Anda di halaman 1dari 5

mempelai pria.

Miempelai, pria baru diperbolehkan mengambil calon istrinya apabila ia dapat


menjawab pertanyaan tradisional itu. Contoh dari Indonesia sebegitu jauh belum diperoleh.
Fungi keempat teka-reki adalah untuk mengisi waktu pada sat bergadang menjaga jenazah
yang belum: dimakamkan. Contoh teka-teki ini dari Indonesia, juga belum ditemukan. Fungsi
kelima adalah untuk melebihi orang lain (one-umpmanship). Menurut Alan Dundes fungsi ini
di Amerika merupakan fungsi utama teka-teki di sana (1968: B), terapi rerhyata fungsi in
juga berlaku di Indonesia, terurama pada teka-teki yang. dipergunakar anak-anak kecil, yaitu
dengan maksud untuk mengalahkan kawan-kawans ebayanya, atau orang-orang yang lebih
tua.

Sebagai contoh misalnya seorang aniak yang mash ingusan akan bertanya,
"Binatang apa yang hanya mempunyai 999 kaki?" Jika dijawab dengan jawaban,
"Binarang kaki seribu (lipan arau centipere) yang sedang ngupil.,"
walaupun
jawaban itu secara tradisional benar; namun si kecil akan mengatakan,
"Salah!
Yang benar adalah, binatang kaki, seribu yang sedang garuk kepala!" dengan
- maksud untuk menyalahkan penebaknya, sehingga mereka tidak akan dapat melebihinya.
Akhirnya sebagal penurup kata pembicaraan genre ini dapat ditambahkan satu fungsi lagi,
yakni untuk menimbulkan tenaga gab. Contohnya dari Jawa tengah dan Jaya Timur adalah
teka-reki yang disebur parikan. parikan selalu diajukan pada upaçara tanam padi, dengon
maksud agar padi yang ditanam akan berbuah: lebat dan berisi. pula. Latar belakang upacara
ini adalah yang oleh Sir James Frazer disebut sebagai immitative magic (ilmu gaib meniru),
yakni
dengan memecahkan persoalan yang diajukan dalam pertanyaan suatu teka-teki, tanaman
padi dipaksa secara gab untuk mengeluarkan buahnya dengan sarat.

(4) Sajak dan puisi rakyat


Kekhususan genre folklor lisan in adalah bahwa kalimarnya tidak berbentuk bebas
(free phrase) melainkan berbentuk terikat (fix phrase). Sajak atau puisi rakyat adalah
kesusastraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret
kalimat, ada yang berdasarkan manera, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata,
lemah tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama.
Puisi rakyat dapat berbentuk macam-macam, antara lain dapat berbentuk ungkapan
tradisional (peribahasa), pertanyaan tradisional (teka-teki), cerita rakyat, dan kepercayaan
rakyat yang berupa mantra-mantra. Suku-suku bangsa di Indonesia memiliki, banyak sekali
puisi rakyat, yang masih belum dikumpulkan apalagi direrbirkan. Suku bangsa Jawa,
misalnya,
memjliki piusipakyat yang hajus dinyanyikan atau di-tembang-kan. Puisi rakyat itu dapat
diklasifkasikan ke dalam golonyand siloni, litanant: pangkne dan durma(baca Ranneft; 1893).

Seperti juga pada puisi-puisi rakyat dari bangsa lain. puisi rakyat bangsa. Indonesia seringkali
juga, bertumpang-tindih dengan genre-genre folklor lainnya. W. Meijner: Rannett misalnya
pernah mengumpulkan teka-teki Jawa dalam bentuk puisi (lihat Rannelt: 1893),: Menurut
K.AH. Hidding (1935), pada suku bangs Sunda ada semacai puisi rakyat yang berfungsi
sebagai sindiran, yang dalam bahasa daerahnya disebut sindiran.

Orang Sunda membagi sisindiran, menjadi dua käregori, yakni yang disebut payarikan dan
wawangsalan: dan selanjutnya paparikan dapar dibagi lagi menjadi rarakitan dan sesebud.

