sebaliknya.
5) Lingkungan Sekolah
Dari sekolah siswa dapat mengetahui segala informasi pendidikan yang
diberikan oleh guru dan patut untuk dikembangkan dalam kehidupan di masa
depan. Oleh karena itu (Santrock, 2012) mengatakan sekolah sebagai satu-
satunya institusi di dalam masyarakat dewasa ini yang sanggup memberikan
sistem yang diperlukan untuk pendidikan mengenai karir-instruksi,
bimbingan, penempatan, dan koneksi sosial.
6) Faktor Realitas
Adalah berbagai hal yang ada di luar pikiran dan yang seharusnya kita jalani
dalam diri kita. Tidak jarang banyak orang berimajinasi secara berlebihan,
sehingga tidak menggunakan logika dan faktual dalam memandangnya,
sehingga persepsi yang seperti inilah yang menimbulkan kesalahan dalam
menentukan jenjang karir kita. Padahal faktor realitaslah yang harus kita
gunakan dalam penentuan jenjang karir, dengan melihat kenyataan di mana
kemampuan kita yang sebenarnya.
7) Proses Pendidikan
Merupakan proses pembelajaran seseorang dalam menilai sesuatu yang
bernilai positif untuk bekal di masa depannya. Oleh karena itu proses
pendidikan merupakan faktor penting dalam keberhasilan individu
menyelesaikan tugas perkembangan karirnya.
32

Seligman (1994) menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi


kematangan karir seseorang, yaitu:

a. Faktor Keluarga
Keluarga memiliki peran penting dalam kematangan karir seseorang. Keluarga
adalah lingkungan sosial pertama di mana pengalaman masa kecil atau
perilaku orang-tua sebagai role model ikut serta membentuk karakter dan
pandangan anak. Penick dan Jepsen (dalam Seligman, 1994) mengemukakan
bahwa keluarga menjadi salah satu faktor yang lebih berpengaruh dalam
kematangan karir, daripada faktor lain seperti gender atau sosial-ekonomi.
b. Faktor Internal Individu
Faktor internal individu terhadap kematangan karir mencakup self esteem
(harga diri), self expectation (pengharapan diri), self efficacy (keyakinan akan
kemampuan diri), locus of control, minat, bakat, keterampilan, dan
kepribadian.
c. Faktor Sosial-Ekonomi
Faktor sosial-ekonomi yang mempengaruhi kematangan karir individu dibagi
lagi menjadi tiga, yaitu lingkungan, status sosial ekonomi serta jenis kelamin.

2.3 Kerangka Berpikir


Mahasiswa tingkat akhir yang akan segera mendapatkan gelar sarjana
maka selanjutnya akan memiliki aktivitas baru yang ingin mereka lakukan.
Berdasarkan hasil wawancara mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UNIBI
pada umumnya memiliki keinginan untuk bekerja setelah lulus kuliah. Mahasiswa
tingkat akhir secara rata-rata berumur 21-22 tahun, Super (dalam Sharf, 2013)
menyebutkan, tahap perkembangan remaja dan dewasa awal memasuki tahap
eksplorasi karir yang berlangsung pada usia 15-25 tahun. Dimana tahapan ini
meliputi usaha individu untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan
akurat tentang pekerjaan, memilih alternatif karir, memutuskan dan mulai bekerja.
Dengan begitu hal ini terkait dengan kematangan karir individu. Mahasiswa pada
tahap ini berada pada tahap eksplorasi karir dan memiliki tugas perkembangan
33

