Perancangan “Alas Jati” Sebagai Wisata Alam di Desa Wisata Caturharjo, Bantul
Nimas Sekarlangit1, Amos Setiadi1, Andika Priatama1
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Email: nimas.sekarlangit@uajy.ac.id
Received October 26, 2022; Revised: -; Accepted for Publication January 15, 2023; Published January 25, 2023
Abstract — Tourism Village is a village that has unique masyarakat dan (6) mengurangi kesenjangan kota-desa dan
characteristics and can be used as a tourist destination because the membangun masyarakat yang harmonis [2][3]. Desa wisata
population still has its original traditions and culture. Factors digunakan untuk memberdayakan masyarakat agar berperan
supporting the tourism village are agriculture, natural wealth, and sebagai pelaku langsung serta meningkatkan kepedulian pada
new social structures. One tourist village with traditions and pure
nature is Caturharjo Village. This village has a wealth of beautiful
potensi wisata. Masyarakat pada desa wisata menjadi
natural scenery that spreads throughout the area. One of the memiliki peluang dan kesiapan untuk memperoleh manfaat
superior innate tourism potentials is the natural tourism of Alas Jati. dari kegiatan pariwisata untuk meningkatkan kesejahteraan
This tour is unique because teak forests grow on limestone from ekonomi [4].
former limestone mining. Teak trees have the characteristics of
dropping their leaves in the dry season so that the forest will appear
Menurut Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, desa
white during the dry season. The method used to find user needs is wisata memiliki daya tarik tersendiri yang dapat dikemas
the method of field observation and interviews with the village. The dengan alami. Pada desa wisata terdapat komponen-
strong cultural influence and demands for modernity make the Alas komponen penting yang merupakan syarat sebuah desa dapat
Jati master plan design using the Neo-Vernacular concept. The disebut sebagai desa wisata. Komponen penting tersebut
concept is capable of without locality and modernity. The use of the terdiri dari 5 jenis, yaitu [5] :
Neo-Vernacular concept in the design of tourist facilities and
materials used. 1. Akomodasi.
Keywords — Nature tourism, Neo-Vernacular, Tourism Masterplan Desa tersebut harus mampu menyediakan akomodasi
berupa bangunan yang akan digunakan sebagai tempat
tinggal para wisatawan yang berkunjung ke desa
Abstrak— Desa Wisata merupakan pedesaan yang memiliki tersebut. Hal itu digunakan untuk memberi kesempatan
karakteristik khusus dan dapat digunakan sebagai daerah tujuan kepada wisatawan untuk berinteraksi dengan masyarakat
wisata karena penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya asli. setempat dan melakukan kegiatan seperti masyarakat
Faktir pendukung desa wisata adalah pertanian, kekayaan alam dan setempat
struktur sosial yang masih asli. Salah satu desa wisata yang
memiliki tradisi dan alam yang masih asli adalah Desa Caturharjo. 2. Atraksi.
Desa ini memiliki kekayaan pemandangan alam yang indah yang
menyebar di seluruh wilayah. Salah satu potensi wisata alam yang Atraksi dalam desa wisata berupa kegiatan sehari-hari
menjadi unggulan adalah wisata alam Alas Jati. Wisata ini memiliki masyarakat desa dan keadaan desa yang masih alami.
keunikan karena hutan jati tumbuh di batu kapur bekas Pada atraksi juga dapat ditambahkan dengan
pertambangan kapur. Pohon jati memiliki karakteristik akan memberikan pertunjukan kepada wisatawan berupa
menggugurkan daunnya pada musim kemarau, sehingga hutan tarian, musik maupun cara memasak secara tradisional.
tersebut akan tampak berwarna putih pada saat musim kemarau.
Metode yang digunakan untuk mencari kebutuhan pengguna adalah 3. Kegiatan alam.
metode observasi lapangan dan wawancara dengan pihak desa.
Pengaruh budaya yang kental dan tuntuntan akan modernitas Pada desa wisata juga harus memiliki kegiatan yang
membuat perancangan masterplan kawasan wisata Alas Jati berhubungan dengan alam seperti menanam padi di
menggunakan konsep Neo-Vernakular . Konsep tersebut mampu sawah, menyelam, mencari ikan dan lain-lain.
menyatukan lokalitas dan modernitas. Penggunaan konsep Neo-
Vernakular tercermin dalam desain fasilitas wisata dan material
4. Fasilitas umum.
yang digunakan. Pada desa wisata, untuk menumbuhkan kreatifitas warga
Kata Kunci—Wisata alam, Neo-Vernakular , Masterplan Wisata maka dapat diberikan toko souvenir yang memuat karya
dari masyarakat seperti kerajinan tangan, batik dan
barang seni lainnya. Selain itu pusat informasi dan
I. PENDAHULUAN tempat penukaran uang menjadi tempat yang paling
penting sebagai fasilitas untuk wisatawan mancanegara.
