A. PENGERTIAN HIKAYAT
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra karya prosa lama yang isinya berupa cerita,
kisah, dongeng maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kepahlawanan seseorang,
lengkap dengan keanehan, kekuatan/ kesaktian, dan mukjizat sang tokoh utama
Ciri-ciri Hikayat
1. Anonim : Pengarangnya tidak dikenal
2. Istana Sentris : Menceritakan tokoh yang berkaitan dengan
kehidupan istana/kerajaan
3. Bersifat Statis : Tetap, tidak banyak perubahan
4. Bersifat Komunal : Menjadi milik masyarakat
5. Menggunakan bahasa klise : Menggunakan bahasa yang
diulang-ulang
6. Bersifat Tradisional : Meneruskan budaya/ tradisi/ kebiasaan
yang dianggap baik
7. Bersifat Didaktis : Didaktis moral maupun didaktis religius
(Mendidik)
8. Menceritakan Kisah Universal Manusia : Peperangan antara
yang baik dengan yang buruk, dan dimenangkan oleh yang baik
9. Magis : Pengarang membawa pembaca ke dunia khayal imajinasi
yang serba indah
B. Unsur Intrinsik
a) Tema dan Amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra.
Ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau
buruk saja.
Penokohan
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa
cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui
uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara
dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran
ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
• Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra.
e) Pusat Pengisahan
• Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita.
Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan pengarang untuk
menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu
pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga
C. Unsur Ekstrinsik
• Unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu
sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan
bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.
Contoh Hikayat :
• Hikayat Bayan Budiman
• Hikayat Hang Tuah
• Hikayat Raja-raja Pasai
• HIkayat Panji Semirang
• HIkayat Kalila dan Dimna
• Hikayat Indera Bangsawan
• Hikayat Si Miskin
D. KEBAHASAAN HIKAYAT
Perbandingan
Pada hikayat menggunakan gaya Bahasa yang cukup sulit untuk dipahami,
sedangkan hal itu tidak ditemukan pada cerpen. Dalam cerpen bisa ditemukan dengan
mudah amanat yang terkandung dalam ceritanya, sedangkan dalam hikayat pembaca
akan kesulitan mencari amanat karena masalah bahasanya. Dalam cerpen tersebut
banyak menunjukan tempat umum seperti sekolah dan rumah sakit, sedangkan dalam
hikayat ceritanya hanya terikat sekitar isatana saja.
CONTOH ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
HIKAYAT
KUTIPAN
Hikayat Si Miskin
Alkisah maka tersebutlah perkataan Mara Karmah berjalan dua bersaudara itu, maka tuan Puteri Nila
Kesuma itu pun menangis hendak minum susu, maka Mara Karmah pun menangis seraya berkata, “Diamlah
adinda jangan menangis, karena kita orang celaka, di manakah kita boleh mendapat susu, lagi kita sudah
dibuangkan orang.” Maka diberinyalah kepada adiknya ketupat itu sebelah, maka dimakannyalah. Maka ía pun
diamlah. Maka sampai tujuh hari tujuh malam Ia berjalan itu, maka ketupat yang tujuh biji itu habislah dimakan
oleh tuan Puteri Nila Kesuma itu, karena diberikannya kepada adiknya pagi sebelah, dan petang sebelah. Setelah
habis ketupat itu, maka tuan Puteri Nila Kesuma itu pun menangis pula hendak makan. Maka diambil oleh Mara
Karmah segala tarik kayu dan umbut-umbut dan buah-buahan kayu yang di dalam hutan itu yang patut
dimakannya, maka diberikannya kepada saudaranya itu. Dan barang di mana ia bertemu dengan air, maka
dimandikannyalah akan saudaranya.
Syahdan beberapa lamanya, ía berjalan itu, maka beberapa bertemu dengan gunung yang tinggi-tinggi dan
padang-padang yang luas-luas, dan tasik yang berombak seperti lain, tempat segala dewa—dewa, peri mambang
indera candara jin. Maka raja-raja jin di sanalah tempat bermain lancang, berlomba-lomba. Di sanalah ia banyak
beroleh kesaktian, diberi oleh segala anak raja-raja itu, diangkat saudara oleh mereka itu sekalian akan dia dan
beberapa ia bertemu dengan binatang yang buas-buas, seperti ular naga buta raksasa. Sekaliannya mereka itu
memberi kesaktian kepada Mara Karmah.
