Anda di halaman 1dari 7

BAHASA INDONESIA KELAS X

TOPIK : TEKS HIKAYAT


WAKTU : 4 JAM PELAJARAN

KOMPETENSI DASAR :
3.7 Mengidentifikasi nilai-nilai dan isi yang terkandung dalam cerita rakyat (hikayat) baik lisan maupun
tulis.

4.7 Menceritakan kembali isi cerita rakyat (hikayat) yang didengar dan dibaca.

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi teks hikayat, peserta didik diharapkan mampu:


1. menjelaskan pengertian hikayat dengan tepat;
2. menuliskan enam ciri (karakteristik) hikayat dengan benar;
3. menemukan enam isi unsur intrinsik hikayat dengan benar;
4. mengidentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam hikayat; dan
5. menceritakan kembali isi hikayat dengan benar.

Nilai-Nilai Kearifan dalam Hikayat

Indonesia sangat kaya dengan cerita rakyat, setiap daerah di nusantara memiliki cerita
rakyat yang menarik dan mengandung nilai-nilai kearifan yang masih relevan saat ini. Salah satu
cerita rakyat yang menarik untuk dipelajari adalah hikayat. Apakah Anda pernah membaca
hikayat? Cerita hikayat apa yang pernah Anda baca?
Ada beberapa hikayat yang berasal dari zaman peralihan Hindu-Islam, yaitu Hikayat
Puspa Wiraja, Hikayat Parang Punting, Hikayat Langlang Buana, Hikayat Si Miskin, Hikayat
Indera Bangsawan, Hikayat Indera Putra, Hikayat Indera Jaya Pahlawan, dan sebagainya.

Pada pembahasan materi hikayat, Anda akan menggali nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam cuplikan
hikayat. Hal tersebut akan menambah kearifan dalam diri Anda yang dapat diterafkan dalam kehidupan Anda
saat ini.
Coba Anda baca dengan saksama dan pelajari nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam cuplikan
hikayat Indera Jaya Pahlawan (1992: 20-21) di bawah ini dengan baik!
Hikayat Indera Jaya Pahlawan