Desa Wisata merupakan pedesaan yang memiliki
karakteristik khusus dan dapat digunakan sebagai daerah 5. Aksesibilitas.
tujuan wisata karena penduduknya masih memiliki tradisi dan Akses jalan menuju desa wisata harus dapat dilalui oleh
budaya asli [1]. Pembangunan desa wisata mampu kendaraan pribadi maupun bus dengan mudah.
memberikan banyak manfaat, antara lain (1) meningkatkan
ekonomi pedesaan, (2) membuat tampilan desa menjadi lebih Keberadaan desa wisata berdampak positif bagi
indah, (3) memperkuat bidaya asli dari desa, (4) peningkatan masyarakat setempat. Pengembangan desa wisata juga
pendapatan masyarakat, (5) meningkatkan pendapatan membuka peluang kerja baru, meningkatkan budaya dan
1
Jurnal Atma Inovasia (JAI) p-ISSN:2775-9385
Vol. 3, No. 1, Januari 2023 e-ISSN:2775-9113
Perancangan “Alas Jati” Sebagai Wisata Alam di Desa Wisata Caturharjo, Bantul
potensi yang ada di daerah tersebut dan dapat mempercepat menurut warga sekitar, lubang tersebut akan terendam air saat
distribusi pembangunan yang pada gilirannya dapat musim hujan.
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
setempat. Kendala yang dihadapi oleh daerah yang dijadikan
desa wisata adalah kurangnya sinergi antara pemangku
kepentingan dan masyarakat setempat, terutama terkait
dengan penyediaan infrastruktur, pengembangan sumber daya
manusia yang berkualitas, dan modal [6].
Model strategi pengembangan desa wisata dapat menjadi
model di mana pengembangan pariwisata pedesaan
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak seperti
Pemerintah yang melibatkan semua instansi terkait. Juga,
harus ada dukungan dari sektor swasta seperti perusahaan
melalui program CSR, UKM dan investor lokal serta
dukungan dari lembaga pendidikan seperti universitas dan
lembaga publik lainnya [7] . Gambar 1. Kondisi Alas Jati
2
Jurnal Atma Inovasia (JAI) p-ISSN:2775-9385
Vol. 3, No. 1, Januari 2023 e-ISSN:2775-9113
Perancangan “Alas Jati” Sebagai Wisata Alam di Desa Wisata Caturharjo, Bantul
3
Jurnal Atma Inovasia (JAI) p-ISSN:2775-9385
Vol. 3, No. 1, Januari 2023 e-ISSN:2775-9113
Perancangan “Alas Jati” Sebagai Wisata Alam di Desa Wisata Caturharjo, Bantul
menciptakan gangguan minimal terhadap lingkungan. kualitas lingkungan [12]. Pemanfaatan alam yang berlebihan
Suasana di dalam dan di sekitar bangunan diciptakan untuk untuk pariwisata akan berdampak negatif terhadap alam [13].
memberikan pengalaman rasa budaya milik penduduk [11].
Setelah pengunjung memasuki pintu masuk, maka
Pada perancangan kawasan wisata alam « Alas Jati », pengunjung akan langsung melihat bangunan loket tiket yang
penggunaan konsep vernakular diterapkan dalam berbagai berada di samping pintu masuk. Pada bangunan loket tiket
desain bangunan. Desain dimulai dari Gapura yang digunakan juga menerapkan konsep Arsitektur Neo-Vernakular yang
sebagai pinbtu masuk kawasan yang menganalogikan bentuk terlihat pada desain yang menggunakan atap pelana dan
dasar segi lima (Gambar 6) . Pintu masuk ini dibuat untuk material kayu. Dimensi yang di bangun tidak terlalu besar
menjadi daya tarik berswafoto, dengan ke unikan bahan seperti preseden aslinya, melainkan hanya sebesar 4x2 meter
material yang terbuat dari ranting pohon jati. Memanfaatkan saja dan loket ini ber bahan material papan kayu yang di buat
sumber daya yang tersedia sebagai material adalah bagian dari bentuk prisma segi tiga (Gambar 8). Material loket tiket
konsep vernakular, agar harapannya pintu masuk ini bisa menggunakan serabut sintetis yang disusun dengan cara
dibangun secara swadaya oleh masyarakat. menggunakan genteng lalu di lapisi serabut sintetis tersebut.
Atap serabut tersebut untuk menyampaikan kesan
berkelanjutan dan juga konsep Neo-Vernakular (Gambar 9).
