Anda di halaman 1dari 11

KALUAK RANDAI 379

Kaluak Randai, adalah judul buku karangan M.Rasjid Manggis Dt. Radjo Panghulu,
diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Balai Pustaka, Jakarta
1980; 23 halaman, 21 x16 cm. Kaluak Randai (Minang), keluk atau relung mengandung arti
seluk beluk tentang randai. Randai adalah teater trasional Minangkabau. Kaluak randai dapat
diartikan seluk beluk tentang sastra randai yang merupakan sastra lama Minangkabau.

Kaluak Randai berisi keterangan tentang:

1) *kaba, dan

2) *randai.

Menurut M. Rasyid Manggis, *randai itu erat hubungannya dengan *kaba. Randai adalah
lanjutan dari kaba yang dituangkan dalam bentuk khas. Dalam uraian selanjutnya dijelaskan
dalam bukunya ini, uraian dan perbandingan yang mendalam tentang pengertian kata kaba.
Penjelasannya dapat dimasukkan ke dalam katagori semantik, yaitu ilmu tentang makna kata,
seluk beluk dan pergeseran arti kata.

M. Rasjid Manggis Dt. Rajo Panghulu dalam Kaluak Randai menguraikan kaba: :
pengertian, jenis, isi kaba, pertumbuhan kaba, tukang kaba, penulisan kaba, pendapat tentang
kaba, dan proses penciptaan. Menurut Rasjid Manggis Dt. Rajo Panghulu, randai merupakan
lanjutan kaba, yang dituangkan dalam bentuk khas.

1. Kaba

1.1. Pengertian kaba

Kaba dapat diartikan kebal seperti tahan senjata.

Kaba dipandang dari sudut asalnya dari kata Arab khabarun, artinya berita atau
warta. Khabarun dalam bahasa Indonesia diucapkan khabar, berubah lama kelamaan
menjadi kabar dan dalam bahasa Minang diucapkan kaba.

Tetapi pengertian kaba yang dimaksud dalam naskah ini lebih luas maknanya
daripada khabar menurut logat Arab. Jauh sebelum kata kaba dimasukkan ke dalam
perbendaharaan kamus bahasa Minangkabau, ujud yang terkandung di dalamnya telah
tersimpul dalam kata carito, dari bahasa Sangsekerta ceritera, yang maksudnya
petikan suatu cerita.

Kaba pun ada persamaannya dengan barito atau pemberitahuan. Kadang-kadang


disenyawakan dengan barito, sehingga berbunyi kaba-barito, misalnya dalam kalimat,
kaba-baritonyo janyo urang.

Kaba pada surek kaba dapat disamakan dengan bahasa Sansekerta warta. Akan
tetapi apabila ba-kaba maka maksudnya adalah bacarito, berceritera, bukan sekedar
pemberitahuan atau atau warwar.

Untuk penyebut cerita rakyat, baik lisan maupun tulisan dipakai pada umumnya
istilah kaba, sedangkan istilah hikayat atau riwayat (kedua patahnya bahasa Arab)
biasanya untuk kisah, berasal dari agama Islam, sungguhpun untuk cerita yang berasal
dari Minangkabau sendiri pernah juga riwayat.

Hikayat dalam bahasa Inggeris disebut narrative atau tale ada yang terhadap
manusia yang pernah juga disebut mite, ada yang terhadap hewan yang dengan kata
asing disebut fabel, ada pula yang berhubungan dengan keajaiban alam yang
dinamakan legende.

Riwayat yang dalam bahasa Inggeris disebut story atau report adalah mengenai
kejadian yang memang berlaku, sedang novel adalah cerita ringkas yang tidak sangat
dalam isinya dan dibungai dengan khayal.