Syahdan maka Indra Jaya pun berpikir, “jikalau aku katakannya anaknya, aku ini tiada
dapat aku hendak melihat termasa segala negeri raja-raja di dalam alam ini. Tiada aku
dilepaskannya. Baik juga jangan aku katakan .” Setelah itu maka katanya. “Nama hamba
ini Indra Jaya Pahlawan. Datang hamba ini tiada tertentu, sesat ke atas gunung ini, akan
bapaku ini dari mana dan apa mulanya? Maka bapaku menjadi bintang ini?” Maka kata
Raja Bulia Kesna, “ Hai , anakku, akan Ayahanda ini asalnya raja di Negeri Syamsu Alam
Bahrul Asyikin. Nama Ayahanda ini Raja Bulia Kesna, hamba ini dari sebab ingin hendak
beranak maka hamba bertapa laki-istri empat puluh hari empat puluh malam. Maka
Ayahanda dapat alamat, katanya, ‘Pergilah engkau ambil bunga wanta di atas mercu
Gunung Bala Dewangga. ‘ setelah itu, maka Ayahanda Bunda pun pergilah membawa
Adinda Tuan ini diiringi rakyat, menteri, hulubalang Ayahanda. Maka sehingga naik setengah
gunung itu, kalakian maka hujan bertiup pun turunlah terlalu keras, hari malam gelap gulita.
Maka segala rakyat, menteri // Ayahanda pun habis diterbangkan oleh angin kemana-mana
perginya tiadalah Ayahanda tahu. Maka tinggallah Ayahanda dua laki- istri juga.
Syahdan maka Ayahanda gagahi juga naik ke gunung ini sampai ke mercu gunung ini.
Maka ayahanda pun masuklah mandi ke dalam kolam itu. Maka terlihatlah kepada bunga
wanta dadu itu. Ayahanda berenang mengambil; setelah dapat maka Ayahanda dua laki-istri
makanlah. Setelah sudah, maka Ayahanda kedua telah sudah menjadi gajah. Kepada
suatu malam hamba tidur di bawah pohon kayu ini. Maka datang Langlang Buana, katanya
kepada istri hamba, ‘Jikalau engkau beranak umur dua tahun, engkau buangkan ia ke dalam
kolam itu.’ Telah hamba beranak dua tahun umurnya, hamba buangkan ke dalam kolam
anak hamba itu. Sekarang pun mati entah hidup, tiadalah hamba ketahui.”Adapun Maharaja
Bulia Kesna berkata itu air matanya bercucuran oleh menyebut anakanda baginda itu, lebih
pula Permaisuri yang sangat menangis. Kalakian maka Indra Jaya pun turut menangis oleh
belas hatinya mendengar cerita itu. Maka kata Maharaja Bulia, “Hai, anakku, berapa
lamanya Ayahanda kedua ini menjadi gajah tiadalah hamba ketahui halnya hamba. Dan
sampailah sekarang akan hamba menjadi manusia ini pun hamba tadi tiada khabarkan diri
serta hamba terkejut. Hamba lihat anakku ada terdiri di bawah kaki. Akan hamba pun
sudah menjadi manusia, tiadalah hamba ketahui. “Maka sahut Indra Jaya, “Hai, Sri
Maharaja, hambalah yang membunuh gajah laki-istri itu. Hamba panah.
Sebab pun maka hamba bunuh, dari hamba takut melihat rupanya. Telah gajah itu
mati, tiba-tiba hamba lihat bangkainya itu pun // gaib keduanya. Akan bapakulah kedua yang
ada tidur kepada tempat gajah itu seperti rupanya. Maka Patikpun siram dengan air kalik
patik. Maka Tuanku kedua pun sadarlah ini.”
Setelah Maharaja Bulia mendengar kata Indra Jaya itu, syahdan maka keduanya pun
memeluk mencium Indra Jaya seraya katanya, “Hai, anakku dan buah hatiku. Telah menerima
kasihlah Ayah Bunda akan kasih Tuan, seperti berhutang nyawalah Ayah Bunda kepada
Tuan. Ya, anakku, Ayahanda bertanya kepada tuan, berkata benarlah kiranya engkau
kepada Ayahanda. Apa bangsanya anakku ini? Jin atau dewakah, anak manusiakah, dan di
mana negeri Tuan supaya Ayah Bunda pergi bersama-sama Tuan?”
Syahdan maka Indra Jaya pun menyembah katanya, “Ya, Syah Alam, nama
ayahanda bunda patik tiadalah patik tau. Dari kecil di dalam ini, tetapi akan asal patik,
manusia. Patik selama-lamanya berjalan ke sana kemari mencari makanan, lalu saat naik
gunung ini bertemulah dengan Sri Maharaja ini.” Maka dipeluk dicium oleh Maharaja Bulia
Kesna Indra Jaya, katanya, “Jikalau demikian, Tuan, baiklah Ayahanda ambil akan anak
karena aku pun tiada beranak. Marilah Tuan, kita pulang ke Negeri Syamsul Alam supaya Tuan
Ayahanda rajakan di sana, ganti Ayahanda. Sepuluh hari juga jauhnya dari gunung ini, “ Maka
kata Indra Jaya, “ Bersama-samalah kita, masukkan, Tuanku sudi berhambakan patik,
usahlah dahulu Tuanku berangkat ke negeri Tuanku. Baik juga Tuanku tinggal di gunung
ini. Kita membuat negeri di sini.” Maka kata Baginda itu, “Wah, anakku, berapa harinya kita
membuat negeri karena // kita hanyalah berdua orang.” Maka kata Indra Jaya, “Ya, Syah Alam,
Tuanku lihat juga kebesaran Dewata Mulia Raya.”

1. Pengertian Hikayat

Masyarakat Indonesia mempunyai banyak cerita rakyat yang merupakan karya sastra lama
atau karya sastra melayu klasik. Cerita rakyat tersebut berasal dari tradisi lisan, berupa cerita
lisan dan biasanya dituturkan dari generasi ke generasi secara lisan, dari mulut ke mulut, yang biasa
disebut leluri. Salah satu bentuk cerita rakyat tersebut adalah hikayat. Hikayat merupakan
salah satu bentuk karya sastra lama yang berbentuk prosa.
Menurut Wiyatno (2005:76) Hikayat adalah salah satu bentuk karya sastra lama. Cerita
hikayat berkisar mengenai lingkungan istana, raja, keluarga raja, dan para punggawa istana. Bahasa
yang dipergunakan dalam hikayat sudah jauh berbeda dengan bahasa Indonesia sekarang. Hal
ini disebabkan hikayat merupakan karya sastra Melayu klasik yang ditulis beberapa abad lalu.
Hikayat merupakan karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita,
undang-undang, dan silsilah (bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-
sifat itu). Hikayat dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk
meramaikan pesta, misalnya, Hikayat Hang Tuah; Hikayat Perang Palembang, Hikayat Seribu
satu Malam. (KBBI V, 20015: 401)
Dilihat dari waktu kemunculannya, hikayat merupakan hasil sastra zaman peralihan, dan
hikayat itu sendiri adalah kata Arab yang berarti cerita. Hikayat dalam bahasa Arab/ Parsi mula-
mula berarti cerita pendek dan hanya mendapat maknanya sebagai cerita panjang sesudah Hikayat
Muhamad Hanafiah diciptakan (Liaw Yock Fang, 1991: 151).
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa hikayat adalah karya
sastra melayu klasik atau karya sastra lama berbentuk prosa yang isi ceritanya berkisar
mengenai kehidupan kerajaan.
Hikayat memiliki nilai moral yang bermanfaat bagi kita. Biasanya bahasa yang
dipergunakan adalah bahasa melayu lama. Oleh karena itu, bila kita membaca hikayat harus cermat
untuk memahaminya.