karir yaitu crytallizing dimana inidividu mengklarifikasi tentang apa yang mereka
lakukan, specifying dimana individu menentukan pilihan karir mereka sehingga
dapat menemukan pekerjaannya, serta implementing dimana individu membuat
perencanaan yang lebih matang untuk memenuhi tujuan karir mereka.
Menurut Seligman (1994) salah satu faktor yang mempengarui
kematangan karir adalah faktor internal individu, dimana salah satunya adalah
self-efficacy. Self efficacy Bandura (1997), yaitu keyakinan individu akan
kemampuannya mengorganisasikan dan melaksanakan serangkaian tindakan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang ingin dicapai. Self-efficacy Bandura
(1997) dapat mempengaruhi tindakan yang orang pilih untuk dikuti, berapa
banyak usaha yang mereka lakukan, berapa lama mereka akan bertahan dalam
menghadapi rintangan , ketahanan mereka terhadap kesulitan, bagaimana stres
yang mereka alami dalam mengatasi tuntutan lingkungan yang membebani, dan
tingkat pencapaian yang mereka sadari. Bandura (dalam Santrock, 2012),
menyatakan bahwa self-efficacy merupakan sebuah faktor yang penting dalam
menentukan berhasil tidaknya seseorang.
Self-efficacy menurut Bandura (1997) memiliki 3 dimensi yaitu, level,
general dan strength. Level merujuk pada keyakinan individu atas kemampuan
yang dimiliki terhadap tingkat kesulitan tugas Bandura (1997). Semakin yakin
individu bisa menyelesaikan tugas yang sulit, maka individu akan lebih jelas dan
matang dalam merencanakan karirnya, karena individu tersebut bisa
menyesuaikan pekerjaan yang diinginkan dengan kemampuannya. Generality
berkaitan dengan keyakinan individu akan kemampuanya melaksanakan tugas di
berbagai aktivitas Bandura (1997). Individu dengan self-efficacy tinggi akan lebih
mudah merencanakan karirnya dengan jelas dan matang karena dia memiliki
keyakinan bahwa dia mampu bekerja di berbagai aktivitas dipekerjaan yang dia
minati. Terakhir yaitu strength, aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan
keyakinan atau pengharapan akan kemampuannya Bandura (1997). Individu yang
memiliki pengharapan yang mantap, maka akan bertahan dalam usahanya
mencapai tujuan karirnya yang telah direncanakan. Kerena dia yakin akan
kemampuannya, maka individu tersebut bisa merencanakan karir dengan matang.
34

Super (dalam Sharf 2013) menjelaskan, kematangan karir dapat


didefinisikan sebagai keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas
perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir. Kematangan karir
menurut Super (dalam Sharf 2013) dapat diukur melalui empat aspek, yaitu
perencanaan karir (career planning), eksplorasi karir (career exploration),
pengambilan keputusan dan informasi dunia kerja (world of work information).
Career planning menyatakan bagaimana individu berpikir pada berbagai aktivitas
mencari informasi dan seberapa banyak mereka merasa mengetahui tentang
berbagai aspek kerja. Career exploration merupakan suatu keinginan untuk
mengadakan penyelidikan atau mencari informasi, hal ini mencakup keinginan
untuk menggunakan sumber daya yang ada. Decision making mencakup
kemampuan individu untuk menentukan pilihan karirnya sesuai dengan
kemampuan menggunakan pengetahuan dan pemikirannya. World of work
information yaitu bagaimana individu mempunyai pengetahuan mengenai tugas
pekerjaan yang dipilih dan tugas-tugas perkembangan yang penting dalam karir.
Berdasarkan hasil penelitian Putri (2018) tentang hubungan self-efficacy
dengan kematangan karir mahasiswa tingkat akhir, diperoleh hasil bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan kematangan karir. Hal ini
menujukkan bahwa semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki, maka seseorang
akan semakin siap untuk bekerja. Individu yang memiliki self-eficacy tinggi akan
lebih siap untuk menentukan karir yang tepat untuk dirinya dengan melakukan
eksplorasi dan perencanaan karir yang baik. Penelitian lain dilakukan oleh Patton
& Creed (dalam Patton 2019) pada pelajar di Australia berhasil mengungkap
bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kematangan karir adalah self-
efficacy. Studi eksperimental yang dilakukan tentang self-efficacy dan menemukan
bahwa individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan lebih menguasai berbagai
tugas akademis dan lebih mampu untuk matang dalam berkarir daripada pelajar
yang memiliki self-efficacy rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self-
efficacy merupakan prediktor yang signifikan untuk memprediksi prestasi dan
kematangan karir. Salah satu faktor yang memengaruhi kematangan karir adalah
jenis kelamin Patton & Creed (dalam Patton 2019).
35

