Anda di halaman 1dari 4

Ki Ageng Pengging

Ki Ageng Pengging

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


https://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Ageng_Pengging

Kyai Ageng Pengging adalah penguasa daerah Pengging (pusatnya berada di Desa Dukuh,
Kecamatan Banyudono, Boyolali sekarang) yang dihukum mati Kerajaan Demak pada masa
pemerintahan Raden Patah karena dituduh memberontak.
Daftar isi
• 1 Asal-Usul Ki Ageng Pengging
• 2 Kebo Kenanga Menjadi Ki Ageng Pengging II
• 3 Keluarga Ki Ageng Pengging
• 4 Kematian Ki Ageng Pengging
• 5 Kepustakaan

Asal-Usul Ki Ageng Pengging


Nama aslinya adalah Raden Kebo Kenanga. Kakaknya bernama Raden Kebo Kanigara dan
adiknyanya bernama Kebo Amiluhur. Ketiganya adalah putra pasangan Andayaningrat dan Ratu
Pembayun.
Nama asli Andayaningrat adalah Jaka Sengara. Ia diangkat menjadi bupati Pengging karena
berjasa menemukan Ratu Pembayun putri Brawijaya raja Majapahit (versi babad), yang diculik
Menak Daliputih raja Blambangan putra Menak Jingga. Jaka Sengara berhasil menemukan sang
putri dan membunuh penculiknya.
Jaka Sengara kemudian menjadi Adipati/Raja Muda Pengging, bergelar Andayaningrat atau Ki
Ageng Pengging I (versi lain menyebutnya Jayaningrat). Kedua putranya menempuh jalan hidup
yang berbeda. Kebo Kanigara yang setia pada agama lama meninggal saat bertapa di puncak
Gunung Merapi. Sedangkan Kebo Kenanga masuk Islam di bawah bimbingan Syekh Siti Jenar.

Kebo Kenanga Menjadi Ki Ageng Pengging II


Serat Kanda mengisahkan, Andayaningrat membela Majapahit saat berperang melawan Demak.
Ia tewas di tangan Sunan Ngudung panglima pasukan Demak yang juga anggota Walisanga.
Kebo Kenanga tidak ikut berperang karena takut menghadapi gurunya. Padahal, Syekh Siti Jenar
sendiri tidak mendukung serangan Demak.
Kebo Kenanga kemudian menjadi penguasa Pengging menggantikan ayahnya. Namun, ia tidak
menjalani hidup mewah sebagaimana para bupati umumnya, melainkan hidup sebagai petani
membaur dengan rakyatnya.
Menurut Serat Siti Jenar, Kebo Kenanga bertemu Syekh Siti Jenar sesudah menjadi penguasa
Pengging. Dikisahkan keduanya berdiskusi tentang persamaan teoritis dalam agama Hindu,
Buddha, dan Islam namun berbeda keyakinan.
Keluarga Ki Ageng Pengging
Ki Ageng Kebo Kenanga Pengging menikah dengan kakak perempuan Ki Ageng Butuh
(murid Syekh Siti Jenar pula). Dari perkawinan itu lahir seorang putra bernama Mas
Karebet.