Contoln paparikan yang mempunyai konotasi erotis adalah:


*"kukulu di buah manggu (serangga di buah mangyis), pisitan buah ramanten (buah
duka.danrambutan), kuru lain ku teu nyatu (kurus bùkan karena tidak makan): mikiran nu
hideung Santen (karena memikirkan si hitam. manis).

Paparikan Sunda, menurut bentuknya, dapar dibandingkan dengan paparikan Jawa dan
pantun Melayu. Orang Sunda menyebut dun baris pertama
paparikan sebagai cangleang atau kulic dan dua baris terakhir sebagal cusin acau
is. Hubungan antara cangkang dan eusina adalah dalam persamann sajaknya
(Kern, 1948). Contoh paparikan dapat kita baca dalam karangan R.A. Kern
yang berjudul
"Zang cu tegenzang (pertanyaan dan Jawab dalam Puisi)" *(Kern.1948).

Contoh wawangsalan adalah sebagai berikut. Walanda hideung soldadu (Belanda


hitam yang menjadi serdadu), um ambon engkang ka eulis (knkanda jatuh cinta padamu),
kalong cililk saba gedang (kalong kecil terbang ke papaya), sumedod rasaning ani (tersentuh
rasanya hati). belur sisit saba darar (seekor belur naik ke darat), kapiraray sang wengi
(wajahnya selalu berada dalam pikirannya siang malam).
Uraian sisindiran lebih merdalam dapat kita baca dalam karangan K.A.H. Hiding yang
berjudul Gebruilen cn Godsdienst. der Soendanezen (Adat-Istiadat dan Religi Orang Sunda),
(1935). Istilah bahasa Bali untuk puisi rakyat adalah' geguritan. Bentük folklor lisan lainnya,
yang juga termasuk dalam kategori geguritan, adalah cerita puisi rakyat. Tema geguritan
kebanyakan adalah percintaain (Eck, 1876): Selain itu, menurut C: Hooykaas, legenda dalam
bentuk puisi juga termnasuk dalam, golongan geguritan (Hooykaas, 1958).

Suatu bentuk sajak rakyat yang patut mendapatkan perhatian para peneliti folklor
adalah sajak rakyat untuk kanak-kanak (nursery rhyme), sajak permainan (play rhyme),dan
sajak untuk menentukan siapa: yang jadi dalam satu permainan atau tuduhan (counting out
rhymie).

Contoh sajak kanak-kanak orang Betawi Yang paling rerkenal adalah:


"'Pok amé-amé, balang Kupu-kupu,
tepok rame rame,
Malam minum cucuuuuuu”

Sajak kanak-kanak ini dibawakan untuk membuat anak bayi yang sedan muram agar tertawa.
Biasanya si bayi akan tertawà terpingkel-pingkei, karen selesai sajak imi djucapkan; si anak,
segera diciumi sera diklitiki seluruh tubuh nya yang montok itu. Di anatara banyak suku di
nusantara, antara lain pada orang betawi, Jawa, Sunda, dan Palembang, ada semacam sajak
untuk tenentukan siapa, yang "jadi" dalam satu tuduhan, khususnya, dipergunakan: untuk
nènentukan siapa di antara kawan-kawan sekelompok, anak yang telah mengeluarkan kentut.
Sajaknya berbunyi demikian:

Dang dang tut, jendeia uwa-uwa,


Siapa yang ngentut ditembak raja tua!