Penelitian Patton & Creed (dalam Patton 2019) juga mengungkapkan


bahwa terdapat perbedaan tingkat kematangan karir dilihat dari faktor jenis
kelamin. Bukti yang ada menunjukkan bahwa perempuan lebih terbuka terhadap
informasi dalam kaitannya dengan pengetahuan karir mereka sedangkan kurang
terbuka terhadap informasi, sebagian besar penelitian juga menemukan bahwa
perempuan memiliki skor kematangan karir yang tinggi dibandingkan laki-laki.
Selanjutnya penelitian MacNair dan Brown (dalam Sisca 2015) juga menemukan
bahwa terdapat perbedaan kematangan karir berdasarkan jenis kelamin dimana
perempuan lebih matang dibanding dengan laki-laki. Perempuan memiliki
ketelitian yang tinggi sehingga tekun terhadap tugas, lebih mengenal suatu
pekerjaan yang akan dilakukan, lebih mengenali diri sendiri, dan mengetahui
kemampuan yang dimiliki. Disisi lain, perempuan lebih mudah menggali tentang
karir yang diminati dibandingkan laki-laki, karena mereka cenderung berinteraksi
dengan banyak orang. Hal ini merupakan akses bagi individu untuk menggali
informasi tentang karir atau pendidikan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Jatmika (2015) terdapat perbedaan
tingkat kematangan karir antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini
membandingkan nilai kematangan karir laki-laki dan perempuan mahasiswa
tingkat akhir. Hasil penelitian menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan nilai
kematangan karir antara laki-laki dan perempuan, hal ini menunjukkan bahwa
baik laki-laki maupun perempuan memiliki kemampuan dalam perencanaan
karirnya. Begitu juga dengan penelitian Safarina (2016) dalam penelitiannya
mengenai efikasi diri dan kematangan karir menemukan bahwa efikasi diri
berperan dalam memberikan sumbangan terhadap kematangan karir. Pada
penelitian Safarina (2016) juga meneliti tentang perbedaan kematangan karir
ditinjau dari jenis kelamin, hasil penelitian menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan kematangan karir antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tetapi
di negara seperti Afrika selatan (Watson dalam Safarina 2016) dan Nigeria
(Achebe dalam Safarina 2016) yang menyebutkan bahwa laki-laki memiliki
kematangan karir lebih tinggi, suatu hal yang sangat kontradiktif yang didapat dari
36

hasil penelitian dan tidak menunjukkan keajegan tingkat kematangan karir antara
laki-laki dan perempuan.
Dalam usaha untuk mencapai kematangan karir, mahasiswa sering kali
mengalami hambatan sehingga diperlukan usaha dan keyakinan dari mahasiswa
untuk mengatasi hambatan tersebut. Self-efficacy akan mengembangkan usaha
untuk meningkatkan dan mempersiapkan keterampilan dan kemampuan yang
mereka miliki dalam rangka meraih karir yang mereka inginkan, serta berusaha
mengatasi hambatan yang mahasiswa hadapi dalam rangka pencapaian karir.
Mahasiswa dengan self-efficacy tinggi juga berarti meyakini diri sendiri untuk
berhasil dan sukses, memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan
tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan
itu tidak berhasil. Self-efficacy juga mempengaruhi besarnya usaha dan ketahanan
mahasiswa dalam menghadapi kesulitan. Selain itu mahasiswa dengan self-
efficacy tinggi memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan untuk dihadapi
daripada sebagai beban yang harus dihindari. Sementara mahasiswa dengan self-
efficacy rendah dalam mengerjakan tugas akan cenderung menghindari tugas
tersebut, mahasiswa akan merasa sulit untuk memacu diri dalam menyelesaikan
tugas yang diberikan Al-Arifin (2015). Mahasiswa dengan self-efficacy tinggi
akan mempunyai keyakinan tentang kemampuan dalam melakukan suatu tugas
yaitu mencapai kematangan karir, sebaliknya mahasiswa yang memiliki self-
efficacy rendah akan memiliki keyakinan yang rendah pula mengenai usaha untuk
mencapai kematangan karirnya.
Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah maka mereka akan
mengindari tugas yang menantang, memiliki komitmen yang lemah terhadap karir
yang ingin dicapainya, enggan mencoba suatu hal karena memikirkan kelemahan
yang dimiliki, cepat menyerah dalam mencapai karirnya, merasa gagal atau ingin
mundur ketika dalam kesulitan. Akan tetapi individu yang memiliki self-efficacy
yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan, tidak merasa ragu
karena mempunyai kepercayaan akan kemampuannya. Individu yang mempunyai
self-efficacy tinggi maka mereka akan terus berusaha dengan tekun, tidak mudah
menyerah dalam suatu kesulitan dalam mecapai keberhasilan karirnya. Sehingga
37

individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi percaya bahwa dirinya mampu
berhasil dan sukses. Oleh karena itu dengan memiliki self-efficacy yang tinggi
maka mahasiswa diharapkan mampu menentukan keputusan karirnya dimana
mahasiswa dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat sehingga
nantinya dapat mencari informasi mengenai pekerjaan yang diinginkan, dimana
hal ini terkait dengan kematangan karir Al-Arifin (2015).
38

2.4.1 Bagan Kerangka Berpikir

Laki-laki

Mahasiswa Fakultas
Psikologi UNIBI Self-Efficacy Kematangan Karir

Perempuan
39

Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini yang diajukan sehubungan dengan
kerangka berpikir di atas yaitu:
H1: Terdapat hubungan antara self-efficacy dengan kematangan karir pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi UNIBI.
H2: Terdapat perbedaan kematangan karir pada Mahasiswa Fakultas
Psikologi UNIBI yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena dalam
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari
hasilnya menggunakan angka-angka (dalam Arikunto, 2015). Pendekatan
penelitian kuantitatif juga dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu, di mana pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2017).
Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian studi korelasional.
Penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel.
Dengan teknik korelasi dapat mengetahui hubungan variasi dalam sebuah variabel
dengan variabel yang lain. Besarnya atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan
dalam bentuk koefesien korelasi ( dalam Arikunto, 2015)

