Anda di halaman 1dari 3

Nama : Risnawati

Tugas : Teks Eksemplum Bahasa Indonesia

ASAL USUL DESA SIMPAYJAYA


KECAMATAN KARANGKANCANA KABUPATEN KUNINGAN

Penulis: Risnawati

Desa Simpayjaya ini terletak di Kecamatan Karangkancana Kabupaten Kuningan


JAWA BARAT. Desa ini terletak diujung kecamatan, dekat dengan perbatasan JABAR-
JATENG oleh sebab itu banyak orang yang belum mengetahui desa ini. Berikut ini informasi
yang saya dapatkan dari beberapa narasumber sesepuh Desa Simpayjaya.

Orientasi:
Nama Desa sampay berasal dari kata “panyampaian” yaitu tempat pengungsian warga
dari beberapa pelosok untuk melindungi dirinya dari serangan penjajahan. Dahulu pada saat
terjadi peperangan para warga berlari bersembunyi mencari tempat aman, sebagian banyak
orang dari beberapa daerah banyak yang berdiam diri di sampay untuk melindungi dirinya dari
serangan penjajah. Nah, dari peperangan tersebut banyak orang yang mengungsi di daerah itu
maka di sebutlah Desa SAMPAY.
Dahulu, terdapat dua orang laki-laki yang bernama Ki Baduga yang berasal dari Desa
Cikadu dan Ki Salendro yang berasal dari daerah Cibeurem yang sedang
memperebutkan sebuah sungai yang bernama Sungai Cikaro. Keduanya memiliki ilmu tenaga
dalam.

Insiden:
Awalnya air dari sungai Cikaro itu mengalir ke sungai Cileuya-Cikadu. Akibat
kepintarannya Ki Salendro atau atas kelicikannya, ia berencana untuk mengadakan pesta tujuh
hari tujuh malam dengan tujuan agar Ki Baduga tidak mengetahui bahwa air yang terdapat di
sungai Cikaro akan dialihkan arah aliran airnya ke arah tempat tinggalnya. Keesokan harinya,
Ki Salendro pun pergi ke tempat tinggal Ki Baduga untuk mengundang Ki Baduga agar datang
ke pestanya. Pesta itu akan diadakan dua hari setelah Ki Salendro mengundang Ki Baduga.
Karena Ki Baduga adalah seorang pria yang mempunyai hobi berjoged, akhirnya ia berniat
untuk menghadiri pesta tersebut.
Nama : Risnawati
Tugas : Teks Eksemplum Bahasa Indonesia

