2.3.2
2.3.3 Kompetensi Dasar:
2.3.4 3.7 Mengidentifikasi nilai-nilai da nisi yang terkandung dalam cerita rakyat
(hikayat) baik lisan maupun tulis.
2.3.5 4.7 Menceritakan kembali isi cerita rakyat (hikayat) yang didengar dan dibaca.
2.3.6
2.3.7 PENGANTAR
2.3.8 Indikator:
2.3.9 3.7.1 Mengidentifikasi isi pokok cerita rakyat (hikayat) dengan bahasa sendiri.
2.3.10 3.7.2 Mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat dalam cerita rakyat (hikayat).
2.3.11 4.7.2 Menceritakan kembali isi cerita rakyat (hikayat) ke dalam bentuk cerpen.
2.3.12
Apa kalian tahu bahwa di Indonesia memiliki cerita rakyat dari berbagai
daerah? Ayo kalian sebutkan cerita rakyat apa saja yang sudah kalian ketahui! Ya,
bagus sekali! kalian sering mendengar cerita rakyat, mungkin yang pernah
diceritakan oleh ayah atau ibu kalian saat kalian masih kecil. Sudahkah kamu
mengenal cerita rakyat yang berupa hikayat? Hikayat adalah salah satu jenis cerita
rakyat, seperti yang lainnya hikayat memiliki banyak nilai-nilai kehidupan. Salah
satu contoh cerita rakyat yang dimiliki oleh Indonesia adalah cerita rakyat tentang
ritual Siraman Gong Kyai Pradah. Pernahkah kalian mendengar atau melihat
prosesi ritual Siraman Gong Kyai Pradah? Jika iya, apakah yang dimaksud ritual
Siraman Gong Kyai Pradah? Bagaimanakah prosesi ritual Siraman Gong Kyai
Pradah? Nah, sekarang kita akan membahas tentang ritual Siraman Gong Kyai
Pradah.
Kalian tahu dimana lokasi dimana terjadinya ritual Siraman Gong Kyai
Pradah? Lokasi tempat terjadinya ritual tersebut adalah di Lodoyo, Kecamatan
Kalipang, Kabupaten Blitar. Ritual Siraman Gong Kyai Pradah dilaksanakan
setahun dua kali yaitu pada 1 Syawal dan 12 Maulud, ritual ini masih dilakukan
hingga saat ini. Akan tetapi masih banyak generasi muda yang tidak tahu asal usul
atau mitos-mitos mengenai ritual Siraman Gong Kyai Pradah. Padahal ritual ini
memilki banyak manfaat bagi kehidupan bermasyarakat dan juga manfaat untuk
pedoman hidup masyaraat salah satu contohnya yaitu mengajarkan masyarakat
untuk berlatih goton royong, berlatih bersedekah, bermusyawarah, dan sikap cinta
budaya Indonesia.
Setelah pembelajaran ini kalian memiliki wawasan baru tentang ritual
Siraman Gong Kyai Pradah. Berikut ini akan disajikan cerita rakyat (hikayat)
tentang kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Jawa di Lodoyo. Tugas
kalian adalah mengidentifikasi nilai-nilai dan isi yang terkandung dalam cerita
rakyat (hikayat) baik lisan maupun tulis, membandingkan alur cerita rakyat
(hikayat) dan cerpen, serta menceritakan kembali isi cerita rakyat (hikayat) yang
didengar dan dibaca. Ayo kita belajar bersama mengenal ritual Siraman Gong
Kyai Pradah.