3.2 Variabel Penelitian


3.2.1 Identifikasi Variabel
Variabel pertama yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah self-
efficacy dan variabel kedua yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
kematangan karir mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UNIBI. Adapun
variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas (X) : Self-efficacy
2. Variabel Terikat (Y) : Kematangan karir

38
41

3.2.2 Definisi Operasional Variabel


3.2.2.1 Definisi Operasional Self-Efficacy
Definisi Operasional
Keyakinan mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UNIBI akan
kemampuan yang dimiliki untuk menentukan karirnya dilihat dari:
1. Seberapa yakin mahasiswa dalam menghadapi tugas karirnya dalam berbagai
tingkat kesulitan.
2. Seberapa yakin mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai macam tugas karir
dengan baik.
3. Seberapa yakin mahasiswa dalam menjalankan tugas karirnya dengan
berbagai situasi.
3.2.2.2 Definisi Operasional Kematangan Karir
Definisi Operasional
Kemampuan mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi UNIBI dalam
menjalankan tugas perkembangan karir sesuai dengan tahap perkembangan yang
sedang dijalani yang dapat terlihat dari:
1. Memikirkan perencanaan karir dengan berbagai kegiatan yang dapat
menambah pengalaman mahasiswa dalam usaha mencari informasi serta
mengetahui kondisi mengenai pekerjaan.
2. Mahasiswa mencari informasi dari berbagai sumber yang ada dan memperoleh
informasi yang banyak.
3. Mahasiswa mampu menentukan pilihannya sendiri dengan membuat
keputusan karir berdasarkan pengetahuan dan pemikiran.
4. Mahasiswa mengetahui tugas penting perkembangan untuk menunjang
pekerjaan atau karir yang akan ditekuni, mengetahui tugas-tugas dalam
pekerjaan yang akan ditekuni, serta perilaku dalam bekerja.

3.3 Alat Ukur


Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2015). Dalam penelitian ini,
42

instrumen yang digunakan yaitu berupa angket atau kuesioner. Jenis angket yang
digunakan yaitu tertutup di mana angket disajikan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga responden tinggal memberikan tanda pada kolom yang sesuai (Arikunto,
2015).
3.3.1 Alat Ukur Self-Efficacy
Alat ukur self-efficacy yang digunakan dalam penelitian ini diambil dan
diadaptasi dari Putri (2018) yang menyusun alat ukur berdasarkan konsep teori
self-efficacy dari Bandura (1997). Reliabilitas dari alat ukur ini sebesar 0,8 artinya
alat ukur ini memiliki derajat reliabilitas tinggi. Alat ukur ini mengukur dimensi-
dimensi self-efficacy yang meliputi level, generality, dan strength. Skala self-
efficacy tersebut menggunakan sistem penilaian skala likert yang terdiri dari
empat kategori yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan STS
(Sangat Tidak Sesuai). Alat ukur ini memiliki 32 aitem yang terdiri dari
pernyataan favorable dan unfavorable. Pada aitem favorable jawaban SS diberi
skor 4, S (Sesuai) diberi skor 3, TS (Tidak Sesuai) diberi skor 2, dan STS ( Sangat
Tidak Sesuai) diberi skor 1. Sedangkan pada aitem unfavorable diberi skor
dengan urutan sebaliknya yaitu jawaban SS diberi skor 1, S (Sesuai) diberi skor 2,
TS (Tidak Sesuai) diberi skor 3, dan STS ( Sangat Tidak Sesuai) diberi skor 4.

Tabel 3.1 Skor Skala Self-Efficacy

Alternatif Jawaban Skor

Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
43

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Efficacy

Aitem
No Dimensi Indikator
.
Favorable Unfavorable

1. Level (Seberapa Keyakinan akan 1, 7, 13 4, 10, 16


yakin mahasiswa kemampuan yang
dalam menghadapi dimiliki dalam
tugas karirnya dalam menghadapi proses
berbagai tingkatkarirnya.
kesulitan). Pemilihan tingkah 19, 25 22, 28, 32
laku berdasarkan
tingkat kesulitan
suatu aktivitas.
2. Generality Keyakinan untuk 2, 8, 14, 20, 5, 11, 17, 23,
(Seberapa yakin menjalani 26 29
mahasiswa dalam serangkaian
menyelesaikan aktivitas yang
berbagai macam bervariasi dalam
tugas karir dengan karirnya.
baik).
3. Strength (Seberapa Bertahan dalam 3, 9, 15 6, 12
yakin mahasiswa mencapai karir
dalam mengatasi yang diinginkan.
masalah mengenai Ulet dalam 21, 27, 31 18, 24, 30
tugas karir yang menghadapi
dihadapi). tuntutan tugas karir