Syahdan, beberapa ia melihat kekayaan Allah Subhanahu wa Ta’aIa berbagai-bagai dan ajaib-ajaib. Maka
bertemulah ia dengan bukit berjentera, tempat segala raja-raja, dewa bertapa itu di sanalah tempatnya. Adapun
Mara Karmah itu apabila ia bertemu dengan segala raja-raja itu, maka tuan Puteri Nila Kesuma itu pun
disembunyikannyalah. Dan jikalau ia bertemu dengan segala binatang yang buas-buas, maka didukungnyalah
akan saudaranya itu, tiada diberinya lepas dari tubuhnya.
Hatta, dengan demikian, maka ia pun sampailah kepada sepohon kayu beringin, terlalu amat besar, dan adalah
air turun dari atas gunung itu. Maka di sanalah ia berhenti dan memandikan saudaranya. Maka tiba-tiba,
melayanglah seekor burung dari atas kepalanya, maka tuan Puteri Nila Kesuma pun menangis, minta
ditangkapkan burung yang terbang itu. Maka Mara Karmah pun melompat, lalu disambarnya burung itu, dapat
ditangkapnya, lalu diberikannya kepada saudaranya. Maka sukalah hati saudaranya itu sambil katanya,
“Bakarlah kakanda burung ini kita makan!” Maka kata Mara Karmah, “Sabarlah dahulu tuan!” Maka
kedengaranlah bunyi ayam berkokok sayup-sayup, karena hutan itu dekat dengan dusun orang negeri Palinggam
Cahaya. Maka kata Mara Karmah kepada saudaranya itu, “Tinggallah tuan di sini dahulu, biarlah kakanda pergi
mencari api akan membakar burung adinda itu” Maka sahut Puteri itu, “Baiklah kakanda pergi, jangan lama-
lama kakanda pergi itu.” Maka dipeluk dan diciumnya akan saudaranya itu seraya katanya, “Janganlah tuan
berjalan-jalan ke sana sini sepeninggal kakanda ini, kalau-kalau tuan sesat kelak tiada bertemu dengan kakanda
lagi” Maka sahutnya, “Tiada hamba pergi kakanda.” Mara Karmah pun berjalan menuju bunyi ayam berkokok
itu, tetapi hati Mara Karmah itu tiada sedap berdebar—debar rasanya, setelah sampai ia kepada dusun orang itu.
Maka dilihatnya kebun orang dusun itu terlalu banyak jadi tanam-tanaman, seperti ubi keladi, dan tebu, pisang,
kacang, dan jagung. Maka ia pun berjalanlah berkeliling pagarnya itu menanti orang yang empunya kebun itu. Ia
hendak meminta api. Setelah dilihat oleh orang yang empunya kebun itu, maka katanya, “Anak si pencuri,
demikianlah sehari-hari perbuatanmu mencuri segala tanam-tanamanku ini sehingga habislah jagung pisangku
tiada berketahuan. Engkaulah yang mencuri. Maka sekarang hendak ke mana engkau melarikan nyawamu itu
daripada tanganku sekarang; sedanglah lamanya aku menantikan engkau tiada juga dapat; baharulah sekarang
aku bertemu dengan engkau.” Maka ia berkata-kata itu sambil berlari menangkap tangan Mara Karmah itu.
