Anda di halaman 1dari 6

ASAL USUL DESA CEMENG

Dahulu Desa Cemeng bernama Banaran yang dipimpin oleh seorang bekel yang
bernama Trononggo yang berkedudukan di Dusun Singkil. Perubahan nama Desa Banaran
menjadi Desa Cemeng terjadi pada saat Pacitan diperintah oleh Bupati Jayaniman atau
yang terkenal dengan sebutan Kanjeng Jimat.
Bupati Jayaniman adalah Bupati ke 3 di Kabupaten Pacitan. Bupati pertama Pacitan
dijabat oleh Setroketipo/ Setrowidjoyo I. Bupati kedua adalah Raden Mas Lancur dan yang
ketiga yaitu Jayadiman yang merupakan keturunan Ki Ageng Buwono Keling yang ke 12.
Jayadiman adalah orang yang pandai, berwibawa dan berani. Setelah menjadi bupati dia
bergelar Tumenggung Joyokaryo.
Tahun 1825 terjadi Perang Diponegoro, dimana Kolonial Belanda mengadu domba
antara orang pacitan dengan pasukan Diponegoro sehingga meninggalnya putra Bupati
Jayaniman, Cokrodiwiryo serta Wiryodikromo sehingga warga pacitan membenci Belanda.
Sejak saat itu Bupati Jayaniman bersatu dengan Pangeran Diponegoro untuk menumpas
Belanda dari Bumi Nusantara.
Suatu hari diceritakan rombongan Bupati Jayaniman melakukan perjalanan sampai di
Desa Banaran yaitu diperbatasan wilayah Wonogiri dengan Pacitan. Mereka disambut oleh
bekel Trononggo dan seluruh penduduk di dusun Singkil. Beliau dijamu dengan merebus
hasil panen, dan hasil pekarangan seperti kacang, ketela, jagung, pisang dll. Dan untuk
minumnya yaitu kelapa muda/ degan. Dengan santai Bupati Jayaniman duduk disebuah
batu yang disebut Batu Krapyak yang diiringi oleh Abdi Reptogati. Karena merasa haus
Bupati Jayaniman memecah buah kelapa tersebut dengan diadu bersama sang Abdi
Reptogati. Keanehannya terjadi saat buah kelapa kelapa tersebut diadu terdengar suara
menggelegar sampai diangkasa yang disertai kilatan cahaya melengkung disebelah selatan.
Dari kelapa tersebut muncul asap mengepul berwarna hitam tebal dan asap tersebut
membumbung ke udara sehingga daerah sekitar menjadi gelap.
Bupati Jayaniman mengatakan kepada bekel Trononggo dan seluruh penduduk bahwa
kejadian itu sebagai “Tolak Balak” penolakan dari ganggunan, ancama dan rintangan.
Bekel Trononggo berterimakasih kepada Bupati Jayaniman beserta rombongan.
Sejak saat itu desa Banaran disebelah timur disebut Desa Cemeng yang artinya hitam
yaitu asap hitam tebal. Disebelah barat disebut Desa Kemukus yang berasal dari kata kukus
yang artinya asap. Disebelah selatan dinamakan Dusun Song Lidah yang artinya song
adalah ceruk dan lidah adalah kilat. Sedangkan tempat yang ditempati Bupati Joyoniman
disebut Dukuh Singkil yang berarti kesele sikil.
Oleh karena itu setiap hari Senin Legi Bulan Dulkaidah/ Longkang setiap tahunnya
diperingati sebagai “Bersih Desa” yang di siang harinya diadakan adu kelapa dan pada
malam harinya diadakan wayang kulit. Sedangkan Batu Krapyak yang digunakan duduk
Bupati Jayaniman kini dikeramatkan oleh penduduk setempat karena dianggap Bupati
Jayaniman orang yang sakti yang mendapat sebutan Kanjeng Jimat.
Ceprotan