3.3.2 Alat Ukur Kematangan Karir


Alat ukur kematangan karir yang digunakan dalam penelitian ini diambil
dan diadaptasi dari Putri (2018) yang menyusun alat ukur berdasarkan konsep
teori kematangan karir dari Super. Tingkat reliabilitas dari alat ukur ini sebesar
0,9 artinya alat ukur ini memiliki derajat reliabilitas tinggi. Alat ukur ini
mengukur aspek-aspek kematangan karir meliputi career planning, career
exploration, decision making, dan world of work information. Skala kematangan
karir tersebut menggunakan sistem penilaian skala likert yang terdiri dari empat
kategori yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan STS
( Sangat Tidak Sesuai). Alat ukur ini memiliki 45 aitem yang terdiri dari
44

pernyataan favorable dan unfavorable. Pada aitem favorable jawaban SS diberi


skor 4, S (Sesuai) diberi skor 3, TS (Tidak Sesuai) diberi skor 2, dan STS ( Sangat
Tidak Sesuai) diberi skor 1. Sedangkan pada aitem unfavorable diberi skor
dengan urutan sebaliknya yaitu jawaban SS diberi skor 1, S (Sesuai) diberi skor 2,
TS (Tidak Sesuai) diberi skor 3, dan STS ( Sangat Tidak Sesuai) diberi skor 4.

Tabel 3.3 Skor Skala Kematangan Karir

Alternatif Jawaban Skor

Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Alat Ukur Kematangan Karir

Aitem
No Dimensi Indikator

Favorable Unfavorable

1. Perencanaan Karir Menyadari untuk 1, 9, 17, 25 5, 13, 21


(Memikirkan melakukan
perencanaan karir persiapan karir.
dengan kegiatan yang Merencanakan 33, 39 29, 37, 42
dapat menambah karir
pengalaman setelah lulus
mahasiswa dalam kuliah.
usaha mencari Mengetahui cara 43 45
informasi serta dan kesempatan
mengetahui kondisi dalam kondisi
mengenai pekerjaan). pekerjaan.
2. Eksplorasi Karir Berusaha menggali 2, 10, 18, 6, 14
(Mahasiswa mencari dan mencari 26
informasi dari informasi tentang
45

berbagai sumber yang karir dari berbagai


ada dan memperoleh sumber daya.
informasi yang Memiliki cukup 34, 40 22, 30
banyak). banyak informasi
karir.
3. Pengambilan Membuat ketetapan 3, 11, 19, 7, 15
Keputusan dalam pilihan 27
(Mahasiswa mampu keputusan karir.
menentukan Membuat 35,41, 44 23, 31, 38
pilihannya sendiri keputusan.
dengan membuat karir secara
keputusan karir mandiri.
berdasarkan
pengetahuan dan
pemikiran).
4. Informasi Dunia Kerja Mengetahui minat 4, 12 8, 16
(Mahasiswa dan kemampuan
mengetahui tugas yang harus dimiliki
penting perkembangan untuk menunjang
untuk menunjang pekerjaan atau
pekerjaan atau karir karir yang akan
yang akan ditekuni, dipilih.
mengetahui tugas- Mengetahui tugas- 20, 28, 36 24, 32
tugas dalam pekerjaan tugas dalam
yang akan ditekuni, pekerjaan yang
serta perilaku dalam akan dipilih dan
bekerja). perilaku dalam
bekerja.

3.3.3 Uji Validitas


Konsep validitas merujuk pada kualitas instrumen. Instrumen yang valid
adalah instrumen yang benar-benar dapat mengukur atribut psikologis yang akan
diukur. Artinya, validitas memiliki pengertian berupa derajat ketepatan instrumen
dalam mengukur atribut psikologis yang diukur. Pengertian validitas tersebut,
mengandung makna bahwa derajat validitas menunjukkan keterkaitan atau
hubungan antara alat ukur dengan atribut psikologis yang diukur (Hasanuddin
2009).
Penelitian ini menggunakan metode validitas, construct related, yaitu
dilakukan melalui proses analisis untuk menemukan hubungan antara instrumen
itu dengan konstruk teoritik tentang atribut psikologis yang akan diukur dengan
46