2.3.14 Ayo Membaca
Ritual Siraman Gong Kyai Pradah
Pada zaman dahulu kala antara tahun 1704-1719 Masehi di kerajaan
Kertosuro hiduplah raja yang bernama Sri Susuhunan Paku Buwono I dimana
beliau mempunyai kakak laki-laki tiri bernama Pangeran Prabu yang lahir dari
seorang selir. Ketika penobatan Sri Susuhunan Paku Buwono I sebagai raja di
kerajaan Kertosuro, sang kakak Pangeran Prabu merasa kecewa dan iri dengan
adiknya sehingga beliau mempunyai keinginan jahat untuk membunuh sang adik
Sri Susuhunan Paku Buwono I. Akan tetapi keinginan jahatnya sudah diketahui
oleh sang adik sehingga Pangeran Prabu harus menerima hukuman atas
tindakannya. Akhirnya Pangeran Prabu diusir dari kerajaan dan mendapatkan
hukumannya, hukuman yang diterima Pangeran Prabu ialah menebang hutan
lebat yang berada di wilayah Lodoyo yang pada saat itu terkenal dengan
keangkeran dan dipenuhi hewan-hewan buas.
Pangeran Prabu menjalani hukumannya dengan ditemani sang istri yang
bernama Putri Wandansari dan pengikut setianya bernama Ki Amat. Beliau
membawa pusaka suci berupa Gong untuk melindungi diri, gong tersebut biasa
disebut Kyai Bicak. Pangeran Prabu beserta istri dan pengikutnya berjalan dari
Surakarta menuju kearah timur untuk tiba di hutan Lodoyo. sesampainya di
Lodoyo Pangeran Prabu menuju kerumah seorang janda bernama Nyi Potrosuto
di desa Ngekul. Akan tetapi beliau tetap merasakan kesedihan dan kekecewan
oleh karena itu beliau memutuskan untuk besemedi di Hutan Pakel. Sebelum
keberangkatannya bersemedi Pangeran Prabu menitipkan Pusaka Kyai Bicak
kepada Nyi Potrosuto dengan pesan agar :
1. Setiap tanggal 1 Syawal dan 12 Maulud pusaka tersebut harus
dimandikan dengan air bunga setaman.
2. Air bekas memandikan pusaka tersebut dapat digunakan untuk
menyembuhkan penyakit serta menentramkan hati bagi siapa yang
meminunya.
Pada suatu waktu sangat kebingungan karena terpisah dengan sang
Pangeran Prabu, kemudian Ki Amat Tariman mencoba untuk membunyikan
Gong Kyai Bicak sebanyak tujuh kali dengan tujuan meminta bantua kepada
Pangeran Prabu. Akan tetapi yang datang menghampiri Ki Amat Tariman justru
dua ekor harimau yang datang menghampiri alih-alih menyerang dua ekor
hariamau itu melindungi dan menjaga belaau oleh sebab itu Gong Kyai Bicak
mendapatkan nama lain atau sebutan lain yaitu Kyai Macan atau Kyai Pradah.
Pada saat Pangeran Prabu di pesanggrahan hutan Pakel beliau tidak
merasakan ketenangan akhirnya beliau memutuskan untuk meninggalkan
tempat itu dengan meninggalkan semua pakaian yang ia pakai, sehingga tempat
itu hingga sekarang masih dikeramatkan oleh masyarakat setempat di sekitar
hutan Pakel. Pangeran Prabu melanjutkan perjalanannya menuju arah barat akan
tetapi ketika diperjalanan beliau bertemu dengan prajurit Kerajaan Surakarta
yang akhirnya menimbulkan perselisihan dan peperangan beruntunglah
peperangan tersebut dimenangkan oleh Pangeran Prabu. Pangeran Prabu
menunggu di bukit Gelung hingga keadaan benar-benar aman. Setelah keadaan
dirasan sudah aman Pangeran Prabu kemudian melanjutkan perjalanannya
menuju hutan Keluk yang pada saat ini disebut desa Ngrejo, di tempat inilah
Pangeran Prabu memangkas rambutnya yang kemudian ditanam bersama
dengan mahkota kebangsawanannya, tempat ini hingga sekarang masih
dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Pangeran Prabu melanjutkan perjalanannya menuju hutan Dawuhan,
ketika sampainya disitu Pangeran Prabu membuka ladang petanian denga
menanami padi. Akan tetapi karena tananhnya gersang sehingga tanaman padi
tersebut tidak dapat dipanen sehingga tempat tersebut dinamakan Gagawurung
yang artinta gagal panen. Dari tempat Gagawurung Pangeran Prabu melanjutkan
kembali perjalannannya menuju hutan Darungan, di tempat ini istri dari
Pengeran Prabu melahirkan seorang putra akan tetapi anak tersebut tidak
berumur panjang dan akhirnya dimakamkan di gunung Pandan sebelah utara
gunung Betet. Kemudian perjalanan Pangeran Prabu diteruskan ke timur
melewati daerah Jegu, Gondanglegi, Tawangrejo, dan sampailah di
Kedungwungu. Beberapa bulan berada di Kedungwungu Nyi Wandansari istri
Pangeran Prabu
hamil dan melahirkan di gunung Kaulon. Beliau melahirkan putra kembar akan
tetapi putranya kembarnya meninggal dunia karena pada saat itu belum ada
peralatan kesehatan untuk membantu proses melahirkan yang memupuni
sehingga tempat tersebut dinamakan gunung Piranti oleh Pangeran Prabu.