Sajak itu dilagukan seorang anak sambil menunjukkan jari. telunjuknya ke arah
orang-orang yang hadir dalam suatu ruangan (ada kalanya termasukorang dewasa). Setiap
hadirin mendapat satu suku kata dari sajak itu, Orangpertama misalnya mendapat suku kata
dang, orang kedua juga dang, sedangkan orang ketiga rut, dan demikian seterusnya.
Penunjukan ini dilakukan dengankitaran arah jarum jam. Orang yang"jadi" atau yang
dianggap berkentut adalah yang mendapat suku.kata terakhir dari sajak itu, yaitu suku kata a
darikata tua. Bagi anak yang pandai berhitung, ia dapat menentukan dari semula, "siapa yang
akan ia jadikan kurban tuduhannya; dengan jalan mengatur dari mana ia akan memulai
mengucapkan sajaknya, atau dengan jalan melompati satu atau dua orang, sehingga ia dapat
memberikan suku kata terakhir dari sajak itu pada. orang yang hendak ia tuduh berkentut:

(5) Cerita Prosa-rakyat


Dari semua bentuk atau genre folklor, yang paling banyak diteliti para ahli folklor
adalah cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapät dibagi
dalam, tiga golongan besar, yaitu: (1). Mite (myth). . (2).legenda (lege›in), dan (3).
dongeng(folktale) (Bascom. 1965b: 4).
(a)mite. Menurut, Bascom, mite: adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-
benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para deva
atau- makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti
yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau.
(b)Sèdangkan légenda adälah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciriyang mirip
dengän mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci, Berlairian
dengan mite, legenda ditokohi manusia, walaupun ada kalanya, mempunyai sifat-sifar luar
biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajjib: Tempat terjadinya adalah di dunia
seperti yang kita kenal kini, karena waktu terjadinya: belum cerlalu lampau.
(c) Sebaliknya, dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi
oleh yang mempunyai cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat (Bascom,
1965b: 3-20).
Sudah tetneu,pembagian cerita-pirosa, rakyar ke dalam elga kategori iru hanya
merupakan tipe ideal (ideal rype), saja, karena dalam kenyataan banyak cerita yang
mempunyai.ciri lebih dari satu. Karegori sehingga sukar digolongkan ke dalam salah satu
karegori; Walaupun demikian sebagai alat penganalisisan. penggolongan ini, tetap penting
sekali. Jika ada suatu cerita sekaligus mempunyai ciri-ciri mite dan legenda, maka kita
harumempertimbangkan ciri mana yang lebih berat. lika ciri mite lebih berat, maka kita
golongkan ceritanya ke dalam mite. Demikian pula sebaliknya, jika yang lebih berat adalah
ciri legendanya, maka cerita itu harus digolongkan ke dalam legenda.
Selain itu, kita juga harus memperhatikan' kale krif:/olk) Yang memiliki suaru versi
cerita, karena dengan mengetahui kolektifnya, dapat ditentukan kategori suatu cerita. Cerita
Adam dan Siti Hawa bagi penganut agama Nasrani dan islam dari folk buta huruf adalah
mite. Namun bagi penganut agama-agama Islam dan Nasrani yang berpendidikan modern,
sudah tentu cerita itu akan dianggap sebagai legenda, bahkan ada kemungkinan juga sebagai
dongene
belaka. Jadi, untuk menentukan apakah suatu cerita termasuk mite, legenda, arau dongeng,
kita harus juga mengetahui folk pemilik atau pendukung cerita itu. Kesimpulan in pada
umumnya akan dicapai peneliti yang pernah meneliti suatu cerita rakyat dengan versi-versi
atau varian-variannya J" seperti yang telah dialami oleh E. Suhardi Eladjati pada waktu
meneliti: cerita “Dipati Ulkur" (1979). 30.

Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta; dunia, manusia pertama,
terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi. Gejala alam, dan sebagainya. Mite
juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaam mereka, hubungan kekerabatan
mereka, kisah perang mereka, dain sebagainya (Bascom, 1965b: 4-5).

Mite di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan tempatasalnya, yakni:
yang asli Indonesia dan yang berasal dari luar nègeri, terutama dari India, Arab, dan' negara
sekitar Laut Tengah. Yang berasal dart luar negeri pun pada umumnya sudah mengalami
pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa lapi keasingannya; Hal ini disebabkan
mereka telah mengalami yang oleh Robert Redfield et al disebut sebagai proses.

Anda mungkin juga menyukai