2. Ciri-ciri Hikayat
Seperti halnya karya sastra lainnya, hikayat mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut Liaw Yock
Fang (1991: 151) sastra melayu lama pada umumnya tidak bertarikh dan tidak ada nama
pengarangnya. Sastra melayu lama tertulis dalam bahasa Arab. Ini berarti sesudah Islam masuk dan
huruf Jawi diciptakan, sastra melayu lama baru lahir dari pertemuan sastra yang berunsur Hindu
dengan pengaruh Islam.
Menurut Tukan (2006:77) karya sastra prosa melayu klasik termasuk hikayat
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Biasanya berisi hal-hal yang luar biasa dan berkisar pada kehidupan istana.
b. Menggunakan kata-kata bahasa Arab, kata-kata yang sukar, dan ungkapan atau bahasa
klise.
c. Biasanya anonim atau tidak diketahui nama pengarangnya.
d. Cara bercerita hampir semua sama, hikayat umumnya merupakan cerita berbingkai, yaitu
cerita yang di dalamnya terdapat cerita-cerita lain yang dituturkan oleh pelaku- pelaku
cerita.
Widodo (2000:111) menjelaskan bahwa karya sastra Melayu Klasik memiliki sifat-sifat atau
ciri-ciri sebagai berikut.
a. Ceritanya berkisar seputar kehidupan istana. Oleh karena itu, disebut istana centris.

b. Menggambarkan tradisi masyarakat yang lebih menonjolkan kekolektifan daripada


keindividualan. Sebagai akibat logis dari tradisi kolektivisme, sebuah karya sastra
Melayu Klasik dianggap sebagai milik bersama, bukan milik individu. Oleh karena itu,
karya sastra Melayu Klasik bersifat anonim, pengarangnya tidak dikenal.