1.2. Jenis kaba

Kaba ada yang digolongkan ke dalam roman sejarah, roman


pendidikan, roman ilmu jiwa. Misalnya:

- kaba Cindua Mato dapat dimasukkan ke dalam mite dan ada pula ke dalam roman
sejarah

- Rancak Dilabuah, roman pendidikan

- Anggun Nan Tongga Magek Jabang, Talipuek Layua Nan Dandam, Bacindai
Aluih, Umbuik Mudo, Malin Dema, Ambuang Baro, Sabai Nan Aluih, Rambun
Pamenan dapat dimasukkan dalam salah atu jenis cerita tersebut.
1.3. Isi Kaba

Pada umumnya kaba Minang gaya bahasanya liris, bertemakan tentang


percintaan, dengan adegan-adegan yang menunjukkan kegagahan dan keberanian.
Pengarang kaba menggunakan ungkapan-ungkapan. Kaba tanpa ungkapan terasa
hambar sehingga menghilangkan daya tariknya. Hal yang biasa dapat dilukiskan luar
biasa, seperti menggambarkan kecantikan seorang gadis dengan menyebut, matanya
bak bintang timur, keningnya kiliran taji, rambut mayang terurai, ……… Lukisan
yang berlebihan sepeti itu sudah umum kita temui pada sastra lama. Isi, karangan dan
gaya bahasanya berbentuk roman klasik

Isi kaba dulunya dianggap sesuatu yang gaib, diturunkan dari langit ke bumi, seperti
pantun:

Kait berkait rotan sago

Terkait di akar bahar

Jatuh dari langit terberita

Tiba di bumi jadi kaba

Sebab itu tukang kaba melepaskan tanggung jawab tentang itu:

Bandar urang kami bandarkan

Bandar berapak di halaman

Kabar orang kami kabarkan

Dusta orang kami tidak sanan

Kaba Malin Deman menceritakan adanya hubungan manusia dengan dewa


melalui perkawinan. Puti batujuah badunsanak, turun ke bumi mandi-mandi, enam
terbang kembali, putri ketujuh tidak dapat ikut, karena baju songsong baratnya
disembunyikan Malin Deman. Tinggallah putri diperisteri Malin Deman. Dalam kaba
banyak didapat sindiran dan kias. Kita harus hati-hati mencari yang tersirat di balik
yang tersurat. Mereka bertutur dengan kilek (kilat dan bayang). Menceritakan sesuatu
sebagaimana adanya dianggap kurang sopan. Nama dalam kaba adalah nama samaran,
atau nama kiasan. Misalnya Cindua Mato, asalnya cendra mata, hadiah yang
menyenangkan. Dalam kaba Cindua mato, ibunya Kambang Bandohari, nama
perempuan yang dipercaya memegang kunci perbendaharaan. Ia keturunan raja, walau
tidak berdaulat. Salamaik Panjang Gombak. Dang Tuanku adalah gelar Sutan
Rumandung yang bergelar Raja Diraja Pagaruyung. Bundo Kanduang, nama
panggilan baginda ratu, Puti Reno Jinggo. Tunangan Dang Tuang dipanggil Puti
Bungsu, yang nama kecilnya Dewi Awan Sasingik. Demikian juga halnya dengan
penyamun di bukit tambun tulang diberi nama samaran: Datuk Gampo Cino, Mancik
Palajang Atah, Biawak Kasek, Baruak panjaguang, Salah Cangkuang.

Untuk mengetahui yang tersembunyi, kita perlu mempelajari ilmu simbolik.

1.4. Pertumbuhan Kaba

Bentuk karangan kaba dan isinya adalah roman klasik. Cerita rakyat dihafal
orang saja yang berminat menyimpan cerita dalam ingatannya, kemudian diturunkan
kepada anaknya turn temurun. Demikianlah dari nenek tutun ke cucu, dari bapak
kepada anak, dari mamak ke kemenakan.

1.5. Tukang Kaba.

Seorang harus memenuhi syarat: berbakat, mempunyai suara yang baik, tidak
cacat tubuh atau panca indra, wajah menarik, mahir mendendangkan kaba. Cerita
dalam bahasa liris, empuk merdu, napas panjang dan sopan, membawa penduduk
menikmati sampai larut malam. Tukang kaba kerapkali dipanggil untuk memeriahkan
perhelatan (upacara perkawinan)

1.6. Penulisan Kaba

Pada mulanya kaba disampaikan secara oral, dari mulut ke mulut (lisan),
kemudian ditulis dalam naskah Arab Melayu ketika Islam berkembang di
Minangkabau. Kaba yang tertua, seperti Anggun Nan Tongga yang ditulis tahun 1821,
Cindua mato ditulis Pakiah Bandaro Koto Gadang 1246 H atau 1831. Kaba-kaba
Minangkabau yang ada di Perpustakaan Nasional ditulis tangan dikumpulkan dari
tukang kaba atas usaha penulis Belanda.
Lembaga-lembaga yang didirikan Belanda dalam usaha mengumpulkan sastra dan
kebudayaan Minangkabau adalah:

(1) Het Bataviaansche Genootschaap van Kunsten en Wettenschappen (BG), dan

(2) Het Koninklijk Instituut vaar Taal, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie
(KITI V)

Naskah itu kini banyak terkumpul pada Perpustakaan Nasional di Jakarta. Naskah-
naskah yang berada di Museum der Troopen di Negeri Belanda dan pada Universitas
Leiden semuanya ditulis dengan huruf Arab Melayu, telah banyak dikumpulkan
Perpustakaan Nasional dalam bentuk mikrofilm, dan sebagainya.

1.7. Pendapat tentang Kaba

Kaba membawa kita kembali ke kondisi kehidupan masyarakat Minangkabau


di masa silam dengan menelusuri jalur sikap hidup dan pola pikir yang khas dan penuh
nilai.

Kaba tidak bicara dengan bahasa biasa, tetapi dengan berkadar maknawi yang
memantulkan arti yang dalam. Kaba tercipta dari khazanah alami dengan menerima
ilham yang senantiasa mendasarkan kehidupan mereka sendiri dengan perbandingan
kehidupan yang lebih besar. Memahami kaba sebagai bagian dari cerita rakyat tak
mungkin menjarak dari ekstensi mitos dalam khasanah sastra. Pada dasarnya kaba
adalah bentuk mitos menurut versi Minangkabau yang memiliki watak dan sifat
mitos yang mengantarkan kebenaran dalam wujud tersebut.

1.8. Proses Penciptaan

Ada tiga hal yang memerlukan pemecahan:

(1) Kita tidak mengenal siapa pencipta kaba. Penciptaan kaba bertolak dari usaha
menyampaikan suatu kebijaksanaan (wisdom) yang merupakan pandangan hidup
orang Minangkabau. Karya kaba dikenal sebagai karya anonim. Cerita kaba
diperkaya oleh pemikiran dan perbuatan bersama (kolektif) dan berkembang oleh
makna-makna baru melalui proses kreatif yang anonim.
(2) Tidak mengenal waktu penciptaan. Cerita rakyat Minangkabau menemukan
bentuknya yang lebih nyata ketika kebudayaan Hindu/Budha masuk, yaitu
terujudnya unsur simbolik yang penuh arti dan mengandung nilai-nilai falsafah
yang mewarnai kehidupan kedua kebudayaan. Nilai-nilai kehidupan yang sangat
berharga dalam ujud mitos yang menguraikan pandangan filosofis dalam bentuk
simbolik.

(3) Tidak ada kepastian pelaku dalam kaba tokoh yang pernah ada atau hanya tokoh
khayal belaka. Cerita-cerita rakyat itu hampir seluruhnya berisi kejadian-kejadian
yang mungkin berlaku dalam masyarakat manusia. Dalam kaba kita lihat faktor
yang meyakinkan ialah prinsip ketek banamo, gadang bagala. Dalam kehidupan
sehari-hari gelar lebih dikenal dari nama kecil. Lama kelamaan masyarakat tidak
mengenal lagi nama yang bersangkutan. Yang lebih dikenal gelarnya. Kita
mendengar tentang si Katimuno, anak seorang jin, yang mengganggu kerajaan
Pagaruyuang. Sebagai ilustrasi, ketika Istana Palai Janggo terbakar pada tahun
1959, setelah melihat raut mukanya, kiranya akan mafhum, siapa sebenarnya
tokoh si Katimuno itu, lah hilang namo dek gala.

Kesimpulan: Kaba adalah pelambang kebijaksanaan pada filsof yang secara langsung
sanggup merangsang intuisi yang kreatif. Lukisan tokoh dalam kaba menimbulkan kesan
tersendiri dalam kenangan menembus batin serta meujudkan lapisan yang dalam kenangan
yang menembus batin, alam batiniah Episodenya mempesona sanggup melahirkan makna-
makna yang bervariasi berdasarkan pengalaman dan kepentingan hidup dalam masyarakat
Minangkabau.