4
Jurnal Atma Inovasia (JAI) p-ISSN:2775-9385
Vol. 3, No. 1, Januari 2023 e-ISSN:2775-9113
Perancangan “Alas Jati” Sebagai Wisata Alam di Desa Wisata Caturharjo, Bantul
5
Jurnal Atma Inovasia (JAI) p-ISSN:2775-9385
Vol. 3, No. 1, Januari 2023 e-ISSN:2775-9113
Perancangan “Alas Jati” Sebagai Wisata Alam di Desa Wisata Caturharjo, Bantul
(Gambar 14). Penggunaan material dari ranting jati sebagai Citra destinasi wisata mengacu pada kumpulan ide,
material railing yang ada pada lokasi tapak merupakan pemikiran, dan kesan masyarakat tentang suatu destinasi
perwujudan dari konsep Neo-Vernakular. wisata, yang berperan penting dalam proses wisatawan
memilih destinasi, serta pemilihan strategi pemasaran
destinasi yang tepat [18]. Citra pariwisata yang baik akan
meningkatkan daya saing destinasi pariwisata [19], yang
meningkatkan kepuasan dan loyalitas wisatawan, serta
menguntungkan pengembangan destinasi wisata dalam jangka
panjang . Namun, citra pariwisata suatu destinasi biasanya
dipengaruhi oleh distribusi spasial sumber daya pariwisata
[20], dan pemandangan biasanya berubah secara musiman
[21]. Fotografi tidak dapat dipisahkan dari pariwisata sejak
lahir. Foto merupakan media penting untuk mempersepsikan
citra suatu destinasi wisata, yang tidak hanya berisi gambaran
objektif tentang destinasi wisata tersebut [22], namun juga
Gambar 14. Tangga Sebagai Jalan Setapak mencerminkan perasaan subjektif wisatawan [19][23]. Citra
pariwisata merupakan elemen inti yang mencirikan
Elemen arsitektur Neo-Vernakular menggunakan karakteristik destinasi. Keragaman topografi dan budaya
arsitektur tradisional dengan pendekatan kontemporer. Istilah daerah merupakan faktor penting yang mempengaruhi pola
kontemporer dalam arsitektur secara umum berarti karya spasial citra pariwisata [24].
desain mengenai penampilan, material, dan teknologi inovatif.
Pada seni rupa kontemporer terdapat fleksibilitas, berbagai
bentuk dan penggunaan bahan, serta penerapan teknologi IV. KESIMPULAN
baru. Arsitektur kontemporer juga dapat berupa komposisi
ekspresif dan dinamis, konsep ruang dengan kesan terbuka, Pada desain kawasan wisata alam « Alas Jati »,
harmonisasi ruang dalam dan luar ruang, ruang terbuka, menggunakan konsep arsitektur Neo-Vernakular. Pada
kenyamanan esensial, dan eksplorasi elemen lanskap [17]. perancangan tersebut memadukan antara lemen budaya yang
melekat pada desa wisata Catuharjo yang merupakan budaya
Suasana dari area foto juga merupakan konsep dari Neo- jawa dan disatukan dengan material lokal dan material
Vernakular. Material yang digunakan terbuat dari material modern. Desain yang digunakan juga merupakan perpaduan
yang dihasilkan di lokasi tapak yaitu bambu atau ranting antara desai arsitektur Jawa dan desain modern yang menyatu.
pohon jati. Deck foto lingkaran ini merupakan salah satu titik Hal itu dilakukan untuk menumbuhkan suasana baru agar
yang penting dan juga memiliki kelebihan dengan latar mampu menarik para wisatawan untuk datang ke kawasan
belakang embung kapur dan banyaknya pohon jati yang ada wisata tersebut. Penggunaan desain yang modern akan
pada lokasi tapak (Gambar 15). dipadukan dengan unsur lokalitas pada material. Demikian
sebaliknya desain dengan unsur lokalitas akan dipadukan
dengan material modern.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kepada LPPM Universitas Atma Jaya
Yogyakarta atas dukungan dana Pengabdian kepada
Masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Zebua, Inspirasi pengembangan pariwisata daerah. Yogyakarta :
Deepublish, 2016.
[2] J. E. Mbaiwa, “Changes on traditional livelihood activities and
lifestyles caused by tourism development in the Okavango Delta,
Botswana,” Tour. Manag., vol. 32, no. 5, pp. 1050–1060, 2011, doi:
10.1016/j.tourman.2010.09.002.
[3] X. M. Zhang, “Research on the development strategies of rural
tourism in Suzhou based on SWOT analysis,” Energy Procedia, vol.
16, no. PART B, pp. 1295–1299, 2012, doi:
10.1016/j.egypro.2012.01.207.
[4] M. M. Utami, H. E. R. Taufik, and W. N. Bhakti, “Village Tourism:
The Implementation of Community-Based Tourism,” vol. 100, no.
Icoi, pp. 537–542, 2019, doi: 10.2991/icoi-19.2019.94.
Gambar 15. Area Foto [5] Kemenpar, Panduan pembentukan desa wisata. Jakarta: Kementerian
Pariwisata, 2016.
[6] D. Leonandri and M. L. N. Rosmadi, “The Role of Tourism Village
6
Jurnal Atma Inovasia (JAI) p-ISSN:2775-9385
Vol. 3, No. 1, Januari 2023 e-ISSN:2775-9113
Perancangan “Alas Jati” Sebagai Wisata Alam di Desa Wisata Caturharjo, Bantul