alat ukur tersebut (Hasanuddin, 2009). Berikut langkah-langkah untuk mengukur


validitas:
1. Mengumpulkan data hasil aitem seluruh responden.
2. Memberikan skor terhadap aitem–aitem jawaban dari setiap responden.
3. Menghitung total skor dari setiap responden.
4. Mengkorelasikan skor aitem dengan skor skala (skor total alat ukur) pada
aitem tersebut dengan menggunakan rumus koefisien korelasi rank spearman
dengan bantuan SPSS windows version 22.0.
Masrun (dalam Sugiyono, 2017) menyatakan “Teknik Korelasi untuk
menentukan validitas aitem sampai sekarang merupakan teknik yang paling
banyak digunakan”. Selanjutnya dalam memberikan interpretasi terhadap
koefesien korelasi, Masrun (dalam Sugiyono, 2017) menyatakan “Aitem yang
mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang
tinggi, menunjukkan bahwa aitem tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.
Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r= 0,3.
Jadi jika korelasi antara aitem dengan skor total kurang dari 0,3 maka aitem dalam
instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.

3.3.4 Uji Reliabilitas


Pengukuran yang objektif dan akurat hanya akan mungkin dicapai jika
semua komponen dalam sistem pengukuran telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Salah satu jaminan bahwa pengukuran itu akan akurat dan objektif
jika instrumen yang digunakan menghasilkan data yang sesuai dengan kondisi
objek yang diukur. Termasuk juga jika dalam beberapa kali pengukuran dengan
instrumen yang sama pada waktu yang berbeda pada objek yang sama
menunjukkan hasil ukur yang tidak berbeda. Konsep yang menunjukkan kondisi
alat ukur seperti itu merupakan gambaran bahwa alat ukur atau instrumen tersebut
adalah stabil dan konsisten. (Hasanuddin, 2009).
Konsep reliabilitas berlandaskan pada konsistensi skor yang dicapai
individu yang sama dalam atribut psikologis yang sama, walaupun diukur dalam
waktu yang berbeda ataukah menggunakan instrumen yang berbeda. Hal ini
47

terjadi karena seharusnya tidak ada kesalahan pengukuran atas subjek yang
ditunjukkan oleh konsistensi skor-skor tersebut. Lebih luas lagi pengertian
reliabilitas tes menunjukkan sejauh mana perbedaan individual dalam skor tes
dapat disebabkan oleh perbedaan individu pada atribut yang diukur, bukannya
disebabkan oleh faktor instrumen yang buruk atau situasi tes yang tidak kondusif.
Stabilitas dan konsistensi data tes hasil pengukuran merupakan bukti bahwa
instrumen yang digunakan memiliki karakteristik reliabel.
Penelitian ini menggunakan metode single administration, yaitu teknik
yang dilaksanakan melalui proses pengukuran hanya satu kali kepada sekelompok
individu sebagai subjek dengan alasan pendekatan ini mempunyai nilai praktis
dan dipandang lebih efisien. Dalam penelitian ini digunakan teknik Alpha
cronbach untuk menguji reliabilitas alat ukur tersebut. Data penelitian dihitung
menggunakan bantuan SPSS windows version 20.0.
Parameter untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien reliabilitas alat
ukur menurut Guilford yaitu:

Tabel 3.5 Kategori Reliabilitas

Koefisien Alpha Kategori


< 0,20 Reliabilitas sangat rendah
0,21 - 0,40 Reliabilitas rendah
0,41 - 0,60 Reliabilitas sedang
0,61 - 0,80 Reliabilitas tinggi
0,81 - 1,00 Reliabilitas sangat tinggi

3.3.5 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Self-Efficacy

3.3.6 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Kematangan Karir

3.4 Populasi dan Sampel


Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang diteliti. Secara
umum mahasiswa tingkat akhir adalah mahasiswa yang hampir menyelesaikan
semua mata kuliahnya dan sedang mengambil tugas akhir (skripsi). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi
48