2. Randai

Randai adalah satu bentuk kesenian lama yang dapat dikatakan drama-suara-tari, khas
Minang:

(1) drama: dipertunjukkan, diperankan dengan gerak (action) antawacama (dialog),


semita (mimik). Ada dimulai dengan dialog disela dengan monolog.
(2) Suara: pertunjukan dibuka dengan bunyia-bunyian seperti alat tiup (pupuik gadang),
alat pukul (talempong atau gandang); tiap adegan dalam permainan diisi dengan
dendang oleh pemain pembantu (figuran).

(3) Tari: dendang disertai serentak dengan langkah gerak pencak, yang kadangkalaa
dibungai dengan gerak jari tangan.

Randai mengandung zat hidup, karena mempunyai pendukung masyarakat adat, walaupun
di tengah seni dan nyanyi modern, randai tidak kehilangan pasaran. Randai hidup dengan
akarnya terhunjamdi dalam hati masyaakat adat.

2.1 Ciri Drama Arena


Drama diselenggarakan dengan sederhana yangdidahului dengan memukul bunyi-
bunyian, dilaksanakan di sasaran, suatu lapaangan terbukaatau di pekarangan Rumah
Gadang, sebagai suatu arena. Pengunung duduk tertib terdiri dari ninik mamak, cadiak
pandai, tua muda, kaum ibu. Pertunjukan biasanya dilakukan malam hari sampai larut.

2.2 Fungsi Pelaku

Kaba dipertunjukkan beberapa pelaku utama dan sejumlah pelaku pembantu.


Jumlahnya tidak tetap pelaku dan pelaku-pembantu laki-laki semuanya. Peran
perempuan dimainkan laki-laki berpakaian perempuan, kalau dapat berwajah dan
bersuara perempuan pula

2.3 Pakaian Bermain

Pakaian Minang yang disesuaikan dengan kehendak kaba.

2.4. Jalan Cerita Dipertunjukkan atas adegan-adegan dengan pertukaran suasana saja.
Selingan dendang disertai gerak tari berupa pencak. Dendang dilaksana bersama-
sama, sambut bersambut dalam lingkungan dengan gerak kaki dan gerak tangan
berirama. Ada kalanya bergiran. Dendang berisi kata-kata menerangkan tema yang
disebut dalam ilmu pementasan proloog. Cerita brsifat hafalan oleh para pelaku
dengan ditentukan antawacana yang dsela dengan monolog oleh seorang pelaku
utama.

2.5. Nilai Seni Randai adalah kesenian yang menimbulkan nilai estetika. Bakaba
menimbulkan sifat sukacita. Dialog yang baik dengan gaya bahasa, semita yang
selaras menimbulkan gairah kepaada penonton. Randai meminta pemusatan pikiran
dan perasaan dari penonton

2.6. Watak Randai

2.7. Banayak randai digubah dengan sastra yang indah dan bersifat mendidik dan
pembentuk budi, malu, susila dan semangat kebangsaan. Ada pula pelipur lara dan
kemasyarakatan. Seperti Sabni nan Aluih mencerminkan putri Minang yang halus
budi pekerti, halus rasa dan karsanya, tetapi berani di ujung kris. Cindua Mato
menggambarkan kepahlawanan seorang pemuda yang berbudi luhur dalam
zamannya, setia mengabdi kepada istana, dihimbau datang- disuruah pai, langkah
nan alah talangkahkan - satapak bapantang suruik - aso hilang duo tabilang -
pantang ka pulang sajo! Jiko japuik indak tabao - dadak mananti di timpuruang-
dicabiak kapan di tangah rumah. Tetapi mara bahaya mengadang sepanjang rimba
raya mesti ditempuh, bicaro lahia dan bicaro batin, namun yang dijeput terbawa jua
oleh Cindua Mato

2.8. Kesimpulan

Randai, suatu kesenian lama Minagkabau yang dilaksanakan dalam bentuk teater arena
denmgan unsur seni drama, seni suara dan seni tari dengan sumber cerita kaba berjiwa dan
bertemakan budi, malu, susila, pendidikan, dan penanaman semangat kepahlawanan.
DENDANG

Dendang adalah adalah seni suara atau nyanyi Minangkabau. Kata dendang berasal dari
den indang yang mengandung dua arti; saya asuh dan ditamampi. Perpaduan antara bernyanyi
atau berdendang sambil mengayun-ayunkan anak dilakukan terus menerus. Irama menidurkan
anak tanpa disadari melahirkan dendang. Terkenal dengan dendang Si Dawiyah di Maninjau.
Lain halnya dengan menampi, memisahkan beras dari atah sambil mengayunkan niru. Secara
sadarpun melahirkan irama dendang, seperti den tampi bareh den tampi. Hampir setiap nagari
mengenal nama dendangnya sendiri. Secara garis besarnya, menurut daerahnya, dendang di
Minangkabau dibagi dua, dendang darek dan dendang pasisia . Perbedaannya pada tangga
nada Tangga nada dendang darek pentatonis dengan susunan nada do, re, mi, fa, so atau so, la,
do, re, mi.