Saat Karebet dilahirkan, Ki Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang yang didalangi
kakak seperguruannya, yaitu Ki Ageng Tingkir. Sepulang mendalang, Ki Tingkir meninggal
dunia. Kelak, sepeninggal Ki Ageng Pengging dan istrinya, Karebet diambil sebagai anak angkat
Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir), sehingga setelah dewasa, Karebet pun dijuluki
sebagai Jaka Tingkir dan mendirikan Kerajaan Pajang. Pendirian Pajang adalah sebagai usaha
Jaka Tingkir, yang telah berhasil memperistri puteri raja Trenggana, untuk memindahkan pusat
pemerintahan dari Demak menuju pedalaman Jawa. Hal inilah yang memunculkan teori
berpindahnya corak kerajaan maritim ke agraris. Secara politis juga untuk menjauhkan diri dari
kemungkinan sengketa dengan keturunan Sekar Seda Lepen yang bernama Arya Penangsang.
Kematian Ki Ageng Pengging
Menurut Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Pengging dicurigai Raden Patah hendak memberontak
karena tidak mau menghadap ke Demak. Patih Wanapala (versi Serat Siti Jenar menyebut Patih
Wanasalam) dikirim ke Pengging untuk menyampaikan teguran.
Waktu setahun berlalu dan Ki Pengging tetap menolak menghadap. Apalagi ia gencar
mendakwahkan ajaran Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat oleh pemerintah Demak. Maka,
Sunan Kudus pun dikirim untuk menghukum mati Ki Ageng Pengging.
Setelah melalui perjalanan panjang, rombongan Sunan Kudus akhirnya tiba di Pengging. Ki
Pengging merelakan kematiannya daripada harus menghadap Raden Patah. Akhirnya, ia pun
meninggal dunia setelah titik kelemahannya, yaitu ujung siku, ditusuk keris Sunan Kudus.
Menurut Serat Siti Jenar, Ki Ageng Pengging Kebo Kenongo meninggal karena kemauannya
sendiri. Sebelumnya, ia dikisahkan berhasil menyadarkan Sunan Kudus tentang ajaran Syekh Siti
Jenar yang sebenarnya. Akhirnya, Ki Ageng Pengging meninggal dunia dengan caranya sendiri,
bukan karena ditusuk Sunan Kudus.
Pada intinya, kematian Ki Ageng Pengging disebabkan karena penolakannya terhadap
pemerintahan Demak. Ia adalah murid terbaik Syekh Siti Jenar, yaitu seorang wali yang
mengajarkan kesederajatan manusia dan menolak basa-basi duniawi.
Kepustakaan
• Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta:
Narasi
• H. J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti
• Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram.
Yogyakarta: Kanisius
MENGENAL KI AGENG WONO KUSUMO
DI WONOTORO DESA JATIAYU KECAMATAN KARANGMOJO

 Siapakah Ki Ageng Wonokusumo?

Ki Ageng Wonousumo adalah keturunan dari Ki Ageng Wonokusumo Penghulu di Daerah


Serang, yang merupakan keturunan dari Trah Majapahit. Alur ke atas yaitu Ki Ageng Giring IV,
III, II, I, Ki Ageng Wuking II, I atau Adipati Andoyo Ningrat, anak dari Retno Mundri. Retno
Mundri adalah saudara tua Browijaya V, anak dari Brotanjung atau Browijaya IV.

Ki Ageng Wonokusumo di temani dua orang yang bernama Joyo Lelono dan Joyo Prakoso,
mengembara dari majapahit menuju Bayat, Klaten akhirnya bertemu dengan Ki Ageng Pandan
Aran. Ki Ageng Pandan Aran memerintah Ki Ageng Wonokusumo untuk menuju Daerah
Gunungkidul ditemani dengan 7 orang, Mereka adalah: 1) Ki Wonotitro, 2) Nyi Resmi, 3) Ki
Joimanuk, 4) Ki Permadi , 5) Ki Tiyoso I, II, III. Daerah yang dituju adalah daerah yang
tanahnya berbau harum, wangi seperti di daerah Bayat yang juga wangi.
Kuburan dari 9 pengikutnya terletak di sisi kanan dan sisi kiri, serta depan, dari makam Ki
Ageng Wonokusumo.

