Sebagai contoh misalnya seorang aniak yang mash ingusan akan bertanya,
"Binatang apa yang hanya mempunyai 999 kaki?" Jika dijawab dengan jawaban,
"Binarang kaki seribu (lipan arau centipere) yang sedang ngupil.,"
walaupun
jawaban itu secara tradisional benar; namun si kecil akan mengatakan,
"Salah!
Yang benar adalah, binatang kaki, seribu yang sedang garuk kepala!" dengan
- maksud untuk menyalahkan penebaknya, sehingga mereka tidak akan dapat melebihinya.
Akhirnya sebagal penurup kata pembicaraan genre ini dapat ditambahkan satu fungsi lagi,
yakni untuk menimbulkan tenaga gab. Contohnya dari Jawa tengah dan Jaya Timur adalah
teka-reki yang disebur parikan. parikan selalu diajukan pada upaçara tanam padi, dengon
maksud agar padi yang ditanam akan berbuah: lebat dan berisi. pula. Latar belakang upacara
ini adalah yang oleh Sir James Frazer disebut sebagai immitative magic (ilmu gaib meniru),
yakni
dengan memecahkan persoalan yang diajukan dalam pertanyaan suatu teka-teki, tanaman
padi dipaksa secara gab untuk mengeluarkan buahnya dengan sarat.
Seperti juga pada puisi-puisi rakyat dari bangsa lain. puisi rakyat bangsa. Indonesia seringkali
juga, bertumpang-tindih dengan genre-genre folklor lainnya. W. Meijner: Rannett misalnya
pernah mengumpulkan teka-teki Jawa dalam bentuk puisi (lihat Rannelt: 1893),: Menurut
K.AH. Hidding (1935), pada suku bangs Sunda ada semacai puisi rakyat yang berfungsi
sebagai sindiran, yang dalam bahasa daerahnya disebut sindiran.
Orang Sunda membagi sisindiran, menjadi dua käregori, yakni yang disebut payarikan dan
wawangsalan: dan selanjutnya paparikan dapar dibagi lagi menjadi rarakitan dan sesebud.
Paparikan Sunda, menurut bentuknya, dapar dibandingkan dengan paparikan Jawa dan
pantun Melayu. Orang Sunda menyebut dun baris pertama
paparikan sebagai cangleang atau kulic dan dua baris terakhir sebagal cusin acau
is. Hubungan antara cangkang dan eusina adalah dalam persamann sajaknya
(Kern, 1948). Contoh paparikan dapat kita baca dalam karangan R.A. Kern
yang berjudul
"Zang cu tegenzang (pertanyaan dan Jawab dalam Puisi)" *(Kern.1948).
Suatu bentuk sajak rakyat yang patut mendapatkan perhatian para peneliti folklor
adalah sajak rakyat untuk kanak-kanak (nursery rhyme), sajak permainan (play rhyme),dan
sajak untuk menentukan siapa: yang jadi dalam satu permainan atau tuduhan (counting out
rhymie).
Sajak kanak-kanak ini dibawakan untuk membuat anak bayi yang sedan muram agar tertawa.
Biasanya si bayi akan tertawà terpingkel-pingkei, karen selesai sajak imi djucapkan; si anak,
segera diciumi sera diklitiki seluruh tubuh nya yang montok itu. Di anatara banyak suku di
nusantara, antara lain pada orang betawi, Jawa, Sunda, dan Palembang, ada semacam sajak
untuk tenentukan siapa, yang "jadi" dalam satu tuduhan, khususnya, dipergunakan: untuk
nènentukan siapa di antara kawan-kawan sekelompok, anak yang telah mengeluarkan kentut.
Sajaknya berbunyi demikian:
Sajak itu dilagukan seorang anak sambil menunjukkan jari. telunjuknya ke arah
orang-orang yang hadir dalam suatu ruangan (ada kalanya termasukorang dewasa). Setiap
hadirin mendapat satu suku kata dari sajak itu, Orangpertama misalnya mendapat suku kata
dang, orang kedua juga dang, sedangkan orang ketiga rut, dan demikian seterusnya.
Penunjukan ini dilakukan dengankitaran arah jarum jam. Orang yang"jadi" atau yang
dianggap berkentut adalah yang mendapat suku.kata terakhir dari sajak itu, yaitu suku kata a
darikata tua. Bagi anak yang pandai berhitung, ia dapat menentukan dari semula, "siapa yang
akan ia jadikan kurban tuduhannya; dengan jalan mengatur dari mana ia akan memulai
mengucapkan sajaknya, atau dengan jalan melompati satu atau dua orang, sehingga ia dapat
memberikan suku kata terakhir dari sajak itu pada. orang yang hendak ia tuduh berkentut:
Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta; dunia, manusia pertama,
terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi. Gejala alam, dan sebagainya. Mite
juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaam mereka, hubungan kekerabatan
mereka, kisah perang mereka, dain sebagainya (Bascom, 1965b: 4-5).
Mite di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan tempatasalnya, yakni:
yang asli Indonesia dan yang berasal dari luar nègeri, terutama dari India, Arab, dan' negara
sekitar Laut Tengah. Yang berasal dart luar negeri pun pada umumnya sudah mengalami
pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa lapi keasingannya; Hal ini disebabkan
mereka telah mengalami yang oleh Robert Redfield et al disebut sebagai proses.