Maka kata Mara Karmah, “Tiada aku lari, karena aku tiada berdosa kepadamu; bukan aku orang pencuri, aku ini
orang sesat, datangku ini dari negeri asing hendak meminta api kepadamu.” Maka ditamparinyalah dan
digocohnya akan Mara Kanmah itu seraya katanya, “Bohonglah engkau ini!” Maka kemala yang digendong oleh
Mara Karmah yang diberi oleh bundanya itu pun jatuhlah dari punggungnya. Setelah dilihat oleh orang dusun
itu, maka diambilnyalah, seraya katanya, inilah kemalaku engkau curi.’ Maka kata Mara Karmah itu, “Nyatalah
engkau ini berbuat aniaya kepadaku” Maka ia pun terkenanglah akan saudaranya yang ditinggal di dalam hutan
seorang dirinya itu, Maka katanya dalam hatinya, “Wahai adinda tuan, betapa gerangan hal tuan sepeninggal
kakanda ini kelak, karena dianiaya oleh orang, matilah kakanda tiada bertemu dengan tuan lagi. ”Maka ia pun
menangis terlalu sangat, lalu rebah pingsan tiada khabarkan dirinya. Maka kata orang dusun itu, “Apa yang
engkau tangiskan, sebab salahmu; itulah balasnya engkau makan jagungku” Maka dilihatnya segala tubuh Mara
Karmah itu habis bengkak-bengkak dan berlumur dengan darah, dan tiada ia bergerak lagi. Maka pada sangka
orang dusun itu, sudahlah mati rupanya, maka diikatnyalah dengan tali dari bahunya sampai kepada kakinya,
seperti orang mengikat lepat, demikianlah lakunya ia mengikat Mara Karmah itu. Setelah sudah diikatnya, maka
diseretnyalah, dibawanya ke tepi taut, lalu dibuangkannya ke dalam laut itu. Maka ia pun kembalilah ke
rumahnya.
• Cerita hikayat dimulai dengan kata alkisah, sebermula, arkian, syahdan, hatta, dan
tersebutlah
1. Tema
Tema kutipan Hikayat Si Miskin yaitu nasib dua bersaudara karena miskin
atau penderitaan orang miskin ketika mengatasi kebutuhan hidup.
Atau, orang miskin selalu menderita dalam mengatasi kesulitan hidup.
Bukti:
“Diamlah adinda jangan menangis, karena kita orang ceaka, di manakah kita boleh
mendapat susu, lagi kita orang sudah dibuangkan orang.”
Tokoh dalam hikayat yaitu Mara Karmah, Puteri Nila Kesuma, dan pemilik kebun.
Penokohan:
Bukti:
1) Maka diberinyalah kepada adiknya ketupat itu sebelah, maka dimakannyalah.
Dan barang di mana Ia bertemu dengan air, maka dimandikannyalah akan
saudaranya.
2) Di sanalah ia banyak beroleh kesaktian, diberi oleh segala anak raja-raja itu
Bukti:
1) . . . maka tuan Puteri Nila Kesuma itu pun menangis hendak minum susu.
2) Setelah habis ketupat itu, maka tuan Puteri Nila Kesuma itu pun menangis pula
hendak makan.
Bukti:
Maka ditamparinyalah dan digocohnya akan Mara Karmah itu seraya berkata,
“Bohonglah engkau ini!”.
3. Latar
• Latar tempat
Bukti:
2) Maka ia pun berjalanlah berkeliling pagarnya itu menanti orang yang empunya
kebun itu.
• Latar waktu
Peristiwa dalam kutipan hikayat terjadi pada keseluruhan waktu (pagi, siang,
sore, malam) dan tidak dijelaskan secara mendetail.
Bukti:
• Latar sosial
Bukti:
a) .......... Maka dilihatnya tubuh Mara Karmah itu habis bengkak-bengkak dan
berlumur darah, dan tiada bergerak lagi.
b) ............. maka diikatnyalah dengan tali dan bahunya sampai kepada kakinya
4. Sudut pandang
Sudut pandang kutipan hikayat tersebut yaitu sudut pandang persona ketiga “dia”
karena pengarang adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh cerita
dengan menyebutkan nama atau kata ganti ia, dia, dan mereka.
Bukti:
Mara Karmah pun melompat, lalu disambarnya burung itu, dapat ditangkapnya, lalu
diberikan kepada saudaranya.
5. Alur
Kutipan hikayat beralur maju. Kutipan hikayat menceritakan awal penderitaan Mara
Karmah. Kemudian, cerita perjalanan Mara Karmah dengan berbagai pengalaman. Terakhir,
peristiwa pemilik kebun menyakiti Mara Karmah karena dituduh mencuri.
6. Amanat
• Tetaplah jujur dan berlaku baik meskipun dalam keadaan tidak punya dan menderita.
Unsur ekstrinsik yang menonjol dalam kutipan hikayat yaitu nilai moral.
1. Kasih sayang terhadap saudara harus tercipta dalam suasana apa pun.
2. Menuduh orang dan menganiaya tanpa bukti yang jelas sangat menyakitkan.