Sampai di gunung Piranti inilah kisah perjalanan Pangeran Prabu berakhir dan
belum ada yang tahu mengenai keberadaannya selanjutnya.
Ayo Berdiskusi
Ayo Berdiskusi
Bacalah kembali cerita rakyat (hikayat) “Sejarah Munculnya Pusaka Gong Kyai
Pradah di Lodoyo” dan temukan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita
tersebut!
Nilai Kutipan Teks
Ketika penobatan Sri Susuhunan Paku Buwono I sebagai
raja di kerajaan Kertosuro, sang kakak Pangeran Prabu
merasa kecewa dan iri dengan adiknya sehingga beliau
mempunyai keinginan jahat untuk membunuh sang adik Sri
Susuhunan Paku Buwono I.
Beliau membawa pusaka suci berupa Gong untuk
melindungi diri, gong tersebut biasa disebut Kyai Bicak.
Pangeran Prabu beserta istri dan pengikutnya berjalan dari
Surakarta menuju kearah timur untuk tiba di hutan Lodoyo.
Sebelum keberangkatannya bersemedi Pangeran Prabu
menitipkan Pusaka Kyai Bicak kepada Nyi Potrosuto
dengan pesan agar setiap tanggal 1 Syawal dan 12 Maulud
pusaka tersebut harus dimandikan dengan air bunga setaman
serta air bekas memandikan pusaka tersebut dapat
digunakan untuk menyembuhkan penyakit serta
menentramkan hati bagi siapa yang meminunya.
Pangeran Prabu melanjutkan perjalanannya menuju arah
barat akan tetapi ketika diperjalanan beliau bertemu dengan
prajurit Kerajaan Surakarta yang akhirnya menimbulkan
perselisihan dan peperangan beruntunglah peperangan
tersebut dimenangkan oleh Pangeran Prabu.
Pangeran Prabu melanjutkan perjalanannya menuju hutan
Dawuhan, ketika sampainya disitu Pangeran Prabu
membuka ladang petanian denga menanami padi. Akan
tetapi karena tananhnya gersang sehingga tanaman padi
tersebut tidak dapat dipanen sehingga tempat tersebut
dinamakan Gagawurung yang artinta gagal panen.
Kemudian perjalanan Pangeran Prabu diteruskan ke timur
melewati daerah Jegu, Gondanglegi, Tawangrejo, dan
sampailah di Kedungwungu. Beberapa bulan berada di
Kedungwungu Nyi Wandansari istri Pangeran Prabu hamil
dan melahirkan di gunung Kaulon. Beliau melahirkan putra
kembar akan tetapi putranya kembarnya meninggal dunia
karena pada saat itu belum ada peralatan kesehatan untuk
membantu proses melahirkan yang memupuni sehingga
tempat tersebut dinamakan gunung Piranti oleh Pangeran
Prabu.
Kotak Info