c. Sastra Melayu Klasik berasal dari tradisi lisan. Disampaikan dari generasi ke generasi
secara lisan, dari mulut ke mulut yang biasa disebut leluri.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa karya sastra melayu klasik
yang berupa hikayat memiliki cerita yang berpusat pada kehidupan istana (istana sentris/ keraton
sentris) yaitu ceritanya seputar kehidupan kerajaan. Ceritanya pralogis yaitu cerita dalam hikayat
tidak berlogika (tidak sama dengan kenyataan umum atau tidak menggunakan pendekatan realistis,
cerita yang disampaikan tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari yang biasa dialami oleh
manusia). Dipengaruhi kesusastraan Arab dan Hindu. Berkembang secara statis. Nama
pengarangnya tidak dicantumkan atau tidak ada (anonim). Ditulis dalam bentuk prosa. Naskah asli
hikayat lebih banyak ditulis dengan huruf Arab Melayu.
Tugas 1
1 Bacalah Hikayat Indera jaya Pahlawan yang disajikan dan Bunga kemuning (buku paket hal.116)
2 Identifikasikanlah karakteristik hikayat tersebut dengan menggunakan tabel berikut ini.
NO Karakteristik Kutipan teks
1 Kemustahilan
2 Kesaktian
3 Istanasentris
3. Unsur Intrinsik Hikayat
Unsur intrinsik yaitu unsur yang terdapat dalam karya sastra yang merupakan unsur
pembentuk karya sastra. Wellek dan Warren (1995: 156) menyebutnya dengan istilah
pendekatan intrinsik. Sedangkan yang termasuk unsur intrinsik yang disebutkan dalam
beberapa buku pelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Kurikulum 2013, Wellek dan Warren menyebutnya dengan istilah unsur pembentuk karya
sastra.
Unsur intrinsik hikayat yang dimaksud dalam KTSP dan Kurikulum 2013 adalah alur,
tema, penokohan, latar, gaya bahasa, sudut pandang pengarang / point of view, dan amanat.
Alur /plot yaitu jalan cerita, merupakan liku-liku suatu peristiwa yang mengikat jalan
cerita sehingga memiliki klimaks dan antiklimaks dari hubungan-hubungan antarkejadian dalam
sebuah cerita.
Tema adalah pokok cerita yang merupakan sumber permasalahan dan pembahasan dalam
cerita.
Istilah penokohan mencakup dua hal yaitu tokoh dan karakter yang diletakkan
pengarang kepada tokoh tertentu. Tokoh dapat diartikan sebagai pelaku cerita, sedangkan
karakter atau perwatakan disebut juga gambaran rupa atau pribadi atau watak pelaku dalam
cerita.
Latar atau setting menunjukkan sebuah lokasi atau tempat kejadian sebuah peristiwa tengah
berlangsung. Di samping latar tempat dan latar waktu dalam teori sastra ada bermacam-macam
latar yang harus diperhatikan secara cermat, diantaranya latar sosial, latar budaya, latar ekonomi,
latar politik, latar agama, dan sebagainya.
Gaya bahasa yaitu pemakaian bahasa dalam bertutur atau bercerita, pemakaian ragam
tertentu atau ciri-ciri tertentu atau cara khas dalam cerita untuk memperoleh efek-efek tertentu.
Sudut pandang pengarang (point of view) pada hakikatnya merupakan cara, strategi,
teknik, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasannya,
apakah pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama dengan menggunakan kata ganti
orang pertama atau sudut pandang orang ketiga dengan menyebutkan tokoh-tokoh dalam
cerita.
Amanat, yaitu pesan yang ingin disampaikan pengarang lewat cerita yang ditulisnya. Supaya
Anda lebih memahami unsur intrinsik hikayat, berikut disajikan analisis unsur intriksik hikayat yang
sesuai dengan cuplikan hikayat Indera Jaya Pahlawan yang disajikan dalam modul ini.
Unsur Intrinsik Isi Pembahasan
Tema Perjuangan dan kepahlawan, yaitu menceritakan seorang anak yang
sakti dapat berjuang menolong orang tuanya dan masyarakat yang
mendapat kesulitan.
Penokohan Indra Jaya Pahlawan, yaitu seorang yang sakti dan suka menolong
orang yang mendapat kesulitan.
Raja Bulia Kesna adalah ayah Indra Jaya Pahlawan seorang raja yang
bijaksana, adil, gigih, rela berkorban tidak pernah putus asa,
mempunyai semangat yang tinggi untuk meraih cita-citanya.
Alur/ plot Menceritakan seorang raja yang bernama Bulia Kesna. Raja tersebut
sangat adil, bijaksana, disayangi rakyatnya, dan disegani oleh kerajaan
lain, tetapi sayang raja tersebut belum dikarunia putra, meskipun sudah
lama hidup berumah tangga, sehingga dia bertapa dan berdoa kepada
dewa-dewa supaya dikarunia anak. Untuk mendapatkan anak tersebut,
ada beberapa persyaratan yang sangat berat, diantaranya berubah wujud
menjadi binatang dan kerajaannya hancur oleh topan dan badai, tetapi
dengan kegigihannya segala cobaan tersebut dapat dilalui dan akhirnya
mempunyai anak yang sangat sakti yang bernama Indra Jaya Pahlawan.
Karena kesaktiannya Indra Jaya Pahlawan dapat merubah wujud ayah
dan ibunya menjadi manusia lagi, dan dapat menciptakan sebuah
kerajaan untuk ayahnya.

Latar/ Setting  Latar waktu: zaman dahulu


 Latar tempat: di Negeri Syamsu Alam Bahrul Asyikin, di Gunung
Bala Dewangga.
 Latar suasana: menegangkan dan menyedihkan.

Sudut pandang Orang ketiga sebagai pencerita


Gaya bahasa  Menggunakan gaya bahasa pleonasme, yaitu cerita yang
disajikan berlebihan, mengungkapkan kesaktian tokoh secara
berlebihan, pralogis, misalnya, seorang raja karena
kesaktiannya bisa berubah wujud menjadi binatang, bisa
menciptakan sebuah negeri, bisa terbang.
 Menggunakan bahasa melayu klasik, dengan kata-kata arkais,
kalimat yang digunakan tidak efektif, ada beberapa kata yang
diulang dalam satu tuturan.

Amanat  Seorang anak harus menyayangi dan membantu orang tua


dengan tulus.
 Membantu masyarakat yang sedang mendapat kesulitan.
 Seorang raja harus adil dan bijaksana supaya disayangi
rakyatnya dan memberikan contoh yang baik bagi rakyatnya.

Unsur ekstrinsik merupakan unsur pembangun dari luar karya sastra yang
mempengaruhi unsur dalam karya sastra. Unsur ekstrinsik hikayat berkaitan dengan nilai-nilai yang
terdapat dalam hikayat berupa nilai religius (agama), moral, budaya, sosial, edukasi
(pendidikan), dan estetika (keindahan). Nilai agama dalam hikayat, yaitu agama yang
dipercayai tokoh dalam hikayat.
Tugas
Bacalah Hikayat Indera bangsawan (buku paket hal.108), kemudian analisis unsur intrinsiknya!

Anda mungkin juga menyukai