SEJARAH DESA
Desa Tamanjaya merupakan Desa yang berasal dari pemekaran dari Desa Mekarjaya,
yang dulunya merupakan suatu kedusunan Cirameng bagian dari Desa Mekarjaya Kecamatan
Ciemas, pemekaran terjadi pada tahun 1975.
Catatan sejarah Desa Tamanjaya berawal dari Desa pemekaran pada saat itu paktor
utama adalah kepadatan penduduk yang menjadi tebentuknya wacana dimana Desa
Mekarjaya dipekar menjadi 2 (dua) Desa, atas dasar musyawarah gempungan pada tahun
1973-1974 yang pada saat itu masih Desa Mekarjaya. Yang diprakarsai oleh Sodni (sekdes
Desa mekarjaya) M. Marta (kadus), M. Jakri, Bpk. Engkoh, dan sejumlah Tokoh masyarakat
lainya.
Atas pengajuan permohonan dan syarat sebuah Desa dapat dipekar terpenuhi ke
Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sukabumi Tahun 1975 lalu terpenuhinya
permohonan pemekaran Desa Mekarjaya menjadi 2 yaitu Desa Mekarjaya dan Desa
Pemekaran (belum ada nama Desa) yang pada saat itu desa Pemekaran dijabat oleh Pejabat
sementara Bpk. Abar Sobarma, dengan batas wilayah Desa pada saat itu :
Pada dasarnya pembentukan nama Desa Tamanjaya berdasarkan dari pemikiran atau
ide orang-orang Intelektual pada saat itu, sejak terbentuknya Desa Pemekaran yang dipenuhi
oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 1976 diadakanlah
musyawarah Desa tentang nama Desa Pemekaran yang dibentuk oleh tokoh – tokoh wakil
dari organisasi yaitu :
• LMD (Lembaga Musyawarah Desa), para Kadus yang diwakili oleh Bpk. M. Marta, Bpk.
Engkoh, Bpk Sodni dan Bpk. M. Jakri
1. Cirameng yang diajukan dari perwakilan LMD (Lembaga Musyawarah Desa) dengan
alasan karena Desa Pemekaran mengmbil nama Dusun sebelumnya
2. Tamanjaya yang diajukan Dikbud dan Tokoh masyarakat (Bpk. Sambas Rahmat Priatna)
yang berarti Taman Abadi dan mayoritas penduduk setempat adalah para petani/
Pekebun.
Setelah diusulkan dua nama, Forum Musyawarah Pembentukan Nama Desa dengan
segala pertimbangan menyepakati bahwa 1 (satu) Nama Desa yang terpilih sebagai Nama
Desa Pemekaran, dengan alasan umum bahwa masyarakat pada umumnya bermata
pencaharian sebagai petani dengan kulturnya sangat kuat dengan letak yang strategis. hasil
dari musyawarah tersebut terpilih sebagai nama Desa Baru Yaitu “Tamanjaya”.
Ditetapkan Nama
1976
Desa Tamanjaya
1985 Paceklik
Terbangunya Listrik
1998
Masuk Desa
Desa Tamanjaya adalah desa yang terletak di wilayah bagian selatan dari kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. Induk dari desa Tamanjaya dulunya adalah wilayah Ciwaru. Wilayah
yang sekarang dikenal sebagai desa Tamanjaya dulunya adalah sebuah kampung yang diberi
nama kampung Cirameng. Kampung Cirameng dulunya hanya sebuah kampung kecil karena
hanya dihuni oleh beberapa rumah yang jaraknya cukup berjauhan. Wilayah kampung ini
adalah jalan setapak yang merupakan lintasan pejalan kaki dari desa Ciwaru. Orang-orang dari
desa Ciwaru yang berjalan lewat kampung Cirameng menuju Jampang Kulon biasanya
disebut orang leubak, yang artinya orang dari desa bawah yang menuju ke arah pusat kota
Jampang Kulon (pada saat itu adalah wilayah kawedanan).
Cirameng juga merupakan nama anak sungai yang membelah desa Tamanjaya yang
aliran airnya bermuara ke Sungai Ciletuh. Hulu Sungai Cirameng biasa disebut Sirah Cai yang
letaknya ada di Kampung Cirameng (sekarang Tamanjaya) yang dipercaya ada penunggunya,
yaitu Eumbah Eumeng. Penamaan Kampung Cirameng ini ada kaitannya dengan Eumbah
Eumeng. Kata Eumeng yang berarti kucing, jadi Eumbah Eumeng artinya embahnya kucing
(yang dimaksud adalah kucing besar atau harimau).