Ki Ageng Wonokusumo mempunyai keturunan bernama Pangeran Kajuran ( Panembahan Romo


) yang menikah dengan R. Ay. Kajuran. Pasangan itu mempunyai anak Kanjeng Ratu Kulon atau
Kanjeng Ratu Pelabuhan yang menikah dengan K. Susuhunan ( Prabu Amangkurat Agung ).
Dari Perkawinan mereka, mempunyai anak yang bernama Kanjeng Susuhunan Pakubuwono di
Surokarto. Kanjeng Susuhunan Pakubuwono mempunyai anak yang bernama Kanjeng
Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa di Surokarto/ Solo tahun 1755 M. Pada masa itu kemudian
Kraton Surakarto pecah menjadi dua, yang 1 di Surakarto dipegang oleh Susuhunan
Pakubuwono II, dan di Yogyakarta dipimpin oleh Kanjeng Sultan Hamengu Buwono I. jadi
Sultan Hamengu Buwono I adalah Wareng keturunan Ki Ageng Wonokusumo.

Visi : Mewujudkan masyarakat yang damai dan sejahtera

Misi : 

1) Menyebarkan Agama Islam


2) Mengajarkan kepada masyarakat untuk bercocok tanam.

 Peninggalan
Air sendang Pancuran. Air sendang pancuran ini banyak diambil oleh para peziarah yang berasal
dari berbagai daerah, baik yang dari wilayah Gunungkidul, Jogya, Bantul, Magelang, Semarang,
Klaten, Jakarta, Surabaya, maupun yang dari luar Jawa, seperti Sumatera. Air sendang Pancuran
diyakini oleh mereka, dengan ijin Allah Yang Maha Kuasa, dapat digunakan untuk mengobati
berbagai menyakit, dan untuk keperluan lain.

Nama Dusun:
1. Sawahan, di sana ada sebidang tanah luas berupa sawah. Tanah tersebut sampai kini tidak
dibagi / digaleng tengah.
2. Banjardowo , berasal dari sawah yang bentuk ladangnya membanjar, dan panjang. Sehingga
dinamakan Banjardowo.
3. Tlotok, berasal dari jatuhnya ikatan bibit padi. Sekarang menjadi Dusun Pengkol.
4. Wonotoro, waktu kala itu, Dusun Wonotoro dilihat dari berbagai arah tampak hutan.

Pengunjung ( Visitors)
Hampir setiap hari , makam Ki Ageng Wonokusumo ada peziarah. Para Peziarah berasal dari
berbagai daerah. Pengunjung yang banyak terjadi pada malam Jum'at Kliwon dan malam Selasa
Kliwon. Para Peziarah biasanya mendoakan Arwah Ki Ageng Wonokusumo dengan membaca
Surat Yasin, Dzikir Tahlil,dan Sholawat. Yang berziarah biasanya dari rakyat kecil hingga calon
Pejabat maupun Pejabat. Pada malam 1 Syura/ Muharam, tempat ini juga banyak dikunjung para
peziarah.

Upacara Adat.
Upacara Adat Wilujengan Madilakiran sudah berjalan dari sejak jaman nenek moyang/ 400
tahun yang lalu. Masyarakat melakukan Kenduri ( shodaqoh) mulai dari tanggal 1 sampai puncak
acara tanggal 23 atau 25 bulan Jumadil akhir. Bertepatan dengan hari Senin atau Kamis. Upacara
wilujengan ini dilakukan masyarakat di tiap rumah di tiga dusun yaitu : Warung, Banjardowo,
dan Wonotoro. Ciri khas masakan yang digunakan untuk shodaqohan itu TIDAK DICICIPI oleh
yang memasak. Ini mengandung makna bawa kita bershodaqoh tidak memberi SISA dari
makanan kita. Selama 1 bulan, binatang yang disembelih kira-kira 3000 ekor ayam, 100 ekor
kambing, dan beberapa ekor sapi.

 Juru Kunci.
Juru Kunci yang bertanggung jawab merawat kebersihan, maupun melayani para peziarah adalah
sebagai berikut.
1) H. Shaleh dari Nyutran.
2) H. Muharal dari Kalinampu
3) H. Ngabdullah
4) H. Jupri
5) Abdul Mu'in
6) H. Anwar
7) Sokarto.
8) Karnoto Surakso
9) Ngadiyo Surakso
10) Dariyanto Surakso

Anda mungkin juga menyukai