Dua hari setelah Ki Baduga menerima undangan itu, ia memutuskan untuk pergi ke pesta
tersebut. Sesampainya di sana ia langsung bergabung dengan orang-orang yang ada di sana.
Dan ia pun menikmati pesta tersebut. Ketika Ki Baduga sedang asik berjoged Ki Salendro pun
memulai rencananya untuk memindahkan arah aliran air sungai Cikaro. Dengan kekuatannya
Ki Salendro memindahkan arah aliran air sungai tersebut ke arah tempat tinggalnya.
Di tengah keasikannya Ki Baduga pun lengah akan keadaan sungai Cikaro. Dan ia pun
baru menyadari bahwa Ki Salendro tidak nampak di pesta tersebut. Lalu ia mulai berpikir
bahwa Ki Salendro sedang berada di sungai Cikaro. Dengan spontan ia langsung pergi
meninggalkan pesta tersebut dan pergi menuju sungai Cikaro.
Sesampainya disana ia melihat Ki Salendro sedang memindahkan arah aliran sungai
cikaro dengan kekuatannya. Kemudian Ki Baduga menghampiri Ki Salendro. Ki Salendro pun
terkejut akan kedatangan Ki Baduga. Dengan perasaan kesal Ki Baduga pun langsung
mengeluarkan kekuatannya untuk menyerang Ki Salendro. Akhirnya mereka bertengkar saling
beradu kekuatan. Ditengah pertengkaran Ki Salendro berhenti menyerang Ki Baduga dan
berkata “sudah cukup! Saya menyerah apabila beradu kekuatan! Namun, belum tentu dengan
tenaga saya kalah!” kata Ki Salendro. Mereka pun bertengkar, saling memukul satu sama lain.
Pertengkaran itu berlangsung cukup lama. Namun, akhirnya Ki Baduga pun kalah melawan Ki
Salendro. Ki Baduga dilemparkan ke arah barat (dalam bahasa sunda yaitu kulon) sehingga
disebut sampay kulon. Dan kemudian dilempar kembali ke arah timur (dalam bahasa sunda
yaitu wetan) sehingga disebut Sampay Wetan.
Setelah pertengkaran itu terjadi Ki Baduga berkata “Baiklah, masalah air tidak menjadi
masalah besar bagiku. Karena meskipun air itu mengalir ke Desa Cibeureum, masyarakat
Cibeureum tidak dapat memanfaatkan air itu.” Dan sampai saat ini di Desa Kawungsari,
Randusari, dan Cibeureum tidak mempunyai bendungan/waduk.
Peperangan antara Ki Baduga dan Ki Salendro terjadi pada tahun 1600-an. Dari
peperangan ini terciptalah desa Sampay Kulon dan Sampay Wetan. Dan pada awalnya desa
Sampay Wetan bukanlah sebuah desa melainkan hutan-hutan yang tidak berpenghuni.
Dahulu, sampay merupakan keseluruhan dari desa Cihanjaro, sampay wetan, sampay
kulon, dan Tanjungsari. Pada tahun 1902, Cihanjaro merupakan bagian dari desa Andamui,
Sampay Kulon merupakan bagian dari desa Baok, dan Tanjungsari merupakan bagian dari
Garajati. Namun, karena ketiga desa itu membutuhkan pimpinan dan karena jauh dari
pemerintahan desa, secara mufakat ketiga desa itu berniat untuk membangun suatu desa dan
mengajukannya pada pemerintahan Kuningan. Pada saat itu pemerintahan Kuningan belum
Nama : Risnawati
Tugas : Teks Eksemplum Bahasa Indonesia

dipimpin oleh seorang bupati melainkan oleh gubernur dari kolonial belanda pada tahun 1911.
Akhirnya pemerintahan Kuningan menerima pengajuan tersebut dan dijadikan desa, desa
tersebut ialah desa Tanjungsari, Sukasari, dan Cihanjaro.
Nama Cihanjaro diambil dari kata bahasa sunda yaitu ‘marokeun ti tilu desa’ sehingga
di sebutlah desa Cihanjaro, desa Cihanjaro diresmikan pada tahun 2003. Dahulu, Kepala desa
Cihanjaro, Sukasari, dan Tanjungsari yang pertama yaitu bapak Rakidin (alm), beliau berasal
dari desa Cihanjaro. beliau hanya menjabat selama dua tahun. Setelah itu digantikan oleh
adiknya yang bernama bapak Rakisem (alm). Kantor kepala desa yang pertama dari ketiga desa
itu ada di desa Cihanjaro. Sehubung kantor kepala desanya jauh dari desa Sukasari dan
Tanjungsari, maka kantor kepala desa itu dipindahkan ke perbatasan desa Cihanjaro dan
Sukasari. Pada tahun 1965/1966 desa Cihanjaro menghilang secara misterius.
Pada tahun 2003 yaitu pada masa jabatan bapak Kasja desa Sukasari mengalami
pemekaran menjadi 3 desa yaitu, desa Sukasari, Simpayjaya dan yang ketiga yaitu desa
Cihanjaro, nama itu digunakan kembali setelah desa Cihanjaro menghilang beberapa tahun
yang lalu.
Nama Desa Simpayjaya diambil dari nama bapak Singadijaya, yaitu beliau adalah orang
yang berjasa di desa Simpayjaya. Kata simpay diambil dari kata ‘sampay’ yang berarti pengikat
dan Jaya diambil dari nama bapak Singadijaya yang berarti ‘keabadian’.

Interpretasi :
Hikmah yang dapat diambil dari cerita di atas, kita tidak boleh melakukan kecurangan
atau kelicikan dalam melakukan suatu tindakan. Karena kelicikan dapat merugikan diri kita
sendiri dan juga orang lain.

Anda mungkin juga menyukai