Tak lepas dari cerita rakyat yang berkembang di masyarakat setempat, bahwa ada dua
tokoh besar yang bisa menjelma menjadi seekor harimau yang menjaga mata air Cirameng.
Keberadaan dua tokoh tersebut ditandai dengan adanya dua petilasan yang dikeramatkan
oleh masyarakat desa Tamanjaya. Petilasan kedua tokoh tersebut berada di sekitar tebing
yang mengarah ke laut lepas. Tokoh yang pertama yaitu Eyang Suranimang, petilasannya
berada di sebelah utara desa Tamanjaya, dan tokoh yang kedua yaitu Eyang Suranuna,
petilasannya berada di sebelah barat daya desa Tamanjaya. Eyang Suranimang adalah sosok
yang bijaksana, sehingga menjadi tempat para warga mengadukan permasalahan. Sedangkan
Eyang Suranuna adalah sosok yang patuh dan taat dalam mengemban kepercayaan dari
rajanya untuk menjaga pusaka kerajaan. Kerajaan yang dimaksud ada kaitannya dengan
sejarah Jampang yang menjadi pusat penggemblengan diri Raja-Raja Sunda Galuh.
Sekitar bulan November tahun 1977, semua pimpinan dan aparat kecamatan sepakat
untuk pindah kantor ke wilayah Cirambeng. Beberapa waktu kemudian, pergantian nama
desa diusulkan ke kabupaten provinsi. Pergantian nama dari Cirambeng ke Tamanjaya
dilaksanakan sekitar 1979-1980an. Pengusulan pergantian nama dilakukan melalui
musyawarah sederhana oleh beberapa warga. Tidak melalui proses yang formal, tetapi hanya
melalui semacam forum musyawarah biasa. Ada lima calon nama untuk menggantikan nama
Cirambeng yang diusulkan oleh guru-guru dari Dinas Pendidikan yang ahli di bidang bahasa,
budaya dan seni. Akhirnya, berdasarkan musyawarah, nama Tamanjaya terpilih sebagai nama
desa pengganti nama Cirambeng. Pada akhir tahun 1970 dan awal tahun 1980an terjadi
proses pemekaran desa. Induknya adalah desa Ciwaru, lalu dipecah menjadi desa Mekarjaya.
Beberapa tahun kemudian, karena desa Mekarjaya masih dianggap terlalu luas, maka dipecah
lagi menjadi desa Tamanjaya dan desa Mekarsakti.
Desa Tamanjaya terdiri dari empat dusun yaitu Tamanjaya, Cicurug, Ciseureuh dan
Pasir Baru. Dusun Tamanjaya dan Cicurug yang terletak di atas terpisah jauh dari dusun
Ciseureuh dan Pasir Baru yang berada di bawah. Kondisi ini disebabkan karena masyarakat di
“dusun atas” (Tamanjaya dan Cicurug) kekurangan lahan pertanian, sehingga masyarakat
Tamanjaya dan Cicurug membuka lahan pertanian di “dusun bawah” (Ciseureuh dan Pasir
Baru).
Saat terjadi pemekaran desa, belum ada yang menjabat sebagai kepala desa.
melainkan hanya pejabat sementara. Warga merasa harus punya kantor desa terlebih dulu
sebelum menyusun struktur desa. Saat jumlah perangkat desa masih terbatas, para pelaku
kriminalitas, seperti pencurian juga lebih mudah diselidiki, karena penduduknya yang
sedikit. Pada tahun setelahnya, jabatan kepada desa mulai diberlakukan. Masa jabatan
kepala desa tidak tentu, tergantung tingkat kepuasan masyarakat kepada kinerja
pemimpinnya. Daerah Tamanjaya semakin berkembang ketika kantor kecamatan akhirnya
pindah ke daerah ini kurang lebih pada tahun 1985. Kantor kecamatan sebelumnya ada di
daerah Cigaru yang cukup jauh dari Tamanjaya.
Sebelum dibangunnya akses transportasi yang baik dari Sukabumi, wilayah Tamanjaya
merupakan daerah yang penuh dengan hutan dan alang-alang. Belum ada jalan beraspal,
hanya ada jalan yang disusun dengan batuan-batuan. Harga barang-barang pada waktu itu
mahal karena para pedagang harus melewati akses jalan yang rusak untuk menjajakan barang
dagangannya. Masyarakat juga sering dibuat bingung oleh cara pemasaran hasil bumi. Harga-
harga masih dimonopoli oleh para tengkulak local, sehingga pedagang kurang mengetahui
harga resmi yang ditetapkan pemerintah. Pada tahun 2002, mulai dibangun pasar desa,
lapangan dan terminal.
