Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas sejarah yang telah diselenggarakan
oleh Guru sejarah dengan judul ASAL USUL DESA PANULISAN. Didalamnya akan
diulas sedikit mengenai asal usul desa Panulisan . Karena keterbatasan ilmu yang
dimiliki oleh penulis maka, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
kami harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca.
Dayeuhluhur, 28 November 2015
Penulis
Teti Suciawati
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
2.1 Asal Usul Desa Panulisan ...................................................................................... 3
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 7
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 7
3.2 Saran ..................................................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Panulisan adalah salah satu desa di Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten
Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Desa Panulisan terletak di ujung barat Kabupaten Cilacap, yang berbatasan
langsung dengan Provinsi Jawa Barat, tepatnya berbatasan langsung dengan Kota
Banjar. Jaraknya dari ibu kota Kabupaten Cilacap sekitar 100 km, atau sekitar 3 jam
perjalanan menggunakan angkutan umum.
Saat ini Panulisan dibagi menjadi 3 desa yaitu: Panulisan Barat Panulisan
Tengah Panulisan Timur Pada zaman dahulu Desa Panulisan memang hanya 1 desa,
dikarenakan wilayah yang terlalu luas maka Desa Panulisan dipecah menjadi 3
Desa.
Meskipun terletak di Provinsi Jawa Tengah, Desa Panulisan lebih didominasi
oleh kebudayaan Sunda yang tercermin dari bahasa ibu yang dituturkan oleh
mayoritas penduduk adalah bahasa Sunda, kemudian adat hajatan seperti
pernikahan dan sunatan menggunakan adat Sunda.
Desa panulisan menurut sejarah yang ada terbentuk sejak tahun 1801 yaitu pada
masa pemerintahan desa Aki Astramanggala. Seiring waktu pada tahun 2014 - 2019
ini Desa Panulisan di pimpin oleh Bapak Ero Wahro yang berasal dari Dusun
Manggasari.
Daftar nama Kepala Desa Panulisan 1801 - 2015
1. Ki Astramanggala alias Ki Jagara : 1801 - 1817
2. Ki Jayadiwangsa alias Ki Bekel : 1817 1847
3. Ki Alpiasan : 1847 1864
4. Ki Bangsangali alias Ki Empu alias Ki Bangsaguna : 1864 1868
5. Ki Sastramanggala : 1868 1879
6. Ki Maryani : 1879 1884
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ASAL-USUL DESA PANULISAN
Tersebutlah di puncak sebuah bukit berbatu, sebuah padepokan Sarongge
namamya. Satu padepokan yang tidak megah, namun cukup nyaman. Sedikit kesebelah
utara agak menurun, terdapatlah sebuah anak sungai berliku-liku di celah batu-batu
besar, membelah bukit itu menjadi dua bagian. Suaranya gemuruh terdengar ke
padepokan, seolah seperti alunan musik alami. Melalui lereng bukit agak ke timur laut,
terdapat jalan setapak menurun ke arah kali, itu merupakan jalan satu-satunya bagi para
penghuni padepokan untuk mandi dan keperluan lainnya.
Nama pemilik padepokan Sarongge itu adalah Embah Prabu. Konon Embah
Prabu adalah salah seorang kerabat keraton Pajajaran, yang meninggalkan negara
asalnya karena makin meluasanya ajaran Islam di kawasan itu, yang dibawa oleh Prabu
Kiansantang, putra Prabu Siliwangi. Embah Prabu terkenal seorang kerabat keraton
yang mempunyai ilmu tinggi serta keahlian yan sulit dicari tandingannya. Meskipun
demikian, Embah Prabu tidak melakukan perlawanan atas desakan ajaran agama baru
itu, karena menurut pendapatnya sudah saatnya di tanah Jawa Beraganti Alam.
Maksudnya walau bagaimanapun ajaran Islam di tanah Jawa tidak dapat debendung
lagi peredarannya.
Raden Jurutulis berusaha untuk melupakan kenangannya kepada Embah Prabu tetapi
usahanya selalu sia-sia. Untuk melampiaskan rasa rindunya, Raden Jurutulis
menuangkan perasaannya melalui tulisan-tulisan berbahasa sansekerta diatas daun
lontar (sayangnya peninggalan itu saat ini sudah tidak ada lagi). Saking asyiknya
menulis kadang-kadang beliau lupa makan dan minum bahkan adakalanya beberapa
hari juga tidak keluar dari tempatnya.
Tahun demi tahun mereka lalui tanpa terasa sehingga sampailah saatnya
junjungan mereka, Raden Jurutulis meninggal dunia. Dengan penuh duka cita mereka
mengurus serta menguburkan jenasahnya di lereng sebuah bukit sebelah barat
Sarongge. Di bukit yang sama, tepatnya dibagian puncaknya berdiri kaku sebuah
sanggar, tempat Raden Jurutulis melakukan kgiatan tulis menulis semasa hidupnya.
Para pengikutnya senantiasa tergugah kenangannya manakala melihat sanggar itu.
Akhirnya untuk lebih mengabadikan kenangannya teradap Raden Jurutulis, bukit itu
diberi nama Gunung Panulisan, yang berarti tempat menulis. Begitupula anak sungai
yang mengalir di lembahnya dinamakan Cipanulisan.
Beberapa tahun kemudian sanggar itu telah hancur dimakan waktu, tapi tempat
itu masih dianggap suatu petilasan sampai sekarang. Bahkan banyak pula dikunjungi
para pejiarah terutama wali murid yang memohon keberkahan agar putra-putrinya
menjadi orang yang pandai. Sedangkan pemeliharaan petilasan tersebut sebagau juru
kunci yang pertama Ki Astra Laut, kedua Ki Kali (Ki Singadirana) dan yang ketiga
adalah Ki Hatomi. Sejak saat itu tersebutlah nama Panulisan, yang kemudian hari
menjadi sebuah desa seperti dikenal sekarang ini yakni Desa Panulisan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Panulisan berarti tempat menulis, begitu pula anak sungai yang mengalir di
lembahnya dinamakan Cipanulisan. Kehidupan sosial di daerah ini sangat rukun dan
harmonis sangat jarang sekali terjadi bentrokan antar warga disini.
Masyarakat Panulisan merupakan masyarakat multi agama yang terdiri dari
islam, kristen, katolik, dan aliran kepercayaan. Tetapi mayoritas agamanya Islam,
walaupun ada yang kristen dan katolik itupun karena adanya pendatang.
Masyarakat Panulisan berprofesi sebagai petani, peternak, pengrajin furniture
kayu jati, pedagang, pegawai negeri ,swasta dan sebagian merantau ke kota besar
lainnya di Indonesia.
3.2 Saran
Seharusnya daerah daerah yang kosong diisi / ditempati untuk tempat yang
bermanfaat. Misalnya dalam bidang pertanian, perekonomian, industri, dll. Sangat
disayangkan apabila tempat-tempat yang strategis tidak digunakan sebagaimana
7