UNIBI angkatan dari 2013, 2014, 2015, 2016, 2017 dan ditambah dengan
mahasiswa konversi pindahan dari universitas lain yang sedang menyusun skripsi
berjumlah 78 orang.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang merupakan objek penelitian
atau yang diteliti sesuai dengan karakteristik yang dimiliki populasi. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling yang
berarti peneliti tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Cara pengambilan sampel
yang digunakan yaitu dengan sampling kuota. . Sampling kuota adalah teknik
untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai
jumlah (kuota) yang diinginkan tercapai (Sugiyono, 2018).
Kuota sampel ditentukan dengan menyetarakan jumlah sampel mahasiswa
yang berjenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Penyetaraan sampel tersebut
dilakukan untuk menyesuaikan dengan tujuan penelitian. Cara menentukan kuota
sampel yang disetarakan tersebut adalah dengan menghitung jumlah Mahasiswa
Fakultas Psikologi UNIBI yang berjenis kelamin laki-laki dan menetapkan jumlah
yang didapatkan sebagai kuota untuk sampel berjenis kelamin laki-laki, kemudian
menggunakan jumlah yang sama untuk sampel berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan data yang didapat dari Admin Fakultas Psikologi UNIBI,
mahasiswa berjenis kelamin laki-laki yang terdaftar sebagai mahasiswa akhir aktif
di Fakultas Psikologi UNIBI dan termasuk pada angkatan 2013–2017 adalah
sebanyak 52 orang. Oleh karena itu, kuota yang ditetapkan adalah 22 orang untuk
masing-masing sampel dari jenis kelamin, sehingga total sampel yang digunakan
adalah 44 orang. Dengan demikian, sampel penelitian ini adalah Mahasiswa ahir
Fakultas Psikologi UNIBI berjumlah 44 orang, yang diambil dari angkatan 2013-
2017 dengan menggunakan teknik sampling kuota.

3.5 Analisis Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
49

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2017).
Penentuan metode statistik yang digunakan sangat dipengaruhi oleh tujuan
penelitian dan jenis data. Seperti yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan kematangan
karir. Sehingga teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah uji
korelasi. Sebelum dilakukan uji korelasi peneliti terlebih dahulu melaksanakan uji
asumsi yang menyangkut uji normalitas dan uji linearitas. Melalui uji normalitas
ini dapat diketahui apakah distribusi kedua variabel tersebut normal atau tidak. Uji
linearitas dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel yang ada. Apabila
hasil uji normalitas data berdistribusi normal dan linear maka digunakan teknik
uji korelasi Pearson Product Moment jika data berbentuk ordinal atau tidak
normal maka digunakan uji Rank Spearman (Sugiyono, 2017).
Untuk membantu proses analisis peneliti menggunakan statistical for
social science (SPSS) versi 22.0.
Adapun kriteria dalam menetapkan derajat kekuatan atau keeratan korelasi
dapat digunakan kriteria sebagai berikut (Hasanudin, 2009):

Tabel 3.6 Kategori Derajat Korelasi

Koefisien Alpha Kategori

< 0,20 Tidak ada korelasi


0,21 - 0,40 Korelasi Rendah
0,41 - 0,60 Korelasi Cukup
0,61 - 0,80 Korelasi Tinggi
0,81 - 1,00 Korelasi tinggi sekali

3.5.1 Uji Beda


Sebelum dilakukan uji beda terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
menggunakan Kolmogorof-Smirnov untuk mengetahui sebaran datanya,
berdistribusi normal atau tidak. Kemudian dicari homogenitas data, jika data
50

berdistribusi normal dan homogen maka data dapat langsung diolah menggunakan
teknik perhitungan statistika parametrik untuk uji beda yaitu Independent t-test
[ CITATION Sug18 \l 1057 ] . Jika tidak maka akan diolah menggunakan uji beda
Mann-Whitney.
51

DAFTAR PUSTAKA

Al-Arifin, M. A. (2015). Pengaruh Motivasi Belajar dan Efikasi Diri Terhadap


Kematangan Karir Mahasiswa Program Studi Kimia Uny Tahun Angkatan
2009. Psikologi Pendidikan Dan Perkembangan. Retrieved from
http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/16198

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian : Edisi Revisi. Malang: UMM Press

Amadi, C.C., Joshua, M.T., & Asagwara, C.G. 2007. Assessment of the
Vocational Maturity of Adolescent Students in Owwerri Education Zone of
Imo State, Nigeria. J. Hum. Ecol., 21, 4, 257-263.

Angelia, M. (2012). Hubungan Antara Adaptabilitas Karir dan Prestasi Akademik


Pada Mahasiswa Universitas Indonesia. [Skripsi]. Depok: Universitas
Indonesia.

Arikunto, S. (2015). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

_______ (2013). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

As’ad, M. 1995. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty

Z.A, Asep. (2017). Program Bimbingan Karir Berbasis Web untuk


Mengembangkan Kematangan Karir Siswa Universitas Pendidikan
Indonesia. Bimbingan, Program Berbasis, Karir Mengembangkan, Untuk
Karir, Kematangan, 1–10. Retrieved from http://repository.upi.edu/33774/

BPS. 2019. Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2019. Internet. www.bps.go.id.


Diakses 2 April 2020.

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy The Exercise of Control. New York: W.H.