Sekitar tahun 1970-1980an, pendidikan yang ada hanya setingkat Sekolah Dasar (SD).
Kondisi pendidikan masyarakat Tamanjaya sebelum tahun 1977 belum mencapai kondisi yang
baik. Pendidikan agama juga masih sulit diakses karena lokasinya sangat jauh. Mulai setelah
tahun 1975, bermunculan “sekolah rakyat” yang sekarang bertransformasi menjadi Madrasah
Ibtida’iyah (MI). Guru sebagai tenaga pengajar adalah dari masyarakat sendiri dan dari
Sukabumi.
Keadaan yang sama juga terjadi pada bidang kesehatan. Ketika sakit, melahirkan, atau
membutuhkan pertolongan kesehatan, masyarakat sekitar masih mengandalkan dukun. Baru
Setelah dibangun Puskesmas, masyarakat mulai beralih menggunakan tenaga medis untuk
menangani masalah kesehatan. Hingga tahun 1997, desa Tamanjaya baru menerima aliran
listrik. Sebelumnya, warga yang ingin menyalakan listrik menggunakan sumber daya
generator.
Saat ini, desa Tamanjaya sudah mulai kedatangan banyak orang dari Ciwaru,
Sukabumi, bahkan dari Jawa Tengah dan Yogyakarta. Wilayah ini juga mulai ramai karena
termasuk area Geopark yang menjadi. Selain menjadi kediaman penduduk, desa ini kerap
menjadi daerah tujuan wisatawan lokal maupun asing. Keadaan ini banyak merubah kondisi
fisik dan kehidupan sosial di desa yang semula sepi menjadi ramai. Sehingga pemerintah dan
masyarakat juga berinisiatif menambah infrastruktur desa.
3353 3178
Laki-laki Perempuan
331 593
632
583
545
535
551 496
394
758
317
535
Pekerjaan Penduduk
5000 4361
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500 1159
1000 515
500 71 2 76 0 29 29 18
0
Pekerjaan Penduduk
552
1438
803
SARANA PENDIDIKAN
DTA/MD SD MI MTs SMP MA
1
1
2 6
SARANA KESEHATAN
Puskesmas Puskesdes Posyandu
3 1
20
SARANA EKONOMI
Pasar Desa KUD Minimarket Toko/kios/warung
1 1 2
45
Desa Tamanjaya adalah salah satu desa yang masuk dalam kawasan Geopark Nasional
Ciletuh-Palabuhanratu, bahkan desa ini merupakan center point dari geopark tersebut Karena
keberadaan PAPSI sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang konservasi
dan pariwisata. Desa Tamanjaya secara administrasi terbagi menjadi 4 dusun, yaitu Dusun
Tamanjaya, Dusun Cicurug, Dusun Pasirbaru dan Dusun Ciseureuh. Pembagian geografis
keempat dusun sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang ada. Dusun Tamanjaya dan Dusun
Cicurug berada di bagian atas dari Amfiteater Ciletuh atau disebut juga sebagai Dataran Tinggi
Jampang (Jampang Plateau), sedangkan Dusun Pasirbaru dan Dusun Ciseureuh berada di
bagian bawah Amfiteater Ciletuh.
Secara geologi, kondisi batuan yang ada di Desa Tamanjaya sangat dipengaruhi oleh
bentukan alam. Batuan di dusun yang berada di bagian atas (Tamanjaya dan Cicurug) berjenis
batupasir turbidit (greywacke) yang berseling dengan batulanau dan breksi vulkanik yang
termasuk ke dalam Formasi Jampang (Sukamto, 1975) yang berumur Oligosen-Miosen. Hal ini
berbeda dengan litologi yang ada di dusun bagian bawah (Pasirbaru dan Ciseureuh) yang
berupa endapan, dengan batuan dasar berupa batupasir kuarsa anggota Formasi Ciletuh
(Sukamto, 1975) yang berumur Eosen-Oligosen.
Bencana alam yang berpotensi terjadi adalah gempa bumi serta gerakan massa atau
longsor. Gempa bumi seringkali dirasakan di wilayah Desa Tamanjaya, karena faktor dekatnya
wilayah desa terhadap zona subduksi di selatan Pulau Jawa serta terhadap zona Sesar Lembah
Cimandiri. Keduanya dapat menjadi sumber gempa bumi besar yang dapat memicu bencana
Gambar
A. 1.Panyawangan
Penyawangan Cekdam
Cekdam
Gambar 4. Panenjoan