Dikisahkan pada zaman dahulu Panji Asmorobangun dari Jenggala pernah menikah
dengan Dewi Anggraheni yang sangat dicintainya tanpa sepengetahuan Prabu Lembu
Amiluhur. Padahal sebenarnya Paanji telah ditunangkan dengan Dewi Sekartaji. Oleh
karena itu menurut pertimbangan Dewi Kilisuci, Dewi Angggraheni harus dipisahkan dari
Panji Asmorobangun dan diasingkan ke dalam hutanoleh Raden Brajanata atas perintah
Dewi Kilisuci.
Panji Asmorobangun akhirnya dinikahkan dengan Dewi Sekartaji. Namun karena
rasa cintanya terhadap Dewi Anggraheni yang begitu besar, bersama abdi kinasihnya ia
mengembara tanpa arah dan tujuan yang jelas.
Kepergian Panji Asmorobangun membuat Dewi Sekartaji merasa sedih. Iapun
bermaksud menyusul dan mencari suaminya. Ia menyamar sebagai orang desa dan pergi ke
pedesaan yang jauh dari kota kerajaan.
Tersebutlah Ki Godheg, ia adalah seorang keturunan pertama dari Gusti kalak atau
Pangeran Prawirayuda putra Raja Brawijaya yang menjadi pembesar ditanah Maja dan
Kalak serta daerah sekitarnya. Ki Godheg merupakan orang yang mempunyai kesaktian
tinggi yang diwarisi dari ayahandanya, Gusti Kalak. Selain mewarisi kepek yang berisi
jimat yang bersal dari Prabu Brawijaya yang diberikan kepada putranya Prawirayuda
(Gusti Kalak).
Ki Godheg menjadi tetua setelah Gusti Kalak meninggal. Ia membabat hutan yang
belum semuanya dibuka oleh Gusti Kalak. Tepatnya disebelah utara dari Kalak sekitar 14
km yang sekarang dikenal sebagai Desa Sekar Kecamatan Donorojo. Sebagai orang
terkemuka yang mempunyai kelebihan, ia sering didatangi banyak pendatang yang ingin
berguru kepadanya. Banyak santri dan muridnya yang memperoleh berbagai ilmu agama
Islam, ilmu kebatinan, kanuragan, kekebalan dan ilmu kesaktin yang lainnya. Di setiap
akhir penurunan ilmu selalu ditutup dengan telasan (ritual akhir) dari proses panjang orang
yang berguru yaitu disediakan nasi tumpeng dan panggang ayam serta kolot. Semua murid
secara bergilir dicoba keberanian, keyakinan, dan kekebalannya dengan cara mengambil
panggang ayam tersebut, serta murid murid yang lain melemparinya dengan kelapa muda
Yang telah didiamkan sebulan lebih sehingga baunya sangat tidak sedap/ bacin.
Menurut kepercayaan penduduk setempat, Ki Godheg pernah didatangi oleh seorang
putri yang cantik yang meminta ijin untuk tinggal didaerah tersebut. Putri tersebut tidak lain
adalah Sekartaji yang mencari Panji Asmoro Bangun. Ki Godheg menyetujuinya, kemudian
diambilkannya minuman yaitu degan. Sekar taji sangat berterimakasih dan keajaibanpun
terjadi sisa degan yang diminum tadi ditumpahkan ditempat itu dan muncullah sumber air.
Yang diberinama Sumber Air Sekar.
Sebagai bukti peninggalan dari cerita tersebut, di dusun Krajan Kidul Desa Sekar
terdapat makam Ki Godheg yang dianggap keramat oleh penduduk setempat yang
disampingnya ada sumber air sekar.
Untuk mengenang setiap tahun di bulan Dulkaidah atau Longkang diadakan upacara
adat yaitu Ceprotan. Upacara tersebut sebagai ritual selamatan/ tolak balak atau disebut
bersih desa. Upacara ceprotan dilaksanakan secara meriah dan yang sangat terkenal bukan
hanya di wilayah sekar dan sekitarnya saja tapi banyak wisatawan luar negeri yang ingin
melihat prosesi upacara tersebut. Ceprotan dimulai saat tenggelamnya matahari. Namun
kini upacara ceprotan sudah dimodifikasi dan dikalaborasi dengan budaya setempat.
BIODATA SISWA LOMBA BERCERITA

NAMA : FARDAN KHOLIF KHABIRUDIN

KELAS : IV (EMPAT)

JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

TEMPAT TANGGAL LAHIR : PACITAN, 08-04-2008

ASAL SEKOLAH : SDN DONOROJO II

Mengetahui,
Kepala Sekolah Peserta

SOKIRAN, S.Pd FARDAN KHOLIF KABIRUDIN


NIP. 19631110 198303 1 021
BIODATA SISWA LOMBA BERCERITA

NAMA : KAIESA PUTRI MAHARANI

KELAS : IV (EMPAT)

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

TEMPAT TANGGAL LAHIR : PACITAN, 02-02-2008

ASAL SEKOLAH : SDN DONOROJO II

Mengetahui,
Kepala Sekolah Peserta

SOKIRAN, S.Pd KAIESA PUTRI MAHARANI


NIP. 19631110 198303 1 021

Anda mungkin juga menyukai