Freeman and Company

Baron, R.A. & Byrne, D. 2004. Psikologi Sosial Jilid 1 (penerjemah Ratna
Djuwita, dkk.). Jakarta: Erlangga.

Brown, S. D., & Lent, R. W. (2013). Career Development and Counseling:


Putting Theory and Research to Work. In John Wiley & Sons (Vol. 53).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Coertse, S. & Schepers, J.M. 2004. Some Personality and Cognitive Correlates of
Career Maturity. Journal of Industrial Psychology, 30 (2), 56-73.

Dhillon, U. & Kaur, R. 2005. Career Maturity of School Children. Journal of the
52

Indian Academy of Applied Psychology. Vol. 31, No. 1-2, 71-76.

Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: P.T. Bumi Aksara.

Fatmasari, D. (2016). Hubungan antara konsep diri dan dukungan orang tua
dengan kematangan karir pada siswa SMA. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Gloria A. Tangkeallo, Rijanto Purbojo, & Kartika S. Sitorus. (2014). Hubungan


Antara Self-Efficacy Dengan Orientasi Masa Depan Mahasiswa Tingkat
Akhir. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 10(Juni), 25–32.

Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan (penerjemah Istiwidayati dan Soedjarwo). Jakarta:
Erlangga.

Jatmika, D. (2015). Gambaran Kematangan Karir Pada Para Mahasiswa Tingkat


Akhir Fakultas Sosial dan Humaniora Universitas Bunda Mulia. Laporan
Penelitian, 1–35.

Lestari, W.T. (2016). Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Kematangan Karir
Pada Mahasiswa Tingkat Akhir [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Ahmad
Dahlan.

Noor, H. (2009). Psikometri: Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran


Perilaku. Bandung: Fakultas Psikolgi Universitas Islam Bandung.

Patton, W. (2019). Contributions to Australia and the International Field. In


Career Development as a Partner in Nation Building Australia (pp. 235-262).
Brill Sense.

Pinasti, W. (2011). Pengaruh Self-efficacy , Locus Of Control dan Faktor


Demografis Terhadap Kematangan Karir. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 38. Retrieved from
http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1364.

Pravitasari, A. (2014). Hubungan Antara Self Esteem Dengan Kematangan Karir


Pada Siswa Kelas Xi Teknik Gambar Bangunan Smk Negeri 2 Depok
Sleman Yogyakarta [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Putri, L. C., & Damayanti, T. (2018). Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan


Kematangan Karir Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Psikologi
Unisba. Prosiding Psikologi, 4, 924–930.

Santrock, J.W. (2012). Life Span Development Edisi Ketigabelas Jilid II. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
53

Sariputri, V. T. (2018). Hubungan antara Self Awareness dengan Kematangan


Karier pada Mahasiswa Tingkat Akhir Program Studi Teknik Pertambangan
Universitas “ X ” (The Relationship between Self Awareness and Career
Maturity at Final Year Students of Mining Engineering Study Progra.
Prosiding Psikologi, 4(2), 943–949.

Seligman, L. (1994). Developmental career counseling and assessment. Sage


Publications, Inc.

Sharf, R.S. (2013). Applying Career Development Theory To Counseling (sixth


edition). Pacific Grove: Brooks/Cole, Cangage Learning. Canada: Nelson
Education.

Sudjani. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir siswa


sekolah menengah kejuruan negeri di Kota Bandung. Prosiding Konvensi
Nasional Asosiasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (APTEKINDO) ke 7.
FPTK Universitas Pendidikan Indonesia.

Sugiyono. (2005). Metode Peneliti Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.

______(2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sukardi, D.K. 1987. Bimbingan Karir di Sekolah-Sekolah. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Super, D.E. 1980. A Life-Span, Life-Space Approach to Career Development.


Journal of Vocational Behavior, 16, 282-298.

Super, D. E., & Super, C. M. (2001). Opportunities In Psychology Careers. New


York: McGraw-Hill.

Tangkeallo, G.A., Purbojo, dan Sitorus, (2014). Hubungan Antara Self Efficacy
Dengan Orientasi Masa Depan Mahasiswa Tingkat Akhir. Jurnal Psikologi
Perkembangan.

Umam, N. A. A. (2015). Hubungan Antara Self Efficacy Karir dengan


Kematangan Karir Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Karanganyar
Kab.Demak. Skripsi, 1–184.

Widyatama, T. (2015). Studi Deskriptif Mengenai Kematangan Karir pada


Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Psikologi Unisba [Skripsi]. Bandung:
Universitas Islam Bandung.

Yunia, E. R. (2012). Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Kematangan Karir


Pada Mahasiswa Tingkat Awal Dan Tingkat Akhir Di Universitas Surabaya.
54

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 No.1 2012.

Anda mungkin juga menyukai