Walaupun termasuk dendang darek, ada juga daerah yang mempunyai susunan nada yang
berbeda, misalnya ratok: Koto Tuo, Rimbo Panjang, Kumbang Cari, Batu Balang dan
Kumbang Cari. Susunan tangga nadanya do, re, mi, fa, so. Talago Biru, Tanjung Pati dan
Tanjung Raya susunan tangga nadanya do, re, mi, fa, so, la. Malereng Tabing, Si Kanduang
Yo, Simpang Ampek susunan tangga nadanya lain pula. Nada nyanyi darek non diatonis.

Tangga nada dendang pasisia heptatosis, seperti lagu palayaran, dayung palinggam, si
Kadarang.

Menurut iramanya dendang dibagi jenis, yakni:

1) Irama dendang ratok membawakan lagu sedih. Asal mulanya dendang ratok ini dari
perbuatan orang meratap karena kematian, kemalangan, dan lain sebagainya. Ketika
meratap itu keluar kata-kata yang lama kelamaan menimbulkan suatu irama yang
akhirnya menjadi irama ratok. Karena itulah Dendang Ratok biasanya berirama sedih.

2) Dendang *kaba ialah irama nyanyi yang biasa digunakan untuk menyanyikan cerita-
cerita rakyat atau kaba.Irama dendang kaba banyak pula macamnya sesuai dengan
jalan cerita dan situasi waktu berdendang itu. Jadi, tergantung kepadan tukang
dendang itu sendiri. Contoh lagu yang mempergunakan irama dendang kaba adalah
Gadang Batipuh, Batipuh Koto, Dayung Dani, Talipuak, si Jobang.
3) Dendang tari adalah irama lagu yang dipergunakan untuk mengiringi tari yang
biasanya bersifat gembira. Contoh lagu-lagu yang mempergunakan irama Dendang
tari: Si Tujuh, Indang Sarilamak, Si Bungsu Bajalan Malam, Cak Din, Dendang Talu,
SiTujuah, Si Kumbang Cari, Si Marantang dari Agam, Din Din Ai dari Tanah Datar.

4) Dendang Salawat Talam dari Solok ialah dendang yang iramanya berbau dendang
padang pasir (Arab) sesuai dengan asal dari penyiar-penyiar Islam Pada mulanya
mempergunakan kata-kata bahasa Arab, tetapi kemudian dimasukkan kata-kata
daerah. Kata-kata Arab kedengaran dalam mendendangkan salawat talam itu.

5) Irama Dendang Indang adlah irama yang dipergunakan untuk mengiringi lagu-lagu
berindang. Permainan berindang adalah permainan berbalas-balas pantun yang
dinyanyikan Permainan berindang merupakan beradu argumentasi antara dua
kelompok yang dikepalai kalipah. Irama nyanyi pengiringnya itu yang disebut
dendang indang.

Di samping irama dendang tersebut, masih banyak irama dendang lain di Minangkabau,
akan terus bertambah sesuai dengan kemampuan pendendangnya. Dendang merupakan umum
di daerah Minangkabau sehingga alat musik pengiringnya pun banyak pula yang dapat
dipakai. Semua jenis alat musik tradisional daerah Minangkabau, seperti bansi, saluang,
talempong, pupuik baranak, pupuik gadang, serunai dapat mengiringi suatu lagu oleh musik
lainnya. Ada pula alat musik di Minangkabau yang tidak dapat membawakan melodi dari
suatu lagu, seperti dol, tasa, rebana, dan gendang berfungsi sebagai alat pengiring atau
penuntun irama.

Sumber: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Ensiklopedi Musik Indonesia, Seri A-E, 1979/1980

Anda mungkin juga menyukai